You are on page 1of 46

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn.

A DENGAN
PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI) HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Profesi Ners dalam
stase Keperawatan Gerontik

PEMBIMBING:
Ns. Royani, M.Kep

DISUSUN OLEH:
Ruth Tiar Nauli
NIM 202207032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK

A. Definisi Lansia
Usia lanjut adalah kelompok yang mengalami suatu proses perubahan yang
bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oelh setiap individu yang mencapai
usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo,
2007)

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
yang dimulai dari usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125 tahun
(W. Pipit Festi, 2018).

Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta
sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai
status dalam suatu struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat
berarti semakin melemahnya manusia secara fisik dan kesehatan (Priyanto,
2000). Menurut undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal
19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karean usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (khoriyah, 2011).

B. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi lansia antara lain :
1. Pra lansia seseorang yang berusia 45-59 tahun
2. Lansia seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dana tau
kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/jasa
5. Lansia tidak ptensial lansia yang tidak berdaya mecari nafkah, sehingga
hidupnya bergntung pada bantuan orang lain.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2000), lanjut


usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun
3. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

C. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisi, mental, sosial, dan ekonominya.
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Menggati kegitan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabra, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkeritik, dan banyak
menuntu.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
5. Tipe bingung
Keget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
acuh tidak acuh
D. Tugas Perkembangan Lansia
Seiring tahap kehidupan, lansia memeliki tugas perkembangan khusus. Menurut
Potter dan Perry (2005), tujuh katagori utama tugas perkembangan lansia
meliputi:
1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik, dan kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini dikaitkan
dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal
2. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu
mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena
hilangnya peran bekerja.
3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang
anaknya, kehilangan ini sering suit diselesaikan, karean apalagi bagi lansia
yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan
sangat berarti bagi dirinya.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama
penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai
koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak
memanggil meraka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam dalam
tugas yang menempatkan keamanan meraka pada resiko yang besar.
5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat merubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik
dapat mengharuskan pindah kerumah yang lebih kecil dan untuk seorang
diri
6. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hungan kembali dengan anak-anaknya
yang telah dewasa.
7. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif
secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relative mudah untuk
bertemu orang baru dan mendapat miant baru. Akan tetapi seseorang yang
introvert dengan sosilisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu
orang baru selama pensiun.

E. Masalah Fisik Pada Lansia


Menurut Azizah (2011). Masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia
adalah:
1. Mudah jatuh: jatuh adalah suatu kejadian yang dilaprkan penderita atau
saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang medadak
terbarang/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
2. Mudah lelah disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan atau
perasaan depresi), gangguan organis, pengaruh obat-obat.
3. Berat badan menurun disebabkan oleh: pada umumnya nafsu makan
menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan, adanya penyakit kronis,
gangguan pada saluran pencernaan sehngga penyerapan makanan
terganggu, faktor-faktor sosioekonomis (pensiun)
4. Suka menahan buang air besar disebabkan oleh: obat-obat pencahar perut,
keadaan diare, kelainan pada usus besar, kelainan pada ujung saluran
pencernaan (pada rectum usus)
5. Gangguan pada ketajaman penglihatan disebabkan oleh: presbiop, kelainan
lensa mata (reflek mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan
dalam mata yang meninggi (glaucoma)
F. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya 3 penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses meua yakni:
1. Gangguan sirkulasi darah seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah di otak (coroner) dan ginjal
2. Gangguan metabolisme hormonal seperti: diabetes mellitus, klimakterium,
dan ketidakseimbangan tiroid
3. Gangguan pada persendian seperti: osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit
kolagen lainnya dan berbagai macam neoplasma.
LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus
dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus
fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi
pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-
L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan
S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas
dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita
HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup
otot (Lotke dkk, 2008).

Gambar 1 Hernia Nucleus Pulposus


(Muttaqin, 2010)

B. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya
usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan
tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena
digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah
lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013)
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan
dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong
ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus
pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul
dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
C. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih
besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP
hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl.
Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau
siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama- sama dengan arteria
radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan
berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis
mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan (Muttaqin, 2008).
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung bawah
disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan
lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki
berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius
(plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari
kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan
bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).
E. Anatomi Fungsional sendi Tulang Belakang
1. System Tulang Vertebra
Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut
vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan.
Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai
67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah
tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebra dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang
ditempatinya, tujuh vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima
vertebra lumbalis, lima vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus
(Pearce, 2009). Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus,
foramen vertebrale, foramen intervertebrale, processus articularis superior
dan inferior, processus transfersus, spina, dan discus intervertebralis.
a. Korpus
Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung
dipermukaan atas dan bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok
vertebra, columna vertebra lumbalis merupakan columna yang paling
besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di vertebra
lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).
b. Arcus
Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari:
a) Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang berjalan kea rah
bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya
membentuk foramen intervertebrale.
b) Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke
arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari
sisi yang berlawanan.
c. Foramen vertebrale
Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan,
pediculus di bagian samping, dan lamina di bagian samping dan
belakang.
d. Foramen intervertebrale
Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang
berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
e. Processus Articularis Superior dan Inferior
Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di
atas dan di bawahnya.
f. Processus Transversus
Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.
g. Discus Intervertebralis
Merupakan cakram yang melekat pada permukaan korpus dua
vertebrae yang berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin
jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat
semi-cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam
annulus fibrosus.
F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar
Nyeri
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada
saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien
saat ini dan waktu sebelumnya. Tujuan dari pengkajian adalah untuk
menyusun data dasar mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respon
klien terhadap masalah (Potter & Perry, 2010).
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat di dalam menetetapkan data dasar, dalam
menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi
pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi
respon klien terhadap terapi yang digunakan. (Prasetyo, 2010).
Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat kenyamanan
klien. Apabila nyeri bersifat akut atau parah, ada kemungkinan klien dapat
dapat member penjelasan yang terinci tentang pengalaman nyerinya secara
keseluruhan. Selama episode nyeri akut, tindakan perawat yang terutama
adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologis klien
terhadap nyeri dan lokasi nyeri, tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling
baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku,
afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri
tersebut atau konteks nyeri. (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan
data objektif:
A. Data Subjektif
a. Faktor pencetus (P: provocate)
Perawat mengakaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi
bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat
mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat
mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan
apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat -
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, di mna tiap-tiap klien
mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan.
c. Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat
dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar).
d. Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat. Skala deskirptif verbal (Verbal Descriptor Scale,
VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis
yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun
dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini
diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat.Skala
numeric (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini, pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10.Angka 0 diartikan kondisi klien tidak
merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat
yang dirasakan klien.Sebagian besar skala menggunakan renatang
0-10, dimasukkannya kata-kata penjelas pada skala dapat
membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam
menentukannya nilai nyerinya.Klien diminta untuk menunjukkan
skala nilai yang paling baik mewakili intensitas nyerinya.
Keterangan:
0 = Tidak nyeri
1-2-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang
6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat hebat
8-10 = Nyeri terhebat
e. Durasi (T: time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan.
1) Kapan nyeri mulai dirasakan?
2) Sudah berapa lama nyeri dirasakan?
3) Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama
setiap hari?
4) Seberapa sering nyeri kambuh?
5) Faktor yang memperberat / memperingan nyeri.
B. Data objektif
Data objektif didapatkan dalam mengobservasi respon pasien terhadap
nyeri. Respon pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan
sebagai berikut.
a. Respon perilaku
Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri
bermacam-macam. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa
ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi, mengusap
bagian yang sakit, menggeretakan gigi, menunjukkan ekspresi
wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis,
mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
b. Respon fisiologis terhadap nyeri
Perawat perlu untuk mengkaji klien berkaitan dengan adanya
perubahan- perubahan pada respon terhadap nyeri untuk
mendukung diagnose dan membantu dalam memberikan terapi
yang tepat. Adapun respon fisiologis terhadap nyeri, yaitu:
 Respon simpatik:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Dilatasi saluran bronkiolus
- Peningkatan frekuensi denyut jantung
- Vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan
darah)
- Peningkatan kadar glukosa darah
- Diaforesis
- Peningkatan tegangan otot
- Dilatasi pupil
- Penurunan motilitas saluran cerna
 Respon parasimpatik:
- Pucat
- Ketegangan otot
- Penurunan denyut jantung atau tekanan darah
- Pernapasan cepat dan tidak teratur
- Mual dan muntah
- Kelemahan dan kelelahan
c. Respon afektif
Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di
dalam melakukan pengkajian terhadap pasien gangguan rasa nyeri.
Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien
seperti: Apakah Anda saat ini merasakan cemas? Selain itu adanya
depresi, ketidaktertarikan dari lingkungan perlu diperhatikan.
2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap
dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya.Data Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon
klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.Selama pengkajian,
data di kumpulkan dari berbagai sumber, divalidasi dan diurut ke dalam
kelompok yang membentuk pola.Data dasar secata kontinu direvisi sejalan
dengan perubahan dalam fisik status dan emosi klien.Hal ini juga
mencakup hasil laboratorium dan diagnostic.Selama langkah ini, perawat
menggunakan pengetahuan dan pengalaman, menganalis dan
menginterpretasi dan menarik konklusi tentang kelompok dan pola data
(Potter & Perry, 2006).
Menurut buku SDKI edisi 1 D.0077 batasan karakteristik untuk diagnose
keperawatan nyeri akut dan kronis adalah.
Batasan karakteristik untuk nyeri akut
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
f) Tekanan darah meningkat
g) Pola nafas berubah
h) Nafsu makan berubah
i) Proses berfikir terganggu
j) Menarik diri
k) Berfokus pada diri sendiri
l) Diaphoresis

Batasan karakteristik untuk nyeri kronis D.0078


a) Tampak meringis
b)Gelisah
c) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
d)Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
e) Waspada
f) Pola tidur berubah
g)Anoreksia
h)Focus menyempit
i) Berfokus pada diri sendiri
j) Kondisi pasca trauma
k)Tumor

3. Rumusan masalah
Sebelum merumuskan diagnosa keperawatan, perawat mengidentifikasi
masalah perawatan kesehatan umum klien. Namun, sebelum memberikan
perawatan masalah harus ditetapakan secara lebih spesifik. Untuk
mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat harus lebih dulu menentukan
apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut potensial atau
aktual (Potter & Perry, 2006).
Terdapat dua diagnosa keperawatan utama yang dapat digunakan untuk
menggambarkan nyeri pada klien, yaitu:
a. Menurut buku SDKI edisi 1 D.0077 nyeri akut didefinisikan
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
b. SDKI D.0078 Nyeri kronis didefinisikan pengalaman atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
4. Perencanaan
Perencanaan, yang merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan,
adalah salah satu kategori perilaku keperawatan. Pada langkah ini, perawat
menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien dan
merencanakan intervensi keperawatan. Perencanaan membutuhkan
pemikiran kritis, yang diterapkan melalui pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah (Potter & Perry, 2010).
Menurut Wilkinson (2012), intervensi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa keperawatan nyeri akut dan nyeri kronis adalah:
1. Nyeri akut :
a) Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi,
karekteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
c) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat
prosedur.
d) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, hipnosis,
relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi aktivitas, kompres hangat
atau dingin, dan masase sebelum, setelah, dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi
atau meningkat; dan bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri
yang lain.
e) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
f) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan).
g) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon
pasien terhadap analgesik (misalnya, “Obat ini akan mengurangi
nyeri Anda”).
h) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi (lakukan perubahan posisi,
masase punggung, dan relaksasi).
i) Gali bersama pasien faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.

2. Nyeri Kronis :
a) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada
interval tertentu.
b) Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas hidup
(misalnya, tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam perasaan,
hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran).
c) Tawarkan tindakan meredakan nyeri untuk membantu pengobatan
nyeri (misalnya, umpan balik biologis, teknik relaksasi, dan masase
punggung).
d) Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk memfasilitasi
peredaan nyeri.
e) Bantu pasien dalam mengidentifikasi tingkat nyeri yang beralasan
dan dapat diterima.
f) Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk meningkatkan
partisipasi, namun evaluasi bahaya sedasi.
g) Pertimbangkan untuk merujuk pasien, keluarga dan orang terdekat
pada kelompok pendukung dan sumber-sumber lainnya, sesuai
kebutuhan.
h) Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan
dan respon keluarga terhadap pengalaman nyeri.
i) Periksa tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan
dalam catatan medis paien, informasikan petugas kesehatan lain
yang merawat pasien.
j) Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya.
k) Pastikan pemberian analgesik atau strategi nonfarmakologi
sebelum dilkakukanprosedur yang menimbulkan nyeri.
l) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah
berat.
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN Tn. A DENGAN
PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI) HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Profesi Ners dalam
stase Keperawatan Gerontik

PEMBIMBING:
Ns. Royani, M.Kep

DISUSUN OLEH:
Ruth Tiar Nauli Sihombing
NIM 202207032

UNIVERSITAS ICHSAN SATYA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
FORMAT PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Nama mahasiswa : Ruth Tiar Nauli
Hari/Tanggal : Selasa, 30/01/23

Metode pengkajian : Wawancara dan observasi


Sumber : Klien

I. Identitas diri klien


Nama : Tn. A
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Panti Pniel Bintaro
Status perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
II. Kondisi kehidupan klien saat ini :
Saat ini Tn.A tinggal di Panti Pniel Bintaro, dirawat oleh perawat panti.
Keseharian Tn. A selalu mengabiskan waktunya ditempat tidur di karenakan
tidak kuat untuk keluar menikmati suasana panti, terkadang kerabat panti Opa
anton suka melakukan interaksi ngobrol sama Tn. A.

III. Riwayat Penyakit Keluarga


Tn. A mengatakan ada riwayat darah tinggi yang diderita oleh kakek Tn. A,
bapak Tn. A dan kakak pertama Tn. A

IV. Riwayat Penyakit


1. Keluhan utama saat ini
Tn. A mengatakan pernah operasi HNP 3 tahun yang lalu mengeluh nyeri
dibagian punggung tulang belakang, kaki kebas dan suka mengalami kram.
Tn. A mengatakan sangat terganggu dengan nyeri yang dirasakan, merasa
kesakitan ketika duduk terlalu lama Tn. A mengatakan rasa nyeri yang
dirasakan terkadang mengganggu istirahat Tn. A mengatakan nyeri
dirasakan setiap waktu tidak dapat diprediksi. Tn. A mengatakan nyeri
tusuk-tusuk, skala nyeri 7.
2. Apa yang dipikirkan saat ini :
Tn. A mengatakan kadang-kadang banyak hal yang dipikirkan terutama
tentang kondisi kesehatannya saat ini dan nyeri yang tak kunjung hilang.
3. Siapa yang paling dipikirkan saat ini :
Tn. A memikirkan keluarga semoga dalam keaadaan sehat dan bisa
menjenguk ke panti pniel bintaro.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Tn. A mengatakan pernah rawat jalan karena usus buntu tapi tidak pernah
dirawat di rumah sakit dan jika sakit panas hanya rawat jalan ke rumah sakit
saja. Pada masa tua Tn. A mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 50
tahun. Kebiasaaan Tn. A waktu muda merokok dan minum alcohol.

V. Pengkajian
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tn. A kurang mengetahui bahwa kesehatan itu penting untuk dikontrol. Tn.
A mengatakan selalu cek kondisi kesehatannya di panti pniel bintaro. Tn. A
mempunyai riwayat merokok ataupun minum-minuman keras.
2. Pola nutrisi
Tn. A mengatakan nafsu makan baik, makan 3 kali sehari dengan menu
seimbang. Tn. A mengatakan minum ± 2 liter/hari.
3. Pola eliminasi
Tn. A mengatakan BAB tidak lancar 3 hari sekali dan BAK lancar 5 – 7 kali
sehari dengan warna jernih kekuningan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah / berjalan √
Ambulasi / ROM √

Keterangan:
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total.

5. Pola tidur dan istirahat


Tn. A mengatakan waktu tidur tidak tentu. Tn. A mengatakan tidur ± 7 jam
dalam satu hari. Tn. A mengatakan kadang-kadang tidur siang, jika Tn. A
tidur, kondisi lingkungan harus sepi, lampu harus dimatikan.
6. Pola perseptual
Tn. A mengatakan sering memikirkan tentang penyakitnya yang tak
kunjung sembuh.
7. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri
Tn. A tidak bisa menyebutkan gambaran diri yang diinginkan
b. Ideal diri
Tn. A mengatakan pinginnya sehat, tapi kondisi klien yang tidak
memungkinkan.
c. Harga dri
Tn. A mengatakan sangat ketergantungan pada orang lain, kadang-
kadang merasa tidak enak sama perawat panti.
d. Identitas diri
Tn. A mengatakan bahwa dirinya adalah seorang suami, bapak dari
anak-anaknya.
e. Peran diri
Tn. A adalah masih berstatus seorang suami
8. Pola peran hubungan
Tn. A mengatakan bahwa dirinya masih berhubunga baik dengan istri dan
anak-anaknya walaupun Tn. A tinggal di panti.
9. Pola managemen koping stress
Tn. A bila sedang merasa stres, maka yang dilakukan Tn. A adalah hanya
bisa berdiam diri di kamar.
10. Sistem nilai dan keyakinan
Tn. A selalu percaya bahwa Tuhan memberikan setiap persoalan pasti ada
jalan keluarnya, hanya perlu bersabar dan pasrah saja sambil terus menjalani
hidup apa adanya, selalu bersyukur atas berkat Tuhan yang berikan.
11. Identifikasi Masalah Emosional
Apakah klien mengalami sukar tidur?
Tn. A mengatakan kadang-kadang susah tidur tapi hari ini klien tidur
nyenyak.
Apakah klien sering merasa gelisah?
Hanya sesekali jika sedang memikirkan sesuatu
Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
Tn. A mengatakan jika sendiri terkadang ia sering melamun dan murung
Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Tn. A mengatakan ia sering khawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis, GCS : 15 E4V5M6
b. TD : 140/80 mmHg, N : 80 x/i, RR 20 x/i, S : 360C
c. BB : 65 kg TB : 170 cm
d. Kepala : Bentuk kepala mesosephal, tidak ada benjolan, luka atau lesi
e. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan
ataupun nyeri telan
f. Thorak : Tampak simetris, tidak ada distensi atau pengembangan dada
yang abnormal, tidak ada dispnea tidak ada nyeri dada
g. Abdomen : Tampak simetris, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
nyeri tekan ataupun benjolan
h. Ekstremitas : Bagian tangan kanan atas dan bagian kaki kanan
mengalami stroke, ada benjolan di bagian tulang belakang, ada luka di
bagian kaki kiri, pergerakan tidak normal, ada nyeri di bagian pinggang,
jari kaki tampak tidak lurus.

2. Pemeriksaan Panca Indera


a. Penglihatan (mata) :
1) Bola mata : Tampak simetris
2) Konjunctiva : Anemis
3) Sklera : Tidak Ikterik
4) Reflek pupil : Pupil isokor, pergerakan normal
5) Gangguan pengelihatan : Ketajaman penglihatan menurun terutama
di mata sebelah kanan, tidak memakai alat penglihatan (kacamata)
b. Pendengaran(telinga)
1) Bentuk telinga : Simetris
2) Nyeri : Tidak ada lesi, tidak ada peradangan
3) Liang telinga : Bersih, tidak ada serumen
4) Gangguan pendengaran : Pendengaran baik
c. Pengecapan (mulut) : Mulut tampak bersih, mukosa bibir lembab,
gigi kekuningan dan tidak lengkap, tidak ada stomatitis, tidak ada
kesulitan menelan, fungsi menelan baik.
d. Sensasi(kulit) : Ada
e. Penciuman(hidung) : Bentuk tampak simetris, bersih, tidak ada
polip hidung, tidak ada septum deviasi, penciuman baik.
VII.Pengakajian Fungsional Klien
1. KATZ Indeks
Hasil pengkajian dengan menggunakan KATZ indeks, klien tergolong
dalam individu yang memiliki ketergantungan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
a. Bergantung dalam mandi, bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi serta tidak mandi sendiri
b. Bergantung dalam berpakian, tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian
c. Bergantung ke kamar kecil, menggunakan pispot
d. Bergantung dalam berpindah, bantuan dalam naik dan turun dari kursi
roda
e. Bergantung dalam kontinen, menggunakan pispot dan pembalut
(pampers)
f. Bergantung dalam makan, bantual mengambil makanan dan
menyuapinya
2. Modifikasi indeks kemandirian katz
MANDIRI TERGANT
NO AKTIFITAS
(1) UNG (0)
1. Mandi di kamar mandi 0
2. Menyiapkan pakian, 0
membuka dan mengenakan
3. Memakan makanan yang 0
telah disediakan
4. Memelihara kebersihan diri 0
(Cuci muka, menyisir rambut,
Gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet BAB 0
(Membuka pakaian, menyeka
tubuh, menyiram)
6. Dapat mengontrol 1
pengeluaran feses
7. BAK di kamar mandi 0
8. Dapat mengontrol 1
pengeluaran air kemih
9. Berjalan dilingkungan tempat 0
tinggal atau keluar ruangan
10. Berjalan ibadah sesuai agama 0
yang dianut
11. Melakukan pekerjaan rumah 0
12. Berbelanja untuk kebutuhan 0
sendiri
13. Mengelola keuangan 0
14. Menggunakan sarana 0
transpormasi
15. Menyiapkan obat 0
16. Merencanakan dan 0
mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam
hal menggunakan uang,
17. Melakukan aktifitas di waktu 0
luang ( rekreasi, olahraga ,
hobi)
Analisa hasil:
Score 13-17: mandiri
Score 0-12: ketergantungan
3. Barthel Index
DENGAN
NO KRITERIA MANDIRI KET
BANTUAN
1. Makan 5√ 10
2. Minum 5√ 10
3. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 √ 15
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (Cuci muka, 0√ 5
menyisir rambut, Gosok
gigi)
5. Keluar masuk toilet 5√ 10
(Membuka pakaian,
menyeka tubuh, menyiram)
6. Mandi 5√ 15
7. Jalan di permukaan datar 0√ 5
8. Naik turun tangga 5√ 10
9. Mengnakan Pakaian 5√ 10
10. Kontrol Bowel (BAB) 5√ 10
11. Kontrol blader (BAK) 5√ 10
12. Olah raga 5√ 10
13. Rekreasi/ Pemanfaatan 5√ 10
waktu luang
Analisis hasil:

Score 126-130: mandiri

Score 65-125: ketergantungan sebagian

Score <65: ketergantungan pengkajian status mental

VIII. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Identifikasi tingkat kesadaran intelektual
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short
Portable Mental Status Questioner (SPMSQ). Instruksi: Ajukan
pertanyaan 1 – 10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat jumlah
kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan dan masukkan dalam
interpretasi. Jika hasil pengkajian SPMSQ didapatkan skor benar 10
maka klien dikategorikan sebagai lansia yang memiliki fungsi
intelektual utuh.
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
1 1 Tanggal berapa hari ini ?
1 2 Hari apa sekarang ?
1 3 Apa nama tempat ini ?
1 4 Dimana alamat Anda ?
1 5 Berapa umur Anda ?
1 6 Kapan Anda lahir ? (minimal tahun lahir)
1 7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
1 8 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
1 9 Siapa nama ibu Anda ?
1 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
menurun
Total = 8 Total = 2
Analisis hasil:
Score benar 8
: tidak ada gangguan
b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental
Tes dilakukan dengan mengunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)

NO ASPEK NILAI NILAI


KRITERIA
. KOGNITIF MAKS. KLIEN

1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar:


Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan kepada klien
ketiga obyek tadi. (Untuk
disebutkan)
Obyek Meja
Obyek Lemari
Obyek TV
3. Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari
dan angka 100 kemudian dikurangi
kalkulasi 7
sampai 5 kali/tingkat.
93
86
79
72
65
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada No 2
(registrasi) tadi. Bila benar, 1
point untuk masing-masing
obyek.
5. Bahasa 9 6 “Tak ada jika, dan, atau, tetapi” Bila
benar, nilai satu point.
Pernyataan benar 2 buah
(contoh: tak ada, tetapi).

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah:
“Ambil kertas di tangan Anda,
lipat dua dan taruh di lantai”.
Ambil kertas di tangan Anda
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
“Tutup mata Anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis


satu kalimat dan menyalin gambar.
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar

Interpretasi hasil: 22
> 23 : Aspek kognitif dari fungsi mental
baik 18 – 22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

IX. Pengkajian Resiko Jatuh


Morse Fall Scale (MFS)

NO. PENGKAJIAN SKALA NILAI

1. Riwayat jatuh; apakah lansia pernah jatuh Tidak 0 0


dalam 3 bulan terakhir? Ya 25
2. Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki Tidak 0 15
lebih dari satu penyakit? Ya 15
3. Alat bantu jalan;
 Bed rest/ dibantu keluarga 0 0
 Kruk/ tongkat/ walker 15
 Berpegangan pada benda-benda disekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi intravena; Apakah saat ini klien Tidak 0 0
terpasang selang invus? Ya 20
5. Gaya berjalam/cara berpindah
 Normal/ bedrest/ immobile (tidak 0 0
dapat bergerak sendiri)
 Lemah (tidak bertenaga) 10
 Gangguan/ tidak normal (pincang, diseret) 20
6. Status mental
 Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri 0 0
 Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
TOTAL SKALA 15

Intepretasi : Tidak berisiko


0-24 : tidak berisiko
25-20 : risiko rendah
>51 : risiko tinggi

X. Pengkajian Tingkat Depresi


Skala Depresi Geriatri (Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)
Petunjuk Penulisan:
a. Beri tanda ceklist (√) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia
sesuai dengan kondisi kakek/nenek.
b. Tidak ada jawaban benar atau jawaban salah sehingga harap diisi dengan
jujur

NO. PERTANYAAN YA TIDAK


1 Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan √
anda?
2 Apakah anda sudah meninggalkan banyak kegiatan √
dan minat/ kesenangan Anda ?
3 Apakah Anda merasa kehidupan anda hampa? √
4 Apakah anda sering bosan? √
5 Apakah anda mempunyai semangat baik sepanjang √
waktu?
6 Apakah anda takut sesuatu menjadi buruk akan √
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar √
waktu anda?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? √
9 Apakah anda senang tinggal di rumah daripada pergi √
ke luar mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
10 Apakah Anda mempunyai banyak masalah dengan √
daya ingat Anda dibanding kebanyakan orang ?
11 Apakah anda pikir hidup anda sekarang ini √
menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti √
perasaan Anda saat ini?
13 Apakah anda merasa anda penuh semangat? √
14 Apakah Anda merasa bahawa keadaan anda tidak ada √
harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa keadaan orang lain lebih √
baik
dari pada Anda?

Intepretasi :
20-40 : tidak ada depresi
41-60: depresi ringan
61-80: depresi sedang
81-100 : depresi berat
ANALISA DATA
No Data Problem Etiologi
1. DS :
Trauma
- Klien mengatakan nyeri
Pasca operasi
dibagian punggung tulang
belakang, merasa
kesakitan ketika duduk
Peradangan
terlalu lama durasi nyeri
medula spinal
terus menerus tidak dapat
diprediksi
- Klien mengatakan kaki
Kandungan air
sering kebas dan suka Agen pencedera
nucleus pulposus
kram fisik
menurun
Trauma pasca
DO : operasi
- Klien tampak gelisah,
Nukleus pulposus
ekspresi wajah yang
terdorong
menahan rasa
kesakitan
- Tangan kanan dan kaki
Ujung saraf spinal
kanan mengalami stroke
tertekan
- TTV TD : 140/80 mmHg,
RR: 20 x/mnt, N : 80 x/mnt,
S : 360C
Nyeri kronis
P : Nyeri timbul setiap
(D.0078)
waktu ga bisa
diprediksi
Q : Nyeri terasa seperti
ditusuk - tusuk
R : Nyeri dirasakan pada
bagian punggung tulang
belakang
S : Skala nyeri 7
T : Nyeri dirasakan terus
menerus
2 DS :
- Klien mengatakan nyeri Nyeri
memburuk jika mengangkat
kaki dan merubah posisi
- Klien mengatakan nyeri Keterbatasan
semakin terasa ketika duduk pergerakan Hambatan
terlalu lama ektremitas bawah mobilitas fisik,
- Klien mengatakan nyeri jika penurunan masa
bergerak di tempat tidur otot
DO: Pergerakan lambat
- Klien terlihat pergerakan
lambat saat miring ke kiri
- Kekuatan otot ekstremitas Gangguan atau
atas bawah 3 (gerakan hambatan
normal melawan gravitasi) mobilitas fisik
- Nyeri saat bergerak (D.0054)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan terjadinya kondisi pasca trauma peradangan


medulla spinal ditandai dengan ekpresi wajah menahan rasa nyeri skala nyeri 7.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan
ekstremitas bawah, nyeri ditandai dengan kekuatan otot 3.
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

1 Nyeri kronis Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan (L08066) Observasi
terjadinya kondisi Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi,
pasca trauma, tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
peradangan medula selama 1x20 menit frekuensi, kualitas,
spinal ditandai diharapkan tingkat nyeri intensitas nyeri
dengan ekpresi berkurang denga kriteria - Identifikasi skala
menahan rasa nyeri hasi: nyeri
skala nyeri 7 1. Keluhan nyeri - Identifikasi faktor
cukup menurun yang memperberat
(4) dan memperingan
2. Meringis cukup nyeri
menurun (4) - Identifikasi
3. Gelisah cukup pengetahuan tentang
menurun (4) nyeri
4. Kesulitan tidur - Monitor efek samping
cukup menurun penggunaan analgetik
(4) Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
peroide, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi m
eredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgesic secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
2 Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Edukasi Mobilisasi
fisik berhubungan L.05042 (I.12394)
dengan keterbatasan Setelah dilakukan Observasi
gerakan ekstremitas tindakan keperawatan - Identifikasi kesiapan
bawah, nyeri ditandai selama 1x20 menit dan kemampuan
dengan kekuatan otot diharapkan tingkat menerima informasi
bawah 3 pengetahuan membaik - Identifikasi indikasi
dengan kriteria hasil: dan kontraindikasi
1. Pergerakan mobilisasi
ekstremitas cukup - Monitor kemajuan
meningkat (4) pasien/keluarga dalam
2. Kekuatan otot melakukan mobilisasi
cukup meningkat Terapeutik
(4) - Persiapkan materi,
3. Rentang gerak media dan alat-alat
cukup meningkat seperti bantal, gait
(4) beit
- Jadwalkan waktu
pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
dengan pasien
- Berikan kesempatan
pasien untuk
bertanya
Edukasi
- Jelaskan prosedur,
tujuan, indikasi, dan
kontraindikasi
mobilisasi serta
dampak imobilisasi
- Ajarkan cara
mengidentifikasi
sarana dan prasarana
yang mendukung
untuk mobilisasi di
rumah
- Ajarkan cara
mengidentifikasi
kemampuan
mobilisasi (seperti
kekuatan otot dan
rentang gerak
- Demonstrasikan cara
mobilisasi di tempat
tidur (mis. Mekanika
tubuh, posisi pasien
digeser kearah
berlawanan dari arah
posisi yang akan
dimiringkan, tehnik-
tehnik memiringkan,
penempatan posisi
bantal sebagai
penyangga)
- Demonstrasikan cara
melatih rentang gerak
(mis. Gerakan
dilakukan dengan
berlahan, dimulai dari
kepala ke ekstremitas,
gerakkan semua
persendian sesuai
rentang normal, cara
melatih rentang gerak
pada sisi ekstremitas
yang parese dengan
menggunakan
ekstremitas yang
normal, frekuensi tiap
gerakan)
- Anjurkan
pasien/keluarga
meredomenstrasikan
mobilisasi miring
kanan/miring
kiri/latihan rentang
gerak sesuai yang
telah
didemonstrasikan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl/ Jam No. Implementasi Evaluasi


Dx
31/01/23 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
karakteristik, durasi, - Klien mengatakan nyeri
08.00
frekuensi, kualitas, bagian tulang belakang,
WIB
intensitas nyeri nyeri dirasakan saat
2. Mengidentifikasi skala nyeri melakukan aktivitas dan
3. Mengidentifikasi duduk terlalu lama
faktor yang - Klien mengatakan
memperberat dan mengerti cara
memperingan nyeri melakukan teknik
4. Mengidentifikasi relaksasi
pengetahuan tentang nyeri - Klien mengatakan tidak
5. Memonitor efek samping ada peningkatan rasa
penggunaan analgetik nyeri
6. Memberikan teknik O:
nonfarmakologis untuk - Klien tampak kesakitan
mengurangi rasa nyeri saat bergeser
7. Mengontrol lingkungan - Klien mampu
yang memperberat rasa mendemonstrasikan
nyeri teknik relaksasi
8. Mempertimbangkan jenis - Skala nyeri sedang
dan sumber nyeri dalam A : Masalah nyeri kronis
pemilihan strategi teratasi sebagian
meredakan nyeri
9. Menjelaskan penyebab, P : Intervensi dilanjutkan
peroide, dan pemicu nyeri 1. Mengidentifikasi lokasi,
10. Menjelaskan strategi karakteristik, durasi,
meredakan nyeri frekuensi, kualitas,
11. Menganjurkan memonitor intensitas nyeri
nyeri secara mandiri 2. Memberikan teknik
12. Menganjurkan nonfarmakologis untuk
menggunakan analgesic mengurangi rasa nyeri
secara tepat 3. Mengontrol lingkungan
13. Mengajarkan teknik yang memperberat rasa
nonfarmakologis untuk nyeri
mengurangi rasa nyeri 4. Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
5. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
6. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
01/02/23 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
karakteristik, durasi, - Klien mengatakan nyeri
15.30
frekuensi, kualitas, berkurang
WIB
intensitas nyeri - Klien mengatakan sudah
2. Memberikan teknik beristirahat dengan
nonfarmakologis untuk cukup
mengurangi rasa nyeri O:
3. Mengontrol lingkungan - Klien dapat
yang memperberat rasa mendemonstrasikan
nyeri teknik relaksasi
4. Mempertimbangkan jenis - Tidak ada peningkatan
dan sumber nyeri dalam nyeri
pemilihan strategi - Nyeri sedang
meredakan nyeri A : Masalah nyeri teratasi
5. Menganjurkan memonitor P : Intervensi dihntikan
nyeri secara mandiri
6. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

03/02/23 2 1. Mengidentifikasi kesiapan S:


dan kemampuan menerima - Klien mengatakan nyeri
informasi saat bergerak
16:00 2. Mengidentifikasi indikasi - Klien mengatakan sulit
WIB dan kontraindikasi untuk menggerakan
mobilisasi ekstremitas
3. Monitor kemajuan pasien O:
dalam melakukan mobilisasi - Fisik tampak lemah
4. Ajarkan cara - Gerakan tampak terbatas
mengidentifikasi sarana dan A : Masalah gangguan
prasarana yang mendukung mobilitas fiisik belum teratasi
untuk mobilisasi di rumah P : Intervensi dilanjutkan
5. Mengajarkan cara 1. Mengidentifikasi indikasi
mengidentifikasi dan kontraindikasi
kemampuan mobilisasi mobilisasi
6. Demonstrasikan cara 2. Monitor kemajuan pasien
mobilisasi di tempat tidur dalam melakukan
7. Demonstrasikan cara mobilisasi
melatih rentang 3. Mengajarkan
gerak mengidentifikasi
8. Anjurkan pasien/keluarga
meredomenstrasikan kemampuan mobilisasi
mobilisasi miring kanan 4. Demonstrasikan cara
miring kiri latihan rentang mobilisasi di tempat tidur
gerak sesuai yang telah 5. Demonstrasikan cara
didemonstrasikan melatih rentang gerak
6. Anjurkan pasien
meredemonstrasikan
mobilisasi dan rentang
gerak yang telah di
domenstrasikan

2 1. Mengidentifikasi kesiapan S:
dan kemampuan menerima - Klien mengatakan
15.00
informasi mampu menggerakkan
WIB
2. Mengidentifikasi indikasi ekstremitas
dan kontraindikasi - Klien mengatakan
mobilisasi mengerti cara mobilisasi
3. Monitor kemajuan pasien O:
dalam melakukan - Klien mampu
mobilisasi mendemonstrasikan cara
4. Ajarkan cara mobilisasi dan rentang
mengidentifikasi sarana dan gerak
prasarana yang mendukung - Kekuatan otot
untuk mobilisasi di rumah meningkat
5. Mengajarkan cara A : Masalah gangguan
mengidentifikasi mobilitas fisik teratasi sebagian
kemampuan mobilisasi P : Intervensi dihentikan
6. Demonstrasikan cara
mobilisasi di tempat tidur
7. Demonstrasikan cara
melatih rentang
gerak
8. Anjurkan pasien/keluarga
meredomenstrasikan
mobilisasi miring kanan
miring kiri latihan rentang
gerak sesuai yang telah
didemonstrasikan

You might also like