You are on page 1of 32
TAHUN : 2015 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFFICIENCY SYNDROME (AIDS) KOTA CILEGON Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, . bahwa Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia serta merupakan penyakit menular yang dapat menyebar melalui perilaku berisiko schingga dapat mengancam dan membahayakan masyarakat yang sebenarnya dapat dicegah; . bahwa penularan HIV di Kota Cilegon semakin meluas tanpa mengenal status sosial dan usia, sehingga memerlukan penanggulangan secara__lintas—sektor, _sistematis, komprehensif, partisipatif dan berkesinambungan; . bahwa tujuan penanggulangan HIV dan AIDS adalah menurunkan jumlah kasus HIV (zero new infection), menurunkan diskriminasi (zero discrimination), menurunkan angka kematian (zero AIDS related deaths) serta meningkatkan kualitas hidup ODHA; |. bahwa berdasarkan pertimbangan scbagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, peru menetapkan Peraturan Walikota tentang Penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Syndrome (AIDS) Kota Cilegon; . Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Dacrah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828); 2. Undang a 10. -2- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); . Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, ‘Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, tentang Keschatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), scbagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di ‘Tempat Kerja; Peraturan Menteri Koordinator Kescjahteraan Rakyat Nomor 02/PER/MENKO/KESRA/1/2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika dan Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik; 11. Peraturan ... Menetapkan 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan — Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah; 12, Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 ‘Tahun 2013, tentang Penanggulangan HIV dan AIDS; MEMUTUSKAN: : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFFICIENCY SYNDROME (AIDS) KOTA CILEGON. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1, Daerah adalah Kota Cilegon, 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Cilegon sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Kota Cilegon. 3. Kepala Daerah adalah Walikota Cilegon. 4. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Walikota Cilegon. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang sclanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Dacrah dan Lembaga Teknis Daerah. 6. SKPD Terkait adalah SKPD yang masuk di dalam Surat Keputusan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cilegon. 7. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cilegon yang sclanjutnya disingkat KPA Kota Cilegon adalah Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cilegon. 8. Penanggulangan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, penanganan dan rehabilitasi. 9. Pencegahan ... 10. 11, 12. 13. 14. 15. 16. 17. Pencegahan adalah upaya memutuskan mata rantai penularan HIV di masyarakat baik pada kelompok beresiko tinggi maupun masyarakat umum. Penanganan adalah serangkaian upaya berkesinambungan untuk merawat, mengobati, mendukung orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Rehabilitasi adalah serangkaian upaya pemulihan kondisi psikologi, fisik dan sosial orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Kelompok beresike tinggi adalah pengguna narkotika suntik, pekerja seks langsung dan tidak langsung, pelanggan atau pasangannya, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan dan rumah tahanan, ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya, pencrima darah, penerima organ atau jaringan tubuh dari pendonor dan tenaga keschatan. Human. Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjadi penyakit infeksi. Aqquired Immuno Deficiency Syndrome yang. selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya disingkat IMS adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang terutama ditularkan lewat hubungan seksual. Konseling Testing Sukarela/ Voluntary Conselling and Testing yang sclanjutnya disingkat KTS/VCT adalah kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium dimana tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent (surat persctujuan setelah mendapatkan penjelasan _lengkap dan benar). Mobile VCT merupakan model layanan tes HIV dengan penjangkauan dan keliling. 18. Perawatan ... 18. 19, 20. 21. 22 Perawatan Dukungan dan Pengobatan/Care Support and Treatment yang selanjutnya disingkat PDP/CST adalah kegiatan perawatan dukungan dan pengobatan yang diberikan kepada ODHA sebagai upaya pencegahan dan pengobatan. Skrining HIV atau Sero-surveilans HIV adalah suatu cara untuk mengetahui besarnya masalah dengan melakukan pengumpulan data yang sistematik dan terus menerus terhadap distribusi dan tren/kecenderungan infeksi HIV untuk melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan infeksi HIV dan penyakit terkait lainnya. Surveilans IMS adalah suatu cara untuk mengetahui besarnya masalah dengan melakukan pengumpulan data yang sistematik dan terus menerus terhadap distribusi dan tren/kecenderungan infeksi menular seksual untuk melakukan. tindakan pencegahan dan pemberantasan [MS dan penyakit terkait lainnya. Surveilans perilaku adalah kegiatan pengumpulan data tentang perilaku yang berkaitan dengan masalah HIV dan AIDS dan dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang besaran masalah dan kecenderungannya untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS. Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki Pengetahuan Komprehensif tentang HIV dan AIDS yaitu persentase penduduk usia 15-24 tahun yang menjawab dengan benar 5 pertanyaan sebagai berikut: a. Bisakah seseorang mengurangi resiko tertular HIV dengan cara menggunakan kondom dengan benar setiap kali melakukan hubungan seks? b. Apakah dengan saling setia pada pasangan dapat mengurangi resiko tertular HIV? c. Bisakah seseorang tertular HIV dengan cara menggunakan alat makan atau minum sccara bergantian dengan orang yang sudah terinfeksi HIV? d. Bisakah sescorang tertular virus HIV melalui gigitan nyamuk/ serangga? ©. Dapatkah anda mengetahui seseorang sudah terinfeksi HIV hanya dengan melihatnya? 23. Orang ... 23. 24. 25. 26, a7. 28. 29, 30. aga Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada gejala maupun yang sudah ada gejala penyakit penyerta/ikutan. Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat OHIDHA adalah orang, badan atau anggota keluarga yang hidup bersama dengan ODHA dan memberikan perhatian kepada mereka. Kewaspadaan Universal adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga keschatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang selanjutnya disingkat NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi __seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Napza suntik adalah napza yang dalam penggunaannya melalui suntikan ke dalam pembuluh darah sehingga dapat menularkan HIV dan AIDS. Unlinked Anonymous adalah metode testing HIV yang dilakukan sccara tanpa nama (anonim) dengan cara identitas dari spesimen dihilangkan schingga tidak dapat dikaitkan dengan pemilik spesimen tersebut (dijamin kerahasiaannya) Mandatory HIV Test adalah tes HIV disertai dengan identitas Klien tanpa disertai konseling sebelum tes dan tanpa persetujuan klien. ‘Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling selanjutnya disingkat TIPK atau PITC (Provider Initiatif Testing and Conselling) adalah tes HIV dan konseling yang dilakukan kepada sescorang untuk kepada sescorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan. 81. Pencegahan . 31 32, 33. 34, 35. 36. Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak yang selanjutnya di singkat PPIA atau Preventif Mother To Child Transmition yang selanjutnya disingkat PMTCT adalah program pencegahan penularan pada ibu hamil positif kepada bayinya. Layanan Komprehensif Berkesinambungan HIV-AIDS dan IMS yang selanjutnya disingkat LKB-HIV-AIDS dan IMS adalah pelayanan HIV-AIDS dan IMS meliputi pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif dengan imelibatkan seluruh sektor terkait, Civil Society Organization termasuk swasta dan masyarakat, kader, LSM, kelompok dampingan sebaya, ODHA, keluarga, PKK, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Hubungan seks berisiko adalah setiap orang laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti atau dengan yang berganti-ganti pasangan atau dilakukan antar orang dalam kelompok rentan, kelompok berisiko dan kelompok tertular. Sistem Informasi HIV dan AIDS yang sclanjutnya disingkat SIHA adalah sistem pencatatan dan pelaporan kasus HIV-AIDS dan IMS dengan menggunakan software komputer. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Stigmatisasi adalah sikap merendahkan sescorang atau kelompok yang memiliki atribut schingga dapat menyebabkan pandangan masyarakat yang buruk pada seseorang atau kelompok tertentu. BAB . -8- BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan asas: a b. kemanusiaan; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; kepastian hukum; kebersamaan; terpadu; kesetaraan gender; berkesinambungan; sukarela; dan rahasia. Pasal 3 Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk: a b. c menurunkan jumlah kasus HIV (zero new infection); menurunkan diskriminasi (zero discrimination); menurunkan angka kematian (zero AIDS related deaths); meningkatkan kualitas hidup ODHA; memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan yang cukup, aman, bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga mampu menanggulangi penularan HIV dan AIDS; melindungi masyarakat dan memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS; dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat. BAB ... BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS. Bagian Kesatu Kebijakan Pasal 4 (1) Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan secara_ berkesinambungan, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi untuk menghasilkan program yang berkelanjutan dalam bentuk Layanan Komprehensif Berkesinambungan HIV-AIDS dan IMS (LKB HIV-AIDS dan IMS). (2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang terkait dalam Penanggulangan HIV-AIDS dan berkoordinasi dengan KPA Kota Cilegon, Instansi Pemerintah, masyarakat atau Lembaga Lainnya. Bagian Kedua Strategi Pasal 5 Strategi Pemerintah Dacrah dalam Penanggulangan HIV dan AIDS meliputi: a. Peningkatan sumberdaya manusia yang terkait dalam penanggulangan HIV dan AIDS dan kerjasama lintas batas wilayah; b. Peningkatan dan perluasan cakupan pencegahan; c. Peningkatan dan perluasan cakupan pelayanan untuk perawatan, dukungan dan pengobatan; d. Pengurangan dampak negatif dari epidemi dengan meningkatkan akses ke program mitigasi sosial; ¢. Penguatan kemitraan, sistem kesehatan dan sistem masyarakat; f Peningkatan dan mobilisasi dana; g. Pengembangan intervensi struktural; h. Penerapan .. -10- h. Penerapan perencanaan, prioritas dan implementasi program berbasis data; i, Peningkatan koordinasi antar SKPD dan atau lembaga lain yang terkait dalam penanggulangan HIV dan AIDS; j. Pengurangan dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat; k, Memberikan layanan serta akses komunikasi, informasi dan edukasi yang benar kepada masyarakat tentang HIV dan AIDS; 1. Pengawasan pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan standar pelayanan minimum; m. Kebijakan dalam sistim rujukan; dan n. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga keschatan, konselor, dan komponen masyarakat dalam upaya penanggulangan yang = memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS. BAB IV PENANGGULANGAN, PROMOSI, PENCEGAHAN HIV DAN AIDS Bagian Kesatu Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 6 (1) Kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan melalui: a, promosi keschatan; b. pencegahan penularan HIV; c. konseling tes sukarela atau VCT, dan TIPK (Tes HIV Inisiatif Petugas Kesehatan) atau PITC; d. pengobatan, perawatan dan dukungan atau CST; ¢. rehabilitasi; dan f. pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan kasus HIV dan AIDS serta IMS. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disclenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat. (9) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk layanan komprehensif dan berkesinambungan. (4) Layanan ... eae (4) Layanan Komprehensif dan berkesinambungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) merupakan upaya yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang dilakukan secara paripurna mulai dari rumah, masyarakat sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan. Bagian Kedua Promosi Kesehatan Pasal 7 (1) Promosi kesehatan ditujukan untuk — meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi, (2) Promosi keschatan scbagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana, pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya serta didukung kebijakan publik. (8) Promosi kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang sudah terlatih. (4) Sasaran promosi keschatan meliputi pembuat kebijakan, scktor swasta, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. (©) Masyarakat scbagaimana dimaksud pada ayat (4) diutamakan pada populasi sasaran dan populasi kunci. (6) Populasi sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan populasi yang menjadi sasaran program. (7) Populasi kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi: a. pengguna napza suntik; b. wanita pekerja seks (WPS) langsung maupun tidak langsung; c. pelanggan/pasangan scks WPS; d. gay, waria, dan laki-laki pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki-laki; dan ©. wargabinaan Lapas/Rutan. Pasal ... -12- Pasal 8 (1) Promosikesehatan dapat dilakukan _terintegrasi, komprehensif, berkesinambungan dengan _pelayanan kesehatan maupun program promosi kesehatan lainnya, (2) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. iklan layanan masyarakat; b. sosialisasi penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko penularan penyakit; ¢. promosi kesehatan pada penduduk usia 15-24 tahun; d. peningkatan kapas’ dalam promosi_pencegahan penyalahgunaan napza dan penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan yang terlatih; dan ©. program promosi kesehatan lainnya. (8) Promosi keschatan yang terintegrasi pada pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada pelayanan: a, kesehatan peduli remaja; b. kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; ¢. pemeriksaan asuhan antenatal; d. infeksi menular seksual; . rehabilitasi napza; dan f tuberkulosis. Pasal 9 Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib memberikan informasi atau penyuluhan secara__berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua karyawannya. Bagian Ketiga Pencegahan Penularan HIV Pasal 10 (1) Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola hidup aman dan tidak berisiko. (2) Pencegahan .. (2) -13- Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya : a, pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual; b. pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan c. pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya. Paragraf Kesatu Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual @ 2) 3) @) 6) Pasal 11 Pencegahan penularan HIV melalui hubungan scksual merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang ditularkan ‘sual. melalui hubungan Pencegahan penularan HIV melalui hubungan scksual dilaksanakan terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual berisiko. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan dengan melalui kegiatan yang terintegrasi meliputis a. peningkatan peran pemangku kepentingan; b. intervensi perubahan perilaku; ©. manajemen — pasokan —_—perbekalan —_—esehatan pencegahan; dan d. penatalaksanaan IMS, Peningkatan peran pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk menciptakan tatanan sosial di lingkungan populasi kunci yang kondusif. Intervensi perubahan perilaku scbagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditujukan untuk memberi pemahaman dan mengubah perilaku kelompok secara kolektif dan perilaku setiap individu dalam kelompok sehingga kerentanan terhadap HIV berkurang. (6) Manajemen ... 6) 4 Q ) 8) 4) 6) © 14s Manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c ditujukan untuk menjamin tersedianya perbekalan kesehatan pencegahan yang bermutu dan terjangkau, Penatalaksanaan IMS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d ditujukan untuk menyembuhkan IMS pada individu dengan memutus mata rantai penularan IMS melalui penyediaan pelayanan diagnosis dan pengobatan serta konseling perubahan perilaku. Pasal 12 Pencegahan penularan HIV melalui hubungan scksual dilakuken melalui upaya: a. tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia), b. setia dengan pasangan (Be Faithful ©. menggunakan kondom secara konsisten(Condom use} d. menghindari penyalahgunaan obat/ zat adiktif (no Drug; e. meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati IMS sedini mungkin (Education), dan £ melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi ‘Tidak melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan bagi orang yang belum menikah. Setia dengan pasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV. Menggunakan kondom secara__konsisten sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf c berarti selalu menggunakan kondom bila berhubungan seksual pada penyimpangan terhadap ketentuan ayat (1) huruf a dan huruf b serta hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV dan/atau IMS. Sctiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan. Setiap orang yang melakukan hubungan seksual berisiko wajib melakukanupaya pencegahan dengan memakai kondom. Paragrat .. 15s Paragraf Kedua Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Non Seksual qa) (2) (3) (4) 6) a) Pasal 13 Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non scksual ditujukan untuk mencegah penularan HIV melalui darah. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. uji saring darah pendonor; b. pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh; dan c. pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik. Uji saring darah pendonor scbagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakwkan dengan penggunaan peralatan steril dan mematuhi standar_—prosedur —_operasional _serta memperhatikan kewaspadaan umum (universal precaution). Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a, program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan _perilaku serta dukungan psikososial; b. mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiat menjalani program terapi rumatan; ©, mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan penularan seksual; dan d. layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/ imunisasi hepatitis. Pasal 14 Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV agar tidak mendonorkan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya kepada orang lain, (2) Setiap ... es (2) Setiap orang yang melakukan skrining darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya wajib mentaati standar prosedur skrining. (3) Sctiap orang dilarang meneruskan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya yang terinfeksi HIV kepada calon penerima donor. Pasal 15, Sctiap orang yang menggunakan jarum suntik, jarum tato, atau jarum akupuntur pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang, lain wajib menggunakan jarum steril. Paragraf Ketiga Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya Pasal 16 Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan yang meliputi: a, pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif; b. pencegahan kchamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV; c. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya; dan d. pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya. Pasal 17 (1) Terhadap ibu hamil yang memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi keschatan dan pencegahan penularan HIV. (2) Pencegahan penularan HIV terhadap ibu hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling. (8) Tes dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin saat pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan pada: a. semua ibu hamil yang tinggal di daerah dengan epidemi meluas dan terkonsentrasi; atau b. ibu hamil dengan keluhan keluhan IMS dan tuberkulosis di daerah epidemi rendah. Pasal ... -17- Pasal 18 (1) Ibu hamil dengan HIV dan AIDS serta keluarganya harus diberikan konseling mengenai: a. pemberian ARV kepada ibu; b. pilihan cara persalinan; c. pilihan pemberian ASI eksklusif kepada bayi hingga usia © bulan atau pemberian susu formula yang dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable,and safe}, d. pemberian susu formula dan makanan tambahan kepada bayi setelah usia 6 bulan; e. pemberian profilaksis ARV dan_ kotrimoksasol pada anak; dan f. pemeriksaan HIV pada anak. (2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bagian dari standar perawatan bagi ibu hamil yang didiagnosis terinfeksi HIV. (3) Konseling pemberian ASI dan pemberian makanan tambahan kepada bayi setelah usia 6 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ¢ dan huruf d disertai dengan informasi pemberian imunisasi, serta perawatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita yang benar. Pasal 19 Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes HIV (DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan) minggu dan di ulang tes HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke atas. Bagian Keempat Konseling Tes Sukarela HIV atau VCT/RTS dan PITC/TIPK Paragraf Kesatu Pemeriksaan diagnosis HIV Pasal 20 (1) Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV. (2) Pemeriksaan ... (2) (3) a) (2) (3) () (2) -18- Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling,pencatatan, pelaporan dan rujukan. Prinsip konfidensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada a. yang bersangkutan; b. tenaga kesehatan yang menangani; c. keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap; d. pasangan seksual; dan c. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 21 Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui VCT/KTS atau PITC/TIPK. Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan persetujuan pasien, Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal: a. penugasan, tertentu dalam kedinasan tentara/ polisi; b. keadaan gawat = darurat’ «ss medis._ untuk —_tujuan pengobatan pada pasien yang seca LKlinis telah menunjukan gejala yang mengarah kepada AIDS; dan ©. permintaan pihak ~—-yang_—berwenang _sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan. Pasal 22 KTS dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: a. konseling pra tes; b. tes HIV; dan . konseling pasca tes. KTS hanya dilakukan dalam hal pasien memberikan persetujuan secara tertulis. (3) Konseling ... S196 (3) Konseling pra tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat dilaksanakan bersama pasangan (couple counseling) atau dalam kelompok (group counseling). (4) Konseling pasca tes scbagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus dilakukan tatap muka dengan tenaga kesehatan atau konselor terlatih. (5) Sctiap orang dapat meminta tes HIV di sarana pelayanan keschatan yang memiliki fasilitas pelayanan tes HIV. (6) Tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dan diakhiri dengan konseling. (7) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibcrikan olch seorang konselor yang sudah dilatih. (8) Konseling wajib diberikan pada sctiap orang yang telah melakukan tesHIV. (9) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Konseling pribadi, konscling berpasangan, —_konseling kepatuhan, konscling perubahan perilaku, pencegahan penularan termasulk infeksi HIV berulang atau infcksi silang, atau konseling perbaikan kondisi keschatan,keschatan reproduksi dan keluarga berencana. (10) Konseling scbagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan olch konselor terlatih, (11) Konselor terlatih sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat merupakan tenaga kesehatan maupun tenaga non keschatan. (12) Tata cara pengangkatan konselor dilaksanakan berdasar pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pasal 23 (1) TIPK dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: a. pembcrian informasi tentang HIV dan AIDS sebelum tes; b. pengambilan darah untuk tes; ©. penyampaian hasil tes; dan d. konseling. (2) Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak secara tertulis. (3) TIPK... (3) @ 6) (6) =20- ‘TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi: a. sctiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan keschatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS; b. asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin; c. bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV; d. anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi diwilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang tidak menunjukan respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adckuat; dan c. laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi_ sebagai tindakan pencegahan HIV. Pada wilayah epidemi meluas, TIPK harus dianjurkan pada semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan keschatan sebagai bagian dari standar pelayanan. TIPK sebagai standar pelayanan pada epidemi meluas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) __terutama disclenggarakan pada fasilitas pelayanan keschatan yang: a. menyelenggarakan pelayanan medis rawat jalan dan rawat inap. b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan pemeriksaan ibu hamil,persalinan dan nifas; cc. memberikan pelayanan kesehatan populasi dengan risiko tinggi; d. memberikan pelayanan keschatan anak di bawah 10 tahun; ¢, menyelenggarakan pelayanan bedah; f memberikan pelayanan keschatan remaja; dan g memberikan pelayanan keschatan reproduksi, termasuk keluarga berencana, Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan TIPK scbagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memiliki kemampuan untuk memberikan paket __ pelayanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV dan AIDS. (7) Pada .. ”) (8) q) (2) (3) a) (2) -21- Pada wilayah cpidemi terkonsentrasi dan epidemi rendah, TIPK dilakukan pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang memperlihatkan tanda dan _—gejala_—_-yang mengindikasikan infeksi HIV, termasuk tuberkulosis, serta anak dengan riwayat terpapar HIV pada masa perinatal, pada pemerkosaan dan kekerasan seksual lain. TIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terutama diselenggarakan pada: a. pelayanan IMS; b. pelayanan keschatan bagi populasi kunci/orang yang berperilaku risiko tinggi; c. fasilitas pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan ibu hamil, persalinan dan nifas; dan d. pelayanan tuberculosis. Pasal 24 Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih, Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium scbagaimana dimaksud pada ayat (1), bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes HIV. Tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RD) atau EIA (Enzyme Immuno Assay). Pasal 25 Tes HIV pada darah pendonor, produk darah dan organ tubuh dilakukan untuk mencegah penularan HIV melalui transfusi darah dan produk darah serta transplantasi organ tubuh, ‘Tindakan pengamanan darah pendonor, produk darah dan organ tubuh terhadap penularan HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan uji_ saring darah/organ tubuh pendonor dan konseling pasca uji saring darah. Sebelum dilakukan pengambilan darah pendonor, diberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan uji saring darah dan permintaan persetujuan uji saring (informed consend), (4) Persetujuan .. (4) ©) (o) (7 a 2) (3) (a 6) ~22- Persetujuan uji saring (informed consent) pada ayat (3) berisi pernyataan persetujuan pemusnahan darah dan persetujuan untuk dirujuk ke fasilitas pelayanan keschatan apabila hasil uji saring darah reaktif. Uji saring darah pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standard yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal hasil uji saring darah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) reaktif, maka Unit ‘Transfusi Darah harus melakukan pemeriksaan ulang. Dalam hal hasil pemeriksaan lang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tetap reaktif, Unit Transfusi Darah harus memberikan surat pemberitahuan kepada pendonor disertai dengan anjuran untuk melakukan konseling pasca uji saring darah. Paragraf Kedua ‘Tenaga Kesehatan Pasal 26 Tenaga Kesehatan di sarana pelayanan keschatan dapat menganjurkan ‘Tes HIV kepada pasien yang dirawatnya dengan cara konseling (PITC) pada awal dan diakhir. Dalam hal pasien menyetujui untuk melakukan Tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan persetujuan tertulis setelah memperoleh penjclasan yang memadai tentang HIV dan AIDS. Pasien berhak menolak dilakukannya Tes HIV scbagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2). Setiap petugas yang melakukan tes HIV untuk keperluan surveilans dan skrining pada darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan wajib melakukan dengan cara unlinked anonymous. Sctiap petugas yang melakukan tes HIV untuk keperluan pengobatan, dukungan dan pencegahan serta penularan dari ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan tes sukarela melalui konseling scbelum dan sesudah tes. (©) Dalam ... 6) 7) (8) 2) -23- Dalam keadaan khusus yang tidak memungkinkan Konseling scbagaimana dimaksud pada ayat (2), petugas melaksanakan tes HIV melalui konseling dengan keluarganya. Setiap orang yang karcna pekerjaannya atau sebab apapun mengetahui dan memiliki informasi status HIV sescorang wajib merahasiakanya. ‘Tenaga keschatan atau konsclor dengan persetujuan ODHA dapat membuka informasi kepada pasangan scksualnya dalam hal: odha yang tidak mampu menyampaikan statusnya setelah mendapat konseling yang cukup; a. ada indikasi telah terjadi penularan pada pasangan seksualnya; dan b. untuk kepentingan pemberian pengobatan, pcrawatan, dan dukungan pada pasangan scksualnya, (10) Dalam hal ‘Tes HIV menunjukan hasil reaktif (positif), tenaga Q (2) (3) (4) kesehatan dapat memberikan rujukan Paragraf Ketiga Sarana Kesehatan Pasal 27 Sctiap sarana pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas ‘Tes HIV wajib memiliki konselor. Sctiap sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan penapisan HIV dan penyakit lain yang dapat menular melalui produk donor seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis terhadap produk donor. Dalam hal Tes HIV terhadap produk donor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan hasil reaktif/positif HIV, sarana pelayanan kesehatan tersebut _harus menganjurkan kepada pendonor mengikuti konseling dan Tes HIV. Sarana Pelayanan Kesehatan dilarang menggunakan produk donor sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Sarana ... -24- (5) Sarana Pelayanan Kesehatan wajib memusnahkan produk donor scbagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Tata cara pemusnahan produk donor scbagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 28 (1) Tes HIV tidak bolch digunakan sebagai: a, prasyarat untuk suatu proses rekruitmen, kelanjutan status pekerja/buruh atau sebagai kewajiban tes kesehatan rutin; atau b. prasyarat untuk melanjutkan pendidikan, (2) Pengawasan dan penegakan ketentuan pada ayat (1) dilakukan oleh dinas terkait. Bagian Kelima Pengobatan, Perawatan dan Dukungan atau CST Pasal 29 (1) Penanganan terhadap setiap orang yang terinfeksi HIV dan AIDS dilakukan pendekatan sebagai berikut. a. medis dan klinis; b. psikologis; ©. sosial; d. ckonomi; dan ¢. berbasis komunitas. (2) Penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf b dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan layanan penunjang milik Pemerintah Daerah atau Swasta. (3) Penanganan scbagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dilakukan di rumah atau di komunitas. Pasal ... aM a) (2) (3) -25- Pasal 30 Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan HIV dan AIDS menycdiakan sarana dan prasarana berupa: a, pendukung perawatan, dukungan dan pengobatan; b. pengadaan obat anti retroviral; c. obat anti infeksi oportunistik; d. obat co-infeksi; dan e. obat IMS, Ketersediaan sarana dan prasarana scbagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bermutu dan terjangkau olch seluruh lapisan masyarakat. Bagian Kelima Rehabilitasi Pasal 31 Rehabilitasi dimaksud untuk = memulihkan dan mengembangkan ODHA dan OHIDHA yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara normatif atau wajar. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, kreatif baik dalam keluarga dan masyarakat. Rehabilitasi scbagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk: a. bimbingan mental spiritual keagamaan, bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut serta serta perawatan dan pengasuhan; b. pembinaan dan kewirausahaan; c. pendampingan; d. motivasi dan diagnosa psikososial; ¢, pelayanan aksesibilitas; f. bantuan dan asistensi sosial; dan g. Tujukan. Bagian ... -26- Bagian Keenam Pengembangan Sistem Pencatatan dan Pelaporan. Kasus HIV AIDS serta IMS Pasal 32 Sistem pencatatan dan pelaporan HIV sudah berkembang dengan system online menggunakan SIHA (Sistem Informasi HIV-AIDS), level pengguna aplikasi SIHA adalah, sebagai berikut: a, administrator; b. dinas keschatan Propinsi; c. dinas kesehatan Kabupaten/Kota; dan d. unit pelayanan keschatan (Rumah Sakit/Puskesmas). BAB V KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Pembentukan: Pasal 33 (1) Pemerintah Daerah melakukan Penanggulangan HIV dan AIDS. (2) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui program SKPD terkait. Pasal 34 (1) Untuk mengefektifkan upaya Penanggulangan HIV dan AIDS secara terpadu dan terkoordinasi Walikota membentuk KPA Kota. (2) Keanggotaan KPA Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Sektor Usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas dan tata kerja KPA Kota diatur dengan Keputusan Walikota. BAB... -27- BAB VI HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Pasal 36. Setiap orang berhak: a. memperoleh informasi yang benar mengenai HIV dan AIDS; b. mendapat perlindungan dari penularan HIV dan AIDS; dan c. setiap orang yang menggunakan jasa yang berhubungan dengan pisau cukur, alat suntik dan jarum akupuntur berhak mendapatkan alat tersebut dalam keadaan steril. Pasal 37 Setiap orang wajib: a. menghindari perilaku berisiko tertular atau menularkan HIV; b, menghargai hak asasi manusia ODHA dan OHIDHA; c. menghormati kerahasiaan status HIV seseorang untuk menghindari terjadinya perlakuan tidak menyenangkan, diskriminasi, atau stigmatisasi, kecuali ada izin secara lisan atau tertulis dari ODHA untuk membuka status HIV; d. ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib ditawarkan untuk melakukan konseling di Klinik VCT; ¢. ibu hamil dengan keluhan IMS ([nfeksi Menular Seksual) atau dengan TB Paru wajib melaksanakan konseling di klinik VCT; f melaksanakan skrining sesuai dengan prosedur dan standar keschatan yang baku bagi kegiatan dan perilaku yang berpotensi menimbulkan penularan HIV dan AIDS; dan g- setiap orang yang beresiko tinggi terjadi penularan IMS, HIV dan AIDS wajib memeriksakan kesehatannya secara rutin, Pasal 38 (1) petugas kesehatan melakukan test HIV dan AIDS untuk keperluan surveilans wajib melakukannya dengan cara unlinked anonymous. (2) sctiap petugas kesehatan wajib melakukan konseling dasar dan/atau konseling atas inisiatif petugas. (3) setiap ... -28- (3) setiap orang yang karena pekerjaan dan atau jabatannya atau sebab lainnya mengetahui dan memiliki informasi status HIV dan AIDS seseorang dapat merahasiakannya kecuali untuk kepentingan medis atau dengan persetujuan penderita, (4) penyedia layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada ODHA dan OHIDHA tanpa diskriminasi. (5) sctiap petugas kesehatan wajib melaksanaken standar kewaspadaan universal dalam setiap tindakan medis. Pasal 39 Sctiap ODHA berhak: a, mendapat akses pelayanan keschatan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan; b. menjaga kerahasiaan status HIV dan AIDS-nya untuk menghindari perlakuan tidak menyenangkan, diskriminasi, atau stigmatisasi; dan ¢. dilindungi hak-hak sipilnya serta bebas dari diskriminasi dan stigmatisasi, Pasal 40 Setiap ODHA wajil a. mengikuti program perawatan, dukungan dan pengobatan; b. membuka status HIV-nya kepada pihak yang berkepentingan; dan c. mencegah penularan HIV dari dirinya kepada orang lain. Pasal 41 (1) setiap pemilik dan atau pengelola tempat hiburan atau sejenisnya yang menjadi tempat orang beresiko tinggi, wajib mendata pekerja yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilakukan pemeriksaan skrining HIV dan AIDS oleh petugas keschatan secara berkala. (2) setiap pemilik dan atau pengelola tempat hiburan atau sejenisnya yang menjadi tempat orang beresiko tinggi, wajib membcrikan informasi atau penyuluhan secara_berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua pekerjanya, (3) setiap ... -29- (9) setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan atau sejenisnya yang menjadi tempat orang berisiko tinggi, wajib memeriksakan skrining diri dan karyawannya yang menjadi tanggungjawabnya secara berkala ke tempat-tempat pelayanan HIV/AIDS dan IMS yang disediakan pemerintah, Jembaga nirlaba dan atau swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kota. Bagian Kedua Larangan Pasal 42 (1) Setiap orang dilarang melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun kepada orang yang terduga atau disangka atau telah terinfeksi HIV dan AIDS. (2) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang mendonorkan darah, produk darah, cairan mani, organ dan jaringan tubuhnya kepada orang lain. (3) Setiap orang dilarang meneruskan darah, produk darah, organ dan jaringan tubuhnya yang telah diketahui terinfeksi HIV dan AIDS kepada calon penerima donor. (4) Sctiap orang yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang dengan sengaja menularkan kepada orang lain, (6) Setiap orang atau badan/lembaga dilarang mempublikasikan us HIV dan AIDS seseorang kecuali dengan persetujuan yang bersangkutan atau dengan alasan medis. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 43 Masyarakat dan kelompok masyarakat peduli AIDS, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi profesi, tokoh perempuan, kalangan pengusaha dan industri, sektor pariwisata, sektor perhotelan, LSM berperan dalam membantu setiap upaya dalam Penanggulangan HIV dan AIDSdi lingkungan masing-masing. Pasal ... q -30- Pasal 44 Masyarakat bertanggungjawab untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS serta perlindungan terhadap ODHA dan OHIDHA dengan cara: a. meningkatkan iman dan taqwa sewrta pemahaman agama; b. berperilaku hidup sehat; c. meningkatkan ketahanan keluarga; d. tidak melakukan stigmatisasasi dan diskriminasi kepada orang terinfeksi HIV; e. menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi ODHA dan OHIDHA; f£ partisipasi aktif penanggulangan HIV dan AIDS dan menciptakan lingkungan yang kondus‘ g penyuluhan, pelatihan,VCT/KTS, pengawasan dan dukungan; h. melibatkan ODHA dan pengguna narkoba suntik sebagai subyek dalam upaya penanggulangan; i, mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, OHIDHA dan keluarganya; j. aktif dalam kegiatan promosi, pencegahan, perawatan, dukungan, pengobatan dan pendampingan terhadap ODHA; dan k, menghindari seks bebas. ‘Tokoh Agama dan tokoh Masyarakat berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara aktif dalam kegiatan sosialisasi penanggulangan HIV dan AIDS di lingkungannya. Mayarakat mendorong setiap orang yang beresiko terhadap penularan HIV-AIDS dan IMS untuk memeriksakan keschatannya ke klinik VCT. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 45 Biaya dalam Penanggulangan HIV dan AIDS bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); cc. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat. sate BAB IX, PEMBINAAN, KOORDINASI DAN PENGAWASAN q@) 2) Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 46 Walikota melakukan pembinaan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a, meningkatkan derajat keschatan masyarakat schingga mampu mencegah dan mengurangi penularan HIV dan AIDS; b. memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan keschatan yang cukup, aman, bermutu dan terjangkau oleh scluruh lapisan masyarakat sehingga mampu mencegah dan mengurangi penularan HIV dan AIDS; c. melindungi masyarakat terhadap segala kejadian yang dapat menimbulkan penularan HIV dn AIDS; d. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya penanggulangan HIV dan AIDS; dan ¢. meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Bagian Kedua Koordinasi Pasal 47 Walikota melakukan koordinasi dengan Pemerintah, Pemerintah Kota dalam upaya Penanggulangan HIV dan AIDS. a (2) Pasal 48 Walikota mclakukan Pengawasan terhadap Penanggulangan HIV dan AIDS. Pengawasan scbagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD terkait. BAB -32- BAB X KETENTUAN PENUTUP. Pasal 49 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatanya dalam Berita Daerah Kota Cilegon. Ditetapkan di Cilegon Pada tanggal 14 Juli 2015 WALIKOTA CILEGON, ttd ‘Tb. IMAM ARIYADI Diundangkan di Cilegon Pada tanggaf | 14 Juli 2015 SEKRETARIS|PAERAH KOTA CILEGON, ABDUL HAKIM LUBIS BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2015 NOMOR

You might also like