You are on page 1of 9

A.

Latar Belakang Terjadinya Perang Jagaraga

Perang jagaraga berawal ketika belanda dam kerajaan bali bersangketa tentang
hukum adat tawan karang, dimana hak ini berisikan hukum dimana setiap kapal yang
kandas diperairan bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut.. Pemerintah belanda
memprotes raja buleleng yang menyita 2 kapal milik belanda. Raja buleleng tidak
menerima tuntutan belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persangketan ini
menyebabkan belanda melakukan serangan terhadap kerajaan buleleng. ( Aman, 2014
Hlm. 84 ).

Sebenarnya penyerangan belanda terhadap raja-raja bali bukan hanya dikarenakan


sangketa terhadap dua kapal belanda yang ditawan oleh kerajaan buleleng, ada banyak
alasan untuk hal ini. Setidaknya terdapat dua pertimbangan umum yang menjadi
penyebab intervensi belanda terhadap wilayah bali. Pertama, untuk menjaga keamanan
daerah-daerah yang sudah berhasil dikuasai, belanda terpaksa harus menaklukan daerah-
daerah lain yang akan mendukung atau membangkitkan gerakan perlawanan. Kedua,
persaingan bangsa-bangsa eropa untuk memperoleh daerah-daerah jajahan mencapai
puncaknya pada abad ke-19, sehingga pihak belanda merasa wajib untuk menetapkan
hak mereka terhadap daerah-daerah diluar jawa dalam rangka mencegah masuknya
kekuatan barat dari sana, termasuktempat-tempat yang belanda sendiri tidak
meminatinya. ( M.C Rickles.2001. Hlm. 284 ).

Sejak sebelum tahun 1650, bali tidak terlalu terlibat dalam dunia perdagangan laut
dibandingkan negara-negara lain indonesia, komoditi ekspor mereka sebagian besar
adalah kapas, beras, ternak, dan unggas. Hingga pada permulaan abad 19, ekonomi
bergantung pada ekspor budak. Sekitar 2.000 orang dijual oleh para bangsawan bali
setiap tahun. Namun setelah meletusnya gunung tambora di bali menghasilkan suatu
transformasi ekonomi. Timbunan abu gunung tambora segera menaikan kesuburan
tanah, singapura dan daerah-daerah jajahan inggris lain menjadi partner dagang bali
yang baru. Tentunya hal ini membangkitkan ketertarikan pihak inggris kepada bali yang
dipandang penuh curiga oleh belanda. Dalam dua dasarwarsa bali berubah dari sebuah
negara pengekspor budak menjadi pengekspor hasil bumi. ( M. Rickles.2001. Hlm. 48;
288 ).

Bergerak dari perkembangan bali yang begitu cepat membuat pemerintah kolonial
belanda tidak bisa mengabaikan wilayah bali. Tindakan protes terhadap hukum tawan
karang hanyalah sebuah trik belanda untuk dapat mendekati raja-raja bali, dengan tujuan
agar raja-raja lokal mengakui keberadaan belanda sebagai pemerintahaan pusat
kerajaan-kerajaan bali. Dengan demikian akan lebih mudah bagi belanda untuk
mengontrol perkembangan bali, khususnya untuk mencegah wialayh bali dari pengaruh
bangsa barat lainnya yang ingin berhubungan dengan wilayah bali.

Untuk itu belanda mengirimkan dua utusan ke wilayah bali dengan misi masing-
masing. Pertama, G.A Granpre Moliere untuk misi ekonomi. Kedua, Haskus Koopman
yang mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan dengan lancar, tetapi misi politik
menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berupaya mendekati raja-raja
bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan belanda. Upaya tersebut
akhirnya membuahkan hasil, akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara
raja-raja bali dengan belanda. Misalnya, dengan raja badung ( 28 November 1842 ),
dengan raja karangasem ( 1 Mei 1843 ), dengan raja buleleng ( 8 Mei 1843 ), dengan
raja kulungkung ( 24 Mei 1843 ), dan tabanan ( 22 juni 1843 ). Perjanjian kontrak antara
raja-raja bali dengan belanda itu terutama seputar hukum tawan karang agar dihapuskan,
yang merupakan siasat politik belanda. ( Sardiman AM dkk. 2014 Hlm. 112 ).

Huskus Koopman melakukan sejumlah tipu muslihat agar mendapatkan


kepercayaan raja-raja bali. Ia meyakinkan raja-raja tersebut bahwa persetujuan-
persetujuan tersebut tidak akan merampas kedaulatan mereka didalam negri. Selain itu,
ia juga menjanjikan kekuatan militer untuk membantu pasukan kerajaan-kerajaan bali
yang seharusnya hal tersebut bertentangan dengan perintah-perintah pihak belanda
sendiri. Raja-raja bali yang menerima kontrak politik dengan belanda berharap bahwa
pihak belanda akan bersedia membantu mereka dalam menyerang kerajaan mataram di
lombok.. Setelah mengetahui bahwa perjanjian tersebut hanyalah tipu muslihat dari
belanda, akhirnya raja-raja bali melakukan pemberontakan. Pemberontakan awal
dimulai oleh kerajaan buleleng yang marah kepada belanda yang memiliki penafsirann
berbeda terhadap penyerahan kedaultan yang dulu pernah dilansungkan. Terbukti pada
tahun 1844 penduduk melakukan perampasan terhadap dua kapal belanda yang
terdampar di pantai sangsit dan jembrana. Tindakan kerajaan buleleng tersebut
kemudian di ikuti oleh kerajaan karangasem yang menolak perjanjian penghapusan
hukum tawan karang. ( M Rickles 2001. Hlm. 289 )

Sebagai respon dari tindakan tersebut, akhirnya perang antara belanda dengan
kerajaan buleleng yang bersekutu dengan kerajaan karangasem tidak dapat terelakan.
Perang tersebut dikenal dengan perang buleleng, yang terjadi sejak 27 juni 1846.
Belanda dengan pasukannya yang berkekuatan 1.700 pasukan melakukan penyerbuan
di kampung-kampung ditepi pantai. Selain itu, masih ada juga kekuatan pasukan laut
yang datang dengan kapal-kapal sewaan. Sementara dari pihak kerajaan buleleng
dibantu oleh kerajaan karangasem, serta secara diam-diam kerajaan kalungkung ikut
membantu dalam menymbangkan kekuatan militer. ( M. Rickles 2001. Hlm.
290;Surdiman AM dkk. 2014 Hlm. 113 ).

Dalam perang tersebut pasukan belanda berhasil mendesak pasukan kerajaan


buleleng. Benteng pertahanan buleleng berhasil dijebol serta ibu kota singaraja berhasil
dikuasai oleh belanda. Raja I Gusti Ktut made ( raja buleleng ) beserta adipatinya yaitu
patih ktut jelantik beserta pasukan lainnya terpaksa mundur sampai ke desa jagaraga
( sekitar 7 jam sebelah timur singaraja ). Untuk menyiasati tekanan dari belanda
tersebut akhirnya kerajaan buleleng berpura-pura menerima perjanjian yang diberikan
oleh belanda. Tetapi dibalik itu raja dan patih Ktut jelantik memperkuat pasukannya.. Di
jagaraga dibangun benteng pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat
juga dengan sengaja tetap mempertahankan hukum tawan karang. Tentunya hal ini
menyebabkan kemarahan belanda. B elanda kemudian menngeluarkan ultimatum agar
raja-raja bali melakukan isi perjanjian yang sudah ditandatangani. Raja-raja bali tentu
tidak menghiraukan ultimatum belanda tersebut. Rakyat justru dipersiapkan untuk
melawan kekejaman belanda. Perang kedua ini kemudian dikenal dengan perang
jagaraga. ( AM dkk. 2014 Hlm. 114 ).

B. Kronologi Terjadinya Perang Jagaraga


Perang jagaraga merupakan serangkaian dari perang yang terjadi antara belanda
dengan raja-raja bali. Sebenarnya perang jagaraga memiliki keterkaitan lansung dengan
perang-perang lain yang terjadi dibali. Perang buleleng, secara berurutan yaitu perang
buleleng, perang jagaraga I dan II, yang diakhiri dengan perang puputan margarana
pada 1905. Buku karya Sutaba dkk. ( 1983 ) merupakan buku yang menjelaskan
peristiwa kronologis perang jagaraga secara lengkap. Berikut ini kronologis sejarah
perang jagaraga berdasarkan buku tersebut :
1. Perang Jagaraga I
Perang jagaraga I dimulai sejak 7 maret 1848. Banyak kapal-kapal perang belanda
dari berbagai jenis, mondar-mandir dimuka perairan buleleng dibawah pimpinan I.C.G
Hoogenhouck Tulleken. Mereka memulai peperangan dengan menembakan mortir
sebagai ancaman dan peringatan. Rakyat yang menyadari bahwa pantai tidak dapat
mempertahankan pantai yang terus-menerus diborbardir belanda, oleh karena itu daerah
pantai tidak dipertahankan oleh rakyat secara besar-besaran dan sebaliknya rakyat
mendirikan benteng-benteng yang cukup banyak seperti dijagaraga dan sekitarnya.

Wilayah pantai sangsit merupakan tempat pertama terjadinya perang terbuka yang
berlansung sangat sengit oleh rakyat dengan pemerintah belanda. Bagi belanda wialayah
pantai sangsit merupakan daerah yang sangat penting untuk diduduki dan
dipertahankan, hal itu karena area pantai sangsit merupakan tempat segala bantuan
mereka datang dari pantai itu. Antara lain bahan makanan, mesiu, dan lain-lain. ( Made
Alat perang yang digunakan belanda pada ekspedisi ini sangat lengkap. Yakni senapan
dan mesiunya, granat tangan, mortir, beserta pasukannya seperti pasukan kavaleri,
infranti, arteleri, serta tidak lupa juga kapal-kapal perangnya yang siap melindungi
tentaranya yang bergerak maju. Selabilknya dipihak rakyat senjata yang digunakan
adalah tombak, pedang, bedil khas bali, ditambah dengan rintangan-rintangan alam
yang tepat digunakan untuk melawan belanda seperti pasir, air, bambu-bambu berduri,
bukit dan sawah-sawah, yang letaknya sedemikian rupa sehingga mampu mempersulit
belanda untuk bergerak maju. Dalam perang jagaraga I ini taktik perang yang digunakan
rakyat bisa dibilang lebih unggul jika dibandingkan dengan kekuatan belanda. Ditambah
lagi jumlah pasukan yang sangat banyak, membuat rakyat dapat mendominasi dalam
peperangan.

Setelah belanda gagal menggertak rakyat dengan tembakan-tembakan mortir


peringatan, pada waktu petang belanda benar-benar melaukan penembakan terarah ke
benteng-benteng yang dibangun rakyat di tepi pantai sangsit. Namun walaupun
demikian, tembakan mortir belanda tersebut tidak membuat rakyat gentar terhadap
belanda. Malahan rakyat dapat mengagalkan percobaan pendaratan belanda tersebut
untuk pertama kalinya. Rakyat betul-betul berusaha melawan tindakan belanda tersebut.

Pag-pagi tanggal 8 juni 1848 akhirnya belanda bisa mendarat dengan mengambil
posisi disebelah timur sangsit. Rakyat yang bersembunyi dalam benteng-benteng kecil
antara sangsit dan bungkulan telah siap siaga melakukan perlawanan. Rakyat berhasil
memberikan pukulan-pukulan yang berhasil mengagetkan belanda, sehingga pasukan
belanda menjadi kacau. Devisi pertama belanda tidak luput Devisi pertama di bawah
pimpinan Sutherland tidak luput mendapat serangan dan gangguan rakyat hingga tak
dapat maju. Rakyat memperlihatkan perlawanan yang sengit, sehingga Belanda
mengambil keputusan untuk membuyarkan rakyat dengan tembakan-tembakan
mortir.berat.

Devisi empat di bawah Mayoor de Vos ditempatkan di Bondalem, untuk


memberikan perlindungan kepada sayap kanan devisi pertama dan ketiga, sedangkan
rakyat mengambil posisi di Bungkulan, 4,5 Km di sebelah timur Sangsit. Bungkulan
mulai didekati oleh Sutherland dan terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan
Belanda. Rakyat yang bersembunyi di sawah-sawah di Bungkulan itu memberikan
perlawanan yang hebat. Dalam pertempuran di Bungkulan yang berlangsung hingga
pukul 11.00 siang pada tanggal 8 Juni 1848 itu di pihak Belanda jatuh korban
meninggal perwira Belanda Lt. Wiebers, 2 orang tentara Eropa dan 5 orang pribumi
yang berpihak kepada Belanda. Let. I Penning Niewland dengan 7 orang lainnya Iuka-
Iuka.

Pada tanggal 8 Juni 1848 Mayoor Sorg berusaha keras menduduki Bungkulan
yang masih dipertahankan oleh rakyat, sedang devisi lainnya melanjutkan perjalanannya
menuju Jagaraga untuk memukul Rasukan induk rakyat di situ. Dari Bungkulan untuk
menuju Jagaraga Belanda harus menempuh jarak sepanjang 7 ,5 km non stop. Jalan-
jalan amat buruk dan mendaki. Dalam hal ini Belanda harus berhadapan dengan
semangat berapi-api dari rakyat, yang tidak berhenti-hentinya mengadakan perlawanan.
Di samping itu dalam perjalanannya itu Belanda harus melalui rintangan pagar bambu
berduri yang sengaja dipasang oleh rakyat untuk menghadang Belanda. Dalam keadaan
yang sperti itulah Belanda harus berhadapan dengan rakyat yang bersembunyi di tanah-
tanah setinggi 3 meter sampai 3,5 meter di mana rakyat main kucing-kucingan dengan
Belanda.

Dalam perjalanan menuju Jagaraga dari Bungkulan itu Belanda mulai


menjumpai benteng-benteng rakyat yang merupakan maut baginya Tentara Belanda
haus dan payah. Terutama rakyat yang berada di benteng kuat pertama yang dijumpai
Belanda dalam usaha menuju ke Jagaraga berusaha mati-matian membela tempat terse
but dari serangan kolonialis Belanda. Benteng itu adalah benteng yang terletak paling
barat dari sekian banyak benteng yang dibuat oleh rakyat, di mana untuk pertama kali
Belanda menghadapi semangat rakyat setempat yang berkobar. Benteng pertama
tersebut dihubungkan dengan benteng kedua di bukit bagian timur benteng pertama itu,
di mana berada penglima laskar Bali I Gusti Ketut J elantik dengan orang-orang
kepercayaannya.
Antara benteng yang satu dan yang lain senantiasa terpelihara hubungan dengan
rapi melalui jalan bawah tanah. Belanda ragu-ragu menghadapi itu, di samping tidak
henti-hentinya Belanda mendapat serangan rakyat. Akhirnya Belanda memutuskan
untuk menggunakan mortir untuk dapat merebut benteng pertama yang kuat itu. Maka
dengan susah payah dan dengan pengorbanan yang besar Van Swieten akhirnya
berhasil menduduki benteng pertama itu,

namun rakyat mengambil siasat melalui jalan yang menghubungkan benteng


pertama dan kedua lalu mundur masuk ke dalam benteng kedua itu. Benteng kedua
ditembaki oleh Belanda, rakyat mundur untuk kemudian maju lagi, dan benteng kedua
itu akhirnya tidak berhasil dikuasai oleh Belanda. Rakyat menembak Belanda dengan
tembakan yang terus-menerus. Antara bentang yang kedua dengan lima buah benteng
kecil di sebelah timumya terdapat jurang yang amat dalam. Namun Belanda di bawah
kapten Dostal berhasil menduduki salah satu benteng itu dengan pengorbanan yang
besar. Tetapi rakyat yang begitu kalap dapat menikam Dastol dengan pedang. Ia
meninggal dunia keesokan harinya di Surabaya. Di mana-mana rakyat berusaha untuk
menjepit kedudukan Belanda yang sudah terpencar-pencar itu. Terutama Belanda yang
di medan benteng-benteng di tengah sawah dipermainkan oleh rakyat dengan
menggenangi sawah-sawah dengan air, sehingga Belanda menjadi bingung.

Sementara di Bungkulan di mana berada penglima ekspedisi kedua yaitu


Jenderal Van der Wijck, telah diputuskan oleh rakyat. Malahan rakyat berusaha merebut
kembali Bungkulan dari tangan Belanda dan berhasil, sehingga tentara Belanda yang di
Bungkulan diperintahkan mundur ke pantai. Yang paling menderita pukulan dari
rakyat, ialah tentara Belanda yang harus mundur dari benteng-benteng antara Jagaraga
dan Bungkulan, yang hubungannya telah diputuskan terlebih dahulu oleh rakyat.
Rakyat sedikitpun tidak membuang kesempatan yang baik itu. Kendatipun dalam
pengunduran diri itu Belanda dilindungi oleh tembakan-tembakan yang dilepaskan oleh
Van Swieten dari benteng pertama yang telah didudukinya, namun rakyat yang tidak
menghiraukan tembakan-tembkan itu berhasil menawan beberapa tentara Belanda yang
segera dibunuh.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Belanda tidak berhasil menerobos


benteng kedua. Di benteng kedua itulah tempat patih I Gusti Ketut Jelantik dengan
orang-orang kepercayaannya memberi komando dan mengatur siasat melawan Belanda.
Tentara Belanda akhirnya mundur sampai ke pantai karena sudah jelas ia tidak merasa
aman. Banyak tentara Belanda yang menjadi korban dalam perjalanan mundur itu.
Dalam usaha Belanda merebut benteng-benteng rayat, ia banyak melepaskan granat
tangan yang tidak mau meledak. Rakyat menebarkan pasir di tempat benteng dan sekitar
benteng itu untuk menahan ledakan granat yang dilemparkan oleh Belanda, terutama
dalam lubang perlindungan. Juga air yang digenangkan pada lubang-lubang
perlindungan yang lain mempunyai kasiat yang sama. Demikianlah dalam gerakan
mundur yang dilakukan Beianda ia harus menghadapi tombak rakyat, di mana pada
waktu itu peluru Belanda telah habis, sehingga tidak mengherankan daiam gerakan
mundur itu Belanda mettjadi mangsa enak tombak rakyat.
Banyak yang mati di samping Iuka-Iuka berat.

Dengan semangat yang menyala-nyala dan siasat-siasat yang tepat rakyat


berhasil mengusir Belanda ke Iuar dari jagaraga, daiam perang itu rakyat menggunakan
siasat, apabila Belanda menyerang rakyat mundur dan pada malam hari rakyat
menyerang orang Belanda, keesokan harinya medan dikosongkan kembali oleh rakyat.
Akhirnya sampai Belanda mengndurkan diri. Kekuatan induk rakyat Jagaraga tidak
dapat dikuasai oieh Beianda. Hal ini membuktikan bahwa dugaan Belanda meleset, di
mana Beianda mengira akan mudah memperoieh kemenangan militer seperti di tahun
1846.

Suatu pertanda keberanian dan semangat serta tekad rakyat, waIaupun dengan
sentjata yang sangat sederhana, namun harus diperhitungkan oleh kekuatan koionial
Belanda yang menganggap enteng kekuatan rakyat. Tentara Beianda yang mundur itu
tiba di pantai Sangsit pada pukuI 15.00 tanggal 9 Juni 1848, tanpa istirahat di
Bungkulan karena Bungkulan sudah dikuasai kembali oleh rakyat. Seiattjutnya tentara
Beianda itu terus naik kapaI, sebab jenderalnya berpendapat tanpa kekuaan baru tidak
mungkin dilakukan serangan baru. Begitulah tanpa berhasil merebut benteng pusat
rakyat Jagaraga pada tanggal 20 Juni 1848 kapal-kapal Belanda kembali ke Jawa.

2. Perang Jagaraga II
Perang jagaraga II diawali dari ketidakpuasan belanda atas kekalahannya dalam
perang jagaraga I. Dalam perang ini belanda kemudian menggunakan tipu muslihat
untuk dapat memenangkan perang. Mereka memprovokasi daerah-daerah yang pernah
membantu buleleng sehinnga raja-raja yang dulu pernah membantu buleleng tidak mau
lagi membantunya. Dengan demikian jumlah rakyat yang menjaga dibenteng jagaraga
berkurang sangat banyak jumlahnya. Bagi belanda yang sudah menngatur siasat itu
akan sangat mudah bagi mereka untuk menajalankan agresi.

Pagi-pagi buta tanggal 15 April 1849 belanda sudah mulai menyerang jagaraga dari
belakang dengan melalui tempat-tempat diluar garis-garis pertahanan rakyat dan
pertempuran hebat berlanusng pada 16 april 1849. Pada saat itu rakyat menunjukan
semangat tempur yang tinggi, walaupun rakyat diserang dari muka dan darib belakang
oleh belanda. Dengan pengorbanan yang besar akhirnya belanda berhasil menguasai
benteng jagaraga pada petang hari tanggal 16 April 1849.Dalam perang tersebut belanda
berhasil menawan 1000 orang rakyat. Raja buleleng beserta patihnya berhasil
meloloskan diri ke karangasem, akan tetapi kemudian dalam perjalanan mereka tewas
terbunuh oleh rakyat setempat yang mengira mereka akan melakukan kekacauan di
desanya.

You might also like