You are on page 1of 21

ARJILIO T. Z.

RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Kanker Serviks dan Lesi Prakanker


Serviks atau leher rahim adalah bagian terendah dari rahim yang berfungsi sebagai jalur
kelahiran dan pemisah antara rahim dan vagina, salah satu kelainan yang terjadi pada leher
rahim adalah kanker serviks. Kanker serviks adalah perubahan sel serviks dari sel normal
menjadi sel prakanker dan akhirnya menjadi sel kanker1,2.
Sebagian besar serviks ditutupi dengan epitel skuamosa berlapis dan memiliki
penampilan merah muda. Serviks memiliki bagian yang disebut ektoserviks dan endoserviks.
Serviks dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis yang menutupi serviks, yaitu ektoserviks,
yang merupakan bagian intravaginal. Daerah endoserviks ditandai dengan epitel kolumnar (sel
kelenjar) yang merupakan bagian merah dari pembukaan serviks, yang mengarah ke rahim
dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dari saluran endoserviks. Hampir semua kasus
kanker serviks berasal dari zona transformasi mukosa ektoserviks atau endoserviks 2,3. Zona
transformasi adalah area pertemuan squamocolonnar junction lama dan baru serta sel
ektoserviks dan endoserviks. Daerah ini diyakini memiliki risiko terbesar transformasi
neoplastik virus. Tumor yang muncul di ektoserviks paling sering adalah karsinoma sel
skuamosa (75% kasus karsinoma serviks invasif) dan tumor yang berasal dari endoserviks
cenderung mengarah ke adenokarsinoma tersembunyi dan berkembang sebelum terbukti
secara klinis1,3.

Etiologi
Kanker serviks umumnya dikaitkan dengan infeksi HPV risiko tinggi yang ditularkan
secara seksual pada lebih dari 99% kasus kanker serviks. Meskipun lebih dari 100 jenis HPV
telah diidentifikasi, penelitian menunjukkan bahwa serotipe HPV 16 dan 18 berperan dalam
perkembangan kanker serviks, yang bertanggung jawab atas 70% kanker serviks di seluruh
dunia2. Infeksi HPV menyebabkan perubahan sel yang dapat berubah menjadi kanker. Infeksi
HPV tipe risiko rendah dapat menyebabkan kutil kelamin risiko tinggi, sedangkan kategori
risiko rendah menyebabkan kutil kelamin. HPV dapat menginfeksi area genital wanita dan
pria, termasuk kulit vulva, penis, dan anus, lapisan vagina, leher rahim, rektum, lapisan mulut,
dan tenggorokan. Tidak seperti infeksi menular seksual lainnya, sebagian besar tanda dan
gejala HPV tidak ada, dan kebanyakan orang tidak menyadari adanya infeksi tersebut 3,4.

Gambar 1. Klasivikasi HPV berdasarkan tumorigenisitas


ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

HPV adalah virus DNA sirkular untai ganda yang mengandung tujuh gen awal (E1
hingga E7) dan dua gen akhir (L1 hingga L2) yang diperlukan untuk replikasi virus. Gen E6
dan E7 memainkan peran penting dalam inisiasi karsinogenesis serviks dan dalam
mempertahankan fenotip yang berubah. Infeksi HPV dini mulai berkembang dan dengan
demikian mendorong perkembangan neoplasia serviks dari lesi prakanker yang disebut
cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I atau low grade squamous intraepithelial lesi (LSIL)
menjadi kanker in situ III atau high grade squamous intraepithelial lesi (HSIL) dan invasif
kanker1. Berdasarkan kapasitas tumorigeniknya, HPV diklasifikasikan ke dalam kelompok
risiko tinggi dan rendah. Jenis HPV "berisiko rendah" dapat menyebabkan kutil pada atau di
sekitar alat kelamin dan anus. Karena jenis HPV genital ini jarang menyebabkan kanker, maka
disebut sebagai virus berisiko rendah yang dapat menyebabkan lesi intraepitel serviks derajat
rendah (CIN1 atau LSIL). Jenis HPV risiko tinggi yang menjadi penyebab kanker serviks.
Lesi serviks prakanker yang paling umum adalah lesi intraepitel serviks derajat tinggi (CIN2
atau CIN3 atau HSIL), lesi ini dapat bersifat invasif. Tidak banyak ditemukan jaringan
abnormal pada CIN1 (displasia ringan atau SIL derajat rendah) dan dianggap sebagai lesi
prakanker serviks yang paling ringan, sedangkan pada CIN2 atau CIN3 (displasia sedang /
berat atau high grade SIL) lebih banyak ditemukan jaringan terlihat abnormal; high grade SIL
adalah lesi prakanker yang paling serius3,5.

Faktor Resiko
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah dimulai sejak
seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang
menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan
diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat
yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human
Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (CIN).
Seorang wanita yang aktif secara seksual dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80%
akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi CIN. HPV akan hilang dalam
waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi. Oleh karena itu,
yang berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak
menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. CIN akan bertahan atau CIN 1 akan
berkembang menjadi CIN2 atau CIN3, dan pada akhirnya berkembang menjadi kanker
invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi CIN3 atau kanker invasif2,6.
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual.
Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan
risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang
banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko
terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko
terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun
jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks2,3,6.
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya
dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien
dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks
berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang
istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks. Usia
menarche atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks, namun hamil di usia
muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat pula
meningkatkan risiko 6,7.
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in utero telah
dibuktikan. Paparan Dietylstilbestrol (DES) dalam rahim sebagian besar merupakan faktor
risiko historis untuk perkembangan kanker serviks. DES adalah bentuk sintetis dari hormon
estrogen yang diresepkan untuk wanita hamil antara 1940 dan 1971 untuk mencegah
keguguran dan persalinan prematur. Telah didefinisikan dengan baik bahwa anak perempuan
dari wanita yang mengonsumsi DES saat hamil (disebut "DES daughters") memiliki
peningkatan risiko 40 kali lipat untuk mengembangkan adenokarsinoma sel bening pada
vagina dan serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak terpajan3,6,7.
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks
dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan
adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa secara langsung (aktivitas
mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari
merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut
rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa
dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan2,6.
Faktor lain yang diperkirakan berhubungan dengan kanker serviks dan masih dalam tahap
pembuktian adalah wanita dengan diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga
dimasukkan dalam faktor risiko kanker servik; Faktor etnis dan faktor sosial wanita di kelas
sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada wanita
di kelas yang paling tinggi. Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki
insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini
diperkirakan mencerminkan pengaruh sosioekonomi7.

Tanda dan Gejala Kanker Serviks


Kanker serviks adalah penyakit yang hampir tidak menimbulkan gejala pada tahap
prakanker. Oleh karena itu, diperlukan skrining rutin untuk mendeteksi kanker serviks secara
dini. Kanker serviks umumnya memberikan gejala perdarahan vagina yang tidak normal,
biasanya postcoital, ketidaknyamanan vagina, keputihan yang berbau busuk dan disuria.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Meskipun dalam beberapa kasus mungkin tidak ada gejala yang terlihat sampai kanker berada
pada stadium lanjut. Gejala edema kaki, nyeri, dan hidronefrosis menunjukkan keterlibatan
dinding panggul. Edema kaki menunjukkan obstruksi limfatik atau pembuluh darah yang
disebabkan oleh tumor. Pada stadium lanjut terjadi penurunan berat badan, edema tungkai,
iritasi kandung kemih dan rektum8,9.
Pada penderita kanker serviks stadium awal, temuan pemeriksaan fisik bisa relatif
normal. Seiring perkembangan penyakit, tampilan serviks bisa menjadi tidak normal, dengan
adanya erosi yang parah, ulkus, atau massa. Pada pemeriksaan ginekologi menggunakan
spekulum, didapatkan massa berbentuk seperti bunga kol atau kulit jeruk yang mudah
berdarah saat disentuh. Kelainan ini bisa meluas ke vagina. Pemeriksaan rektal dapat
menunjukkan massa eksternal atau darah kotor dari erosi tumor. Temuan pemeriksaan pelvis
bimanual sering menunjukkan metastasis pelvis atau parametrial. Jika penyakitnya melibatkan
hati, hepatomegali bisa berkembang8,10.

Deteksi Dini Kanker Serviks


Tes skrining secara teratur merupakan cara terbaik untuk menemukan kanker serviks
sejak dini. Skrining rutin telah terbukti mencegah kanker serviks dan menyelamatkan nyawa.
Deteksi dini terbukti dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan pra-kanker dan kanker.
Menyadari segala tanda dan gejala kanker serviks juga dapat membantu menghindari
keterlambatan diagnosis. Tes skrining yang digunakan secara luas yakni Pap smear test
konvensional atau berbasis cairan yang dalam beberapa tahun terakhir, tes sitologi dan HPV,
inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) serta pemeriksaan lainnya 10,11. Strategi skrining
berdasarkan usia dan jenis skrining yang direkomendasikan oleh American Cancer Society
(ACS) 202012.
Tabel 1. Rekomendasi Skrining Kanker Servix oleh ACS 2020.
Populasi Skrining yang direkomendasikan
Usia <25 tahun Tidak dilakukan skrining
Usia 25 – 65 Mulai usia 25 tahun, tes HPV primer saja setiap 5 tahun (lebih
tahun disarankan)
Cotesting setiap 5 tahun atau sitologi saja setiap 3 tahun merupakan
pilihan yang dapat diterima dimana tes HPV tidak memadai
Usia > 65 tahun Hentikan skrining jika hasil skrining sebelumnya negatif
Setelah Individu tanpa serviks dan tanpa riwayat CIN2 atau diagnosis yang lebih
histerektomi parah dalam 25 tahun terakhir atau kanker serviks tidak boleh diskrining
Setelah Ikuti rekomendasi skrining sesuai usia (sama dengan individu yang tidak
divaksinasi HPV divaksinasi)
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Dari banyaknya tes skring kanker serviks di dunia, metode deteksi kanker serviks yang
tersering digunakan di Indonesia yakni IVA dan Pap Smear.

IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)


Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat yang
sudah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi
abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak normal akan
berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker. Tes IVA dapat
dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, dan saat asuhan
nifas atau paska keguguran. Pemeriksaan IVA juga dapat dilakukan pada perempuan
yang dicurigai atau diketahui memiliki ISR/IMS atau HIV/AIDS 8,13,14.

a.1. Persiapan Pasien


Sebelum menjalani pemeriksaan inspeksi visual asetat, perlu terlebih
dahulu melakukan anamnesis untuk menggali ada tidaknya keluhan dan faktor
risiko yang mengarah ke diagnosis kanker serviks. Setelahnya, lakukan informed
consent dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan serta tujuannya dan
meminta persetujuan pasien. Sebelum melakukan tindakan, pastikan pasien tidak
melakukan hubungan seksual sejak 24 jam sebelum pemeriksaan dan sudah
mengosongkan kandung kemihnya terlebih dahulu15,6,14.
a.2. Peralatan
1. Spekulum
2. Lampu
3. Larutan asam asetat 3-5%
4. Kapas lidi
5. Sarung tangan
6. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan

Larutan asam asetat 3-5% dibuat dengan cara:


3%: Encerkan asam asetat 25% menggunakan air dengan perbandingan 1:7.
Contoh: 10 ml asam asetat 25% diencerkan menggunakan 70 ml air,
menghasilkan 80 ml asam asetat 3%.
5%: Encerkan asam asetat 25% menggunakan air dengan perbandingan 1:4.
Contoh: 10 ml asam asetat 25% diencerkan menggunakan 40 ml air, akan
menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %.
Larutan asam asetat yang sudah diencerkan tidak boleh disimpan dan hanya boleh
digunakan pada hari pembuatan14,16.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

a.3. Posisi Pasien


Pasien diposisikan dalam posisi litotomi untuk memudahkan memasukkan
spekulum dan visualisasi serviks. Sebelum pemeriksaan minta pasien untuk
membuka pakaiannya dari pinggang hingga lutut dan menggunakan kain yang
sudah disediakan14,17.

a.4. Prosedur pemeriksaan


- Memastikan identitas, memeriksa status dan kelengkapan informed consent
klien
- Klien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga lutut
dan menggunakan kain yang sudah disediakan
- Klien diposisikan dalam posisi litotomi
- Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain
- Gunakan sarung tangan
- Bersihkan genitalia eksterna dengan air DTT
- Masukkan speculum dengan hati-hati dengna hati-hati di sepanjang aksis
introitus hingga separuhnya masuk ke vagina, lalu putar 90°, buka spekulum
dan kencangkan saat berhasil dimasukkan sepenuhnya sehingga serviks
tampak dengan jelas.
- Bersihkan serviks dari cairan , darah, dan sekret dengan kapas lidi bersih
- Amati apakah sambungan skuamo-kolumnar terlihat atau tidak.
- Oleskan kapas lidi yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke
seluruh permukaan serviks dan tunggu selama 1 menit lalu lihat apakah ada
daerah yang mengalami perubahan warna atau tidak17,16.
- Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut :
1) Terdapat kecurigaan kanker atau tidak :
Jika ya, klien dirujuk. Pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan. Jika
pemeriksa adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi, lakukan biopsi
2) Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo kolumnar
(SSK)
• Jika SSK tidak tampak, maka lakukan pemeriksaan mata telanjang
tanpa asam asetat, lalu beri kesimpulan sementara, misalnya hasil
negatif namun SSK tidak tampak. Pasien disarankan untuk melakukan
pemeriksaan selanjutnya lebih cepat atau pap smear maksimal 6 bulan
lagi.
• Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi yang
sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh permukaan
serviks.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

- Keluarkan spekulum
- Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam container
(tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan untuk alat-alat yang dapat
digunakan kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
- Jelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien, kapan harus melakukan
pemeriksaan lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan.
• Jika IVA negatif, jelaskan kepada klien kapan harus kembali untuk
mengulangi pemeriksan IVA
• Jika IVA positif, tentukan metode tata laksana yang akan dilakukan.

a.4. Interpretasi Hasil Pemeriksaan


- Negatif jika tidak tampak gambaran acetowhite, tampak polip, servisitis, inflamasi,
kista naboti
- Curiga kanker jika tampak ulkus pada serviks atau terlihat perdarahan yang
menutupi gambaran acetowhite
- Positif jika ada gambaran acetowhite pada daerah transformasi dengan atau tanpa
peninggian margin sambungan skuamokolumnar, leukoplakia, kutil.
- Apabila ditemukan kanker invasif, maka rujuk pasien untuk biopsi dan
penanganan kanker serviks sesuai hasil biopsi.
Hasil ini dibuat dalam bentuk gambar diagram yang menunjukkan daerah yang
berubah warna (acetowhite)16.

Gambar 2. Interpretasi IVA negatif dan IVA positif


ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Gambar 3. Pelaporan pemeriksaan IVA

Gambar 4. Alur Skrining Kanker Serviks di Indonesia dengan Tes IVA


a.5. Tatalaksana
1) Bila IVA negative maka lakukan pemeriksaan IVA ulang dalam 3-5 tahun.
2) Bila IVA positif.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

- Lakukan krioterapi, elektrokauterisasi atau eksisi LEEP/LLETZ.


- Large-loop excision of the transformation zone (LLETZ) adalah metode
eksisional yang digunakan untuk menangani CIN
- LEEP adalah penghapusan daerah abnormal pada serviks dengan
menggunakan kawat panas.
- Krioterapi dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis obstetri dan
ginekologi atau konsultan onkologi ginekologi.
- Elektrokauterisasi, LEEP/LLETZ dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
dan ginekologi atau konsultan onkologi ginekologi.

3) Bila dicurigai kanker:


- Lakukan biopsi. Bila pemeriksaan patologi anatomi mengkonfirmasi
terdapatnya kanker serviks (squamous cell carcinoma) maka dirujuk maka
dirujuk ke konsultan onkologi ginekologi untuk penatalaksanaan 17

a. Pap (Papanicolau) Smear Test


Pemeriksaan Pap Smear adalah salah satu metode pemeriksaan skrining kanker
serviks. Sampel diambil dari mulut rahim (serviks) kemudian dibuat apusan sel epitel
serviks untuk selanjutnya diperiksa menggunakan mikroskop untuk mendeteksi lesi
prakanker dan kanker serviks. Pemeriksaan ini diindikasikan bagi wanita yang telah
menikah (kontak seksual) dalam 3 tahun pertama atau pada wanita dengan keluhan
keputihan dan perdarahan pervaginam. Tes Pap paling baik dipandang sebagai tes yang
cukup sensitif, sangat spesifik dengan tingkat negatif palsu yang ditetapkan tidak kurang
dari 5%. Tujuan pemeriksaan pap smear untuk mendeteksi sel kanker dan prakanker yang
mungkin terjadi18,19.

b.1. Persiapan
1) Persiapan Alat dan Bahan:
- Meja pemeriksaan yang dilapisi dengan kain bersih
- spekulum Bivalve (cocor bebek),
- cytobrush,
- spatula Ayre,
- kaca objek yang telah diberi label atau tanda,
- cairan fiksasi alkohol 95%.
- Sarung tangan
- Lampu
- Tabung transport untuk meletakkan sampel
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

- Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi peralatan dan sarung tangan setelah
tindakan selesai18,19.

2) Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan pastikan pasien memenuhi syarat yakni wanita yang telah
menikah (kontak seksual), tidak dalam keadaan haid, dalam 24 jam sebelum
melakukan pemeriksaan sebaiknya tidak melakukan kontak badan dengan lawan
jenis, tidak sedang menggunakan obat-obatan vagina, semprotan atau bedak vagina,
atau krim kontrasepsi setidaknya selama 24 jam sebelum tes, tidak sedang
mengalami infeksi serviks atau vagina. Tunggu setidaknya 2 minggu setelah
perawatan berakhir sebelum melakukan tes Pap. Hal-hal ini dapat ditemukan ketika
melakukan anamnesis yang baik sebelum prosedur pemeriksaan dimulai. Sebelum
pemeriksaan, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih12,18.

b.2. Prosedur Pemeriksaan


- Pasien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga lutut dan
menggunakan kain yang sudah disediakan
- Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
- Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior,
serviks uterus, dan kanalisservikalis.
- Periksa serviks apakah normal atau tidak. Inspeksi keadaan serviks dan vagina,
mulai dari warna, bentuk, dan permukaan. Pastikan permukaan dari serviks dapat
terlihat dengan jelas secara keseluruhan. Perhatikan apakah terdapat discharge,
kemerahan, ulkus, luka, perdarahan, dan tumor. Jika terdapat discharge yang
menutupi sebagian besar serviks, dapat dibersihkan dengan swab secara perlahan
sehingga tidak melukai serviks
- Pengambilan bahan ektoserviks dilakukan dengan menggunakan spatula Ayre
(ujung yang pendek) dimasukkan ke dalam endoserviks sedalam mungkin, dimulai
dari arah jam 12 dan diputar 360° pada permukaan porsio searah jarum jam. Sel
kemudian dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda dengan
membentuk sudut 45̊ satu kali usapan.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Gambar 5. Pengambilan sampel dengan spatula ayre


- Pengambilan sampel endoserviks (dari kanalis servikalis), karena kandungan musin
yang banyak mencegah pengeringan sel. Ini penting, terutama bila sampel sel
berada dalam satu kacabenda. Pengambilan sampel dilakukan dengan cytobrush
yang diputar 360° sebanyak satu atau dua putaran. Sel yang diperoleh dipindahkan
ke kaca benda dengan memutar cytobrush (bukan dengan menggesek lurus)
sehingga mengisi sebagian kaca benda yang telah diberi label nama pasien.

Gambar 6. Pengambilan sampel dengan cytobrush


- Selanjutnya masukkan segera (dalam hitungan detik) apusan pada kaca benda ke
dalam botol berisi cairan fiksasi etil alkohol, di beberapa negara fiksasi dilakukan
dengan semprotan (spray fiksatif, bukan hair spray).
- Pemeriksaan sampel dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi. Bila sediaan apus
akan dikirim dengan pos ke laboratorium sitologi, sediaan direndam di dalam cairan
fiksasi paling sedikit 30 menit, keluarkan dan keringkan di udara terbuka. Sediaan
apus jangan direndam dalam cairan fiksasi lebih dari 1 minggu karena akan terjadi
distorsi sel.
- Kemudian sediaan yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam wadah transport
dan dikirim ke ahli patologi anatomi. Untuk diproses dan diperiksa.
- Lepaskan dan keluarkan spekulum dengan perlahan, masukkan semua peralatan
yang terpakai ke dalam larutan klorin 0.5%
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

- Jelaskan kepada pasien kapan dan bagaimana ia akan menerima hasil pemeriksaan
dan tekankan pentingnya kembali untuk mengambil hasil pemeriksaan. Idealnya,
hasil dapat diambil dalam 2-3 minggu18.

b.3. Interpretasi Hasil


Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap
Smear. Lesi prakanker serviks atau abnormalitas sel epitel yang ditemukan menggunakan
mikroskrop berdasarkan klasifikasi Bethesda dan WHO dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Lesi prakanker serviks menurut Bethesda dan WHO

Jika didapatkan hasil Pap smear negative, maka pasien dianjurkan untuk skrining
Pap smear tiap 3 tahun atau sesuai pedoman. Apabila ditemukan gambaran high grade
squamous intraepithelial lesion (HSIL) atau atypical squamous cells-cannot rule out HSIL
(ASC-H) maka pasien harus dirujuk untuk tindakan kolposkopi dan biopsi. Apabila hasil
berupa gambaran atypical glandular cells (AGC) atau sel malignan seperti squamous cell
carcinoma/adenocarcinoma atau adenokarsinoma insitu endoserviks, pasien harus dirujuk
ke rumah sakit untuk diperiksa dan ditata laksana oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi15.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Gambar 11. Alur Skrining Kanker Serviks di Indonesia dengan Pap smear

b. Tes HPV
Tes HPV adalah pendekatan molekuler yang sangat sensitif dan obyektif untuk
menyaring kanker serviks yang tidak bergantung pada interpretasi morfologi hasil. Tes
HPV bergantung pada deteksi virus atau efek dari infeksi virus untuk menemukan
displasia serviks tingkat tinggi. Tes HPV dapat menemukan jenis HPV berisiko tinggi
yang paling sering ditemukan pada kanker serviks. Pemeriksaan tes HPV DNA dapat
mendeteksi jenis virus HPV risiko tinggi (tipe 16 dan 18) yang pada umumnya ditemukan
pada kanker serviks. Tes HPV DNA dinilai sebagai pemeriksaan baku emas untuk deteksi
infeksi HPV. Bila ditemukan hasil positif, maka terdapat sekitar 70% risiko terjadi kanker
serviks.. Tes HPV Cotesting dilakukan setiap 5 tahun dengan evaluasi sitologi dan tes
HPV. Tes HPV dapat meramalkan risiko kanker serviks bertahun-tahun.
Direkomendasikan untuk digunakan bersama dengan tes Pap untuk wanita berusia 30
hingga 65 tahun16,20.
Tes HPV paling sering digunakan dalam 2 situasi: ACS merekomendasikan tes
HPV primer sebagai tes pilihan untuk skrining kanker serviks untuk orang berusia 25-65
tahun. Tes HPV primer adalah tes HPV yang dilakukan dengan sendirinya untuk skrining.
Beberapa tes HPV disetujui hanya jika tes HPV dan tes Pap dilakukan pada waktu yang
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

sama untuk menyaring kanker serviks. Semua tes skrining (tes HPV primer, tes bersama,
dan tes Pap) bagus untuk menemukan kanker dan pra-kanker. Tes HPV primer lebih baik
dalam mencegah kanker serviks daripada tes Pap yang dilakukan sendiri dan tidak
menambahkan lebih banyak tes yang tidak perlu, yang dapat terjadi dengan tes
bersama16,20,21.
Hasil tes HPV, bersama dengan hasil tes sebelumnya, dapat menentukan risiko
terkena kanker serviks. Jika tesnya positif, ini bisa berarti lebih banyak kunjungan tindak
lanjut, lebih banyak tes untuk mencari pra-kanker atau kanker, dan kadang-kadang
prosedur untuk mengobati pra-kanker yang mungkin ditemukan16,20,21.
Mulai 2018, tes HPV sekarang menjadi pilihan untuk skrining kanker serviks
primer (artinya dapat dilakukan sendiri tanpa tes Pap). Tes tersebut dilanjutkan dengan tes
Pap untuk wanita dengan hasil tertentu. Pengujian dengan HPV tesini didasarkan pada
prinsip amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) yang digabungkan dengan
pengurutan, analisis restriksi panjang fragmen polimorfisme (RFLP), atau pengujian
hibridisasi21.
Sampel dikumpulkan mirip dengan Pap, dengan usap serviks dari zona
transformasi dan ditempatkan ke media transportasi. Pengujian juga dapat dilakukan dari
bahan sisa yang dikumpulkan dalam media berbasis cairan. Tes ini mendeteksi apakah
seseorang terinfeksi dengan satu atau lebih dari 13 jenis virus HPV risiko tinggi (tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68). Sensitivitas pengujian HPV untuk
mendeteksi lesi CIN 2–3 bervariasi dari 45,7 hingga 80,9% di berbagai lokasi penelitian
di India; spesifisitas bervariasi dari 91,7 hingga 94,6%. Namun, pengujian HPV
membutuhkan laboratorium yang canggih dan saat ini tidak terjangkau ($20 hingga $30
per pengujian). Karena kesederhanaan dan penyelesaiannya yang cepat, tes ini berpotensi
memungkinkan skrining dan tindak lanjut klinis yang dapat dikerjakan di hari yang
sama22.

B. Pencegahan Ca Servix
Kanker serviks dapat dicegah melalui skrining dengan mengidentifikasi dan mengobati
lesi prakanker, untuk mencegah potensi perkembangan menjadi karsinoma serviks. Beberapa
metode skrining, baik teknologi tradisional maupun yang lebih baru, tersedia untuk skrining
wanita terhadap prekanker serviks dan kanker. Morbiditas dan mortalitas skala besar muncul
sebagai akibat kanker serviks membutuhkan waktu lama untuk berkembang setelah infeksi
awal HPV risiko tinggi. Tidak seperti kebanyakan jenis kanker lainnya, kanker ini dapat
dicegah saat lesi prekursor terdeteksi dan diobati. Skrining dapat mengurangi insidensi dan
mortalitas kanker serviks. Skrining untuk kanker serviks sangat penting karena para wanita
seringkali tidak mengalami gejala sampai penyakitnya berkembang. Wanita dengan lesi
preinvasif memiliki tingkat kelangsungan hidup lima tahun hampir 100%. Deteksi CIN atau
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

lesi prakanker mengarah pada penyembuhan virtual dengan penggunaan metode pengobatan
saat ini15,5,7.
Kematian akibat kanker serviks rahim telah mengalami penurunan secara drastis di
negaranegara maju sejak munculnya dan penerapan luas skrining berbasis sitologi dengan tes
Pap smear, yang dikembangkan oleh George Papanicolaou pada 1950-an. Tidak ada program
skrining kanker serviks yang terorganisir menyebbakan sebagian besar kasus kanker serviks
muncul pada stadium lanjut saat diagnosis, yang menyebabkan penyembuhan sulit untuk
dilakukan. Dengan tidak adanya skrining, hampir 70% pasien kanker serviks di India hadir 23
dalam stadium III dan IV. Hampir 20% wanita dengan kanker serviks meninggal dalam tahun
pertama diagnosis dan tingkat kelangsungan hidup relatif 5 tahun adalah 50%22,7.
Terdapat dua cara untuk mengurangi beban kanker serviks. Pertama adalah untuk
mendeteksi dan mengobati prekanker serviks sebelum menjadi kanker sejati, dan yang kedua
adalah mencegah perkembangan prekanker itu sendiri.
 Pencegahan Primer
o Menunda Onset Aktivitas Seksual. Menunda aktivitas seksual sampai usia 20
tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks
secara signifikan.
o Penggunaan Kontrasepsi Barier seperti kondom, diafragma, dan spermisida) yang
berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Kondom tidak memberikan
perlindungan lengkap dari infeksi HPV karena virus ini (tidak seperti HIV) dapat
menyebar melalui kontak dengan area tubuh yang terinfeksi.
o Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human
Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan dari
vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan
infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker serviks.
Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan penghasilan
antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Prevelansi
tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh beberapa dekade untuk
program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker serviks.
Tiga vaksin HPV profilaksis saat ini tersedia di banyak negara untuk digunakan
pada wanita dan pria dari usia 9 tahun untuk pencegahan lesi dan kanker
premaligna yang mempengaruhi serviks, vulva, vagina, dan anus yang disebabkan
oleh tipe HPV risiko tinggi: a bivalen vaksin yang menargetkan HPV16 dan
HPV18; vaksin quadrivalent yang 24 menargetkan HPV6 dan HPV11 selain
HPV16 dan HPV18; dan vaksin nonavalen yang menargetkan HPV tipe 31, 33,
45, 52, dan 58 selain HPV 6, 11, 16, dan 18. Vaksin Cervarix yang diproduksi
oleh GSK dan Gardasil yang diproduksi oleh Merck, berfungsi melindungi wanita
dari HPV tipe 16 dan 18, tipe onkogenik yang bertanggung jawab atas sekitar
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

70% dari kanker serviks. Salah satu vaksin ini, Gardasil, juga melindungi dari
HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin. Kedua vaksin tersebut
terdiri dari partikel mirip virus dan direkomendasikan untuk wanita, lebih disukai
sebelum dimulainya aktivitas seksual. Semua vaksin adalah vaksin rekombinan
yang terdiri dari partikel mirip virus (VLP) dan tidak menular karena tidak
mengandung DNA virus. Vaksin akan diberikan 0,5 ml secara intramuskular
dalam tiga dosis selama enam bulan (jadwalnya adalah 0, 2, dan 6 bulan untuk
Gardasil dan 0, 1, dan 6 bulan untuk Cervarix). Vaksin HPV aman dan efektif,
tanpa efek samping yang serius. Vaksin saat ini hanya mencakup dua jenis HPV
risiko tinggi. vaksinasi HPV tidak melindungi dari semua jenis HPV onkogenik.
Oleh karena itu, vaksin tidak dapat menggantikan skrining dan pengobatan
prekanker serviks2,7.
 Pencegahan Sekunder
o Pasien dengan Risiko Sedang Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali
berturut-turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk
dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang level
aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap tahun.
o Pasien dengan Risiko Tinggi Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia <18
tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya
melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval
sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko
khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.

 Pencegahan tersier
Kanker serviks invasif diobati dengan pembedahan ablatif dan atau radioterapi pada
stage awal kanker serviks. Kemoterapi merupakan rezim pengobatan pada tahap akhir.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Gambar 12. Pencegahan primer sekunder dan tersier pada kanker serviks

Rekomendasi lain untuk pencegahan prekanker dan kanker serviks yakni menghindari
penggunaan tembakau, melakukan seks aman, membatasi jumlah pasangan seks, dan memilih
pasangan seks yang tidak memiliki pasangan seks lain. Memiliki pola makan dan gaya hidup
yang sehat serta mengonsumsi makanan yang kaya beta-karoten, vitamin C, dan folat (vitamin
B9) dari buah-buahan dan sayuran sangat dianjurkan.

C. Tatalaksana Lesi Prakanker


Tatalaksana lesi prakanker dapat berupa ablative (menghancurkan jaringan
abnormal dengan cara dipanaskan dengan menggunakan koagulasi terman atau
dengan membekukannya dengan krioterapi) atau excisional (mengangkat jaringan
abnormal dengan tindakan operasi dengan Large Loop Excision of
Transformation Zone (LLETZ) atau Cold Knife Conization (CKC)15. LLETZ
digunakan untuk eksisi pada zona transformasi dengan menggunakan anastesi
lokal. Laser ablasi dan krioterapi biasa digunakan untuk displasia ringan dan CKC
atau laser konisasi biasa digunakan untuk displasia moderat. Di beberapa tempat
terminologi LLETZ diganti menjadi LEEP (Loop Electrosurgical Excision
Procedure)21.
1. Large-loop excision of the transformation zone (LLETZ) adalah metode
eksisional yang digunakan untuk menangani CIN. Sebuah wire loop yang
ditenagai oleh electrosurgical unit (ESU) digunakan untuk reseksi zona
transformasi bersamaan dengan lesi. LOOP mengangkat seluruh zona
transformasi (bukan hanya lesi) bersamaan dengan epitel yang normal
untuk tidak ada margin yang masih terdapat penyakit.23
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

2. Small-loop electrosurgical biopsy adalah eksisi kecil yang diarahkan ke


biopsi diagnositk sebagai alternatif punch biopsy terutama didaerah kanker
dan mikroinvasif kanker dicurigai.23
3. Krioterapi merupakan prosedur untuk destruksi area prakanker pada serviks
dengan cara pembekuan. Cryprobe dilteakkan pada serviks dan
membekukan permukaannya dengan menggunakan gas CO2 atau N2O.
Cryprobe diterapkan pada serviks dua kali selama tiga menit dengan jarak 5
menit (double-freeze technique). Krioterapi sangat efektif untuk pengobatan
lesi kecil.24 Dengan penyemprotan gas CO2 atau N2O akan terbentuk bunga
es setebal 7mm. 5mm bagian proksimal akan mengalami nekrosis
sedangkan 2mm tepi bunga es tersebut akan mengalami regresi. Sehingga
diasumsikan bahwa krioterapi tidak dapat mematikan jaringan lebih dalam
dari 5mm.25 Sebagai akibat dari pembekuan terjadi perubahan tingkat
seluler dan vaskuler yaitu sel akan mengalami degridasi dan mengerut,
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu, syok termal dan denaturasi
kompleks lipid protein.25
4. LEEP adalah penghapusan daerah abnormal pada serviks dengan
menggunakan kawat panas. Hal ini membutuhkan unit electrosurgical yang
akan digunakan untuk menghilangkan jaringan abnormal. LEEP bertujuan
untuk menghapus kedua lesi dan seluruh zona transformasi. Teknik ini
berhasil mengeradikasi lesi prakanker serbanyak 90% kasus.26 LEEP
digunakan untuk lesi intraepithelial derajat tinggi karena kedalaman
pengambilan jaringan dapat lebih besar sehingga seluruh kripta endoserviks
dapat terambil.27
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

Referensi
1. Small WJ, Bacon MA, Bajaj A, et al. Cervical cancer: A global health crisis. Cancer.
2017;123(13):2404-2412. doi:10.1002/cncr.30667
2. Rerucha CM, Caro RJ, Wheeler VL. Cervical Cancer Screening. Am Fam Physician.
2018;97(7):441-448.
3. Jain S, Zhang DY, Xu R, Pincus MR, Lee P. Molecular Genetic Pathology of Solid
Tumors. Twenty Thi. Elsevier Inc.; 2021. doi:10.1016/B978-0-323-29568-0.00077-2
4. Ngoma M, Autier P. Cancer prevention: Cervical cancer. Ecancermedicalscience.
2019;13. doi:10.3332/ecancer.2019.952
5. Iskandar TM. Pengelolaan Lesi Pra-Kanker Serviks. J Chem Inf Model. 2019;53(9):1689-
1699.
6. Juanda D, Kesuma H. Pemeriksaan Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk
Pencegahan Kanker Serviks. J Kedokt dan Kesehat Publ Ilm Fak Kedokt Univ Sriwij.
2015;2(2):169-174. https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view/2549
7. Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Serviks. Indones J Cancer. 2009;III(3):103-108.
8. Mastutik G, Alia R, Rahniayu A, Kurniasari N, Rahaju AS, Mustokoweni S. Skrining
Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Tanah Kali Kedinding
Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah Mojokerto. Maj Obstet Ginekol. 2015;23(2):54.
doi:10.20473/mog.v23i2.2090
9. Cohen PA, Jhingran A, Oaknin A, Denny L. Cervical cancer. Lancet (London, England).
2019;393(10167):169-182. doi:10.1016/S0140-6736(18)32470-X
10. Cheung LC, Egemen D, Chen X, et al. Cervical Cancer Early Detection, Diagnosis, and
Staging. Vol 24.; 2020. doi:10.1097/LGT.0000000000000528
11. Bhatla N, Aoki D, Sharma DN, Sankaranarayanan R. Cancer of the cervix uteri. Int J
Gynaecol Obstet Off organ Int Fed Gynaecol Obstet. 2018;143 Suppl:22-36.
doi:10.1002/ijgo.12611
12. Fontham ETH, Wolf AMD, Church TR, et al. Cervical cancer screening for individuals at
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

average risk: 2020 guideline update from the American Cancer Society. CA Cancer J
Clin. 2020;70(5):321-346. doi:10.3322/caac.21628
13. World Health Organization. Training of health staff in VIA, HPV detection test and
cryotherapy.
14. Alliance for Cervical Cancer Prevention (ACCP). Visual Inspection with Acetic Acid
(VIA): Evidence to Date. Published online 2014.
http://www.path.org/publications/detail.php?i=784
15. Komite Penanngulangan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran:
Kanker Serviks. In: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Kanker Serviks.
Kementerian Kesehatan RI; 2017. doi:10.1111/j.1467-6435.1975.tb01941.x
16. Practice Bulletin No. 157: Cervical Cancer Screening and Prevention. Obstet Gynecol.
2016;127(1):e1-e20. doi:10.1097/AOG.0000000000001263
17. Kementerian Kesehatan RI. Program Nasional Gerakan Pencegahan dan Deteksi Dini
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Kementeri Kesehat RI. 2015;(April):1-47.
18. Pisani P, Black RJ, Pisani P, et al. Pap Test Procedure. Published online 2000:935-944.
19. Arbyn M, Herbert A, Schenck U, et al. European guidelines for quality assurance in
cervical cancer screening: recommendations for collecting samples for conventional and
liquid-based cytology. Cytopathology. 2007;18(3):133-139. doi:10.1111/j.1365-
2303.2007.00464.x
20. WHO. Guidelines for screening and treatment of precancerous lesions for cervical cancer
prevention. WHO Guidel. Published online 2013:60.
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/cancers/screening_and_treatment_of_
precancerous_lesions/en/index.html
21. World Health Organization, Pan American Health Organization. PAHO/WHO | HPV Tests
For Cervical Cancer Screening. https://www.paho.org/hq/index.php?
option=com_content&view=article&id=11925:hpv-tests-for-cervical-cancer-
screening&Itemid=41948&showall=1&lang=en
22. Mishra GA, Pimple SA, Shastri SS. An overview of prevention and early detection of
cervical cancers. Indian J Med Paediatr Oncol. 2011;32(3):125-132. doi:10.4103/0971-
5851.92808
23. Hu S, Zhao X, Zhang Y, Qiao Y, Zhao F. Interpretation of “WHO Guideline for Screening
and Treatment of Cervical Pre-Cancer Lesions for Cervical Cancer Prevention, Second
Edition.” Vol 101.; 2021. doi:10.3760/cma.j.cn112137-20210719-01609
24. World Health Organization. Comprehensive cervical cancer prevention and control: a
healthier future for girls and women WHO GUIDANCE NOTE WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data. World Heal Organ. Published online 2013:12.
25. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim. Igarss 2013. 2013;(1):1-5.
26. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control. Geneva. Published online 2014:366-378.
ARJILIO T. Z. RUNTUKAHU
210141010119
Masa KKM 27 September – 5 Desember 2021

27. McQueen A, Williamson GR. Handbook of Gynaecology Management . Vol 43.; 2003.
doi:10.1046/j.1365-2648.2003.02793_2.x

You might also like