You are on page 1of 3

Nama kelompok : Murni Puji Hastuti

: Novia Bela

: Ayu Lestari

: Rani Saputri

Pelajaran : Agama Islam

Kasusu kawin kontrak , bagaimana hukum nya islam

Kawin kontrak atau nikah mut'ah menjadi fenomena yang masih berlangsung hingga saat ini. Baru-baru
ini, polisi dan jajaran pemerintah daerah Bogor berhasil menguak praktik kawin kontrak di lokasi di
Puncak Bogor dan menetapkan beberapa tersangka.

Pada dasarnya, pernikahan dalam Islam adalah sesuatu yang halal dan bahkan disunahkan. Namun,
pernikahan itu sendiri memiliki syarat sah dan rukun nikah agar tidak terjerumus dalam kekeliruan dan
kedzaliman dalam pernikahan.

Lalu, bagaimana dengan nikah mut'ah?

Dalam buku berjudul "Mistik, Seks, dan Ibadah", cendekiawan yang juga pakar tafsir Alquran Prof
Quraish Shihab menjelaskan, bahwa mut'ah dalam pengertian bahasa adalah kenikmatan, kesenangan
dan kelezatan. Sementara nikah mut'ah didefinisikan sebagai pernikahan dengan menetapkan batas
waktu tertentu, hari atau bulan yang disepakati calon suami istri. Jika batas waktu itu berakhir, maka
secara otomatis perceraian terjadi.

Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait Nikah Mut'ah ini?

Dalam sejarahnya, nikah mut'ah pernah diperbolehkan pada masa awal Islam karena situasi darurat. DR.
Ahmad Nahrawi Abdus Salam dalam buku berjudul "Ensiklopedia Imam Syafi'i" menyebutkan, bahwa
nikah mu'tah kemudian dilarang dan larangan itu sudah menjadi ijma' ulama.

Dikutip dari buku berjudul "Serial Hadits Nikah 2 Cinta Terlarang" oleh Firman Arifandi, Lc., MA, Imam
An Nawawi menjelaskan dalam Al Minhaj, bahwa nikah mut'ah pernah diperbolehkan dan kemudian
dilarang hingga hari akhir. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Salamah bin Al Akwa' berkata,
"Rasulullah saw memberi keringanan pada kami dalam masalah mut'ah wanita-wanita pada tahun
Authos selama tiga hari, kemudian beliau melarangnya."

Dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmizy, Abdullah bin Abbas ra mengatakan bahwa nikah mut'ah
pernah dibolehkan di awal-awal pensyariatan. Saat itu, seseorang yang mengembara di suatu negeri
tanpa memiliki pengetahuan berapa lama akan tinggal, lalu dia menikah dengan seorang wanita sekadar
masa bermukim di negeri itu, istrinya itu memelihara hartanya dan mengurusinya, hingga turunnya ayat
yang berbunyi: orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya dan budaknya.

Nikah mut'ah pernah diperbolehkan karena masyarakat Islam saat itu masih dalam masa transisi dari
zaman jahiliyah kepada Islam. Akan tetapi, Rasulullah saw kemudian melarang praktik nikah mut'ah. Hal
ini juga ditegaskan dalam Fathul Bari, Ibnu hajar Al Asqalani menjelaskan, bahwa pernikahan mut'ah
praktiknya seperti nikah kontrak, yang mana hukum kebolehannya sudah termansukh atau terhapus.

Dari Ar-Rabi' bin Sabrah Al-Juhani berkata, bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah saw
bersabda, "Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah swt
telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR. Muslim).

Karena itulah, para ulama dari seluruh mazhab pun sepakat bahwa nikah mut'ah hukumnya haram dan
memasukannya dalam jenis pernikahan yang bathil. Bahkan, pelaku nikah disamakan dengan pezina.
Sahabat Nabi saw, Umar bin Khattab, menganggap nikah mut'ah sebagai sebuah kemungkaran. Selain
itu, pelakunya diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.

Di zaman sekarang, nikah mut'ah semakin jelas akan keharamannya. Sebab, jika ditinjau dari perspektif
rukunnya, nikah mut'ah dipandang bathil karena ketiadaan saksi, wali, dan pembatasan masa nikah yang
menjadikan nikah tidak sah. Kalau pun ada saksi dan wali, tidak jarang para pelakunya adalah palsu.
Quraish Shihab juga mengatakan, bahwa nikah mut'ah tidak sejalan dengan tujuan perkawinan yang
diharapkan Alquran. Dalam hal ini, suatu pernikahan tentunya diharapkan langgeng, sehidup dan semati,
bahkan sampai hari kiamat.

Kendati demikian, ia menyebut bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama Sunni dan Syiah
terkait nikah mut'ah ini. Dalih bahwa Umar bin Khattab lah yang melarang nikah mut'ah dijadikan
pegangan oleh ulama Syiah untuk membolehkan nikah mut'ah. Sementara ulama Sunni melarang nikah
mut'ah, namun tetap membedakannya dengan perzinahan. Akan tetapi, Quraish Shihab juga menyebut
tidak sedikit ulama Syiah yang tidak menganjurkan mut'ah, karena dapat merugikan kaum wanita.
Di Indonesia, Dewan Pimpinan MUI sudah mengeluarkan fatwa terkait kawin kontrak Sejak 25 Oktober
1997 silam. Dalam fatwanya, MUI memutuskan bahwa nikah kontrak atau mut'ah hukumnya haram.

Tangapan kami tentang nikah kontrak :

tidak setuju karena dalam aturan islam sudah dikatakan bahwa Kawin kontrak tidak diizinkan dalam
Islam karena hukumnya tidak sah. "Kawin kontrak menurut Mazhab Syafii tidak sah. Karena tidak sah,
maka tidak diperbolehkan. Hanya dalam kalangan Syiah, kawin kontrak itu sah,"

implikasi dari kawin kontrak tersebut, yang mudhoratnya (dampak negatifnya) lebih besar ketimbang
manfaat. Seperti tidak menghargai peran negara, merusak martabat dan moralitas perempuan, nasab
anak yang terabaikan, menyebarkan penyakit serta merusak niat pernikahan.

You might also like