You are on page 1of 28

“KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH”

“MAKALAH PENYAKIT CA KOLORECTAL”

Dosen Pengampu : Luh Titi Handayani, S.Kep.,Ners., M.Kes

Disusun Oleh:

1. Yudha restu pradana (19 )


2. Savira Cahyani Maulida (2011011089)
3. Eliza Maudy Mauidhah (2011011096)
4. Zakia Az Zahra (2011011100)
5. Novita Elisa (2011011109)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jember, April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………..i

Kata Pengantar…………………………………………………………….…..ii

Daftar Isi…………………………………………………………………….…iii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….

1.1 Konsep Dasar Medis………………………………………………...........


1.1.1 Definisi…………………………………………………………....
1.1.2 Etiologi……………………………………………………….…...
1.1.3 Patofisiologi……………………………………………………....
1.1.4 Manifestasi Klinis………………………………………………...
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang…….……………………………………..
1.1.6 Penatalaksanaan medis kolorectal…..……………………….……
1.2 Konsep Dasar Keperawatan…………………………………..…………
1.2.1 Pengkajian ..………………………………………………..…….
1.2.2 Diagnosa Keperawatan………….………………………………..
1.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan…………….………………….….

BAB II TINJAUAN KASUS………………………………………………...

2.1 Pengkajian………………………………………………………..
2.2 Diagnosis Keperawatan…………………….…………………
2.3 Rencana Tindakan………………...……………………………
2.4 Implementasi………………………………………………
2.5 Evaluasi..………………………………..…………………

BAB III PEMBAHASAN…………………………………………….……

3.1 Kesimpulan……………………………………………….…
3.2 Saran………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Konsep Dasar Keperawatan


I.1.1 Definisi
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal / neoplasma
yang muncul dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker
kolorektal ditunjukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan
rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebut traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon
berada di bagian proksimal usus besar dan rektum dibagian distal sekitar 5
- 7 cm diatas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran
pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk
menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna
(Penzzoli dkk, 2007).
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada
jaringan ephitelial dari colon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah
adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma (Wijaya dan Putri,
2013).

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon
melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan
rektum. Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang
sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering
disebut dengan "kolon kiri".

I.1.2 Etiologi
1) Usia
Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia.
Kebanyakan kasus terjadi pada orang yang berusia 60 - 70 tahun. Jarang
sekali ada penderita kanker kolon yang usianya dibawah 50. Kalaupun
ada, bisa dipastikan dalam sejarah keluarganya ada yang terkena kanker
kolon juga.
2) Polip
Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Jika
polip ini langsung dihilangkan pada saat ditemukan, tindakan
penghilangan tersebut akan bisa mengurangi risiko terjadinya kanker
kolon di kemudian hari.
3) Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon ( bahkan
pernah dirawat untuk kanker kolon ) berisiko tinggi terkena kanker
kolon lagi dikemudian hari. Wanita yang pernah mengidap kanker
ovarium ( indung telur), kanker uterus, dan kanker payudara juga
memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena kanker kolon.
4) Faktor keturunan / genetika
Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya pada keluarga
dekat. Orang yang keluarganya punya riwayat penyakit FAP ( Familial
Adenomatous Polyposis ) atau polip adenomatosa familial memiliki
risiko 100% untuk terkena kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila
FPA-nya tidak diobati. Penyakit lain dalam keluarga adalah HNPCC
( Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer ), yakni penyakit kanker
kolorektal nonpolip yang menurun dalam keluarga, atau sindrom
Lynch.
5) Penyakit kolitis (radang kolon) elseratif yang tidak diobati.
6) Kebiasaan merokok
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena kanker kolon
dibandingkan dengan yang bukan perokok.
7) Kebiasaan makan
Pernah diteliti bahwa kebiasaan makan banyak daging merah ( dan
sebaliknya sedikit makan buah, sayuran serta ikan ) turut meningkatkan
risiko terjadinya kanker kolon. Mengapa? Sebab daging merah ( sapi
dan kambing ) banyak mengandung zat besi. Jika sering mengonsumsi
daging merah berarti akan kelebihan zat besi.
8) Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna,
apalagi jika pewarnanya adalah pewarna nonmakanan.
9) Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang mengandung
bahan pengawet.
10) Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih banyak
memiliki risiko lebih rendah untuk terkena kanker kolon.
11) Berat badan yang berlebihan ( obesitas ).
12) Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus) turut
andil dalam terjadinya kanker kolon.
13) Kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Misalnya logam berat,
toksin, dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
14) Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir. Usus
mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko
terkena kanker kolon.
15) Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif, pegawai
administrasi, atau pengemudi kendaran umum.

I.1.3 Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar
kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati) Japaries, 2013.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi
penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus
serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses,
serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relativ baik bila
lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseks dilakukan, dan
jauh lebih jelek telah terjadi mestatase ke kelenjr limfe (Japaries, 2013).
Menurut Diyono (2013), tingakatan kanker kolorektal dari duke sebagai
berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan
kolon).
2. Stadium 2 : menembus dindng otot belum merastase.
3. Satidum 3 : melibatkan keleniar limfe.
4. Satidum 4 : metastase ke kelenjar linfe yang berjauhan dan ke orang
lain.

Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh
secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui
beberapa cara. Penyebaran secara lokal biasanya masuk kedalam lapisan
dinding usus sampai keserosa dan lemak mesentrik, lalu sel kanker
tersebut akanmengenai organ disekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih
luas lagi didalam lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi.
Bila sel tersebut masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker tersebut
dapat terus masuk ke organ hati, kemudian metastase ke orgab paru-paru.
Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kuli, tulang, dan otak. Sel kanker
pu dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat akan dilakukan reseksi
tumor (Diyono, 2013).

Secara genetik, kanker kolon merupakan penyakit yang kompleks.


Perubahan genetik sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi
permalignan (adenoma) untuk adenokarsinoma invasif. Rangkain peristiwa
molekuler dan genetik yang menyebabkan transformsi dari keganasan
polip adenomatosa. Proses awal adalah mutasi APC (adenomatosa
Poliposis Gen) yang pertama kali ditemukan pada individu dengan
keluarga adenomatosa poliposis (FAP= familial adenomatous polyposis).
Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam aktivasi pnkogen c-myc
dan siklinD1, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas
(Muttaqin, 2013).

Pathway ca kolorectal

I.1.4 Manifestasi Keperawatan


Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan
buang air besar.
Gejala tersebut meliputi: 2
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau
kembung.
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.

I.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah
dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya
mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik
ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang
hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang
tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai
pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip
atau kanker yang telah di eksisi
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan
dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar digunakan untuk biopsi,
polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari strikt

I.1.6 Penatalaksanaan Medis Kolorectal


Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut:
1. Bedah
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan
kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal tetapi
juga harus tetap mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya (Casciato
DA, 2004). Pada tumor yang bisa dioperasi, tindakan bedah merupakan
satu-satunya pengobatan kuratif karena adenokarsinoma kurang sensitif
terhadap radiasi ataupun sitostatika.
2. Radioterapi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-
ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi
internal. Pemilihan cara radiasi diberikan
tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Radiasi eksternal
(external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat
tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker.
3. Kemoterapi Adjuvant
Kanker kolorektal telah banyak resisten pada hampir sebagian
kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan
ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah
efektifitas kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan bila tumor
sangat sedikit dan berada pada fase proliferasi (Schwartz, 2005).
Sitostatika berupa kombinasi FAM (5-fluorasil, adriamycin, dan
mitomycin c) banyak dipergunakan sebagai terapi adjuvant

1.2. Konsep Dasar Keperawatan


I.1.7 Pengkajian
Kanker Kolorektal adalah pertumbuhan sel abnormal yang bersifat
maligna pada jaringan yang berasal dari kolon atau rektum. Kanker ini
merupakan salah satu jenis keganasan yang paling banyak ditemukan dan
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi.
1.) Anamnesis
Anamnesis pada pasien kanker kolorektal bisa datang dengan keluhan
perdarahan gastrointestinal, dimana adanya benjolan di anus, atau
perubahan pola buang air besar (BAB).
Adanya diare kronis umumnya mengindikasikan kanker di kolon
asendens. Sedangkan gejala obstruksi seperti kontipasi dan bentuk
feses abnormal mengindikasikan lokasi kanker di kolon desendens.
Beberapa gejala kanker kolokrektal :
• Gejala typikal: lemah, penurunan berat badan, atau nyeri
perut,Diare,Sembelit,Buang air besar terasa tidak tuntas,Berat
badan turun tanpa sebab yang jelas
Perdarahan pada rektum (bagian ujung usus besar),Buang air besar
berdarah,Mual Muntah
Perut terasa nyeri, kram, atau kembung,Tubuh mudah lelah
• Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Usia
Diagnosis KKR meningkat progresif sejak usia 40 tahun,
meningkat tajam setelah usia 50 tahunllebih dari 90% kasus KKR
terjadi di atas usia 50 tahun.Angka
kejadian pada usia 60-79 tahun 50 kali lebih tinggi dibandingkan
pada usia kurang dari 40 tahun.
2. FaktorHerediter
Riwayat familial berkontribusi pada sekitar 20% kasus KKR.6,10
Kondisi yang paling sering diwariskan adalah familial adenomatous
polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer
(HNPCC), dikenal sebagai sindrom Lynch. Gen-gen yang berperan
dalam pewarisan KKR ini telah diidentifikasi. HNPCC
berhubungan dengan mutasi gen- gen yang terlibat dalam jalur
perbaikan DNA, disebut gen MLH1 dan MLH2.FAP disebabkan
mutasi tumor supresor gen APC (Antigen Presenting Cell).
HNPCC terjadi pada 2-6% KKR.Risiko KKR seumur hidup pada
orang dengan mutasi HNPCC berkisar 70-80% dan rerata umur saat
didiagnosis adalah pada pertengahan usia 40 tahun.Mutasi MLH1
dan MLH2 juga berhubungan dengan peningkatan risiko relatif
kanker lain, termasuk beberapa keganasan ekstrakolon seperti
kanker uterus, gaster, usus halus, pankreas,
3. FaktorLingkungan
KKR dipertimbangkan sebagai suatu penyakit yang dipengaruhi
lingkungan;
faktor pola hidup, sosial, dan kultural ikut berperan. KKR adalah
suatu kanker dengan penyebab- penyebab yang dapat dimodifikasi,
dan sebagian besar kasusnya secara teori dapat dicegah.

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


1. Pola Diet dan Nutrisi
Diet berpengaruh kuat terhadap risiko KKR, dan perubahan pola
makan dapat mengurangi risiko kanker ini hingga 70% Insidens
KKR meningkat pada orang- orang yang mengonsumsi daging
merah dan/atau daging yang telah diproses.
2. Aktivitas Fisik dan Obesitas
Dua faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan saling berhubungan,
aktivitas fisik dan kelebihan berat badan, dilaporkan berpengaruh
pada sepertiga kasus KKR.
Aktivitas tinggi berhubungan dengan rendahnya insidens KKR.
3. Merokok
Sebesar 12% kematian KKR berhubungan dengan kebiasaan
merokok.
Karsinogen rokok meningkatkan pertumbuhan KKR, dan
meningkatkan risiko terdiagnosis kanker. Merokok menyebabkan
pembentukan dan pertumbuhan polip adenomatosa, lesi prekursor
KKR. Terdapat hubungan statistik signifikan berdasarkan dosis
merokok per tahun setelah merokok lebih dari 30 tahun; individu
dengan riwayat merokok lama dan kemudian berhenti merokok
tetap memiliki risiko KKR.
4. Alkohol
Konsumsi alkohol reguler berhubungan dengan perkembangan
KKR. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko KKR pada usia
muda, juga meningkatnya insidens kanker kolon distal.Metabolit
reaktif pada alkohol seperti asetaldehid bersifat karsinogenik. Efek
alkohol dimediasi melalui produksi prostaglandin, peroksidase
lipid, dan generasi ROS (Reactive Oxygen Species)
bebas.Konsumsi tinggi alkohol biasanya berhubungan dengan
nutrisi rendah, sehingga jaringan rentan terhadap

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak banyak berperan kecuali colok dubur/Rectal
Toucher yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan ataupun gejala
lainnya. Pada tingkat pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen
kadang-kadang teraba masa di daerah kolon kanan dan kiri.
Hepatomegali jarang terjadi. Colok dubur merupakan cara diagnostik
sederhana. Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral,
posterior, dan anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat
diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian
anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis cavum douglas
sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas
eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui
bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga colok
dubur merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Antigen adalah sebuah glikoprotein
yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran
darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status
kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase
ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan
nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah
dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya
mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik
ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang
hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien
yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai
pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat
polip atau kanker yang telah di eksisi..
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat
kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan
dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1
cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih
baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.

I.1.8 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Dalam menegakkan diagnosa kanker kolorektal dapat dilakukan secara
bertahap, antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari
laboratorium klinik maupun laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya
pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti foto polos atau dengan
kontras (barium enema), kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan Ttransrectal
Ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.
Diagnosa yang mungkin muncul menurut (PPNI, 2017) :
- Pre kemoterapi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
- Intra kemoterpi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
- Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau
pengobatan (misal. Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan
makanan.

Diagnosa banding kanker kolorectal, antara lain:


1. Irritable bowel syndrome (IBS)
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah salah satu penyakit
gastrointenstinal fungsional. Irritable bowel syndrome memberikan
gejala berupa adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi
tanpa gangguan organik. Diagnosis dari IBS berasarkan atas kriteria
gejala, mempertimbangan demografi pasien (umur, jenis kelamian, dan
ras) dan menyingkirkan penyakit organik.Melalui anamnesis riwayat
secara spesifik menyingkirkan gejala alarm (red flag) seperti penurunan
berat badan, perdarahan per rektal, gejala nokturnal, riwayat keluarga
dengan kanker, pemakaian antibiotik dan onset gejala setelah umur 50
tahun.
2. Kolitis ulseratif
Kolitis ulseratif adalah peradangan kronis yang terjadi pada usus besar
(kolon) dan rektum. Pada kelainan ini, terdapat tukak atau luka di
dinding usus besar sehingga menyebabkan tinja bercampur dengan
darah. Kolitis ulserativa dapat menjadi penyebab kanker kolorektal.
3. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn merupakan kelainan ulseroinflamasi pada traktus
digestivus yang bersifat kronis dan dapat menyerang setiap segmen
traktus digestivus, terutama pada bagian distal usus halus serta kolon
sebelah kanan. Bila mengenai ileum disebut ileitis terminalis dan bila
mengenai kolon disebut colitis granulomatosa. 1 Diagnosis penyakit
Crohn secara klinik seringkali sulit dilakukan karena memiliki gejala
yang bervariasi dan menyerupai penyakit saluran pencernaan lain.
Gejala yang paling sering adalah nyeri abdomen disertai diare ringan
dan kadang-kadang demam. Penyakit Crohn pada ileum dan caecum
akan menimbulkan gejala klinik yang menyerupai apendisitis akut.
4. Fisura ani
Gejala fistula ani sungguh tidak menyenangkan bagi penderitanya,
misalnya rasa tidak nyaman, iritasi kulit, keluar cairan terus-meneus
yang tidak membaik dengan sendirinya, dan sebagainya. Kalau sudah
begini, maka untuk mengatasinya diperlukan tindakan pembedahan.
Fistula ani biasanya lebih sering terjadi pada laki laki dibanding
perempuan. Kasus ini bisa terjadi pada usia 20 tahun hingga 40 tahun.
Namun demikian, bisa juga terjadi pada bayi dan anak – anak, biasanya
terjadi akibat kelainan kongenital atau cacat bawaan.
5. Penyakit divertikulum
Divertikulum Meckel biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat
dilakukannya laparotomi. Dalam penegakkan diagnosis, tes
laboratorium tidak dapat digunakan sebagai acuan, namun lebih
digunakan sebagai dasar untuk menangani komplikasi perdarahan yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan seperti pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit gula darah, BUN, serum kreatinin, dan koagulasi. Pada
keadaan klinis dengan temuan perdarahan yang mengarah ke
Divertikulum Meckel pemeriksaan yang berguna adalah dengan
scanning Meckel. Pada keadaan komplikasi non-perdarahan plain foto
dapat digunakan. Pemeriksaan jenis lama yaitu serial usus kecil dengan
barium dapat digunakan untuk menemukan kondisi penyerta pada
Divertikulum Meckel. CT scan abdomen biasanya sulit digunakan
untuk membedakan Divertikulum Meckel dengan loop usus kecil. Akan
tetapi struktur blind-ending fluid-filled dan/atau gas-filled dalam usus
kecil dapat tervisualisasi.

1.2.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria Rencana Tindakan


Keperawatan hasil
Ansietas Tujuan : Setelah Terapeutik
berhubungan dilakukan tindakan 1. Ciptakan suasana
dengan Krisis keperawatan terapeutik untuk
situasional (D.0080) diharapkan tingkat menumbuhkan
ansietas pasien kepercayaan
menurun. 2. Temani pasien untuk
Kriteria Hasil : mengurangi
1. Verbalisasi kecemasan, jika
kebingungan memungkinkan
menurun 3. Motivasi
2. Verbalisasi mengidentifikasi
khawatir akibat situasi yang memicu
kondisi yang kecemasan
dihadapi
3. Perilaku gelisah Edukasi
menurun 1. Jelaskan prosedur,
4. Perilaku tegang termasuk sensasi
menurun yang mungkin
5. Frekuensi dialami
pernapasan, nadi 2. Anjurkan keluarga
dan tekanan darah untuk tetap bersama
menurun pasien, jika perlu
3. Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
2. Rencana
keperawatan Intra
kemoterapi
Resiko infeksi Tujuan : Setelah Observasi
ditandai dengan dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan
Efek prosedur keperawatan gejala infeksi
invasif (D.0142) diharapkan risiko sistemik dan local
infeksi dapat Terapeutik
menurun. 1. Batasi jumlah
pengunjung
Kriteria Hasil : 2. Cuci tangan
1. Demam menurun sebelum dan
2. Kemerahan sesudah kontak
menurun dengan pasien dan
3. Nyeri menurun lingkungan pasien
4. Bengkak menurun Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
Risiko gangguan Tujuan : Setelah Observasi
integritas kulit dilakukan tindakan 1. Identifikasi
ditandai dengan keperawatan penyebab
bahan kimia iritatif diharapkan risiko gangguan integritas
(D.0139) gangguan integritas kulit
kulit menurun. Terapeutik
1. Gunakan produk
Kriteria Hasil : berbahan ringan
1. Elastisitas atau alami dan
meningkat hipoalergik pada
2. Hidrasi meningkat kulit sensitif
3. Kerusakan jaringan 2. Hindari produk
menurun berbahan dasar
4. Kerusakan lapisan alkohol pada kulit
kulit menurun kering
Edukasi
1. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
Nausea Tujuan : Setelah Observasi
berhubungan dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor
dengan tindakan keperawatan penyebab mual
kemoterapi diharapkan tingkat 2. Identifikasi dampak
(D.0076) nausea dapat mual terhadap
menurun. kualitas hidup
3. Monitor mual
Kriteria Hasil :
1. Nafsu makan Terapeutik
meningkat 1. Kontrol faktor
2. Keluhan mual lingkungan
menurun penyebab mual
3. Perasaan ingin 2. Berikan makanan
muntah menurun dalam jumlah kecil
4. Pucat tampak dan menarik
membaik Edukasi
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang
cukup
2. Ajarkan penggunaan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antiemetik, jika
perlu
Gangguan citra Tujuan : Setelah Observasi
tubuh berhubungan dilakukan tindakan 1. Identifikasi
dengan efek keperawatan harapan citra
tindakan/pengobata diharapkan persepsi tubuh berdasarkan
n (D.0083) tentang penampilan tahap
pasien dapat perkembangan
meningkat. 2. Identifikasi
perubahan citra
Kriteria Hasil : tubuh yang
1. Verbalisasi mengakibatkan
perasaan negatif isolasisosial
tentang perubahan 3. Monitor frekuensi
tubuh menurun pernyataan kritik
2. Verbalisasi terhadap diri
kekhawatiran pada sendiri
penolakan atau
reaksi orang lain Terapeutik
3. Menyembunyikan 1. Diskusikan
bagian tubuh perubahan tubuh
berlebihan dan fungsinya
menurun 2. Diskusikan
4. Respon nonverbal perbedaan
pada perubahan penampilan fisik
tubuh membaik terhadap harga diri
5. Hubungan sosial 3. Diskusikan cara
membaik mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
4. Diskusikan persepsi
pasien dan
keluarga tentang
perubahan citra
Tubuh

Edukasi
1. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra
tubuh
2. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
3. Latih peningkatan
penampilan diri

BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 51 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kantil 11 Kelurahan Bukit Raya Kecamatan Samboja
Kabupaten Kutai Kartanegara
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Tanggal MRS : Selasa, 15 Oktober 2019/ Rabu, 16 Oktober 2019
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan datang ke RSKD untuk kemoterapi ke III
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan awalnya pada bulan Agustus 2019 berobat ke Rumah
Sakit Kanujdoso Djatiwibiwo (RSKD) Balikpapan, kemudian didiagnosa
Ca Colon. Sebelumnya pasien merasakan nyeri yang tajam pada bagian
perut sebelah kiri. Pada tanggal 11 Agustus pasien menjalani operasi. Dan
dari hasil operasinya pasien dianjurkan untuk melakukan kemoterapi.
Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kemoterapi siklus ke-3 yang
dijalani. Pasien dengan keluhan sejak sulit untuk tidur dengan nyenyak
sejak seminggu yang lalu.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan ia pernah menderita Ca Colon dan dirawat pada 30
September 2019. Pada tanggal 11 Agustus 2019 dilakukan operasi
pengangkatan sel kanker. Pasien mengatakan ia pernah menderita Ca
Colon dan dirawat pada 30 September 2019. Pasien mengatakan tanggal
11 Agustus 2019 dilakukan operasi pengangkatan sel kanker.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan Keluarga tidak ada yang memiliki kelainan / kecacatan
dan menderita suatu penyakit yang berat.
f. Psikososial
Pasien dapat berkomunikasi dengan perawat maupun orang lain sangat
baik dan lancar serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat.
Orang yang paling dekat dengan pasien adalah anaknya. Ekspresi pasien
terhadap penyakitnya yaitu tidak ada masalah. pasien mengatakan interaksi
dengan orang lain baik dan tidak ada masalah. Reaksi saat interaksi dengan
pasien kooperatif dan tidak ada gangguan konsep diri.
g. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Saat di rumah pasien memiliki kebiasaan mandi sebanyak 2 kali sehari,
sikat gigi sebanyak 2 kali sehari dan keramas sebanyak 1 kali sehari,
memotong kuku seminggu sekali. Saat ini pasien tidak merokok, ia
mengatakan tidak meminum minuman beralkohol.
h. Spiriual
Sebelum sakit pasien sering untuk beribadah begitupun selama ia sakit
i. Keadaan Umum
Sedang Tampak terpasang infus NaCl 0,9% pada tangan sebelah kiri
j. Kesadaran
Compos Mentis GCS : E4 M6 V5
k. Tanda – tanda vital
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 69x/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 20x/menit
MAP : 90 mmHg
l. Kenyamanan/nyeri
Tidak ada nyeri
m. Status Fungsional/ Aktivitas dan Mobilisasi Barthel Indeks
Nilai skor : 20
Kategori ketergantungan : Mandiri
n. Pemeriksaan kepala
1. Rambut
Bentuk kepala pasien oval, tidak ditemukan adanya penonjolan pada
tulang kepala pasien, fingerprint di tengah frontal terhidrasi, kulit
kepala bersih, penyebaran rambut merata, warna hitam, tidak mudah
patah, tidak bercabang, cerah, tidak rontok
2. Mata
Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan
pada kelopak mata, sclera putih, konjungtiva merah muda, palpebra
tidak ada edema, kornea jernih, reflek +, pupil isokor
3. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi septum nasi di tengah,
tidak ada secret atau sumbatan pada lubang hidung, ketajaman
penciuman normal, dan tidak ada kelainan
4. Rongga mulut
Bibir berwarna merah muda, gigi masih utuh, lidah berwarna merah
muda, mukosa lembab, tonsil tidak membesar.
5. Telinga
Telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, daun atau pina telinga
bersih kanan dan kiri, tidak ada benda asing dan bersih pada lubang
telinga, pasien dapat mendengar suara gesekan jari.
o. Pemeriksaan leher
Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, posisi trakea terletak
di tengah.
p. Pemeriksaan thorak: Sistem Pernafasan
Pasien tidak ada sesak, tidak ada batuk. Bentuk dada simetris, frekuensi
20x/menit, irama nafas teratur, pola nafas normal, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada otot bantu nafas. Vocal premitus teraba sama
kanan dan kiri saat pasien mengucap tujuhtujuh, tidak terdapat krepitasi.
Suara perkusi sonor. Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
q. Pemeriksaan Jantung: Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada nyeri dada, CRT < 2 detik, ujung jari tidak tabuh. Ictus cordis
tidak tampak, ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis kiri selebar
1 cm, basic jantung terletak di ICS III sternalis kanan dan ICS III sternalis
kiri, suara perkusi redup, pinggang jantung terletak di ICS III sampai V
sternalis kanan suara perkusi redup, apeks jantung terletak di ICS V
midclavikularis kiri suara perkusi redup. Bunyi jantung I terdengar lup dan
bunyi jantung II terdengar dup. Tidak ada bunyi jantung tambahan.
r. Pemeriksaan sistem pencernaan dan status nutrisi
BB : 45 kg
TB : 155 cm
IMT : 18,75 (kategori : normal), total skor parameter : 0 Pasien BAB 2 kali
sehari konsistesi lunak terakhir pada tanggal 16 Oktober 2019, jenis diet
lunak, nafsu makan baik dengan frekuensi 3x sehari, porsi makan habis.
s. Abdomen
Bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan/masa, tidak ada bayangan vena,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, suara abdomen
tympani, tidak ada asites
t. System persyarafan
Status memori panjang, perhatian dapat mengulang, bahasa baik, dapat
berorientasi pada orang, tempat dan waktu, tidak ada keluhan pusing, Pada
pemeriksaan saraf kranial, nervus I pasien dapat membedakan bau, nervus
II pasien dapat melihat dan membaca tanpa memakai kacamata, nervus III
pasien dapat menggerakkan bola mata kebawah dan kesamping, nervus IV
pupil mengecil saat dirangsang cahaya, nervus V pasien dapat merasakan
sensasi halus dan tajam, nervus VI pasien mampu melihat benda tanpa
menoleh, nervus VII pasien bisa senyum dan menutup kelopak mata
dengan tahanan, nervus VIII pasien dapat mendengar gesekan jari, nervus
IX uvula berada ditengah dan simetris, nervus X pasien dapat menelan,
nervus XI pasien bisa melawan tahanan pada pipi dan bahu, dan nervus
XII pasien dapat menggerakkan lidah. Pada pemeriksaan refleks fisiologis
ditemukan adanya gerakan fleksi pada tangan kanan dan tangan kiri saat
dilakukan pemeriksaan refleks bisep dan ditemukan adanya gerakan
ekstensi saat dilakukan pemeriksaan refleks trisep. Pada pemeriksaan
refleks patella ditemukan adanya gerakan tungkai ke depan pada kaki
kanan dan kaki kiri. Pada pemeriksaan refleks patologis berupa refleks
babinsky ditemukan adanya gerakan fleksi pada jari – jari.

u. System perkemihan
Bersih, tidak ada keluhan berkemih. Pasien tidak terpasang kateter,
produksi urine 1000 ml/hari, warna kuning jernih dan bau khas. Tidak ada
nyeri tekan dan pembesaran pada kandung kemih
v. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Pergerakan sendi bebas, otot simetris kanan dan kiri. Pada pemeriksaan
tangan kanan, tangan kiri dan kaki kanan, kaki kiri didapatkan kekuatan
otot 5. Penilaian edema tidak ada edema ekstremitas dan tidak ada pitting
edema. Tidak terdapat peradangan dan ruam pada kulit. Total nilai pada
penilaian risiko decubitus adalah 22 (kategori : low risk)
w. System endokrin
Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, terdapat pembesaran pada
kelenjar getah bening bagian leher sebelah kanan. Tidak terdapat
hipoglikemia dan hiperglikemia. Tidak terdapat riwayat luka sebelumnya
dan tidak terdapat riwayat amputasi sebelumnya.
x. Seksualitas dan Reproduksi
1. Payudara
Bentuk payudara simetris kanan dan kiri, warna aerola kehitaman,
tidak ada benjolan pada axilla dan clavikula.
2. Genitalia
Pasien sudah disunat, tidak ada masalah pada genetalia.
y. Keamanan lingkungan
Total penilaian risiko pasien jatuh dengan skala morse adalah 20 (kategori:
rendah)

2.2 Diagnosis Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan Paraf


1. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d klien
mengatakan sulit tidur sejak seminggu yang lalu
2. Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor resiko kemoterapi d.d klien mengatakan setelah
kemoterapi hari pertama merasa mual
3. Defisit perawatan diri b.d penurunan motivasi d.d klien
mengatakan gatal pada tubuhnya

2.3 Rencana Tindakan

Tgl/ Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Ja Keperawatan Kriteria Tindakan
m Hasil
Ketidak Kebutuhan 1. Berikan edukasi 1. Edukasi yang baik
seimbangan nutrisi pasien tentang kebutuhan dapat
nutrisi kurang terpenuhi nutrisi pasien menngkatkan
dari dalam waktu
2. Lakukan pengetahuan
kebutuhuhan 1x24 jam,
tubuh b.d dengan menejemen nutrisi tentang kebutuhan
factor resiko kriteria kurang dari nutrisi pasien.
kemoterapi d.d hasil : kebutuhan
klien a) BB a) Hitung 2. Perbaikan
mengatakan meningkat kebutuhan kebutuhan nutrisi
setelah b) Pasien nutrisi dalam dilakukan dengan
kemoterapi hari tidak
24 jam. manajemen yang
pertama merasa merasa
mual. mual dan b) Latih reflex baik.
muntah. hisap . a) Jumlah cairan
c) Berikan asupan yang cukup
makanan menyeimbang
secara bertahap kan BB.
sesuai dengan b) Mulut yang
kondisi pasien. kotor berisiko
d) Berikan infeksi jamur.
perawatan oral
hygiene. 3. Monitoring yang
3. Lakukan teratur digunakan
monitoring dan sebagai dasar
evaluasi : menentukan
c) Berat badan perawatan
d) Muntah berikutnya.
a) Indikasi
4. Laksanakan hasil lkeberhasilan
kolaborasi
dengan dokter tindakan.
pemberian b) Indikasi
cairan infus kemampuan
intake.
c) Ciri adanya
regugitasi.fun
gsi
penyerapan
makanan
dapat
diketahui.

4. Profesionalisme
lebih tepat dalam
nutrisi parenteral.

Gangguan Pola tdur 1. Lakukan 1. Manajemen yang


pola tidu bd pasien manajemen baik berpotensi
kurangnya adekuat pola tidur. mencapai tujuan
control tidur selama
a) Atur waktu a) Waktu tidur
dd klien dalam
mengatakan perawatan, tidur pasien. yang tidak
sulit tidur dengan b) Batasi tepat justru
sejak waktu tidur membuat lelah
seminggu kriteria siang. b) Terlalu banyak
yang lalu. hasil: c) Beri tidur siang
a) Mengeks aktivitas mengurangi
presika
ringan kualitas tidur
wajah
yang sebelum malam
rileks. tidur. c) Penggunaan
b) Menyata d) Ciptakan energy yang
kan bisa lingkungan tepat
tidur tenang dan d) Kenyamanan
dengan bersih. tidur dapat
nyenyak.
2. Jelaskan diperoleh dari
c) Menyata
kan pentingnya lingkungan
bangun tidur yang yang tenang
tidur berkualitas bagi dan bersih
badan kebgaran tubuh. e) Meminimalka
lebih 3. Monitoring dan n kebutuhan
sehat. evaluasi energy untuk
d) Tidak
a) Ekspresi kebutuhan
terbangu
n dini.
e) Jumlah wajah metabolism
jam tidur b) Ungkapan
6-8 tidur 2. Pengetahuan
jam/hari.
nyenyak yang baik
c) Ungkapan merupakan modal
segar saat untuk perubahan
bangun
d) Terbangun 3. Monitoring yang
spontan baik mendeteksi
pada setiap perubahan
waktunya a) Wajah rileks
e) Jam tidur menandakan
tidur cukup
4. Laksanakan hasil b) Tidur
kolaborasi
pemberian berkualitas
alprazolam 2x dicirikan
0,05 mg/hari dengan tidur
nyenyak
c) Perasaan segar
saat bangun
adalah ciri
tidur
berkualitas
d) Terbangun diri
ciri dari
insomnia
e) Jam tidur
indikasi
kuantitas tidur

4. Profesionalisme
untk tindakan
yang tepat

Deficit Perawatan 1. Lakukan 1. Menejemen


perawatan diri diri seperti manajemen perawatan diri
b.d penurunan mandi perawatan diri : mandi perlu
motifasi d.d
pasien mandi dilakukan untuk
klien
mengatakan terpenuhi a) Mandikan kenyamanan
gatal pada dalam 1x24 pasien pasien.
tubuhnya. jam, dengan sehari 2x a) Kebersihan
kriteria dengan air kulit adalah
hasil : dan sabun pertahanan
b) Bantu primer dari
a) Pasien keramasi infeksi.
tampak pasien b) Rambut yang
segar c) Sisir rambut bersih
wajah pasien berpengaruh
cerah. d) Lakukan pada
b) Kulit oral kenyamanan
lembab hygiene. pasien
tidak e) Bantu gosok c) Kerapian
berminy gigi berpengaruh
ak f) Potong kepada
c) Badan kuku pasien psikologis
bersih g) Tawarkan pasien.
nyaman pasien ber d) Oral hygiene
dan make up mencegah
wangi. bila perlu timbulnya
d) Rambut 2. Lakukan infeksi.
bersih. monitoring dan e) Gigi yang
e) Gigi evaluasi kotor menjadi
bersih. terhadap: sarang infeksi
f) Hawa a) Wajah f) Kuku yang
nafas b) Kulit panjang dan
segar. c) Bau badan tidak terawat
d) Rambut menjadi agen
g) Penampi e) Gigi atau media
lan rapi.
f) Hawa nafas bakteri
g) penampilan pathogen.
g) Penampilan
yang rapid an
segar
menimbulkan
perasaan
control diri
dan percaya
diri.

2. Monitoring dan
evaluasi yang
teratur digunakan
sebagai dasar
perawatan berikut
:
a) Kulit wajah
yang cerah
indicator
kebersihan
b) Kebersihan
badan indikasi
efektivitas
intervensi.
c) Perawatan
yang baik
berdampak
pada
hilangnya bau
badan .
d) Gigi sehat
adalah gigi
yang bersih.
e) Hawa nafas
yang busuk
ciri kebersihan
tidak terpenuhi
f) Kerapian
penampilan
membuat
psikologis
pasien

2.4 Implementasi

No Tgl/ Diagnosa Implementasi Paraf


Hari Keperawatan
1. Ketidak seimbangan 1. Mengkaji status nutrisi dan
nutrisi kurang dari kebiasaan makan pasien
kebutuhuhan tubuh 2. Menimbang berat badan pasien
b.d factor resiko setiap seminggu sekali
kemoterapi 3. Menyajikan makanan pada
pasien selagi hangat
4. Mengidentifikasikan perubahan
pola makan pasien
5. Memberikan terapi diet makanan
lunak kepada pasien
2. Gangguan pola tidu 1. Mengkaji keadan tidur pasien
bd kurangnya control menanyakan waktu tidur dan
tidur kebutuhan tidur pasien dalam
sehari semalam
2. Mengkaji faktor penyebab
gangguan tidur, kebutuhan tidur
terganggu karena cemas dengan
penyakit
3. Menjelaskan pentingnya tidur
yang adekuat, dapat
mempercepat penyembuhan
dalam penyakit.
4. Memonitor pola tidur dan catat
keadaan fisik mengukur TTV
pasien, TD, Pernafasan, Nadi dan
Suhu, serta fsikokososial yang
mengganggu tidur pasien
5. Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat tidur sesuai
idikasi,
Ramelteon : 8 mg diberikan 30
menit sebelum tidur.
3. Deficit perawatan diri 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien.
2. Menjelaskan cara makan dan
minum yang baik dan benar.
3. Membantu pasien
mempraktikkan cara makan dan
minum yangbenar dan
memasukkan dalam jadwal.
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

2.5 Evaluasi

MASALAH KEP TANGGAL/ CATATAN PARAF


KOLABORATIF JAM PERKEMBANGAN

S: - Klien mengatakan setelah


kemoterapi hari pertama
merasa mual.

O: - TD : 130/70 mmHg
Nadi : 69x/menit
Ketidak seimbangan Suhu : 36,5oC
nutrisi kurang dari RR : 20x/menit
kebutuhuhan tubuh
A: - Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhuhan tubuh klien
terasi sebagian

P: - Lanjutkan intervensi 2,3

S: -Klien mengeluh sesak, sulit


untuk tidur dengan
nyenyak sejak seminggu
yang lalu.

O: - Jumlah jam tidur pasien


Gangguan pola tidur dalam batas normal

A: - Gangguan pola tidur klien


teratasi sebagian
P: - Lanjutkan intervensi

S: - Klien mengatakan gatal


pada tubuhnya.
Deficit perawatan
diri O: -

A: - Masalah teratasi sebagian

P: - Lanjutkan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal / neoplasma yang
muncul dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal
ditunjukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan
rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut
traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus
besar dan rektum dibagian distal sekitar 5 - 7 cm diatas anus. Kolon dan
rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran
gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi
tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Penzzoli dkk, 2007).
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami
memohon dengan sangat kepada ibu, bapak, dan para pembaca memberikan
kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

You might also like