You are on page 1of 4

PENANGANAN KEJADIAN IKUTAN

PASCA IMUNISASI (KIPI)


No. Dokumen : SOP/UKP/76/2022
No. Revisi : 01
SOP
Tanggal Terbit : 22 Januari 2022
Halaman :¼

PUSKESMAS dr. Wahrida Walie


HARAPAN RAYA NIP. 197902132009011008

1. KIPI serius adalah setiap kejadian medik setelah imunisasi yang


menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian, serta yang
menimbulkan keresahan di masyarakat. Oleh karena itu, perlu
dilaporkan segera setiap kejadian secara berjenjang yang selanjutnya
diinvestigasi oleh petugas kesehatan yang menyelenggarakan
imunisasi untuk dilakukan kajian serta rekomendasi oleh Komda dan
1. Pengertian
atau Komnas PP KIPI, yang terdiri dari para ahli epidemiologi dan
profesi.
2. KIPI non serius adalah kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi
dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima.
Dilaporkan rutin setiap bulan bersamaan dengan hasil cakupan
imunisasi.
Mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan cepat dan tepat,

2. Tujuan mengurangi dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu dan


pada program imunisasi dan merupakan indikator kualitas program
Surat Keputusan Kepala Puskesmas Harapan Raya Nomor:
443.32/PKM-HR/72/2022 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala

3. Kebijakan Puskemas Harapan Raya Nomor : 443.32/PKM-HR/56/2021 Tentang


Pembentukan Tim Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Di
Puskesmas Harapan Raya
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi

4. Referensi 2. Petunjuk teknis pencatatan dan pelaporan upaya penguatan


surveilans KIPI, Direktorat Jenderal PP & PL Kementrian
Kesehatan RI, 2014.
5. Langkah- 1. Survailans KIPI :
langkah
a. Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program
b. Mengidentifikasi peningkatan resiko KIPI yang tidak wajar pada
batch vaksin atau merk vaksin tertentu
c. Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI
merupakan koinsidens (suatu kebetulan)
d. Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi

1/4
dan memberikan respons yang tepat terhadap perhatian orang
tua/masyarakat tentang keamanan imunisasi di tengah
kepedulian (masyarakat dan professional) tentang adanya risiko
imunisasi
e. Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu
populasi
2. Pelaporan KIPI :
a. Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis
kelamin, nama orang tua dan alamat
b. Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang
memberikan
c. Nama dokter yang bertanggung jawab

d. Riwayat KIPI terdahulu


e. Gejala klinis yang timbul, pengobatan yang diberikan dan
perjalanan penyakit, hasil laboratorium yang pernah dilakukan.
Serta jika ada penyakit lain yang menyertai.
f. Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
g. Berapa lama interval waktu antara pemberian imunisasi dengan
terjadinya KIPI
h. Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh
i. Cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)
j. Adakah tuntutan dari keluarga

3. Tatalaksana Kasus KIPI :


a. Reaksi local ringan (Nyeri, Eritema dan bengkak < 1 cm, timbul
< 48 jam pasca imunisasi) : kompres hangat, jika nyeri
mengganggu dapat diberikan paracetamol 10 mg/kgbb/kali
pemberian, Pengobatan dapat dilakukan oleh guru UKS/orang
tua
b. Reaksi local berat (Eritema/indurasi > 8 cm, nyeri, bengkak dan
manifestasi sistemik) : Kompres hangat, paracetamol jika tidak
ada perubahan hubungi Puskesmas terdekat
c. Reaksi Arthus (Nyeri, bengkak, indurasi dan edema, terjadi
akibat reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi masih
tinggi, timbul beberapa jam dan puncaknya 12-36 jam setelah
imunisasi) : Kompres Hangat, paracetamol, dirujuk dan dirawat
di RS
d. Reaksi umum (sistemik) Demam, Lesu, Nyeri otot, nyeri kepala

2/4
dan menggigil : berikan minum hangat, Selimut dan
Parecetamol
e. Kolaps/keadaan seperti syok : Rangsang dengan wangian atau
bauan yang merangsang, bila belum dapat diatasi dalam waktu
30 menit segera rujuk ke Puskesmas terdekat
f. Reaksi Khusus
1. Sindrom Gullain-Barre (jarang terjadi) : rujuk segera ke RS
untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut, perlu untuk
survei AFP
2. Neuritis brakial : Paracetamol, bila gejala menetap rujuk ke
RS untuk fisioterapi
3. Syok anafilaksis : suntikan adrenalin 1:1.000, dosis 0,1-0,3
ml SK/IM, Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan
dengan suntikan deksametason (1 Amp) secara IV/IM,
segera pasang Infus NaCl 0,9% 12 tetes/menit,. Rujuk ke
RS terdekat

4. Tatalaksana Program

a. Abses dingin : kompres hangat, paracetamol, jika tidak ada


perubahan hubungi Puskesmas terdekat
b. Pembengkakan : kompres hangat, jika tidak ada perubahan,
hubungi Puskesmas terdekat
c. Sepsis : kompres hangat, paracetamol, rujuk ke RS terdekat
d. Tetanus : Rujuk ke RS terdekat
e. Kelumpuhan/kelemahan otot : Rujuk ke RS terdekat untuk di
fisioterapi

5. Faktor Penerima Pejamu

a. Alergi : suntikan deksametason 1 Amp IM/IV, Jika berlanjut


pasang infuse NaCl 0,9% 12 tetes/menit, tanyakan pada
orangtua adakah penyakit alergi
b. Faktor psikologis : tenangkan penderita, berI minum air hangat,
memberi wangian/alcohol, setelah sadar beri teh manis hangat
c. Koinsidens (faktor kebetulan) : tangani penderita sesuai gejala,
cari informasi apakah ada kasus lain di sekitarnya pada anak
yang tidak diimunisasi, Kirim ke RS untuk pemeriksaan lebih
lanjut.

3/4
Melaporan kasus KIPI

Melakukan tatalaksana
kasus KIPI

2. Bagan Alir

Melakukan tatalaksana
program

3. Unit terkait Ruang Imunisasi, Ruang Vaksinasi, Posyandu, SD/MI (BIAS)

4. Dokumen Format pelaporan KIPI


terkait
Mulai
No. Yang diubah Isi Perubahan diberlakukan
Tanggal
1. Kebijakan Surat 22 Januari 2022
Keputusan
Kepala
Puskesmas
Harapan Raya
Nomor:
443.32/PKM-
HR/72/2022
Tentang
Perubahan
Atas
5. Rekaman
Keputusan
historis
Kepala
Puskemas
Harapan Raya
Nomor :
443.32/PKM-
HR/56/2021
Tentang
Pembentukan
Tim Kejadian
Ikutan Pasca
Imunisasi
(KIPI) di Di
Puskesmas
Harapan Raya

4/4

You might also like