You are on page 1of 8

Kepada Yth.

:
Rencana dibacakan :
Hari :
Jam :

Journal Reading

CROSSMATCH INKOMPATIBEL MINIMAL PADA


TRANSFUSI ERITROSIT MENGGUNAKAN
UJI KOMPATIBILITAS BIOLOGIS
(Diterjemahkan dari Global Journal of Transfusion Medicine, 2019;154-7)

Oleh :
Herpika Septi Haryando

Pembimbing :
dr. Zelly Dia Rofinda, Sp. PK (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
RSUP DR. M. DJAMIL
2021

1
CROSSMATCH INKOMPATIBEL MINIMAL PADA
TRANSFUSI ERITROSIT MENGGUNAKAN
UJI KOMPATIBILITAS BIOLOGIS
ABSTRAK
Pendahuluan: Uji pretransfusi merupakan uji serologis yang penting dilakukan untuk
melindungi resipien dari hemolisis dan memberikan produk darah yang kompatibel.
Langkah terakhir adalah uji crossmatch yang dilakukan oleh pusat transfusi. Produk yang
kompatibel mungkin tidak tersedia, meskipun semua produk telah dicocokkan dalam kasus
yang sama.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan dan keberhasilan transfusi
eritrosit dengan crossmatch yang inkompatibel melalui penggunaan uji crossmatch
biologis in vivo.
Bahan dan Metode: Penelitian ini melibatkan dua puluh pasien yang membutuhkan
transfusi dan tidak ditemukan produk eritrosit yang sesuai. Sebanyak 69 unit produk
eritrosit yang paling kompatibel dari produk crossmatch yang inkompatibel diberikan
dengan menerapkan uji "kompatibilitas in vivo". Pasien diamati selama transfusi secara
cermat untuk melihat reaksi hemolitik yang dapat terjadi. Parameter hemolisis biokimia
diperiksa sebelum dan pada 24 jam setelah transfusi.
Hasil: Semua transfusi diselesaikan dengan baik tanpa komplikasi atau gejala yang diamati
pada kasus apapun. Peningkatan hematokrit (Ht) dan hemoglobin (Hb) yang signifikan
secara statistik terlihat pasca transfusi (p <0,001). Kadar laktat dehidrogenase dan bilirubin
sebagai parameter hemolisis ditemukan normal secara statistik (p = 0,453 dan 0,946,
masing-masing).
Simpulan: pengujian kompatibilitas biologis in vivo tampaknya menjadi pengujian yang
aman, prediktif, dan layak, yang bisa menyelamatkan nyawa banyak pasien.

PENDAHULUAN
Interaksi antigen pada eritrosit donor dan antibodi resipien atau antigen
eritrosit resipien dan antibodi dalam plasma donor menyebabkan destruksi eritrosit.
Uji kompatibilitas pretransfusi merupakan uji serologis yang penting
dilakukan untuk memberikan produk darah yang kompatibel dan melindungi
resipien dari hemolisis. Selama pengujian pretransfusi, jika tidak ditemukan
eritrosit yang cocok, dokter mungkin menghindari transfusi, dan diperlukan
konsultasi dengan departemen hematologi. Namun, pada pasien kritis dengan
anemia berat atau perdarahan masif, diperlukan transfusi segera.
Dalam studi ini, produk eritrosi yang inkompabitibel dipilih oleh pusat
transfusi dan ditransfusikan ke pasien dengan penggunaan uji crossmatch
kompatibilitas in vivo.
Tujuan penelitian ini
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan dan keberhasilan dari
transfusi eritrosit crossmatch yang inkompatibel dengan pengujian biologis in vivo.

2
BAHAN DAN METODE
Pasien
Penelitian ini melibatkan dua puluh pasien yang belum pernah ditransfusi
terdiri dari 12 wanita dan 8 pria yang tidak memiliki hasil crossmatch eritrosit
kompatibel di bank darah. Semua pasien tidak memiliki riwayat transfusi
sebelumnya, atau penyakit hematologi. Alasan transfusi adalah anemia praoperasi
dan / atau pascaoperasi, anemia hemolitik autoimun, dan sedang mengalami
perdarahan.
Uji in vivo
Semua prosedur di laboratorium dan pemilihan produk eritrosit dibuat oleh
analis yang sedang bertugas. Konsentrat eritrosit disimpan dalam larutan saline,
adenin, glukosa, manitol. Pasien tidak diberikan premedikasi seperti steroid atau
antihistamin sebelum transfusi. Darah 20 ml dari unit yang inkompatibel diambil
menggunakan jarum suntik 20 cc (Hayat®) dan diinfuskan ke pasien dalam waktu
10 menit melalui vena antekubital. Setiap pasien diobservasi untuk melihat apakah
ada tanda-tanda hemolisis akut selama 20 menit sebelum dimulainya transfusi darah
sisa. Transfusi dimulai dari akses vaskular lain dan diselesaikan secepat yang dapat
ditoleransi, dengan lama transfusi tidak melebihi 4 jam. Setiap transfusi diamati
oleh tenaga medis profesional untuk mengidentifikasi ada tidaknya hemolisis akut.
Tanda dan gejala dari reaksi transfusi akut, yaitu dispnea, sakit kepala, hipotensi,
sakit punggung, demam, takikardia, dan menggigil, dan temuan dicatat beserta
waktu kejadian oleh pengamat.
Transfusi dihentikan dan dipilih unit darah lain jika ditemukan gejala
hemolisi. Kadar hemoglobin (Hb) dan Kadar Hct sebelum dan sesudah transfusi
dibandingkan untuk menentukan peningkatan sebagai hasil transfusi. Penanda
biokimia yang menunjukkan hemolisis termasuk laktat dehidrogenase (LDH), dan
kadar bilirubin indirek dan bilirubin total dicatat untuk mengevaluasi keadaan
hemolisis. Uji laboratorium yang sama dilakukan setelah 24 jam transfusi untuk
melihat tanda-tanda hemolisis.

3
Analisis Statistik
Analisis statistik dibuat menggunakan software SPSS versi 24.0 (IBM Corp.,
Statistik SPSS untuk Windows, Armonk, NY, AMERIKA SERIKAT). Uji
Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan normalitas variabel. Variabel
parametrik disajikan sebagai mean ± standar deviasi dan variabel nonparametrik
sebagai median dan jangkauan interkuartil. Variabel kategori disajikan sebagai
persentase (%). Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan variabel
nonparametrik; sampel t-test berpasangan digunakan untuk membandingkan
parametrik variabel. Semua uji statistik dua sisi, dan P ≤ 0,05 dianggap signifikan
secara statistik.
Persetujuan Etis
Persetujuan tertulis diperoleh dari pasien. Persetujuan untuk studi diberikan
oleh komite etika rumah sakit. Semua prosedur dilakukan sesuai dengan prinsip
Deklarasi Helsinki.

HASIL
Penelitian ini melibatkan dua puluh pasien, delapan laki-laki (40%) dan 12
perempuan (60%), dengan usia rata-rata 52,70 ± 16,26 tahun (kisaran 28–81 tahun).
Kondisi reaksi hemolitik akut diamati pada semua transfusi (n = 69) dan
tanda-tanda reaksi transfusi hemolitik akut (Acute Hemolytic Transfusion
Reactions/AHTRs) didokumentasikan . Pasien tertentu menerima beberapa unit
transfusi (kisaran 1-12 unit). Tidak ada komplikasi atau tanda-tanda hemolitik di
salah satu transfusi dan semua transfusi berhasil diselesaikan.
Data demografi peserta dan unit transfusi disajikan pada Tabel 1 dan
parameter biokimia dan hematologi ditunjukkan pada Tabel 2. Rata-rata kadar Hb
meningkat menjadi 8,01 ± 1,53 g/dl dari 6,14 ± 1,34 g/dl setelah transfusi.
Peningkatan yang signifikan secara statistik didapatkan pada Hct dan Hb pasca
transfusi (P = 0,001) [Tabel 2]. Kadar LDH, bilirubin total dan bilirubin tidak
terkonjugasi sebagai indikator hemolisis tidak meningkat secara signifikan pasca
transfusi (masing-masing P = 0,453, P = 0,946, dan P = 0,476,).

4
PEMBAHASAN
Banyak antigen dan antibodi yang melawan eritrosit dapat menyebabkan
AHTR yang merugikan. Tujuan uji pratransfusi adalah menghindari hemolisis dan
menyediakan produk darah yang kompatibel. Penelusuran riwayat penggunaan obat
tertentu yang dapat menginduksi hemolisis, gangguan limfoproliferatif, penyakit
autoimun atau gangguan imunodefisiensi, kehamilan atau transfusi sebelumnya,
dan kesulitan mencari darah untuk anggota keluarga harus dilakukan. Riwayat
transfusi ditelusuri pada semua pasien dalam penelitian ini. Semua pasien transfusi
naive, dan tidak ada riwayat penyakit dan pengobatan signifikan yang dapat
menyebabkan kesulitan selama transfusi.
Uji kompatibilitas terdiri dari penentuan golongan darah ABO dan Rh,
skrining antibodi, dan uji reaksi silang. Langkah terakhir, yaitu uji reaksi silang,
mengacu pada pemilihan dan pengujian unit donor eritrosit tertentu untuk
ditransfusikan ke resipien. Unit eritrosit yang ditransfusikan tidak perlu identik
secara antigen dengan eritrosit resipien, tapi sebaiknya tidak memicu hemolisis
yang signifikan secara klinis. Unit tanpa antigen eritrosit yang sesuai harus
dicocokkan dengan crossmatch antihuman globulin bila penderita memiliki riwayat
antibodi atau antibodi yang signifikan secara klinis.

5
Tabel 1. Data Demografi Responden
Pasie Jenis Usia Komorb Indikasi Tipe IAT Jml unit Reaksi
n Kelamin iditas DAT/antibodi transfusi transfusi
1 Laki-laki 33 NA AIHA 3+/IgG+C3d 3+ 3 NA
2 Laki-laki 38 NA AIHA 2+/IgG 2+ 2 NA
3 Laki-laki 49 NA AIHA 4+/IgG+C3d 3+ 11 NA
4 Laki-laki 63 NA Pendarahan 2+/IgG + 2 NA
GIS
5 Laki-laki 67 NA Anemia 2+/IgG + 1 NA
praoperasi
6 Laki-laki 72 Katarak AIHA 4+/IgG+C3d 4+ 6 NA
7 Laki-laki 72 NA Anemia 3+/IgG + 3 NA
simtomatik
8 Laki-laki 81 HT Anemia 4+/IgG + 12 NA
simtomatik
9 Perempuan 28 NA Praoperasi 3+/IgG 2+ 1 NA
10 Perempuan 30 NA Anemia 2+/IgG + 2 NA
praoperasi
11 Perempuan 32 NA AIHA 4+/IgG+C3d 4+ 6 NA
12 Perempuan 34 NA Pendarahan 3+/IgG+ + 4 NA
13 Perempuan 41 NA Anemia 3+/IgG+C3d 3+ 2 NA
simtomatik
14 Perempuan 49 NA Anemia 2+/IgG 2+ 2 NA
praoperasi
15 Perempuan 54 NA AIHA 3+//IgG+C3d 4+ 2 NA
16 Perempuan 57 NA Anemia 3+/IgG 3+ 1 NA
praoperasi
17 Perempuan 61 NA AIHA 3+/IgG+C3d 4+ 4 NA
18 Perempuan 64 Osteopo Anemia 2+/IgG 2+ 2 NA
rosis praoperasi
19 Perempuan 64 NA Anemia 4+/IgG 2+ 2 NA
simtomatik
20 Perempuan 65 NA Anemia 3+/IgG + 1 NA
praoperasi
NA: Not available, AIHA: Autoimmune hemolytic anemia, DAT: Direct
antiglobulin test, IAT: Indirect antiglobulin test, GIS: Gastrointestinal system, HT:
Hipertensi

6
Tabel 2. Hematologi pra dan paska transfusi dan parameter hemolisis
biokimia
Parameter Kelompok 1 Kelompok 2 (n=30) Nilai P
(n=30)
Pratransfusi
Mean hb±SD (g/dL) 6.39±1.39 5.56±1.48 0.148
Mean Hct±SD (%) 17.82±4.61 17.93±5.27 0.956
Mean MCV±SD (fL) 112.31±8.46 113.93±7.95 0.612
Median LDH 543 (325-2803) 926 (380-4659) 1.132
(IU/L) (IQR)
Median bilirubin (IQR)
Total (mg/dL) 3.7 (1.4-6.8) 4.1 (1.8-11.7) 0.560
Tak terkonjugasi (mg/dL) 2.9 (1.0-6.5) 3.3 (1.2-9.1) 0.449
Mean retikulosit 15.45±6.69 13.29±4.53 0.329
Post transfusi
Median Hb (g/dL) (IQR) 8.56±1.43 7.89±173 0.287
Hct (%) 22.54±5.11 23.21±4.46 0.717
Mean MCV±SD (fL) 102.23±7.94 106.79±8.59 0.166
Median 353 (302-1257) 695 (330-2237) 0.443
LDH (IU/L) (IQR)
Median bilirubin (IQR)
Total (mg/dL) 2.5 (1.4-3.8) 2.9 (1.4-9.7) 0.132
Tak terkonjugasi (mg/dL) 2 (0.5-3.3) 2.6 (1.1-8.1) 0.058

Penelitian Petz membahas penggunaan unit ABO-matched yang paling tidak


kompatibel sebagai alternatif yang dapat diterima untuk melakukan pemeriksaan
serologis yang memadai sebelum transfusi. Transfusi 20 ml darah dimulai dengan
kecepatan 2 ml/menit dan jeda 20 menit diberikan untuk mengamati tanda-tanda
hemolitik pada pasien selama uji crossmatch in vivo. Kecepatan transfusi darah
kompatibel adalah 1–2 ml/menit selama 15 menit pertama dalam praktik klinis dan
kemudian dilanjutkan secepat mungkin dengan kecepatan 4 ml/menit untuk
menentukan status hemolitik. Hemolisis akut karena transfusi dapat terjadi dengan
10 ml darah secara praktik klinis. Sebagian besar gejala diamati dalam beberapa
menit setelah transfusi dimulai. Demam dan menggigil terlihat sebagai temuan awal
pada sebagian besar pasien. Dispnea, sakit punggung, dan perasaan tidak nyaman
juga dapat terjadi. Metode pengujian, kecepatan transfusi, dan periode observasi
cukup untuk mendeteksi gejala hemolitik akut.
Ada dua laporan dalam literatur dengan jumlah pasien yang terbatas, yang
telah memprediksi hemolisis dengan transfusi darah yang inkompatibel dengan
pengujian in vivo.

7
Salah satu metode melibatkan 1 ml transfusi eritrosit berlabel Cr51 dan
observasi kelangsungan hidup eritrosit. Penelitian lain melaporkan transfusi dan
observasi tanda yang cepat dari reaksi transfusi hemolitik. Kedua penelitian tersebut
menunjukkan bahwa unit yang dipilih tersedia dan hemolisis dapat diabaikan,
sesuai dengan penelitian ini.
Peningkatan kadar Hb ditentukan setelah transfusi pada penelitian ini.
Parameter biokimia yang menunjukkan hemolisis ditemukan signifikan, tetapi tidak
berhubungan secara klinis dengan reaksi transfusi hemolitik. Status hemolitik tanpa
gejala dapat diabaikan pada kasus dengan kadar Hb mencapai target.
Penelitian sebelumnya telah menelusuri risiko dari kelompok spesik
uncrossmatched transfusi eritrosit atau kelompok transfusi darah O. Ini merupakan
cara alternatif untuk meningkatkan kadar Hb saat unit crossmatch yang kompatibel
tidak tersedia dan dibutuhkan transfusi segera. Kebijakan beberapa pusat transfusi
di Turki memilih untuk melakukan transfusi golongan darah O, Rh(D)‑RBC negatif
untuk meningkatkan kadar Hb. Peneliti merekomendasikan pemberian eritrosit
yang inkompatibel dengan uji crossmatch in vivo setelah mencari eritrosit di bank
darah.

KESIMPULAN
Reaksi hemolitik akut pada transfusi darah adalah situasi yang serius. ,
klinisi tidak dapat menunda transfusi jika dibutuhkan segera, meskipun uji
pretransfusi crossmatch inkompatibel. Uji kompatibilitas biologis in vivo aman,
bersifat prediktif, dan dapat diterapkan dengan layak pada bedside, yang
menyelamatkan nyawa bagi banyak pasien.

You might also like