You are on page 1of 11

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................1
A. Latar belakang...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................8
C. Batasan Masalah...........................................................................8
D. Rumusan Masalah.........................................................................8
E. Kegunaan Penelitian.....................................................................9
F. Defenisi Operasional.....................................................................9
1. Incung....................................................................................9
2. Karakter.................................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA....................................................10
A. Kabupaten Kerinci......................................................................10
1. Sejarah Kabupaten Kerinci................................................10
2. Sistem Pemungkiman Masyarakat Kerinci........................11
3. Norma Moral Suku Kerinci...............................................13
B. Aksara Incung.............................................................................14
C. Karakter.......................................................................................22
D. Jenis-Jenis 18 Karakter Bangsa..................................................25
E. Karakter Dalam Pandangan Islam..............................................27
F. Penelitian Relevan......................................................................30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................32
A. Jenis Pendekatan Penelitian........................................................32
B. Tehnik Pengumpulan Data..........................................................33
C. Instrument Penelitian..................................................................35
D. Validitas Keabsahan Data...........................................................36
E. Keabsahan Data..........................................................................37
Daftar Pustaka.............................................................................39
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai


karakter kepada warga masyarakat yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Keberadaan budaya daerah dan adat istiadat yang melahirkan pola


kehidupan, tradisi dan bahasa daerah di Indonesia, merupakan aset yang
tidak ternilai harganya, karena kebudayaan daerah itu sebagai bagian dari
kebudayaan nasional yang ikut mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kebudayaan secara nasional. Kekayaan budaya dan sastra di
Indonesia memang banyak. Di Indonesia terdapat ratusan jenis bahasa
daerah.

Seperti pada daearah Kabupaten Kerinci juga ikut melahirkan


kesusastraannya, yang disebut kesusastraan Kerinci. Kesusastraan yang
dimiliki masyarakat Kerinci merupakan warisan budaya hasil karya nenek
moyang yang merupakan ungkapan-ungkapan yang terkandung dalam
kesusastraan yang ada di tengah masyarakat Kerinci. Kesusastraan tersebut
memiliki nilai artistik, keindahan, bersifat asli dan mencakup sisi-sisi
peradaban masyarakat Kerinci. Kesusastraan Kerinci ada yang berupa sastra
tulisan yang menggunakan benda runcing yang di gurat membentuk
symbol-simbol sehingga memiliki suatu makna, yang di sebut sebagai
aksara Incung (rencong) Kerinci yang saat ini masih di simpan oleh
pemangku adat di desa-desa yang ada di kabupaten Kerinci.

1
Incung merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Kerinci,
sebelum adanya alat tulis dan baca. masyarakat Kerinci dimasa lampau
hanya menggunakan tulisan incung sebagai alat untuk merekam dan
menyampaikan suatu informasi melalui symbol-symbol grafis atau aksara
incung. Akasara incung sendiri mulai digunakan sebelum pertengahan abad
ke 19 ,incung yang di goreskan di berbagai mendia alam pada saat itu untuk
mendocumentasikan dan menggambarkan aktifitas masyarakat di masa lalu.

Pada Penelitian Voorhoeve, 1970 dalam buku ulil kozok, surat


lontar yang dikirim oleh pihak istana jambi kepada depati di Kerinci
merupakah suatu contoh yang sangat jarang ditemukan, surat tersebut di
tulis pada daun lontar yang di potong sehingga menjadi Panjang tetapi kecil
bidangnya. Ketika masih lentur daun lontar tersebut digulung dan di tutup
dengan cap yang terbuat dari tanah liat, menurut voorhoeve aksara tersebut
berasal dari skitar abad ke -18 atau sesudahnya.1

Sebelum masuk Huruf Abjad dan media tulis seperti saat ini, aksara
incung merupakan sarana inti yang di gunakan masyarakat Kerinci sebagai
alat berkomunikasi dan tulis untuk menyampaikan pesan maupun
mengdocumentasikan syair-syair masyarakat Kerinci pada media-media
alam yang di anggap dapat mengabadikan suatu kejadian ataupun perkataan
dan alat untuk berkomunikasi, jika di samakan pada saat ini incung sama
persis seperti email/surat yang di tulis dengan media eletronik ataupun
kertas, tetapi pada saat itu aksara incung tidak lah mudah untuk di tulis
sebab pada saat itu belum adanya alat tulis sehingga nenek moyang orang
Kerinci memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar lingkungan mereka
untuk di jadikan alat dan media tulis.

Setelah melewati abad ke 19 aksara incung sedikit demi sedikit


mulai pudar, kearifanya pun juga sudah mulai tertinggal di makan oleh
1
Ulil Kozok, Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Naskah Melayu Tertua,
(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2006),hal 47

2
zaman modern , hingga saat ini aksara incung sulit untuk di temukan,
bahkan masyrakat muda mudi Kerincipun tidak banyak yang mengetahui
apa itu incung dan bagaimanaa history aksara nenek moyang msayrakat
Kerinci. Namun upaya pemerintah kabupaten Kerinci untuk melestarikanya
tetap ada, dari terciptanya batik incung usaha rumahan dan slogan/tulisan
nama jalan/daerah di kabupaten Kerinci sudah menggunakan aksara incung.
Sayangnya kebanyakan kaulamuda saat ini tidak mengetahui kandungan
dan makna dari symbol tersebut, padahal aksara incung mengandung sejuta
makna dan sejuta nilai-nilai karakter yang seharunya generasi saat ini patut
untuk mengambil history dari nilai-nilai aksara incung sebagai motivasi
untuk mengembangkan atau menciptakan sesuatu yang baru yang bernilai
tinggi ,seperti yang telah di contohkan oleh nenek moyang masyrakat
Kerinci pada masa lampau.

Dikutip dari makalah seminar Amirudin Gusti mengenai Aksara


Incung tahun 2010 silam, menjelaskan bahwa dalam lapangan kesusastraan
tertulis, perbedaan yang sangat menyolok antara Minangkabau dan Kerinci
adalah bahwa di Kerinci terdapat banyak dokumen-dokumen atau naskah-
naskah yang ditulis dalam tulisan Rencong . tulisan yang telah
dipergunakan oleh rakyat Kerinci sebelum datangnya tulisan Arab-Melayu
bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Kerinci, dan disimpan
sebagai pusaka turun temurun, sedangkan di Minangkabau hal yang
demikian tidak ada sama sekali. Tulisan Kerinci mempunyai ciri-ciri yang
khas dan berbeda dengan tulisan Rencong Rejang dan tulisan-tulisan
Melayu Tengah.2

Hal demikian mencermikan kepada kita sebagai generasi moderen


saat ini, bahwa peninggalan karya tulis nenek moyang orang Kerinci yang
telah berusia ratusan tahun, sebagai karya yang bernilai tinggi dan amat

2
Amirudin Gusti, Kenduri Cinta Temu Dialog Seniman Dan Budayawan Kota Sungai
Penuh ,(09 Agustus 2010), hal 2.

3
berharga dalam konteks peradaban manusia di masa lampau. untuk
mempelajari dan mengenal kembali karya peradaban suku asli Kabupaten
Kerinci di masa silam, maka kita harus memulai dari mana asal mula aksara
tersebut. dikarenakan tanpa kita mengetahui histori dan sejarah Aksara
incung Kerinci yang di pergunakan oleh masyarakat pada saat itu. kita tidak
akan pernah dapat mempelajari dengan benar dan tepat pengartian simbol
aksara.

Uli Kozok Pada Simposium Internasional ke-8 Masyarakat


Pernaskahan Nusantara (MANASSA) di Jakarta, mengumumkan bahwa
kemungkinan naska tanjung tanah berasal dari abad ke-14 sebelum
masuknya pra -islam, sebab di dalam teks naska tidak terdapat kata serapan
dari Bahasa arab sehingga dapat di simpulkan bahwa naskah tersebut
berasal dari zaman pra islam. Dan terdapat suatu teks yang beraksara surat
incung , naska pelawa dan incung keduanya tidak terdapat serapan arab,
dapat di pastikan melebihi umur 300 tahun.3

Dilihat dari kondisi, Aksara Incung merupakan bagian dari sastra


lama Indonesia, sebab yang tertulis pada naska incung kerinci berbahasa
Melayu.

Dengan kondisi tersebut aksara Incung pada hakekatnya adalah


bahagian dari sastra Indonesia Lama, karena apa yang ditulis dalam naskah-
naskah Incung Kerinci berbahasa Melayu. Dalam naskah itu, diantaranya
banyak terdapat kata-kata dan ungkapan yang sulit untuk dimengerti bila
dihubungkan dengan bahasa Kerinci yang digunakan oleh masyarakat
sekarang, karena bahasa tersebut tidak menurut dialek desa tempatan yang
ada di Kabupaten Kerinci. Namun walaupun demikian, jika disimak secara
seksama isi naskah pada tulisan Incung, orang masih dapat menangkap
maksud dan makna yang terkandung didalamnya. Budhi Vrihaspathi

3
Kozok, Op.Cit., hal xv

4
Jauhari (2012: 7-9) kabupaten Kerinci merupakan 1 dari 6 daerah nusantara
yang memiliki aksara, yang diyakini merupakan aksara tertua di dunia. (1).
Aksara Batak (Surat Batak) (2). Aksara Rejang (3). Aksara Kerinci (Surat
Incung) (4). Aksara Lampung (Had Lappung) (5). Aksara Jawa
(Hanacaraka) (6). Aksara Bali.4

Di masa lampau aksara Incung Suku Kerinci sebahagian besar


diwujudkan atau digambarkan dengan cara digores atau dipahat pada
berbagai media keras seperti Tanduk Kerbau, Tanduk Kambing, Ruas ruas
buluh, aksara Incung juga ditemukan ditulis pada daun lontar dan tapak
gajah sementara di daerah lain di Nusantara ada aksara yang di tulis di
batu, logam (emas, perunggu, tembaga), kayu, juga bahan-bahan lunak
seperti daun tal (lontal), atau nipah. Alat menggores atau memahat aksara
pun disesuaikan dengan kadar kekerasan bahan yang dipergunakannya
yakni semacam tatah kecil (paku/pasak) menyudut tajam pada bagian
ujungnya, atau semacam pisau kecil dibentuk melengkung, pipih, sangat
tajam. Selain berfungsi untuk menorehkan aksara, juga untuk mengiris dan
menghaluskan bahan (daun) menjadi lempiran-lempiran tipis dengan
ukuran panjang, lebar dan ketebalan tertentu yang siap pakai. Bahan-bahan
keras seperti batu atau jenis logam tertentu (emas, tembaga, perunggu)
dipakai semata karena bahan tersebut dianggap lebih tahan lama.

Mengutip pernyataan Budayawan Alam Kerinci Iskandar Zakaria


dalam tulisan budhi rio temenggung Naskah-naskah kuno yang terdapat di
Kerinci bernilai klasik, baik dari bentuk, alat tulis maupun media yang
dipergunakan termasuk langka dalam kesusasteraan Indonesia. Diketahui
bahwa naskah incung klasik itu tidak bisa digolongkan berdasarkan jangka
waktu tertentu (periode), karena hasil naskah itu tidak mencantumkan
waktu penciptaannya dan siapa penciptanya. Karya tulis pada zaman itu

4
Budhi Vrihaspathi Jauhari, Mengenal Aksara Incung Suku Kerinci Jambi, (Sungai
Penuh: Lembaga Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012), hal 7-9.

5
dianggap milik bersama. Naskah incung yang ditulis pada media bambu
kebanyakan berbentuk prosa, yang jumlahnya cukup banyak di Kerinci.
Naskah-naskah kuno tersebut dijadikan benda pusaka oleh orang Kerinci
yang ditulis di berbagai macam media penelitian yang berisikan sastra,
agama, undang-undang, bahasa, sejarah leluhur (silsilah), dan adat istiadat.5

Inilah yang membuat peneliti sangat tertarik dengan penelitian


mengenai aksara incung/rencong Kerinci , sebab hanya beberapa daerah
saja yang memiliki tulisan-tulisan kuno yang hanya dapat di goreskan oleh
orang-orang tertentu saja (cindraleka), yang artinya aksara incung ini tidak
semua masyarakat Kerinci mengetahui cara pembuatanya dan pembacaan
tanda-tanda dari aksra tersebut.

Saat Ini dikalangan generasi muda terutama pelajar dan Mahasiswa


di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci dan Propinsi Jambi pada
umumnya sebahagian besar belum mengenal dan tidak memahami aksara
Incung baik itu sejarahnya,nilai-nilai kearifan local, maupun cara menulis,
membaca dan memahaminya.

Namun Kedudukan aksara incung dalam dekade terakhir tampaknya


semakin tergeser akibat kemajuan zaman ,teknologi informasi, sistem
budaya, sistem sosial, dan sistem politik yang berkembang saat ini.
Bukan hal yang mustahil aksara incung warisan nenek moyang masyarakat
Kerinci akan terabaikan di tengah kesibukan pembaruan dan pembangunan
yang makin meningkat. Sehingga dikhawatirkan Aksara incung yang
penuh nilai-nilai karakter positif dan adat istiadat lama-kelamaan akan siap
menunggu waktu kepunahan. Menurut penulis, sepanjang tidak
bertentangan dengan nilai agama dan norma-norma, aksara incung harus
selalu di pertahankan untuk memperkuat karakteter anak bangsa dan

5
Ibid. hal 22

6
pengetahuan generasi muda terhadap nilai-nilai kearifan local yang terdapat
di kabupaten Kerinci.

Sedangkan dilain pihak hingga saat ini belum ada lembaga dan
perorangan yang bersedia secara sukarela mengembangkan dan
mentransferkan pengetahuan Incung kepada generasi muda,sementara
upaya dan rencana Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
untuk merawat aksara incung hingga saat ini masih sebatas wacana.6 Oleh
karena itu, pemerintah daerah yang daerahnya memiliki aksara daerah
seharusnya merasa terpanggil dan tergugah untuk menjaga dan merawat
kelestarian budaya tersebut dengan membuat peraturan-peraturan khusus
mengenai pelestarian aksara daerah masing-masing dan memasyarakatkan
kembali secara luas ketengah tengah masyarakat..

Mengigat tidak semua daerah yang ada di nusantara memiliki aksara


khas didaerah masing-masing dan peranan aksara incung yang cukup
penting, maka penelitian mengenai aksara incung perlu di lakukan sesegera
mungkin, Bila diingat terjadinya perubahan bagi masyarakat, seperti
meluasnya perkembangan di bidang teknologi dan komunikasi, seperti
smartphone,radio,televise, dan internet. Yang menyebabkan terlupakanya
aksara incung Kerinci di nusantara ini. dengan demikian melakukan
penelitian aksara incung, berarti peneliti ikut serta dalam penyelamatan
aksara milik nusantara khususnya Kerinci dari kepunahan. Maka dari itu
penelitian ini mengangkat judul “ IDENTIFIKASI NILAI-NILAI
KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM AKSARA INCUNG
SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KERINCI”.

6
Ibid.hal 6

7
B. Identifikasi Masalah

Di lihat dari latar belakang masalah tersebut, adapun identifikasi masalah


dalam penelitian ini adalah :

1. Kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap masyarakat mengenai aksara


incung
2. Aksara incung di ambang kepunahan
3. Masyarakat belum mengetahui nilai-nilai karakter yang terkandung
dalam aksara incung
4. Tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk melestarikan aksara incung
Kerinci.
5. Perkembangan peradaban zaman membuat aksara incung terabaikan.

C. Batasan Masalah
Supaya penelitain ini terarah dan tidak keluar dari pembahasan,maka
penelitian ini hanya berfokus kepada :
1. Aksara yang di teliti adalah Aksara Incung Kabupaten Kerinci.
2. Penelitian ini di lakukan di kabupaten Kerinci pada daerah/desa yang di
anggap memiliki pengetahuan mengenai aksara incung.
3. Subjek penelitian ini adalah pemangku adat/ninek mamak budayawan
Kerinci, dan orang-orang yang mengetahui informasi lebih lanjut
mengenai aksara incung.
4. Penelitian ini mendeksripsikan dan menjabarkan nilai-nilai karakter yang
terkandung dalam aksara incung Kerinci.

D. Rumusan Masalah:
1. Adakah upaya pemerintah untuk melestarikan Aksara Incung?

8
2. Bagaimana Pandagan Masyarakat Kerinci dimasa lampau sehingga
terciptanya Aksara Incung?
3. Nilai-nilai karakter apa saja yang terkadung di aksara Incung?

E. Kegunaan Penelitian
1. Untuk melihat upaya-upaya pemerintah dalam melesatarikan kearifan
local aksara Incung Kerinci.
2. Memberikan wawasan bagi kaum muda-mudi agar dapat memahami
nilai-nilai adat istiadat kebudayaan aksara incung.
3. Ikut serta dalam sumbangsi mempertahankan warisan budaya nenek
moyang masayrakat kabupaten Kerinci.
4. Sebagai bahan masukan dan pengalaman bagi peneliti dalam upaya
pengembangan diri.

F. Defenisi Operasional
1. Incung
Masyarakat suku Kerinci sejak berabad yang lalu telah mengenal
aksara yang disebut dengan “Incung” atau “Rencong” yang dalam bahasa
Indonesia berarti miring. Aksara ini berkembang bersamaan dengan 3
aksara lainnya di pulau Sumatera yakni aksara Batak, aksara Lebong dan
aksara Rejang termasuk aksara Jawa Kuno. 7
2. Karakter

Menurut Muclas Samani ,karakter adalah cara befikir dan berprilaku


yang khas tiap induvidu untuk hidup dan bekerja sama,baik dalam lingkup
keluarga, masayrakat, bangsa, dan negara.8

7
Ibit. Hal 33
8
Muchlas Samani, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter (Bandung. PT Remaja
Rosdakarya) hal 45

9
10

You might also like