You are on page 1of 35

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS (TB)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit
Menular

Dosen Pembimbing : Munaya Fauziah


SKM, M.Kes

Disususn oleh :

Fatwa
Firdau
s
(NPM.
201371
0038)

PROGRAM STUDI KESEHATAN

MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

DAN KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN

IBU

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan

petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini dengan judul “Keluarga Berencana”. Shalawat serta salam selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. dan para keluarga

serta sahabatnya.

Terima kasih kepada Ibu Munaya Fauziah SKM, M.Kes selaku dosen mata

kuliah Epidemiologi Penyakit Menular yang telah membimbing penulis dalam

penyusunan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada

seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini.

Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi para pembaca. Amien

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jambi , 28 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


.........
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
.........
BAB I....................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
.........
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
.........
1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3
.........
BAB II....................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .........
2.1 Definisi TB ....................................................................................................... 4
.........
2.2 Etiologi TB ....................................................................................................... 4
.........
2.3 Manifestasi Klinis....................................................................................................... 5
TB .......
2.4 Diagnosa ....................................................................................................... 5
.........

2.5 Patofisiologi TB Paru.................................................................................................14

2.6 Program Penanggulangan TB Paru............................................................................17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN (STUDI LITERATUR).........................................21

3.1 Studi Literatur............................................................................................................21

3.2 Metodologi Penelitian dengan Jurnal-jurnal terkait TB Paru............................................23

BAB IV DISTRIBUSI PENYAKIT,FAKTOR RISIKO,PENCEGAHAN............................26

4.1 Distribusi Penyakit.....................................................................................................26

4.2 Faktor Risiko..............................................................................................................28

4.3 Pencegahan................................................................................................................31

BAB V PENUTUP..................................................................................................................33

5.1 Kesimpulan................................................................................................................33
5.2 Saran..........................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis..1 Penyebaran infeksi melalui udara yang tercemar dengan

bakteri Mycobacterium tuberculosis dilepaskan pada saat penderita batuk.

TB merupakan penyakit dengan frekuensi cukup tinggi dinegara berkembang

seperti Indonesia dan sebagian besar penduduk, terutama di daerah-daerah

endemis.

Bakteri tuberculosis ini bila masuk penderita TB dengan status BTA

positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10–15 orang setiap

tahunnya. Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan

kedaruratan global bagi kemanusiaan. Dengan berbagai kemajuan yang

dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus

baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia

(WHO, 2009).

TB menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia dewasa ini.

Setiap detik ada 1 orang yang terinfeksi TBC di dunia. Setiap tahun terdapat

8 juta penderita TBC baru, dan akan ada 3 juta meninggal setiap tahunnya. 1

% dari penduduk dunia akan terinfeksi TB setiap tahun. Satu orang memiliki

potensi menular 10 sampai 15 orang dalam 1 tahun. Ada beberapa hal yang

menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB didunia antara lain

karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan

yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi

HIV terutama di Afrika dan Asia (Notoatmodjo, 2007).6


World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2012,

mencatat peringkat Indonesia menurun dari posisi tiga ke posisi empat

dengan jumlah penderita TBC sebesar 321.000 orang. Lima negara dengan

jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2012 adalah India, Cina, Afrika

Selatan, Indonesia dan Pakistan (WHO, 2012).14

Masih tingginya prevalensi penderita tuberkulosis di Indonesia

menunjukkan bahwa angka keberhasilaan pengobatan di Indonesia masih

rendah. Untuk mencapai kesembuhan dibutuhkan keteraturan berobat bagi

setiap penderita. Pengobatan yang tidak dibenar akan mengakibatkan

terjadinya retensi kuman TB terhadap obat yang diberikan. Hal ini akan

menimbulkan kesulitan yang amat besar, penderita akan menularkan

kumannya kepada orang lain dan biaya pengobatan menjadi meningkat dan

waktu yang lama untuk pengobatan (Aditama, 1994).13

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Epidemiologi Penyakit Menular Tuberkulosis

(TB) dengan metode study literatur.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran bagaimana penyebaran penyakit menular

tuberkulosis di dunia secara umum, serta faktor faktor apa saja yang

menyebabkan penyakit menular tuberkulosis.

1.2.2 Tujuan Khusus

o Diketahuinya bagaimana pendistribusian penyakit menular tuberkulosis,

meliputi angka morbiditas dan mortalitasnya.

o Diketahuinya apa saja faktor risiko penyakit menular tuberkulosis.


o Diketahuinya bagaimana pencegahan penyakit menular tuberkulosis, baik

pencegahan primer, sekunder dan tersiernya.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan

penulisan makalah, serta mengenal penyakit menular tuberkulosis.

1.3.2 Bagi Pembaca

Dapat menjadi referensi bacaan sehingga menambah wawasan ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya dibidang ilmu

epidemiologi penyakit menular tuberkulosis.

1.3.3 Bagi FKK UMJ

Dapat menjadi koleksi tulisan makalah mahasiswa dengan metode

penelitian study literatur.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi TB

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh bakteri Myobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang

paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ atau bagian tubuh lainnya

(misalnya tulang, kelenjar, kulit, dll). 4


Bakteri ini pertama kali ditemukan

oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882.14 Myobacterium tuberculosis,

berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk

spora dan termasuk bakteri aerob. Mycobacterium tb dapat diberi pewarnaan

seperti bakteri lainnya misalnya dengan pewarnaan gram. Namun sekali

diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat

dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacterium tb disebut

sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

2.2 Etiologi TB

Umumnya Myobacteruim tuberculosis menyerang paru dan sebagian

kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan

terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak

secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Myobacteruim tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB ini timbul

berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel

fagosit.
Penyebab utama meningkatnya masalah TB antara lain adalah

kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara yan

sedang berkembang, tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan,

tidak memadainya organisasi pelayanan TB ( kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak

terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan

pelaporan yang terstandar, dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana

kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan

kasus yang didiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas

BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang

mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat, dan perubahan

demografi karena meningkatnya penduduk dunia serta perubahan struktur

umur kependudukan dan dampak pandemik HIV. (Depkes 2007).

2.3 Manifestasi Klinis TB

Umumnya, TB paru ditandai oleh gejala berikut:

o Batuk berdahak, yang berlanjut selama tiga minggu atau lebih

o Kehilangan berat badan

o Demam terutama pada sore hari

o Keringat basah kuyup di malam hari

o Kelenjar bengkak, terutama di leher.

Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.

1. Gejala umum

o Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab

yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
penanganan gizi yang baik.

o Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,

malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan

keringat malam.

o Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit,

paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

o Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30

hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di

dada dan nyeri dada.

o Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak

sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen,

dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.

2. Gejala Khusus

o TB kulit atau skrofuloderma

o TB tulang dan sendi, meliputi :

o Tulang punggung (spondilitis) : gibbus

o Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul

o Tulang lutut: pincang dan atau bengkak

o TB otak dan saraf

Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan

kesadaran menurun.

o Gejala mata

o Conjunctivitis phlyctenularis

o Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan

funduskopi) . Seorang anak juga patut dicurigai


menderita TB apabila:

o Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA


positif.

o Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7


hari).

2.4 Diagnosa Tuberkulosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang

perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

 Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

 Pemeriksaan fisik.

 Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

 Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

 Rontgen dada (thorax photo).

1. Diagnosis TB Paru

o Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,


yaitu

sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

 S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek

membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak

pagi pada hari kedua.

 P(Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri


kepada petugas di UPK.

 S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

o Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

o Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu

memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering

terjadi overdiagnosis.
Gambar 1. Alur Diagnosis TB
Gambar 2. Alur Diagnosis TB

2. Diagnosis TB Ekstra Paru

o Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),

pembesarankelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-

lainnya.

o Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,

bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan

tubuh yang terkena.


3. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)

Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai


berikut:

o TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak


positif.

o TB Paru BTA Negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif

dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA

negatif dengan hasil kultur TB positif.

o TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan

klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari

jaringan tubuh yang terkena.


Gambar 3. Alur Diagnosis TB Paru pada ODHA yang Rawat Jalan
Keterangan:

a. Tanda-tanda bahaya yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda

berikut: frekuensi pernapasan > 30 kali/menit, demam > 390 C,

denyut nadi > 120 kali/menit, tidak dapat berjalan bila tdk dibantu.

b. Untuk daerah dengan angka prevalensi HIV pada orang dewasa > 1%

atau prevalensi HIV diantara pasien TB > 5%, pasien suspek TB yang

belum diketahui status HIV- nya maka perlu ditawarkan untuk tes HIV.

Untuk pasien suspek TB yang telah diketahui status HIV-nya maka tidak

lagi dilakukan tes HIV.

c. Untuk daerah yang tidak tersedia test HIV atau status HIV tidak diketahui

(misalnya pasien menolak utk diperiksa) tetapi gejala klinis mendukung

kecurigaan HIV positif.

d. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan hasilnya positif; BTA

Negatif = bila 3 sediaan hasilnya negatif.

e. PPK = Pengobatan Pencegahan dengan Kotrimoksazol.

f. Termasuk penentuan stadium klinis (clinical staging), perhitungan CD4

(bila tersedia fasilitas) dan rujukan untuk layanan HIV.

g. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara

bersamaan (bila memungkinkan) supaya jumlah kunjungan dapat

dikurangkan sehingga mempercepat penegakkan diagnosis.

h. Pemberian antibiotik (jangan golongan fluoroquionolones) untuk

mengatasi typical & atypical bacteria.

i. PCP = Pneumocystis carinii pneumonia atau dikenal juga Pneumonia

Pneumocystis jirovecii

j. Anjurkan untuk kembali diperiksa bila gejala-gejala timbul lagi.7


4. Diagnosis TB pada Anak

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis

baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan

merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit,

maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem

skor.7

IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak

dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan

terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara

resmi digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk

diagnosis TB anak.

Table 1. Sistem Skor Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB7


Catatan :

a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk

kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

c. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien

dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

d. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->

lampirkan tabel berat badan.

e. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari

setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

h. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut. 7

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem

skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6),

harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti

tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan

kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya


sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,

pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain

lainnya.

5. Diagnosis TB MDR

Diagnosis TB MDR (Multi Drug Resistance) atau TB resisten

ganda dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

M.tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua kali,

salah satu diantaranya harus dahak pagi hari. Uji kepekaan

M.tuberculosis harus dilakukan di laboratorium yang telah tersertifikasi

untuk uji kepekaan. Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka suspek

TB MDR akan tetap meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman

pengendalian TB Nasional.

2.5 Patofisiologi TB
Gambar 4. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang

paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif,

berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida

serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya

Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ

tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap

asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara

mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun).

TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di

dalam sel-sel fagosit.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat

terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi

penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan

perlengkapan tidur.

Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh

lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran

nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya


penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan

dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak

negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak

menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh

konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska

primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk

pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di

dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan

oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di

paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer

adalah sekitar 4-6 minggu.

Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang

masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan

kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat.

Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau “dormant”,

sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan

kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam

beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses

(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas

berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat

timbul radang paru hebat, ciri cirinya batuk kronik dan bersifat sangat

menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan.infeksi paska primer terjadi

setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas TB
paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas

atau efusi pleura. Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit

atau tidak menularkan kuman TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh

berbagai faktor risiko.

2.5 Program Nasional TB

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan

berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Shortcourse). World Health Organization

(WHO) merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS yakni :

1. Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk

dukungan dana)

2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka

pendek dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat

(PMO)

4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.


Table 2. Tonggak pencapaian utama dalam pengendalian TB di Indonesia
Program yang akan dikembangkan memperkuat penerapan lima komponen

dalam strategi DOTS, dengan fokus prioritas pada proses deteksi dini dan diagnosis

yang bermutu, sistem logistik yang efektif untuk menjamin ketersediaan obat dan

alat kesehatan, serta pengobatan yang terstandar disertai dengan dukungan yang

memadai kepada pasien.

1. Menjamin Deteksi Dini dan Diagnosis Melalui Pemeriksaan

Bakteriologis yang Terjamin Mutunya

Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi pemeriksaan

laboratorium untuk TB berkembang dengan pesat, deteksi dini dan

diagnosis melalui pemeriksaan sputum mikroskopis tetap merupakan

kunci utama dalam penemuan kasus TB.

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan mutu dan kinerja

laboratorium TB mikroskopik, kultur, DST dan pemeriksaan lain

untuk menunjang keberhasilan program pengendalian TB nasional.

Selain pembentukan dan penguatan jejaring laboratorium mikroskopis

TB, kultur dan uji kepekaan Mycobacterium Tuberculosis, aspek mutu

dalam pelayanan laboratorium ini dikembangkan melalui pelaksanaan

pemeriksaan laboratorium TB yang aman bagi petugas, pasien dan

lingkungan, mutu fasilitas laboratorium dan tenaga yang terlatih

khususnya di daerah yang melayani masyarakat miskin, rentan

(termasuk anak) dan belum terjangkau serta penjaminan mutu melalui

quality assurance internal dan eksternal seluruh fasilitas laboratorium dan

upaya peningkatan mutu berkelanjutan yang tersertifikasi/akreditasi.

Validasi berbagai metode diagnosis baru juga akan dilaksanakan

seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi laboratorium


untuk TB serta perluasan kegiatan DST di tingkat provinsi.

2. Penyediaan Farmasi dan Alat Kesehatan: Sistem Logistik yang

Efektif dalam Menjamin Suplai obat yang Kontinyu

Pencapaian angka keberhasilan pengobatan sangat bergantung

pada efektivitas sistem logistik dalam menjamin ketersediaan obat (untuk

obat lini pertama dan kedua) dan logistik non-obat secara kontinyu.

Berbagai intervensi yang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas

sistem logistik dalam program pengendalian TB mencakup:

o Memfasilitasi perusahaan obat local dalam proses pra-kualifikasi (white


listing).

o Memastikan ketersediaan obat dan logistic non-OAT (Reagen,

peralatan dan suplai laboratorium) yang kontinyu, tepat waktu dan

bermutu di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan DOTS, termasuk di fasilitas yang melayani masyarakat

miskin dan rentan.

o Menjamin system penyimpanan dan distribusi obat TB yang

efektif dan efisien, termasuk kemungkinan untuk bermitra dengan

pihak lain

o Menjamin distribusi obat yang efisien dan efektif secara

berjenjang kebutuhan.

o Menjamin terlaksananya system informasi manajemen untuk obat

TB(termasuk sistem alert elektronik dan laporan pemakaian dan

stok OAT).
3. Memberikan Pengobatan Sesuai Standar dengan Pengawasan dan

Dukungan yang Memadai terhadap Pasien.

Agar mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi, pengobatan pasien TB

membutuhkan penggunaan obat TB secara rasional oleh tenaga

kesehatan dan dukungan yang memadai dari berbagai pihak terhadap

pasien TB dan pengawas minum obat (PMO). Setiap fasilitas pelayanan

harus melaksanakan pendekatan pelayanan yang berfokus pada pasien

(patient-centered approach) sebagai berikut:

o Memberikan informasi mengenai pilihan fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyediakan pengobatan TB dan implikasinya

bagi pasien dengan tujuan meminimalkan opportunity costs dan

memperhatikan hak-hak pasien

o Menjamin setiap pasien TB memiliki PMO

o Mengoptimalkan pelaksanaan edukasi bagi pasien dan PMO

o Mempermudah akses pasien terhadap fasilitas pelayanan

kesehatan yang telah tersedia (seperti Puskesmas, Balai Kesehatan

Paru Masyarakat, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya)

o Mengembangkan pendekatan pelayanan DOTS berbasis komunitas.9


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

5.1 Kesimpulan

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh bakteri Myobacterium tuberculosis, yang dapat

menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ atau bagian

tubuh lainnya (misalnya tulang, kelenjar, kulit, dll). Penularan

tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Pencegahan yang

paling utama adalah dengan melakukan imunisasi aktif, melalui

vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG). Dan melakukan promosi

kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah

melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). World

Health Organization (WHO) merekomendasikan 5 komponen

strategi DOTS

5.2 Saran

Tuberculosis menjadi penyakit infeksi yang banyak terjadi di

Negara berkembang Indonesia. Bangsa ini harus siap dengan

berbagai program nasional pengendalian TB yang pelaksanaanya

dibutuhkan partisipasi dari semua elemen baik pemerintah atau


pemangku kebijakan maupun masyarakat khususnya mahasiswa

sebagai agent of change dan social control. “Mencegah lebih baik

dari pada mengobati.” Cegahlah penyakit TB dengan perilaku hidup

bersih dan sehat serta menjaga sanitasi lingkungan serta berobat

teratur dan minum OAT bagi penderita TB.


DAFTAR PUSTAKA

1. Adistha Eka Noveyani, Santi Martini. Evaluasi Program Pengendalian

Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Tanah

Kalikedinding Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei

2014: 251–262

2. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Pharmaceutical Care untuk

Penyakit Tuberkulosis.Jakarta

3. Retno Asti Werdhani. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi


Tuberkulosisi.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga FKUI

4. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes

RI.2009. Buku Saku Program Penanggulangan TB.Jakarta

5. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2014.

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI

6. Farida, Eddy Syahrial, Lita Sri handayani.2013. Gambaran Peran

Keluarga terhadap Penderita TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi

Sumatera Utara.

7. Pedoman Nasional Pengendalian TB Kementerian Kesehatan 2009

8. Chris W Green. 2006. HIV dan TB. Jakarta : Yayasan Spiritia

9. Strategi Nasional Pengendalian TB (2010-2014) Kementrian Kesehatan

Dirjen P2PL RI 2011 .


10. Helper Sahat P Manalu, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Peneliti pada

Puslitbang Ekologi & Status Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.

9 No 4, Desember 2010 : 1340 – 1346

11. Depkes RI.Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan PenyakitTuberkulosis.


Jakarta: Media Indonesia; 2001.

12. Anitasari S. Hiv-Aids Dan Tuberkulosis Rongga Mulut. Jurnal Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta2011;38

13. Yesi Ariani, Cut Devi Isnanda. Hubungan Pengetahuan Penderita

Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan dalam Program Pengobatan

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Teladan Medan. Staf Dosen

keperawatan Medikal Bedah Fak. Keperawatan USU Mahasiswa

Keperawatan Fakultas Keperawatan USU)

14. Nakaoka et al. (2006). Penelitian tentang risiko tuberkulosis anak.

15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional :

Penanggulangan tuberkulosis. Cetakan ke-2. Jakarta: Depkes

RI;2008.hal.8-14

16. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di


Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru

17. Irma Prasetyowati, Chatarina Umbul Wahyuni. 2009. Hubungan Antara

Pencahayaan Rumah, Kepadatan Penghuni dan Kelembaban, dan

Risiko Terjadinya Infeksi Tb Anak SD di Kabupaten Jember

18. Sri Andarini Indreswari, Suharyo. Diagnosis Dini Tuberkulosis pada

Kontak Serumahdengan Penderita Tuberkulosis Paru melalui Deteksi


Kadar IFN-

19. Rikha Nurul Pertiwi, M.Arie Wuryanto, Dwi Sutiningsih. 2012.

Hubungan Antara Karaktersistik Individu, Praktik Hygene dan Sanitasi

Lingkungan Dengan Kejadian Tuberculosis di Kecamatan Semarang

Utara Tahun 2011

20. Prof. DR.dr.Hj.Myrnawati. 2004. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta :

Bagian Ilmu Kesehatan FK YARSI

You might also like