You are on page 1of 3

Nama : Paulus Souhuwat

NIM : 11. 10. 306


Mata Kuliah : ETIKA

ETIKA DAN HAM (Hak Asasi Manusia)

Pendahuluan

Negara Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri yang sangat kuat diantaranya,
pancasila menjiwai setiap peraturan hukum dan pelaksanaannya, asas kekeluargaan
merupakan titik tolak negara hukum Indonesia, peradilan yang bebas dan tidak
dipengaruhi kekuatan, partisipasi warga masyarakat secara luas, dan pengakuan serta
perlindungan terhadap hak asasi manusia. HAM sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa melekat pada diri manusia, bersifat universal, kodrati, dan abadi, yang berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia. Oleh sebab itu setiap manusia diakui dan dihormati
dengan hak asasi manusia tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan,
agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa daerah. Pentingnya hak asasi
manusia bagi seluruh rakyat Indonesia tentunya memerlukan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum tentang hak asasi manusia ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Penegakan hak asasi manusia tentunya
merupakan cerminan atau perwujudan dari sila pancasila yang kedua yaitu kemanusiaan
yang adil dan beradab. Penegakan dari hak asasi manusia ini bukan hanya dilakukan oleh
para pejabat negara namun juga harus dilakukan dan dilaksanakan oleh semua rakyat
Indonesia. Bercermin dari penjelasan itu maka penulis akan membahas didalam makalah
ini keterkaitan hubungan Etika dan Ham.

Pembahasan

The Vienna Declaration and Programme of Action, sebagai hasil dari toleransi dunia
tentang HAM tahun 1993, menegaskan bahwa semua HAM adalah universal dan tidak
dapat diasingkan (inalienable), tidak dapat dibagi (indivisible), saling berhubungan dan
tergantung satu sama lain (interdependent and interrelated). Prinsip-prinsip inilah yang
umum dipakai dalam memandang HAM yang sifatnya kumulatif dan serentak.1 Pertama,
HAM disebut universal diyakini bahwa semua orang dimana pun dengan berbagai bahasa
dan bentuk ungkapannya memiliki HAM. Namun, ada keraguan terhadap nilai universalitas
tersebut karena landasan pijak HAM yang berbeda"beda, misalnya, jika mengacu pada
moral maka hak moral bisa jamak dan saling bersaing satu sama lain. 2
Kedua, HAM tidak dapat diasingkan (inalienable). Disini, hak yang dimiliki setiap
orang tidak dapat dipindahkan atau diambil alih dari orang tersebut dalam berbagai situasi
apa pun. Seseorang tidak akan kehilangan hak-hak tersebut sebagaimana dia tidak akan
pernah berhenti sebagai manusia. Konsep ini merupakan warisan pemikiran hak kodrati
yang melihat bahwa hak asasi manusia ada, terutama karena kodrat seseorang sebagai
manusia, tidak tergantung pada afiliasi politik, ikatan kultural, agama, atau relasi sosial
apapun, karena manusia adalah martabat yang terberi (given), sehingga unik dan tak
tergantikan.3

1
https://www.academia.edu/12160718/Hak_Asasi_Manusia_Nilai_Etika_dan_Ham_
2
Dworkin dalam Ceunfin, 2004: 230
3
Dworkin dalam Ceunfin, 2004: xxii
Ketiga, HAM tidak dapat dibagi-bagi. seseorang tidak bisa menyangkal HAM karena
alasan prioritas berdasarkan hierarki, bahwa ada HAM yang lebih penting dari yang lain.
tidak ada level dalam HAM karena semuanya sama. Sifat HAM adalah mutlak. Namun,
dalam perkembangannya, HAM juga bersifat khusus (special rights), misalnya HAM untuk
anak, perempuan, indigenous peoples yang tidak menyebut semua atau setiap orang.
Keempat, HAM saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. HAM
merupakan bagian dari kerangka kerja yang sifatnya saling melengkapi satu sama lain.Dari
penjelasan inilah perlu kesadaran akan pengahargaan dan pengakuan terhadap hak-hak,
serta penghayatan akan nilai-nilai, khususnya etika dan moral.
Berdasarkan penjelasan itu HAM dari perspektif etika dan moral dapat dibedakan
menjadi dua, yakni adanya hak asasi dan hak dasar. Hak asasi dalam lingkup kajian etika
dan moral adalah hak yang bersumber dari Tuhan Yang Mahakuasa. Dengan demikian, hak
asasi akan melekat pada seseorang sejak ia dilahirkan ke dunia. Sementara itu, hak dasar
adalah hak yang diperoleh karena menjadi warga negara dari suatu negara yang termuat
dalam UUD 1945. Yaitu hak dasar dan hak asasi sebagaimana tertulis pada Pasal 28A.
Dalam upaya mencermati adanya kekeliruan di masyarakat dalam memahami makna dari
pelanggarannya. Ada norma tertentu yang dapat digunakan untuk menentukan suatu hal
tergolong dalam pelanggaran HAM atau tidak.
Salah satu contoh dalam pelanggaran karena tindakan, misalnya untuk menangani
demonstrasi ada norma dan moral yang menjadi dasar dan digunakan secara bertahap. Jika
demonstrasi bersifat agresi kata-kata, moral yang digunakan adalah dialog. Tetapi jika
demonstrasi meningkat menjadi agresi fisik, maka etika yang dilakukan pun berbeda
dengan tetap menerapkan cara-cara yang baik. Dan jika agresi meningkat dengan adanya
penggunaan alat dan berbahaya, maka etika penanganannya dapat dilakukan tindakan
berupa pengamanan berupa penembakan yang disesuaikan pula dengan kategori-kategori
tertentu. Selanjutnya untuk pelanggaran yang tergolong karena pembiaran misalnya
pemerintah dalam menanggulangi wabah berdiam diri ketika terjadi suatu masalah
kesehatan di negara atau wilayahnya, maka Pemerintah dapat digolongkan telah
melakukan pelanggaran hak asasi.
Terakhir adalah pelanggaran karena legislatif atau legislative violence. Hal ini terjadi
karena pembuat undang-undang membuat aturan yang tidak baik. Dengan kata lain, moral
dari undang-undang tersebut tidak bagus sehingga pelanggaran bukan hanya karena etika,
tetapi dasar moralnya pun telah dibuat keliru. Oleh karena itu peran Pemerintah dan
Badan Legislatif sangat menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu pelanggaran jenis
ini. “Untuk itu, salah satu peran keberadan Mahkamah Konstitusi tidak lain menguji
undang-undang terhadap UUD 1945 yang telah diformulasikan oleh pembuat undang-
undang guna mengatur negara dan warga negaranya.
Dengan demikian Etika dipandang sebagai sesuatu yang positif dan berharga
sebagai pedoman dalam kehidupan manusia dalam masyarakatnya. Dimana tingkah laku
manusia tidak akan mempunyai kebebasan penuh, karena ada ikatan nilai dan etika untuk
mengarahkan dan memberi petunjuk dalam mencari kebermaknaan hidup dan yang
merupakan tatanan dasar sekaligus menyiratkan suatu etika moral positif bagi
masyarakatnya.
Pada umumnya, nilai dan etika setiap kelompok masyarakat mempunyai style atau
gaya tersendiri tentang nilai dan etika yang dikembangkan. Hal ini dapat dipengaruhi
dengan adanya adat istiadat yang berbeda. Akan tetapi, kehadiran Pancasila sebagai suatu
sumber nilai, akan menjiwai setiap tatanan nilai dan etika yang ada. Pancasila sebagai
pengikat yang kuat sekaligus menjembatani kemungkinan munculnya berbagai konflik
yang disebabkan karena perbedaan nilai dan etika yang ada. Bhineka Tunggal Ika, di satu
sisi mampu menjadi pengikat bagi multikultur yang ada di Indonesia.
Mengamati berbagai bentuk motif perubahan tersebut, ketika masyarakat,
katakanlah sudah mempunyai sistem nilai dan etika tertentu, maka ketika bertemu dengan
nilai dan etika yang baru akan terjadi tiga kemungkinan, seperti:
(1), asimilasi, dalam ini akan terjadi proses saling mengambil nilai-nilai yang terbaik,
(2), konfrontasi, dalam hal ini akan terjadi saling berbenturan antara satu nilai dengan
nilai yang lain;
(3), adaptasi, yang dimaksud adalah konfrontasi damai. Artinya yang kuat akan menyerap
yang lemah, dan yang lemah akan menyesuaikan.
Andaikata terjadi persimpangan yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketegangan,
kecurigaan, bahkan permusuhan, perlu dicari nilai dan etik yang terbaik, yaitu lebih tepat
mengedepankan nilai dan etika kemasyarakatan yang menghargai adanya kemajemukan,
keterbukaan, dan demokrasi. Sementara itu dalam menghadapi tantangan yang berasal
dari pengaruh dunia global, nilai dan etika yang sudah dimiliki oleh suatu kelompok
masyarakat akan tetap dijadikan sebagai pedoman yang mendasari tingkah-lakunya
dengan penuh keseimbangan. Hidup manusia dikatakan akan mencapai kebahagiaan jika
dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan. Baik manusia hidup sebagai pribadi,
manusia dan hubungannya dengan masyarakat, manusia dengan alam, manusia
dengan Tuhan, maupun manusia dalam rangka mengejar kemajuan lahiriah.
Kekuasaan sebagai salah satu penentu proses dinamika kehidupan masyarakat,
menjadi pemegang tunggal dari seluruh proses asimilasi, konfrontasi ataupun adaptasi
nilai untuk memenangkan kepentingan diri dan kelompoknya. Pelanggaran-pelanggaran
terhadap HAM erat kaitannya, dengan kepentingan kekuasaan. Dominasi kekuasaan pada
sistem hukum tidak disertai dengan contoh perilaku dan nilai etika yang positif bagi
masyarakat. Perlu diketahui pula bahwa norma, yang berlaku dalam masyarakat sudah
banyak tercemar oleh kepentingan individu dan kelompok.
Dalam menghadapi era global yang didominasi nilai yang menjunjung tinggi
profesionalisme dan kompetisi kualitatif, diperlukan adanya ide-ide baru yang cemerlang.
Oleh karena itu, sangat mendesak terwujudnya suatu sistem kekuasaan yang mau
menjunjung tinggi HAM, dan penegakkan nilai dan etika, dalam kehidupan bersama yang
berkeadilan. Pancasila adalah sumber nilai yang sangat lengkap sebagai modal dasar
kekuatan dan identitas bangsa Indonesia.

Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara, HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan
HAM, Oleh karena itu, segala sesuatu sudah tidak dapat disembunyikan lagi.
HAM, sebagai idiologi universal, telah dijadikan sebagai tolak ukur kehidupan suatu
bangsa secara keseluruhan. Bagaimana, perlindungan terhadap HAM, dapat menentukan
kehidupan nilai dan etiknya. Bangsa Indonesia, yang telah mempunyai suatu sistem nilai
dan etik yang terangkum dalam Pancasila, maka perlu penghayatan dan pengamalan nilai-
nilai Pancasila yang dapat diaktualisasikan dan direflesikan pada kehidupan nyata.

You might also like