You are on page 1of 128
Mt THESHITTYQUEEN GR BAB 1 Bianca dan Lucius sudah menjadi pasangan suami istri sekarang, mereka juga telah melewati ‘malam pertama’ yang sebenarnya bukan yang pertama bagi mereka. Yang pertama kali bangun pagi ini adalah Lucius, Lucius bangun lebih awal dibandingkan Bianca. Bianca masih tertidur pulas saat Lucius turun dari ranjang setelah membenarkan selimut yang menyelimuti tubuh telanjang Bianca. Lucius segera membersihkan dirinya di kamar mandi, saat air shower menyentuh kulitnya. Lucius kembali teringat dengan kejadian semalam, saat ia dan Bianca bercinta. Percintaan mereka semalam terasa amat sangat berbeda dengan yang sebelumnya pernah mereka lakukan, CUR biasanya mereka selalu menggebu-gebu. Selalu berfokus untuk meraih kenikmatan masing-masing. Namun semalam, semuanya seolah berjalan dengan sangat perlahan. Baik Lucius maupun Bianca seolah benar-benar menggunakan perasaan mereka dalam kegiatan ranjang mereka semalam. Memang berhubungan intim dengan perasaan itu jauh lebih hebat. Lucius mengakuinya. Saat Lucius keluar dari kamar mandi, ia mendapati Bianca masih terlelap pulas. Hanya posisi tidurnya saja yang berubah. Wajar saja Bianca begitu, pasti Bianca kelelahan karena kegiatan mereka semalam. Lucius memakai pakaiannya sebelum ia keluar dari kamar, saat ia keluar. Lucius disambut hangat oleh pelayan yang tengah menyiapkan sarapan di meja. CUR Lucius ingin sarapan bersama dengan Bianca, dan sepertinya Bianca akan bangun telat hari ini. Lucius harus menunggu Bianca bangun jika ia masih tetap ingin makan bersama dengan Bianca. Pandangan Lucius beralih kepada ruang kerja Reinhard yang kini menjadi ruang kerja milik Lucius, Lucius masuk ke dalam. la duduk sembari menatap layar laptop di hadapannya. Mata Lucius bergerak membaca e-mail yang masuk dari Jonas, sudah pasti e-mail tersebut tentang pekerjaan. Lama Lucius berkutat dengan laptopnya itu hingga tiba- tiba saja pintu ruang kerjanya dibuka oleh Bianca yang sepertinya baru saja bangun. Lucius mendongak melihat kearah Bianca, ia tersenyum melihat keadaan Bianca yang masih berantakan. Untung saja Bianca sudah mengenakan pakaiannya. CUR Jika saja Bianca kemari dalam keadaan telanjang dan hanya terbalut selimut. Maka Lucius pasti akan memecat semua pelayan laki-laki di rumah ini yang telah melihat Bianca dalam keadaan seperti itu, memecat bahkan terlalu baik, Lucius mungkin bisa saja mencungkil keluar mata mereka. “Kau sudah bangun?” tanya Lucius kepada Bianca, ia menutup laptopnya. Berjalan mendekat menghampiri Bianca. “Aku terbangun karena kelaparan. saat aku ke meja makan, pelayan bilang kau juga belum sarapan. Makanya aku kemari untuk mengajak mu sarapan bersama.” Jelas Bianca sembari mengusap usap matanya, ia masih agak merasakan kantuk. “Kau tidak ingin mandi lebih dahulu?” tanya Lucius lagi, tangannya bergerak merapihkan rambut Bianca yang CUR berantakan. Menyelipkan anak rambut Bianca ke belakang telinga. “Aku bisa mandi nanti, anak mu sudah tidak sabaran ingin makan.” Persetan dengan mandi, hal itu bisa dilakukannya nanti. Bianca menarik Lucius untuk ikut dengannya menuju meja makan. Sesampainya mereka di meja makan, Lucius membantu Bianca untuk duduk. Lucius agak was-was saat melihat Bianca sarapan dengan sangat lahap. Lucius khawatir jika apa yang Bianca makan akan Bianca muntahkan. “Makan pelan-pelan.” ujar Lucius menasehati. “Salahkan anak mu bukan aku.” GR Kini Lucius sudah benar-benar mengambil alih posisi Reinhard sebagai ketua Mafia. Tidak seperti sebelumnya Lucius hanya mengambil alih beberapa kekuasaan Reinhard, kini semuanya berada di tangan Lucius. Namun bukan hanya kekuasaan yang berada dalam genggaman Lucius, beban dan tanggung jawab yang besar juga harus Lucius terima. Menjadi ketua Mafia tidak lah mudah, meski banyak orang yang takut padanya, banyak orang yang segan terhadap dirinya. Namun juga banyak orang yang membenci Lucius karena kekuasaannya itu Tidak sedikit orang yang akan berusaha menyakiti Lucius dan orang disekitarnya. CUR “Pesta pernikahan mu baru kemarin dilaksanakan tapi kau sudah bekerja saja, kau punya banyak anak buah. Kau bisa suruh orang lain menggantikan tugas mu sementara.” Ucap Garrick yang bertemu dengan Lucius di kantor, Garrick kira Lucius tidak akan datang ke kantor hari ini. “Kau bisa menyuruh Jonas menggantikan mu sementara, bukan kah dia orang terpercaya. Ayah mu juga mempercayainya bukan?” “Aku akan tetap bekerja, lagi pula Bianca juga menyuruh ku untuk bekerja. Kau tahu, masih banyak hal yang harus ku pelajari dan pahami.” Lucius menekan tombol lift, ia masuk ke dalam lift diikuti oleh Garrick. “Yah.. memang posisi sebagai ketua Mafia itu tidak mudah.” gumam Garrick sembari berdiri disebelah Lucius, menunggu lift membawa mereka ke lantai dimana ruangan Lucius berada. Bianca sedang sibuk membaca majalah, ia mencoba menghabiskan waktunya dengan melakukan banyak hal. Dahulu Bianca merasa ia tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, namun sekarang.. Disaat Bianca punya banyak waktu untuk dirinya sendiri, ia tidak tahu harus melakukan apa. Bianca ingin pergi menemui Carolina, |bu mertuanya. Namun Carolina dan Reinhard sedang di luar negeri sekarang. Mereka tengah mendekatkan diri, mencoba menyatukan hubungan mereka yang sempat retak. Lama Bianca terdiam, berpikir hal apa lagi yang bisa ia lakukan selama di rumah untuk membuang rasa bosannya. CUR Bianca teringat dengan ruang penyimpanan senjata milik Lucius, mungkin Bianca bisa menghabiskan waktunya dengan belajar menggunakan senjata. Ya, ini juga demi keamanan dirinya sendiri dan juga bayi yang Bianca kandung. Profesi Lucius itu berbahaya, dan sebagai istri dari Lucius. Bianca pun akan selalu berada dalam situasi yang berbahaya, ada baiknya jika Bianca mahir dalam menggunakan senjata. Bianca bisa berkelahi namun tidak seahli Lucius dan juga anak buahnya, jika hanya untuk memukul orang biasa. Bianca bisa menang telak, tapi jika lawan Bianca adalah orang terlatih seperti anak buah Lucius, ataupun Lucius sendiri. Bianca pasti akan kalah. Dalam menggunakan pistol pun Bianca tidak mahir, Bianca bisa menembak tanpa membuat dirinya sendiri CUR terdorong oleh tekanan namun tembakan Bianca selalu meleset. Maka dari itu waktu kosong yang Bianca miliki akan Bianca gunakan untuk belajar banyak mengenai persenjataan dan bagaimana cara menggunakannya dengan benar. Bianca bangkit dari posisi duduknya, ia berjalan menuju ruangan penyimpanan senjata milik Lucius. Atau lebih tepatnya dulu ruangan ini milik Reinhard, namun karena Lucius sekarang sudah menggantikan posisi Reinhard. Maka ruangan ini juga menjadi milik Lucius. Ruangan penyimpanan senjata itu berada tepat di dalam ruang kerja Lucius, berada di balik rak buku besar yang sebenarnya adalah pintu untuk masuk ke dalam sana. CUR Bianca masuk ke dalam sana, ia sempat kebingungan melihat banyaknya senjata. Bianca bingung harus menggunakan senjata api jenis apa untuk pemula sepertinya, karena banyak senjata api disini. Baik dari senjata api laras pendek hingga senjata api laras panjang. Awalnya Bianca ingin asal belajar saja, namun melihat betapa banyaknya senjata disini dan mungkin Bianca akan salah melakukan sesuatu, Bianca memilih untuk mengurungkan niatnya. Bianca masih ingin belajar menembak, namun bukan hari ini. Bianca akan mengatakan keinginannya terlebih dahulu kepada Lucius. Lucius pasti akan dengan senang hati mempersilahkan Bianca untuk belajar menggunakan senapan api. Mungkin Bianca bisa mulai belajar menggunakan senapan api mulai besok, malam ini.. saat Lucius kembali Bianca akan mengatakan keinginannya. CUR Bianca keluar dari ruang penyimpanan senjata itu, ia menekan tombol tersembunyi di balik meja kerja Lucius yang membuat rak buku Lucius itu bergerak menutupi jalan masuk menuju ruang penyimpanan senjata. “Sekarang apa yang harus ku lakukan..” gumam Bianca sembari keluar dari ruang kerja Lucius, Bianca kembali tidak tahu harus melakukan apa untuk menyibukkan dirinya sendiri. Bianca bukan tipikal wanita yang suka memasak, jadi Bianca tidak akan menghabiskan waktunya di dapur untuk memasak makanan untuk Lucius. Lagi pula mereka punya asisten rumah tangga, Bianca tidak perlu turun tangan untuk membuat makanan. Kalaupun Bianca ingin memasak, masakan Bianca belum tentu bisa dimakan. CUR Bianca kembali ke sofa, duduk bersandar disana sembari kembali melihat lihat majalah. Tidak ada yang bisa Bianca lakukan selain duduk bersantai menunggu Lucius kembali. ord Lucius mengusap wajahnya dengan sapu tangan, wajahnya sedikit terciprat darah. Lucius berdecak kesal karena wajahnya menjadi kotor terkena darah orang lain. Melihat wajah Lucius yang tampak kesal, sosok yang tengah berlutut di hadapan Lucius itu semakin ketakutan. la bersujud di hadapan Lucius, memohon belas kasihan Lucius. CUR “Tuan Lucius, tolong ampuni saya. Saya tidak bermaksud berkhianat, saya diancam oleh Tuan Albert.” Sosok laki-laki itu gemetar ketakutan saat melihat Lucius yang kini menatapnya dengan tatapan tak senang. Laki- laki itu tahu bahwa tidak ada ampun bagi dirinya, dan hari ini ia akan bernasib sama seperti temannya yang telah tergeletak tak bernyawa di lantai tepat di sebelahnya. “Kau menerima uang dari Albert dan kau mengatakan itu ancaman? Kau berkhianat dan memihak pada musuh ku demi uang. Kau tahu bahwa memohon tidak akan menyelamatkan nyawa mu bukan? Kau juga tahu kalau aku paling benci dengan pengkhianat.” Lucius mengambil revolver miliknya, siap untuk menembak mati laki-laki yang tengah bersujud memohon belas kasih dari Lucius. CUR “S-saya mohon jangan bunuh saya Tuan, sa-saya tahu rencana Albert untuk melawan Tuan. Tolong beri saya kesempatan sekali lagi, saya akan beritahukan semua rencana Tuan Albert.” Dengan terbata-bata laki-laki itu memohon, ini usahanya yang terakhir kalinya. Jika hal ini juga tidak berpengaruh kepada Lucius, maka ia harus bisa menerima keadaan terburuknya. Yaitu ditembak mati oleh Lucius. Lucius kembali menurunkan revolver nya, ia duduk bersandar di sofa. “Nama mu Rian, bukan?” Laki-laki yang tengah bersujud itu sontak mengangkat kepalanya dan mengangguk dengan cepat. “lya, nama saya Rian, Tuan.” “Katakan semua yang kau ketahui tentang Albert, soal nyawa mu.. kita tentukan nanti, jika informasi yang kau katakan berguna maka aku tidak akan menembak mu. Tapi jika informasi mu tidak ada artinya, maka aku akan Qe menembak kepala mu hingga isi kepala mu itu berceceran di lantai.” Ucap Lucius pelan sembari bermain dengan Revolver di tangannya itu, membiarkan laki-laki bernama Rian itu buka suara menjelaskan semua yang ia ketahui tentang Albert—musuh besar Lucius saat ini. Bianca menatap tajam Lucius saat melihat Lucius pulang memakai pakaian yang berbeda dengan pakaian yang Lucius pakai saat pergi bekerja. “Kenapa kau menatap ku begitu? Seolah-olah kau ingin memakan ku saja.” Lucius tertawa kecil melihat Bianca, ia melangkah mendekati istrinya itu. Mengusap lembut perut Bianca sembari memberi kecupan di kening Bianca. CUR Meski Lucius bersikap manis, hal tersebut tidak segera membuat tatapan Bianca kepada Lucius berubah. Mata Bianca justru semakin menyipit, menatap curiga. “Kenapa kau berganti pakaian? Kau tidak main gila dengan wanita lain di luar sana bukan?” Bianca mendekatkan wajahnya, mengendus pakaian Lucius. Memastikan tidak ada aroma parfum wanita yang menempel di pakaian Lucius. Lucius tertawa mendengar pertanyaan Bianca, “Kau jadi sangat posesif sejak kau mengandung.” “tu bukan jawaban yang ingin ku dengar, jangan mengalihkan pembicaraan kita. Cepat katakan alasan mu, kenapa kau pulang dengan pakaian berbeda?” tegas Bianca sembari melipat kedua tangannya di depan dada. CUR “Kau tahu sendiri apa pekerjaan ku, pakaian ku terkena noda darah. Terpaksa aku harus menggantinya. Tapi aku senang melihat mu cemburu seperti ini.” Lucius hendak mencubit gemas pipi Bianca namun segera Bianca tepis. “Aku tidak cemburu, aku hanya tidak ingin kau main gila dengan wanita lain dibelakang ku sedangkan aku tengah mengandung anak mu. Jika kau sampai berani memiliki wanita simpanan, aku tidak akan segan membunuh mu dan juga wanita simpanan mu itu. Camkan itu Lucius!” Bianca menatap serius Lucius, ia tidak main-main dengan perkataannya. Bianca benar-benar akan melakukannya jika Lucius tertangkap basah memiliki wanita lain. “ya aku mengerti, lagi pula hal itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan tertarik dengan wanita lain di luar sana. Jadi kau tenang saja.” Tangan Lucius terangkat mengusap lembut pipi Bianca, “Sekarang saatnya aku yang bertanya, apa saja yang kau lakukan di rumah selama aku tidak ada? Apa kau bosan?” CUR Bianca menghela nafas berat, “Aku merasa amat sangat bosan.” Lucius tersenyum mendengar reaksi Bianca, lucius sudah menduga bahwa Bianca akan merasa bosan di rumah. Bianca bukan tipikal orang yang suka berdiam diri di rumah. “Oh ya Lucius, aku tadi sempat ke ruangan penyimpanan senjata milik mu. Aku sempat berpikiran untuk belajar menembak, namun setelah melihat banyaknya senjata dan aku tidak tahu harus menggunakan yang mana. Aku membatalkan niat ku.” Lucius mengangguk mendengarkan cerita Bianca, Lucius tidak kaget mengenai hal itu. “Kalau kau ingin belajar menembak maka aku akan menyuruh salah satu sniper untuk mengajari mu latihan menembak. Ku rasa itu memang perlu dilakukan, kau memang sudah seharusnya GR bisa melindungi dirimu sendiri. Mengingat kau itu adalah istri ku, banyak orang yang akan menargetkan dirimu dan juga calon anak kita.” Pekerjaan Lucius memang berbahaya, Bianca mengerti hal itu. Sebagai bagian dari keluarga Lucius, nyawa Bianca dan juga calon anak mereka akan selalu jadi incaran bagi orang orang yang membenci Lucius. “Kapan aku akan mulai belajar menembak, apakah bisa mulai besok?” “Tentu saja bisa, aku akan memanggil sniper terbaik untuk menjadi pelatih mu.” Lucius kembali mengusap pipi Bianca, Lucius teringat dengan perkataan Rian mengenai Albert. Sebelum Lucius menembak kepala Rian, Rian sempat mengatakan bahwa Albert tengah mengincar Bianca. CUR Albert tahu bahwa Bianca lah kelemahan Lucius. Karena hal itu lah Lucius merasa lebih cepat lebih baik bagi Bianca untuk belajar menembak. Kemungkinan Bianca akan membutuhkan kemampuan itu untuk melindungi dirinya sendiri saat Lucius berserta anak buahnya tak mampu melindungi Bianca. Tapi meski begitu Lucius telah bersumpah dalam hatinya bahwa ia akan menghancurkan Albert sebelum Albert sempat menyentuh keluarganya. eK CUR BAB 2 “Hentikan Lucius, bukan kah kita sudah melakukannya kemarin malam? Kenapa kau selalu saja horny, apa kejantanan mu itu terbuat dari baja?” Bianca kesal karena sejak berbaring di ranjang Lucius terus saja menggesek gesek kejantanannya itu ke bokong Bianca. Bukan hanya itu saja, tangan nakal Lucius juga tidak tinggal diam. Tangan itu masuk ke dalam piyama yang Bianca kenakan, meremas dada Bianca yang semakin sensitif sejak Bianca hamil. “Lucius hentikan..” Bianca mencoba menolak namun Lucius tetap saja tidak ingin berhenti. Lucius semakin gencar menciumi leher Bianca, memberi gigitan-gigitan kecil disana sembari tangannya memainkan nipple Bianca. CUR Bianca yang memang tubuhnya menjadi lebih sensitif sejak hamil itu tidak bisa menahan sentuhan sentuhan Lucius, meski Bianca sedang tidak ingin melakukannya namun respon tubuhnya justru kebalikannya. Suara desahan mulai keluar dari mulut Bianca, membuat Lucius semakin bersemangat. Suara desahan Bianca seolah lampu hijau bagi Lucius. “Bibir mu boleh berkata tidak, tapi tubuh mu tidak akan bisa bohong sayang.” bisik Lucius pelan ditelinga Bianca, ia kini beralih membuka kancing piyama yang Bianca kenakan. Sesaat kancing piyama Bianca terbuka, saat itu juga dada telanjang Bianca terpampang menggoda. Bianca tidak mengenakan bra, memang sudah jadi kebiasaan Bianca untuk tidur tanpa mengenakan bra. Dengan alasan kenyamanan, sesak jika harus tidur menggunakan bra. CUR Lucius justru senang dengan kebiasaan Bianca itu, lebih mudah jika Bianca tidak mengenakan bra. Alangkah lebih menyenangkan lagi jika Bianca tidur dengan keadaan telanjang. Dengan perlahan Lucius membalikkan tubuh Bianca hingga menghadap dirinya, Lucius menarik tangan Bianca dan membawanya ke bawah sana. Merasakan sesuatu yang sudah mengeras seperti batu dibawah sana. “Kau ini benar-benar..” Bianca masih mengomel meski kini pipi Bianca telah merona merah karena ia mulai terhanyut oleh gairahnya yang baru saja bangkit karena perbuatan Lucius. “Kau merasakannya bukan, kau merasakan bahwa aku sangat menginginkan mu.” CUR Mata Lucius semakin sayu saat tangan Bianca dibawah sana mulai bergerak perlahan, mengusap gundukan keras itu. “Shit..” maki Lucius pelan, hanya dengan usapan seperti itu saja bulu kuduk Lucius sudah berdiri. Lucius sudah tidak tahan lagi, ia bangkit dari posisi berbaringnya di ranjang. Menelanjangi dirinya sendiri sebelum ia naik ke atas tubuh Bianca. Tangan Lucius bergerak menarik celana Bianca, tersenyum saat mengetahui bahwa Bianca tak mengenakan celana dalam. Lucius merentangkan kaki Bianca, memposisikan dirinya untuk bersatu dengan Bianca yang ternyata telah siap dibawah sana, kilatan dari cairan itu lah buktinya. CUR Pinggul Lucius bergerak maju mudur sementara ia menggigit bibirnya, perasaan hangat dibawah sana membuatnya semakin bergairah. Belum lagi ekspresi Bianca yang tengah terhentak-hentak itu dan juga dada Bianca yang bergerak naik turun seirama, semuanya membuat kejantanan Lucius semakin membesar dan mengeras di dalam tubuh Bianca. “Sayang, kau selalu saja bisa membuat ku menggila. Hanya melihat mu seperti ini saja aku rasanya sudah seperti terbang ke langit ke tujuh. Kau selalu membuat ku lapar, lapar akan tubuh mu dan juga cinta mu.” ucap Lucius terbata-bata disela-sela hentakkan nya, Lucius menunduk menciumi dada Bianca. Meninggalkan tanda cintanya disana. Bianca mendesah tiap kali Lucius menghentaknya, tidak perduli dengan desahannya yang kencang. Bianca hanya perduli dengan perasaan nikmat yang ia rasakan saat ini. CUR Bianca semakin kencang mendesah saat ia merasakan gerakan Lucius semakin cepat bersamaan dengan semburan-semburan hangat di dalam sana. Sudut bibir Bianca terangkat membentuk senyuman, ia tersenyum saat melihat Lucius tersenyum. “Terima kasih untuk malam ini sayang.” Lucius menunduk mencium bibir Bianca, melumat bibir kemerahan istrinya itu. Bukan hanya itu, kedua lidah mereka beradu. Membangkitkan kembali gairah keduanya. Lucius kembali menggerakkan tubuhnya maju mundur, tak perduli bahwa dibawah sana sudah sangat basah karena cairan mereka berdua. CUR Lucius melepas ciumannya, kembali beralih pada dada Bianca yang menjadi tempat favorit Lucius. Malam ini Lucius sepertinya tidak akan membiarkan Bianca tidur dengan tenang, entah kapan gairah Lucius akan surut. CUR BAB 3 Laki-laki dengan rambut yang hampir memutih semua itu melempar gelas yang berada di tangannya, informasi yang baru saja ia dapatkan sangat membuatnya kesal. Bagaimana tidak, orang suruhannya yang sudah ia tugaskan untuk memata-matai Lucius justru tertangkap basah dan dihukum mati. “Rian si bodoh itu, hal seperti itu saja dia tidak bisa! Pasti Rian sudah membocorkan semuanya kepada Lucius sebelum Lucius membunuhnya. Karena kecerobohan bajingan itu semua rencana ku hancur berantakan. Benar-benar menyebalkan!” Laki-laki beruban itu sibuk memaki sementara pelayannya dengan gemetar membersihkan pecahan CUR gelas kaca yang sebelumnya laki-laki itu lempar hingga pecah. “Maaf Tuan Albert, tapi sepertinya kita tidak bisa menganggap remeh Lucius. la memang belum lama ini terjun ke dunia mafia namun untuk keahliannya tidak bisa disangkal lagi Tuan.” “Jadi maksud mu dia lebih baik dari pada ku? Begitu?” Albert menatap orang kepercayaannya itu dengan tatapan tajam. “Bukan seperti itu maksud saya Tuan, tapi mencari masalah dengan Lucius bukanlah jalan terbaik. Dia bisa saja menyerang kita. Saya paham bahwa Tuan membenci Lucius, namun Tuan juga harus paham bahwa kita harus menghindari resiko terbesar.” CUR Albert berdecak kesal, ia bersumpah akan membuat Lucius dan juga keluarganya hancur, terutama Reinhard. Albert tidak akan bisa memiliki kebencian sedalam ini terhadap keluarga mereka jika bukan karena Reinhard. Jika ia tidak bisa menghancurkan mereka maka nanti, saat kesempatan tiba untuknya maka Albert akan menyerang Lucius dan memastikan mereka hancur. Bianca bangun dengan tubuh yang terasa pegal, Bianca sempat terkejut saat melihat Lucius sudah bangun lebih dahulu dan telah rapih, tidak terlihat lelah sedikitpun meski semalam mereka berdua sibuk dengan urusan ranjang hingga menjelang pagi. CUR “Kau sudah ingin berangkat, kau semakin sibuk saja ku lihat.” Bianca memperhatikan Lucius yang sedang berpakaian, tersenyum kecil saat matanya tak sengaja menangkap tanda keunguan yang ia beri di perut berotot Lucius. “Banyak pekerjaan yang harus ku lakukan sayang, menjadi boss bukan berarti aku bisa bersantai. Kau tidur lah lagi jika kau masih merasa lelah.” Ucap Lucius yang baru selesai mengancingkan kemejanya, ia melirik ke arah Bianca yang masih berbaring berbalut selimut. “Nanti siang aku akan mengirim seseorang kemari untuk mengajari mu menggunakan senjata, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Tidak semua orang bisa mahir dalam waktu singkat, jadi jangan terburu-buru.” Bianca hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai jawaban, Bianca mengerti bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini termasuk menggunakan senjata api. CUR “Kalau begitu aku pergi dulu.” Lucius melangkah mendekat, mengecup kening Bianca sejenak. Bianca terlihat kebingungan terlebih lagi saat Lucius mengecup keningnya. “Kau ingin pergi sekarang? Kita tidak sarapan bersama dulu?” Lucius menggelengkan kepalanya, “Maaf aku tidak bisa, aku terburu-buru sekali. Maaf juga karena hari ini kau harus sarapan sendirian, aku pergi.” Sekali lagi Lucius mengecup kening dan bibir Bianca sekilas sebelum ia melangkah pergi keluar dari kamar. eR Lucius sebenarnya malas pergi lebih awal, ia juga ingin sarapan bersama dengan Bianca dan menghabiskan sedikit waktu lebih lama pagi ini dengan Bianca. Namun CUR Lucius tidak bisa, karena ia mendapat telepon dari Jason mengenai penyelidikan tentang para anak buah Lucius yang kemungkinan masih banyak diantara mereka yang ada sangkut pautnya dengan Albert. Lucius merasa agak bodoh karena baru menyadari perihal pengkhianat di dalam kelompok anak buahnya. Seharusnya Lucius lebih hati-hati lagi mengingat bahwa para pengkhianat itu bisa melakukan apa saja termasuk hal paling gila sekalipun. “Albert si tua bangka sialan itu, bukannya mati dia justru masih saja hidup dan terus mencari masalah.” Lucius berdecak kesal, melajukan mobilnya menuju markas. Dimana Jonas sudah mengumpulkan semua anak buah Lucius. Bianca tengah makan siang saat pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa anak buah suruhan Lucius telah datang untuk mengajari Bianca menembak. Bianca menganggukkan kepalanya, “Persilahkan saja dia masuk dan menunggu di ruang tamu. Dan berikan dia minuman, aku akan menemuinya setelah selesai makan dan bersiap-siap.” Pelayan tersebut dengan sigap menuruti perintah dari Bianca, ia kembali berjalan cepat untuk mempersilahkan tamu tersebut masuk. Bianca tidak terburu-buru memakan makanannya hanya karena anak buah suruhan Lucius telah datang, Bianca tetap menggunakan waktu yang ia miliki dengan santai. CUR Toh tidak mungkin anak buah Lucius itu berani memarahi Bianca jika Bianca terlambat menemuinya, jika ia berani melakukannya maka Bianca pun tidak akan segan-segan mengadukannya kepada Lucius. Bahkan Bianca akan menambah-nambahi cerita agar orang itu semakin dimarahi oleh Lucius. Makanan Bianca sudah habis, ia beralih menuju kamarnya. Sejak pagi Bianca belum membersihkan diri. Setelah sarapan pagi Bianca segera kembali berbaring di ranjang dan baru keluar dari kamar untuk makan siang. Butuh waktu cukup lama hingga Bianca selesai bersiap- siap dan menemui pelatihnya di taman, dimana Bianca akan berlatih menembak disana. “Selamat siang Nyonya.” CUR Begitu Bianca datang, laki-laki tersebut segera bangkit dari posisi duduknya dan dengan sopan menyapa Bianca. “Apa aku membuat mu lama menunggu?” tanya Bianca sekedar basa-basi, Bianca tahu bahwa ia memakan banyak waktu dan membuat laki-laki itu menunggu sendirian di taman ini sendirian. “Ah, tidak Nyonya. Saya bahkan baru selesai menyiapkan alat-alat yang di perlukan.” laki-laki tersebut menunjukkan senjata api yang berada di atas meja dan juga sebuah target berbentuk manusia yang berada cukup jauh di ujung sana. “Kau belum memperkenalkan dirimu. Lucius yang mengirim mu kemari bukan?” tanya Bianca lagi yang membuat laki-laki itu kembali menoleh ke arah Bianca. Menundukkan kepalanya meminta maaf karena lupa memperkenalkan dirinya. CUR “Maaf Nyonya, nama saya Harry. Tuan Lucius menyuruh saya untuk menjadi pelatih Nyonya dalam menggunakan senjata api.” Bianca menganggukkan kepalanya mengerti, “Kau ahli dalam menggunakan senjata api?” “Bisa dibilang sepeti itu Nyonya, saya berposisi sebagai snipper di kelompok saya. Meski saya masih tidak bisa dibandingkan dengan Tuan Jonas.” Bianca menganggukkan kepalanya lagi, ia setuju dengan perkataan Harry. Jonas itu sangat ahli dalam bermain dengan senjata api. Bianca ingin diajari oleh Jonas, namun Jonas berperan sebagai tangan kanan Lucius. Jonas tidak punya waktu lebih untuk mengajari Bianca menembak, maka dari itu Lucius mengirimkan sniper lain sebagai pengganti Jonas. CUR Bicara soal sniper, Bianca menjadi teringat Ibu mertuanya. Carolina juga seorang sniper dulunya. Bianca ingat dulu Carolina sempat menjelaskan soal menembak, tentang menghitung kecepatan angin, kelembaban hingga jarak sasaran. Ibu mertuanya sangat pro dalam hal tersebut, bahkan bisa dibilang Carolina berada di atas Jonas. Mengingat dulu Carolina adalah tangan kanan dari Reinhard sebelum Jonas menggantikan jabatannya. Lucius tanpa disangka pulang lebih awal hari ini, saat ia sampai di rumah Lucius mendapati bahwa Bianca masih sibuk belajar menggunakan senjata api. CUR Melihat Bianca tengah membidik sasaran, mengacungkan sebuah pistol membuat Lucius menyadari betapa cantiknya istrinya itu. Hanya dengan melakukan hal-hal biasa saja Lucius merasa bahwa Bianca terlihat cantik dan seksi. Lucius memperhatikan bagaimana Bianca menarik pelatuknya dan menembak ke arah sasaran. Tembakan Bianca meleset, ya.. memang tidak ada yang instan di dunia ini, Bianca tidak mungkin langsung bisa melakukan hal itu hanya dalam sehari belajar. Meski tembakan Bianca meleset Lucius tetap bertepuk tangan, membuat perhatian Bianca dan juga Harry beralih kepada Lucius. Harry menunduk hormat setelah melihat Lucius sementara Bianca tersenyum senang menghampiri Lucius. CUR “Ku pikir kau akan pulang larut hari ini.” “Surprisingly aku tidak ada pekerjaan penting lagi yang harus ku lakukan hari ini, maka dari itu aku bisa pulang dengan cepat.” Lucius segera melakukan kebiasaannya, mengecup kening Bianca. Tidak perduli dengan keberadaan Harry diantara mereka. “Kau masih ingin berlatih menembak?” tanya Lucius kepada Bianca, Bianca menganggukkan kepalanya. Bianca merasa menembak cukup menyenangkan. “Kalau begitu sekarang biar aku saja yang mengajari mu.” Pandangan Lucius beralih kepada Harry yang sejak kedatangan Lucius hanya bisa diam saja. “Kau boleh pergi.” Lucius mengusir Harry, keberadaan Harry sudah tidak diperlukan disini. CUR Harry mengangguk patuh pada perintah Lucius, “Baik Tuan, saya pamit undur diri.” Sebelum Harry benar-benar pergi, Harry sempat melirik sekilas. Melihat bagaimana Lucius dengan lembut mengecup bibir Bianca. Dalam hati Harry sedikit terkejut, terkejut bahwa boss besarnya yang ia kenal keras itu justru bersikap lembut dengan istrinya. “Kau tidak muntah-muntah hari ini?” tanya Lucius sembari mengusap perut Bianca yang mulai agak membuncit. “Hebatnya hari ini anak mu tidak membuat ku repot hari ini, mungkin ia bersemangat ingin ikut belajar menembak.” CUR “Anak kita.” ujar Lucius mengoreksi perkataan Bianca. “Ya.. ya.. anak kita.” “Kau belum mandi bukan? Bagaimana kalau kita mandi bersama?” Bianca memutar bola matanya jengkel, Bianca sudah bisa menebak apa yang Lucius inginkan. “Itu alasan mu saja Lucius, aku tahu kau itu seperti apa. Sebenarnya yang hamil itu aku atau dirimu, kenapa hormon mu yang meledak-ledak begitu?” “Salah mu sendiri, sejak kau hamil kau terlihat semakin bersinar dan seksi.” Lucius mengangkat Bianca menuju kamar mereka, tidak perduli dengan pandangan pelayan yang melihat mereka. Seharusnya pelayan sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Mengingat Lucius dan Bianca selalu bermesraan tiap kali mereka bersama. CUR “Kenapa kau menggendong ku Lucius? Ini masih terlalu awal untuk melakukannya.” Bianca menolak, mereka bisa bercinta nanti malam. Kenapa Lucius setidak sabaran ini? “Aku hanya ingin mengajak mu mandi bersama.” Ucap Lucius dengan senyumannya, yang sudah pasti hanya kebohongan belaka. Mana mungkin Lucius bisa hanya mandi bersama, tanpa ada maksud lain. Bianca mengalah, ia memeluk leher Lucius. Berpegangan agar Lucius lebih mudah membawanya ke kamar melewati anak-anak tangga. Bianca mendesah pelan saat air hangat di bathtub menyentuh kulit telanjangnya, Bianca merasa rileks. Namun desahan tersebut justru membuat Lucius gelisah. CUR Lucius dengan cepat melepaskan pakaiannya sendiri, mengikuti Bianca masuk ke dalam bathtub. Mereka berdua berendam bersama, ini bukan pertama kalinya mereka seperti ini. Tapi tetap saja meski sudah sering melakukannya Lucius tidak pernah merasa bosan. Mandi lebih menyenangkan bagi Lucius jika bersama dengan Bianca. “Lucius..” panggil Bianca pelan. “Hmm..” Lucius hanya berdeham, sibuk mengecup punggung telanjang Bianca dari belakang. “Menurut mu anak kita ini perempuan atau laki-laki?” Bianca mengusap perutnya, diikuti oleh tangan besar milik Lucius. CUR “Perempuan ataupun laki-laki jenis kelaminnya tidak begitu penting, yang terpenting dia tumbuh sehat dan lahir sehat pula. Tapi jika dia perempuan, pasti dia akan secantik dirimu.” Bianca tertawa mendengar omongan manis dari Lucius, berarti Lucius menginginkan anak perempuan. “Aku juga tidak mempermasalahkan dia harus perempuan atau laki-laki, tapi alangkah lebih baik jika dia laki-laki. Kau tahu kan pekerjaan mu itu seperti apa? Aku ingin dia bisa menjadi kakak laki-laki yang hebat dan melindungi adik-adiknya nanti saat kita sudah tidak mampu melindungi mereka.” Lucius paham dengan apa yang Bianca katakan, ia ingat betul bahwa dulu saat Lucius masih kecil pun hidupnya sudah sulit. Bukan sulit karena ekonomi, melainkan nyawanya selalu diincar banyak orang. Menjadi anak dari ketua Mafia memang tidak lah mudah. CUR “Jika dia terlahir perempuan pun dia pasti akan kuat seperti mu, tidak mudah terkalahkan. Dan aku juga akan mengajarinya bela diri. la akan menjadi perempuan yang tangguh dan mungkin jauh lebih tangguh darimu.” Bianca tersenyum, ya. Jika anaknya perempuan maka dia pasti akan kuat. Mengingat bahwa Lucius dan juga dirinya sama sama keras kepala dan kuat dalam sisi mereka masing masing. “Tapi Bianca, aku tidak menyangka kau sudah merencanakan untuk memberi anak kita adik. Aku senang mendengarnya, ku pikir kau tidak akan ingin hamil lagi setelah anak pertama kita lahir.” Lucius yang sebelumnya sibuk mengecup punggung Bianca kini beralih mengecup leher Bianca. “Kau pikir dengan aktivitas seksual mu yang menggebu- gebu itu aku tidak akan hamil lagi setelah melahirkan nanti?” Bianca menyindir Lucius, namun orang yang QIN disindir tidak merasa bersalah sedikitpun. la justru tertawa kecil, dan semakin berani mengecup leher Bianca. Menggigit, menghisap, memberikan tanda spesialnya disana. Tidak hanya itu saja, tangan nakalnya yang sebelumnya sibuk mengusap perut Bianca kini beralih naik ke atas, meremas dua bukit kembar Bianca yang semenjak hamil menjadi semakin sensitif dan juga membesar. Lucius menyeringai saat mendengar desahan Bianca, Lucius mengangkat tubuh Bianca yang awalnya duduk didepannya menjadi duduk di pangkuannya, gerakan tersebut membuat riak air dan tumpah ke lantai. Bianca terdiam menikmati setiap sentuhan tangan Lucius ditubuhnya, menggigit bibir bawahnya saat pinggulnya sedikit diangkat oleh Lucius. Namun belum sempat tubuh mereka berdua menyatu, Bianca terkejut saat melihat CUR sebuah bayangan dari balik pintu kamar mandi. Seolah- olah ada yang mengintip mereka. “Siapa itu?!” teriak Bianca seketika, membuat Lucius terkejut. Bersamaan dengan teriakan Bianca, bayangan tersebut menghilang. “Ada apa Bianca?” tanya Lucius khawatir, ia tidak terlalu mendengar Bianca berteriak apa. la piki Bianca kesakitan karena Lucius terlalu terburu-buru. “Ada yang mengintip kita Lucius.” ujar Bianca sembari bangkit dari pangkuan Lucius, ia meninggalkan bathtub dan melangkah keluar kamar mandi diikuti oleh Lucius yang masih kebingungan. CUR “Bagaimana mungkin ada yang mengintip, kamar mandi ini berada di dalam kamar kita. Tidak akan ada yang berani mengintip kita.” Lucius berusaha menenangkan Bianca yang nampak kesal, Lucius menunjuk ke arah pintu kamar mereka yang tertutup. “Lihat pintunya tertutup, jika ada orang yang masuk kemari pasti sudah terdengar Bianca.” “Aku yakin aku melihat bayangan seseorang mengintip kita Lucius.” “Kau hanya salah melihat Bianca, kalaupun ada yang mengintip kita aku pasti akan menghukum orang tersebut.” Lucius memeluk Bianca, keadaan mereka sekarang ini masih sama-sama telanjang. Lucius kembali menggendong Bianca, namun kali ini ia tidak lagi membawanya ke kamar mandi melainkan membaringkan Bianca di ranjang. CUR Persetan dengan kegiatan mandi mereka yang gagal. Mereka bisa mandi nanti. “Sayang..” ucap Lucius lembut sembari ia memposisikan dirinya berada di atas Bianca, “Semenjak kau hamil kecantikan mu menjadi bertambah. Jangan salahkan aku jika aku terus saja tergila-gila dengan tubuh mu kalau kau saja secantik ini.” “Kau bahkan terlihat lebih cantik lagi saat kita sedang bercinta.” Lucius melebarkan kaki Bianca, ia memang terburu-buru. Mau bagaimana lagi bagian bawahnya sudah terlanjur sakit tidak sanggup lagi menahan gelojak nafsunya sendiri. Bianca agak merasa bersalah kepada Lucius karena telah mengacaukan suasana intim mereka. Bianca tadi terlalu terkejut sampai ia tidak bisa berpikir jernih, padahal mungkin saja pelayan masuk untuk memberitahu mereka bahwa makan malam telah siap dan pelayan tersebut CUR pergi saat melihat bahwa Bianca dan Lucius sedang berada di kamar mandi. Lagi pula Bianca hanya melihat bayangan, ia tidak melihat orang tersebut benar-benar mengintip mereka. Bianca mencengkram lengan Lucius saat Lucius mendorong dirinya masuk, mereka berdua saling memandang. Lucius memberikan kecupan lembut di bibir Bianca sebelum ia menggerakkan tubuhnya maju mundur, membuat ranjang mereka menimbulkan suara berderit dan membentur dinding. Keduanya asik memadu kasih di atas ranjang mereka sementara sosok pelayan wanita yang berada di luar kamar mereka sedang terengah engah menahan detak jantungnya yang berdebar tak karuan. CUR la hampir saja ketahuan mengintip. Pelayan wanita itu bernama Lanna, ia sudah hampir sebulan bekerja sebagai pelayan disini. Dan sebelumnya ia nekat mengintip majikannya yang tengah bercinta di kamar mandi. Lanna melakukan hal gila itu bukan tanpa alasan, saat pertama kali masuk bekerja Lanna sudah jatuh hati pada Lucius. Siapa juga yang tidak jatuh hati pada laki-laki setampan Lucius, belum lagi sikap Lucius yang sangat manis kepada istrinya namun dingin kepada orang lain juga menjadi pemicu rasa suka di hati Lanna menjadi semakin membesar. la selalu memperhatikan secara diam-diam kemesraan Lucius dan Bianca, ada rasa iri dalam diri Lanna. Iri karena Bianca bisa mendapatkan Lucius, padahal Bianca itu dahulu mantan pelacur. CUR Lanna itu gadis perawan tapi ia tidak mendapatkan laki- laki sebaik Lucius, laki-laki yang mengejarnya selalu laki- laki rendahan dengan tampang seadanya. Lanna berlari menuju kamarnya, ia tidak boleh berlama- lama disini. la bisa ketahuan nantinya. Sesampainya di kamar Lanna membuka seragam pelayannya, menelanjangi dirinya sendiri sembari berbaring di ranjang. Lanna meraba tubuhnya sendiri, membayangkan kejadian yang sebelumnya ia intip. Membayangkan bagaimana Lucius mengecup dan meremas dada Bianca, namun dalam bayangan Lanna dirinya lah yang berada diposisi Bianca. Dicumbu oleh Lucius dan disetubuhi. Lanna memainkan bagian bawahnya sendiri, ia mendesah tanpa tahu malu. Menyebut nyebut nama CUR Lucius meski ia tahu Lucius yang asli tengah bercinta dengan Bianca bukan dirinya. OR Bianca mengalungkan kedua tangannya di leher Lucius, ia menarik kepala Lucius mendekat. Mereka kembali berciuman, sementara gerakan Lucius semakin cepat dibawah sana. Bianca melenguh saat merasakan semburan-semburan hangat di dalam tubuhnya, ciuman mereka terlepas namun kegiatan intim mereka tidak berhenti sampai disitu saja. Satu kali belum cukup bagi Lucius. Lucius kembali meremas payudara Bianca, mengecupnya bergantian. Memberikan tanda cintanya disana. Hal yang paling Lucius suka saat bercinta dengan Bianca selain membuahi Bianca adalah memberikan bekas bekas di CUR tubuh Bianca yang Lucius tahu bekas itu butuh waktu untuk bisa menghilang. “Sayang, apa kau bisa menungging?” tanya Lucius lembut, Bianca menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Lucius menarik dirinya dari Bianca, membantu Bianca untuk menungging di ranjang. Lucius kembali menyatukan dirinya dengan Bianca, bergerak seirama dengan deru nafas mereka yang menggebu. “Kau benar-benar membuat aku gila sayang, aku tidak akan pernah puas memakan mu. Kau membuat ku kecanduan.” ucap Lucius dengan suara beratnya, ia terengah engah. Sementara Bianca tersenyum disela sela desahannya. see QIN BAB 4 Bianca dan Lucius baru saja selesai mandi ‘sungguhan’ saat handphone Lucius berdering, Carolina menelepon Lucius. “Bagaimana liburan Mama disana?” tanya Lucius kepada Carolina melalui sambungan telepon, Lucius menyalakan loud speaker nya agar Bianca juga bisa mendengar apa yang Carolina katakan dan juga mereka harus segera turun ke lantai bawah. Mereka harus makan malam sekarang. Waktu makan malam mereka yang biasanya telah terlewat karena Lucius terus saja meminta kepada Bianca, mereka bercinta sampai empat kali. Tiga kali di ranjang dan sekali di kamar mandi. CUR “Menyenangkan. Bagaimana dengan Bianca, kapan jadwal pemeriksaan kandungan Bianca lagi? Mama ingin ikut saat pemeriksaan jenis kelamin cucu Mama sudah bisa dilakukan.” “Bianca sehat Ma, untuk jadwal mengecek kandungan sekitar dua Minggu lagi Ma. Bianca bisa pergi dengan Lucius saja, Mama nikmati saja waktu Mama berdua dengan Papa.” jawab Bianca sembari bergandengan tangan dengan Lucius menuruni anak tangga, mereka melangkah menuju meja makan. “Kami sudah puas menghabiskan waktu disini, Mama dan Papa akan segera pulang. Mama ingin turut andil dalam perkembangan cucu Mama.” Lucius mengela nafas, “Dulu saja Mama menyuruh Bianca untuk menggugurkan kandungannya sekarang justru Mama yang heboh, seolah-olah Mama yang sedang hami CUR “Diam kau Lucius.” maki Carolina dari balik telepon. “Hubungi saja kami saat Mama dan Papa sudah kembali, kami akan menjemput kalian di bandara.” Bianca senang bahwa Carolina kembali lebih cepat dari yang dijadwalkan, Bianca menjadi memiliki tempat tujuan saat ia bosan. la bisa pergi ke rumah mertuanya itu dan menghabiskan waktu bersama. “lya sayang, nanti akan Mama kabari. Istirahat yang banyak ya, pukul saja kepala Lucius jika dia mengganggu waktu istirahat mu.” ujar Carolina lagi, “Sudah dulu ya. Selamat malam.” Sambungan telepon diputus oleh Carolina, Lucius hanya mendengus kesal dan mengantongi kembali handphone miliknya itu. CUR “Sebenarnya anak Mama itu aku atau kau, sepertinya Mama lebih menyayangi mu, Bianca.” Lucius menarik kan kursi untuk Bianca mempersilahkan Bianca untuk duduk. “Ku lihat kalian berdua justru terlihat sangat mirip, kau dan Mama seolah berebut untuk menyenangkan ku.” Lucius tertawa kecil mendengar perkataan Bianca yang memang benar adanya, Lucius juga menyadari hal itu. la dan Carolina—Ibunya. Seolah bersaing siapa yang paling berhak merawat dan berada disisi Bianca. Tapi setidaknya Lucius bersaing dengan Carolina bukan dengan laki-laki lain di luar sana, jika ia bersaing dengan laki-laki di luar sana Lucius tidak yakin bahwa dirinya akan tenang. Hidupnya pasti akan dipenuhi kegelisahan lagi, sama seperti dulu saat Lucius bersaing dengan Herald. CUR Lucius memperhatikan Bianca yang menengguk air minumnya dengan setengah hati, “Ada apa? Kau ingin minuman yang lain teh hangat misalnya?” Bianca menganggukkan kepalanya, Lucius sangat peka sekali. Lucius memanggil seorang pelayan, pelayan tersebut mendekat ke arah Lucius. Bianca memperhatikan pelayan tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pelayan tersebut terlihat masih muda, dia cantik. Namun bukan itu yang menarik perhatian Bianca, melainkan proporsi tubuh pelayan tersebut sangat mirip dengan bayangan yang sebelumnya Bianca lihat saat di kamar mandi dengan Lucius. “Cepat buatkan teh hangat, pastikan jangan terlalu manis.” ujar Lucius lagi yang diiyakan oleh pelayan CUR tersebut, pelayan itu dengan cepat melangkah menuju pantri bermaksud menyiapkan teh untuk Bianca. Tak lama pelayan itu kembali dengan teh yang telah ia buat, memberikannya kepada Bianca. “Ini Nyonya, Teh hangatnya.” Bianca menerima teh tersebut, namun Bianca tidak membiarkan pelayan tersebut pergi. “Tunggu sebentar..” Pelayan tersebut kelihatan kebingungan karena Bianca mencegahnya untuk pergi mengerjakan tugasnya yang lain. “Kau sudah bekerja disini berapa lama?” tanya Bianca sembari mengaduk pelan teh yang baru ia terima. “Sudah sebulan lebih, Nyonya.” CUR Bianca menganggukkan kepalanya mengerti, “Nama?” “Nama saya Lanna, Nyonya.” jawab pelayan itu lagi. “Oh ya, kau pelayan yang sebelumnya masuk ke kamar bukan?” tanya Bianca sekali lagi, namun pertanyaan Bianca kali ini membuat pelayan bernama Lanna itu terkejut. “Tenang saja, aku tidak bermaksud untuk memarahi mu apalagi memecat mu. Hanya saja jangan lakukan hal itu lagi, aku tahu kau mungkin melakukannya karena kau belum terlalu lama disini. Jadi jika sekali lagi aku ataupun Lucius tidak turun meskipun makanan telah siap, biarkan saja. Jangan masuk ke kamar kami secara sembarangan. Jika kami lapar, kami akan turun sendiri ke bawah untuk makan.” Bianca menasehati pelayan itu dengan tegas, bagaimana pun hal yang pelayan itu lakukan tidak benar. Itu sangat tidak sopan meski niatnya baik. Masuk ke kamar majikan tidak sepatutnya dilakukan apalagi tanpa CUR izin, kecuali niat awalnya masuk ke dalam untuk membereskan kamar tersebut. “Maafkan saya Nyonya, saya berjanji tidak akan mengulangi hal tersebut lagi.” Lanna menundukkan kepalanya, memohon maaf dari Bianca. “Tidak apa-apa, hanya saja jangan diulangi lagi. Sekarang kau boleh pergi, lanjutkan pekerjaan mu.” Lanna menganggukkan kepalanya, berterima kasih sebelum ia pergi dari ruang makan tersebut menuju ruang cuci pakaian. Lanna pergi dengan hati yang dongkol, ia kesal karena perkataan Bianca yang terkesan sombong oleh Lanna. Tapi ia tidak bisa apa-apa, ia hanya pelayan. Sebelum benar-benar pergi ke ruang cuci pakaian, Lanna sempat melirik kembali ke arah Lucius dan Bianca. CUR Mereka makan dengan gembira, berbincang sesekali tertawa. Seandainya saja Lucius juga tersenyum ke arahnya seperti itu, tapi sayang.. saat Lucius memanggilnya saja untuk membuatkan teh, Lucius tidak meliriknya sedikitpun. Nada suaranya bahkan terdengar tidak bersahabat. Lanna benar-benar iri dengan Bianca. Seandainya saja Lanna bertemu dengan Lucius lebih dahulu sebelum Bianca, mungkin Lucius bisa menjadi miliknya. Karena ia merasa dirinya cantik, dan Lanna juga yakin bahwa ia bisa membuat Lucius puas di ranjang. Lanna mengambil pakaian kotor yang sebelumnya telah ia kumpulkan dan ia taruh di ruang cuci pakaian. Lanna hendak melakukan tugasnya untuk mencuci pakaian majikannya. CUR Namun pandangan Lanna terpaku pada kemeja kotor milik Lucius, Lanna mengambil kemeja tersebut dari keranjang. Dan tanpa tahu malu ia mencium aroma dari kemeja tersebut. Pikiran Lanna melayang saat menghirup aroma dari kemeja tersebut, apakah ini aroma tubuh Lucius? Alangkah lebih menyenangkan jika bisa menghirup aroma tubuh Lucius secara langsung. Apalagi jika bisa mengenggelamkan wajahnya di dada bidang Lucius. Mungkin rasanya seperti surga. QIN BAB 5 Lucius mulai semakin sibuk sejak kemarin, Lucius bilang ada pengkhianat diantara bawahannya. Dan Lucius harus menemukan siapa pengkhianat tersebut dan menghabisinya. Lucius tidak bisa mengambil resiko lebih jauh, jika pengkhianat terus dibiarkan berkeliaran maka Lucius akan mengalami kerugian besar. Bukan hanya usaha- usaha Lucius saja yang bisa hancur. Bukan tidak mungkin kalau pengkhianat tersebut juga bermaksud menyakiti Lucius bahkan Bianca. Maka dari itu Lucius semakin bekerja ekstra, Lucius tidak ingin kecolongan dan akhirnya menyesal. CUR Sebelumnya Lucius sudah menangkap dan menghabisi beberapa pengkhianat dan penyusup namun sepertinya pengkhianat tidak hanya mereka saja. Seperti apa yang Reinhard katakan kepada Lucius dulu, Lucius harus waspada. Sekarang mungkin bawahan Lucius berada dipijaknya tapi esok hari siapa yang tahu? Manusia itu mudah berubah, apalagi diiming-imingi bayaran yang besar. Manusia selalu jatuh dalam keserakahan. Lucius juga sadar bahwa salah satu penyebab bawahannya ada yang berkhianat adalah karena mereka masih belum bisa menerima posisi Lucius yang sekarang menjadi pemimpin mereka menggantikan Reinhard. Bagi mereka Lucius itu masih terlalu muda, dan belum lama ini baru berkecimpung di bisnis gelap. Mereka tidak ingin menggantungkan hidup mereka pada orang yang menurut mereka belum sekuat Reinhard. CUR Lucius menghela nafas berat, ia melirik rolex nya. la harus pulang sekarang. Lucius telah berjanji dengan Bianca untuk menjemput Carolina dan Reinhard di bandara. “Jonas, aku akan pergi sebentar. Aku akan kembali sekitar 3 jam lagi.” Lucius memakai kembali jas nya yang sebelumnya ia lepas, ia keluar dari ruangannya sembari mengabari Bianca. Mengabari bahwa ia akan segera menjemput Bianca di rumah sebelum mereka berdua pergi bersama ke bandara. Sebenarnya Carolina dan Reinhard sudah menyuruh mereka untuk tidak menjemput, cukup kirimkan supir saja. Namun Bianca menolak dan mengatakan bahwa ia sudah sangat rindu dengan Carolina. CUR Lucius juga tidak punya pilihan lain, Bianca jarang meminta sesuatu sejak ia hamil dan ini salah satu permintaan Bianca. Lucius hanya ingin menurutinya. Mobil sudah menunggu Lucius di bawah, supir pribadi Lucius dengan sigap membukakan pintu mobil saat ia melihat Lucius melangkah mendekat. RK “Bagaimana liburan Mama disana?” Bianca memeluk Carolina erat saat mereka akhirnya bertemu. “Liburan Mama menyenangkan sayang, kau sendiri bagaimana?” tanya Carolina balik kepada Bianca, mereka berjalan sembari mengobrol berdua sementara Lucius dan Reinhard yang berada dibelakang mereka lah yang membawa koper menuju mobil Lucius terparkir. QIN “Biasa saja, tidak banyak hal yang bisa kulakukan. Tapi akhir-akhir ini aku belajar menggunakan senjata api. Selain untuk mengisi waktu luang itu juga berguna untuk ku dimasa depan jika terjadi sesuatu kepada ku.” Carolina menganggukkan kepalanya, benar. Memang sudah seharusnya Bianca bisa menggunakan senjata api. Bagaimana pun Bianca sudah menjadi bagian dari keluarga, Bianca harus bisa menjaga dirinya sendiri. Musibah tidak ada yang tahu. “Kapan kau akan cek kandungan lagi?” Carolina bermaksud pulang liburan lebih awal karena ia ingin turut andil saat pemeriksaan jenis kelamin anak yang Bianca kandung. Carolina ingin tahu cucunya itu laki-laki atau perempuan. CUR “Dua hari lagi, Ma.” Bianca tersenyum, ia mengusap perutnya yang membuncit. “Mama ingin ikut saat kau cek kandungan, Mama ingin tahu jenis kelamin cucu Mama.” “Tenang saja Ma, Bianca akan meminta Lucius untuk mengajak Mama saat kami melakukan pemeriksaan nanti.” “Kenapa kalian asik sekali mengobrol berdua dan tertawa, apa ada hal seru yang kalian bicarakan?” Lucius yang telah selesai memasukkan koper-koper ke dalam bagasi mobil itu menatap Bianca dan Carolina bergantian. “Jangan bilang Mama dan Papa terlalu asik liburan sehingga Mama hamil lagi? Aku tidak ingin anak ku dan adik ku seusia nantinya.” QIN Perkataan Lucius tersebut dihadiahi pukulan oleh Carolina, “Kau ini bagaimana, Mama sudah setua ini. Kau pikir Mama masih bisa hamil lagi?” Lucius mengangkat bahunya, siapa tahu. se Seperti apa yang sudah dua hari lalu Bianca janjikan, hari ini ia, Lucius dan Carolina bersama sama pergi ke rumah sakit. Carolina lah yang paling bersemangat, ia tidak sabar ingin mengetahui jenis kelamin cucu pertamanya. Saat dokter mengatakan bayi yang Bianca kandung berjenis kelamin laki-laki, Carolina senang bukan main. CUR Namun kemudian Carolina mengatakan sesuatu yang membuat Bianca tertawa. “Semoga sifat cucu ku tidak sama seperti Ayah dan Kakeknya. Aku sudah sakit kepala menghadapi mereka. Aku tidak bisa membayangkan jika cucu ku juga begitu. Ku harap cucu ku lebih mirip dengan mu, Bianca.” Lucius hanya bisa memasang wajah masam. Namun Lucius tetap senang mengetahui jenis kelamin anak pertamanya. Penerus setelah Lucius akan segera lahir. CUR BAB 6 Lucius semakin sibuk, Bianca juga semakin menghabiskan banyak waktunya di rumah. Kemarin Lucius tidak pulang ke rumah, dan barusan Bianca juga mendapat telepon dari Lucius bahwa malam ini ia kembali tidak bisa pulang. Bianca merasa gengsi untuk mengatakan bahwa ia rindu dan malam kemarin ia tidak bisa tidur dengan tenang tanpa keberadaan Lucius di sampingnya. Sebenarnya Bianca ingin meminta Lucius untuk pulang malam ini namun Lucius mengatakan bahwa ia tidak bisa. Terpaksa Bianca harus kembali tidur sendirian malam ini. Bianca baru saja selesai mandi, ia tengah membuka lemari mencari piyama nyaman untuk ia kenakan. Namun perhatian Bianca justru teralihkan pada jejeran kemeja Lucius yang tergantung rapih di lemari. CUR Terbesit ide di pikiran Bianca untuk mengenakan kemeja Lucius malam ini sebagai obat rindu, namun saat memilih kemeja mana yang akan Bianca pakai. Gerakan tangan Bianca yang memilah kemeja di lemari itu terhenti. Bianca merasa ada yang aneh, Bianca merasa ada satu kemeja Lucius yang hilang. Tapi Bianca tidak bisa mengingat kemeja yang seperti apa. Namun Bianca mencoba untuk tidak memikirkannya, mungkin kemeja itu berada di kantor Lucius. Mengingat Lucius juga suka mengganti pakian di kantornya. Pilihan Bianca terjatuh kepada kemeja berawarna hitam, Bianca memakai kemeja tersebut tanpa menggunakan dalaman. Membiarkan tubuh telanjangnya bersentuhan langsung dengan kemeja Lucius yang kebesaran itu. Tak lupa Bianca mengambil parfum milik Lucius yang berada di atas meja rias, sedikit menyemprotkan nya ke CUR kemeja itu. Aroma parfum tersebut semakin membuat Bianca merindukan Lucius. Padahal mereka tidak terpisah begitu lama, Lucius bahkan selalu menelepon Bianca hanya untuk sekedar bertanya apa yang tengah Bianca lakukan. Tapi tetap saja, mungkin ini salah satu bawaan bayi. Mungkin putra mereka yang tengah Bianca kandung juga ingin dekat dengan Ayah nya maka dari itu Bianca menjadi seperti ini. Bianca merebahkan tubuh nya di ranjang, berbaring memeluk bantal guling. Jika ada Lucius pasti Lucius lah saat ini yang akan Bianca peluk, bukan bantal. Bianca berharap masalah pekerjaan Lucius cepat selesai, Reinhard sebenarnya sudah menawarkan diri untuk membantu Lucius karena Reinhard juga sudah pernah mengalami hal yang Lucius alami. Dulu saat ia pertama GR kali menjadi pemimpin pun banyak masalah yang datang dari bawahannya sendiri. Namun Lucius menolak tawaran dari Reinhard, dengan alasan ia tidak butuh bantuan. la bisa mengurusnya sendiri tanpa bantuan Reinhard. Dan Lucius juga ingin membuktikan kepada Reinhard bahwa Lucius mampu dan bahkan bisa berperan sebagai pemimpin lebih baik dari Reinhard. Bianca tidak bisa langsung terlelap, pikirannya melayang memikirkan hal-hal yang terjadi. Bahkan hal yang tidak penting sekalipun. Tapi ada satu hal memang yang akhir-akhir ini mengganggu pikiran Bianca, bukan Lucius ataupun Ayah mertuanya. Namun seorang pelayan yang bernama Lanna. CUR Entah mengapa Bianca merasa ada yang aneh dengan pelayan tersebut, Bianca merasa pelayan itu lebih senang melayani Lucius dibandingkan dirinya. Pasalnya pelayan itu selalu tersenyum bahagia setiap kali dipanggil oleh Lucius namun ia kemudian memasang wajah datar saat Bianca yang memberikannya perintah. Bianca harap itu perasaannya saja yang terlalu sensitif karena sedang hamil, Bianca tidak ingin Lanna benar- benar menaruh rasa kepada Lucius. Karena jika benar Lanna menaruh rasa kepada Lucius maka Bianca tidak akan tinggal diam. Bianca mungkin terlihat tenang karena memang Bianca menjaga emosinya, ia tengah hamil. Tapi Bianca tidak bisa menjamin jika Bianca masih bisa mengendalikan emosinya jika Lanna benar-benar ada rasa dengan Lucius. Bianca menghela nafas berat, “Sejak kapan aku menjadi seposesif ini.” Akhirnya Lucius pulang setelah 2 hari tidak pulang ke rumah, namun yang membuat Bianca jengkel adalah Lanna lebih dahulu menyambut kepulangan Lucius sementara Bianca masih berusaha turun dari anak tangga secara perlahan. Apa yang Lanna lakukan benar-benar membuat Bianca jengkel. “Kemarikan jas milik Lucius!” teriak Bianca kesal, Lucius dan Lanna sontak menoleh ke arah Bianca. Lucius menatap Bianca dengan senyumannya sementara Lanna menatapnya dengan pandangan terkejut. “Kenapa kau teriak-teriak sayang?” Lucius mendekati Bianca, memberikan kecupan di bibir dan dahi Bianca, CUR tak lupa ia mengusap lembut perut Bianca yang membuncit itu. “Pelayan itu, kenapa dia yang menyambut kepulangan mu. Yang istri mu itu kan aku!” Bianca masih berteriak, entah kenapa emosinya meledak-ledak hari ini. Mungkin karena semalam ia juga memikirkan soal perilaku Lanna yang mendadak manis dihadapan Lucius. “Kau cemburu?” Lucius mengusap pipi Bianca yang akhir akhir ini semakin terlihat chubby, “Kau tidak perlu repot- repot turun ke bawah hanya untuk menyambut ku sayang, karena aku pasti akan naik ke atas dan menemui mu. Bianca terdiam, tentu saja ia cemburu. Bukannya Bianca tidak percaya kepada Lucius, Bianca tahu wanita yang Lucius cintai itu hanya dirinya. Hanya saja Bianca tidak percaya dengan Lanna. Firasat Bianca mengatakan hal yang buruk. QIN “Maaf ya, aku tidak pulang selama dua hari. Aku harus mengurus banyak hal, aku pun harus menyelesaikan banyak pekerjaan ku agar nanti saat waktunya kau melahirkan aku bisa menemani mu.” Perkataan Lucius membuat Bianca luluh, perasaan Bianca yang awalnya kesal menjadi hangat. Memang tidak terasa.. sebentar lagi Bianca akan melahirkan. Bukan Bianca saja yang harus bersiap-siap tapi Lucius juga. Bianca memeluk Lucius, menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya itu. Menghirup aroma tubuh Lucius yang ia rindukan. “Aku merindukan mu.” bisik Bianca pelan. Sudut bibir Lucius terangkat membentuk senyuman lebar, perasaannya senang sekali karena mengetahui CUR bahwa Bianca cemburu kepadanya. Pertanda bahwa Bianca takut kehilangan dirinya. “Aku juga merindukan mu, sayang.” sekali lagi Lucius mengecup puncak kepala Bianca sebelum pelukan mereka terlepas. Bianca menatap sinis Lanna yang masih berdiri mematung dengan jas di tangan nya. “Kenapa kau masih ada disini? Pergi sana siapkan sarapan Lanna mau tidak mau berbalik dan melangkah menuju tempat cuci pakaian, dalam hati ia memaki Bianca yang bersikap seenaknya. Sebelum Lanna menaruh jas Lucius ke keranjang pakaian kotor, Lanna menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan rutin nya. Menghirup aroma tubuh Lucius yang tersisa di jas tersebut. GR Lanna tidak bisa melakukannya lama-lama, ia harus ke dapur untuk membantu pelayan lain menyiapkan sarapan. 2K CUR BAB 7 Apa yang Lucius takutkan benar terjadi, Carolina meneleponnya memberi kabar bahwa mereka baru saja kembali dari rumah sakit. Ternyata Carolina kembali mengandung. Lucius tidak menyangka diusia nya yang sudah dewasa ia baru akan memiliki adik dan lagi usia adiknya akan terpaut dekat dengan anak Lucius sendiri. “Aku benar-benar tidak menyangka Mama bisa hamil lagi.” Bianca lebih kearah takjub dibandingkan dengan Lucius yang pusing. “Tentu saja bisa, mereka sudah berpisah belasan tahun dan kini mereka kembali bersama. Sudah pasti Mama akan hamil, mereka pasti sudah saling merindukan sejak lama. Aku yakin saat mereka liburan dan bahkan setelah CUR pulang dari liburan mereka terus berada di dalam kamar berdua.” Lucius mengusap wajahnya kasar, ada sedikit raut kekhawatiran di wajah Lucius. Usia Carolina sudah tidak lagi muda, mengandung menjadi lebih beresiko bagi Carolina. Dan juga besar kemungkinan adik Lucius nanti lahir dengan kondisi yang tidak sesehat anak biasanya. Bianca mengusap punggung Lucius, Bianca mengerti bahwa Lucius khawatir. “Mama pasti baik-baik saja Lucius, kau tidak perlu perlu berpikir negatif sampai sejauh itu. Ambil sisi positifnya saja, dengan kehamilan Mama, anak kita menjadi punya teman bermain nanti. Bukankah itu terdengar lucu dan menggemaskan?” Benar juga, kalau dibayangkan mereka pasti lucu. CUR Lucius berbalik menghadap Bianca, ia mengusap perut Bianca yang terlihat sangat besar itu. Usia kandungan Bianca sekarang sudah 9 bulan, hanya tinggal menunggu waktu Bianca kontraksi dan melahirkan. Maka dari itu pula Lucius sekarang selalu menyempatkan diri untuk pulang lebih awal dan menghabiskan waktu bersama dengan Bianca. Mengawasi pergerakan Bianca dan menuruti keinginan Bianca. Tapi Lucius juga merasa agak tersiksa, bukan karena keinginan Bianca yang membuatnya merasa kerepotan. Namun karena Bianca kini tak bisa lagi meladeni gairah Lucius yang menggebu-gebu. Dokter sudah menyarankan kepada Lucius untuk tidak melakukan hubungan ranjang dengan Bianca. Dan ya, tentu saja Lucius menurutinya dari pada nafsu karena Lucius tidak ingin Bianca dan anak mereka kenapa- kenapa. QIN “Apa kau sudah mengantuk? Sebaiknya kita tidur sekarang. Sekarang sudah larut malam.” Lucius mengulurkan tangannya untuk menggandeng Bianca menuju kamar mereka, sekarang kamar mereka tidak lagi terletak di lantai atas. Lucius dan Bianca sudah sepakat untuk menggunakan kamar yang ada di bawah sejak usia kehamilan Bianca menginjak 7 bulan. Bianca semakin sulit menuruni anak tangga dan Lucius juga tidak ingin mengambil resiko. Lucius dengan sabar membantu Bianca untuk berbaring di ranjang, Lucius memposisikan dirinya disamping Bianca. Mengusap usap puncak kepala Bianca sampai Bianca terlelap. Lucius menghela nafas berat saat ia memperhatikan bibir Bianca yang merah merekah. Ah, lagi-lagi Lucius GR terpancing hal kecil. Kejantanannya dibawah sana terasa sakit, memberontak ingin keluar. Sepertinya malam ini Lucius harus melakukannya sendiri lagi secara diam-diam. Lucius tidak ingin Bianca merasa bersalah jika Lucius melakukan onani secara terang- terangan. Setelah Lucius melihat Bianca sudah jatuh terlelap, Lucius keluar dari kamar dengan cara mengendap-ngendap. Lucius bisa saja melakukan onani di kamar mandi kamar mereka namun Lucius takut ia berisik dan membangunkan Bianca, atau yang lebih parah lagi sampai ketahuan oleh Bianca. Bianca pasti akan merasa bersalah nantinya. Maka dari itu Lucius memilih untuk melakukannya di ruang kerjanya, sama seperti malam-malam sebelumnya. Lanna menatap pantulan dirinya di cermin, ia kini sedang telanjang bulat. Malam ini Lanna berniat melakukan tindaka yang amat sangat nekat. Apalagi kalau bukan menggoda Lucius. Selama ini Lanna sudah menunggu waktu yang tepat dan Lanna rasa sekarang lah waktu yang tepat, awalnya Lanna ragu. Namun setelah kemarin Lanna secara tidak sengaja mengintip Lucius yang sedang onani di ruang kerjanya membuat Lanna menjadi yakin. Bahwa sekarang lah kesempatannya. Lanna agak menyayangkan kemarin ia kabur saat Lucius menyadari bahwa pintu ruang kerjanya lupa ia tutup rapat. Seharusnya kemarin Lanna tidak kabur dan justru langsung menggoda Lucius saja. CUR “Jangan banyak berpikir Lanna, lakukan saja. Kau pasti bisa menaklukan Tuan Lucius dengan tubuh mu yang molek dan paras mu yang cantik.” ujar Lanna kepada dirinya sendiri. Lanna memakai bathrobe milik Bianca yang telah Lanna curi dari tempat pengering pakaian. Dengan kepercayaan tinggi Lanna keluar dari kamarnya, ia berjalan menuju ruang kerja Lucius. Lanna tahu Lucius sudah berada disana sekarang. Dengan hanya mengenakan bathrobe tanpa pakaian apapun dibalik bathrobe tersebut. Lanna masuk ke dalam ruang kerja Lucius. Lanna tersenyum saat melihat ekspresi Lucius yang terlihat terkejut dan kesal, mungkin sekarang Lucius kesal CUR karena Lanna mengganggu aktivitas onaninya namun nanti pasti Lucius akan senang karena Lanna bisa membuatnya puas. “Lancang sekali kau masuk kemari tanpa mengetuk pintu, dan juga pakaian mu itu. Kau sudah kehilangan akal sehat mu?!” Lucius berteriak marah kepada Lanna, namun Lanna tidak menggubris hal itu. Lanna justru membuka bathrobe yang ia kenakan dan menjatuhkannya ke lantai, membuat tubuh telanjangnya terpampang di depan Lucius. “Kau benar-benar wanita gila, keluar kau dari ruangan ini!” Lucius semakin murka melihat tingkah Lanna, Lanna pikir dengan telanjang akan membuat Lucius tergoda. Tidak sama sekali. CUR “Ayolah Tuan, saya tahu Tuan butuh hiburan. Istri Tuan tidak bisa memberikannya tapi saya bisa. Saya juga bisa jamin bahwa saya bisa membuat Tuan lebih puas.” Lanna dengan tidak tahu malunya melangkah mendekat. Jika bukan karena Lucius takut membuat Bianca terbangun dan melihat kejadian ini pasti Lucius sudah menyeret Lanna keluar sekarang dan memerintahkan bawahannya untuk memperkosa Lanna beramai-ramai. Namun Lucius takut Bianca terbangun dan justru salah paham. Lanna dengan berani naik ke atas meja kerja Lucius, ia mengangkang melebarkan kedua kakinya. Dan tanpa malu menunjukkan kewanitaannya yang telah basah. Menggoda Lucius seperti ini saja sudah membuat Lanna melayang. “Ayo Tuan, tidak apa-apa. Saya bisa jaga rahasia. Tuan juga pasti suka, saya masih perawan bukan bekas laki-laki CUR lain.” Lanna menggigit bibirnya, berusaha menggoda Lucius sebisa mungkin. Lanna menunggu Lucius menyentuhnya, namun bukannya sentuhan Lucius yang ia rasakan. Lanna justru merasakan hujaman dari benda panas di punggungnya. Rasa sakit itu timbul bersamaan dengan suara pistol. Bukan. Bukan Lucius yang menembaknya. Lanna menoleh ke belakang dan mendapati Bianca yang berdiri di depan pintu ruangan kerja Lucius dengan menodongkan sebuah pistol. Bianca lah yang sebelumnya menembak punggung Lanna. CUR Wanita sialan itu. “Bianca, ini tidak seperti apa yang kau lihat.” Lucius hendak mendekati Bianca, ia takut Bianca salah paham. “Diam kau Lucius.” ujar Bianca dingin. Bianca melangkah mendekati Lanna masih sembari menodongkan pistolnya kearah kepala Lanna. “Dasar kau pelayan tidak tahu diri, sudah diberikan pekerjaan. Dan selama ini aku diam saja melihat kau menyukai suami ku diam-diam. Kau seharusnya bersyukur aku masih memberikan mu kesempatan. Tapi sekarang tidak lagi, tidak ada lagi ampun bagi wanita seperti mu.” Lanna baru saja ingin buka mulut, ingin membalas perkataan Bianca namun Bianca tidak memberikannya kesempatan untuk bicara. CUR Bianca segera menarik pelatuk pistolnya, melayangkan tembakan ke kepala Lanna hingga Lanna terjatuh dari meja kerja Lucius. Bianca masih menembaki Lanna meskipun kepala Lanna kini sudah hancur. “Wanita sepeti mu pantas mati.” ujar Bianca dingin. Kini Bianca beralih kepada Lucius, Bianca melangkah mendekati Lucius. “Sayang, aku tidak mengkhianat—” “Aku belum mengizinkan mu untuk bicara Lucius.” Bianca menatap Lucius tajam, ia melangkah semakin mendekat. Saat mereka sudah berhadapan Bianca menjatuhkan pistol yang berada di tangannya. CUR Bianca berlutut dihadapan Lucius membuat Lucius terkejut, tidak hanya sampai disitu saja. Tangan Bianca kini justru bergerak membuka resleting celana Lucius. Lucius tidak tahu harus bereaksi seperti apa, ia hanya diam memperhatikan Bianca. Lucius agak bingung saat Bianca memegang kejantanannya. Lucius menunduk memandang Bianca, dan saat itu juga Bianca mendongak menatap Lucius. “Kenapa kau harus melakukannya sendirian dan sembunyi-sembunyi? Kau senang melihat ku cemburu?” Bianca tidak salah paham, ia tahu Lanna yang datang ke ruangan ini untuk menggoda Lucius. Karena saat Lanna masuk ke ruangan Lucius, Bianca melihatnya. Bianca juga menyadari Lanna memakai bathrobe miliknya, maka dari itu Bianca kembali ke kamar dan CUR mengambil pistol. Kesabaran Bianca telah habis, Bianca tidak bisa menolerir wanita lain menggoda Lucius. “Jika kau ingin kau bisa bilang. Biasanya juga kau meminta tanpa tahu malu.” Bianca bicara sembari menatap Lucius, namun tangan Bianca tidak tinggal diam. Tangan itu bergerak maju mundur memberikan pijatan pada kejantanan Lucius. “Bukan begitu sayang, aku hanya menuruti apa yang dokter katakan.” Lucius bicara terbata-bata, gerakan tangan Bianca membuat Lucius melayang. “Meski tidak bisa bercinta, tangan dan bibir ku masih bisa. Aku lebih senang memberikan mu oral sex dari pada aku harus melihat wanita lain menggoda mu karena mereka berpikir kau suami kesepian.” CUR Bianca menjulurkan lidahnya, menjilat kejantanan Lucius. Membuat tubuh Lucius bergetar. Melihat reaksi Lucius membuat Bianca menyeringai, Bianca mengecup ujung kejantanan Lucius sebelum ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Menggerakkan kepalanya maju mundur, Bianca masih menatap Lucius yang terengah-engah. Mata Lucius terpejam sementara bibirnya terbuka. Mendengar desahan yang keluar dari bibir Lucius membuat Bianca merasa puas. Tangan Lucius memegang kepala Bianca, ikut membantu menggerakkan maju-mundur lebih cepat lagi. CUR Mereka berdua sibuk dengan kegiatan mereka, tidak memperdulikan bahwa di ruangan yang mereka tempati itu ada mayat Lanna yang bersimpah darah. Lucius mengeluarkan kejantanannya dari mulut Bianca, ia menyemburkan spermanya tepat di wajah Bianca. Lucius tersenyum melihat wajah Bianca yang dipenuhi sperma miliknya. Bianca terlihat sangat seksi. Namun senyuman Lucius seketika luntur saat melihat Bianca merengut kesakitan. “A-ada apa sayang?” “Sepertinya aku akan melahirkan.” Lucius segera memakai kembali celananya, ia panik. la mengambil tisu di atas meja kerjanya. Mengusap sisa sisa sperma yang berada di wajah Bianca. Dengan sigap Lucius menggendong Bianca keluar, mereka harus ke rumah sakit sekarang. GR Mereka berdua pergi begitu saja, tidak memperdulikan mayat Lanna yang masih berada di ruang kerja Lucius. “Sabar sayang, kita akan segera ke rumah sakit.” CUR BAB 8 Carolina panik bukan main saat ia mendapatkan telepon dari Lucius yang mengatakan bahwa Bianca akan melahirkan. Saat itu juga Carolina dan Reinhard pergi menyusul ke rumah sakit. Carolina berlari di lorong rumah sakit, Reinhard sudah menyuruhnya untuk tidak berlari. Namun Carolina terlalu panik. Perkataan Reinhard tidak terdengar oleh Carolina. “Bagaimana keadaan Bianca? Apa ia baik-baik saja?” Carolina segera menyerbu Lucius dengan pertanyaan ketika ia bertemu dengan Lucius di lorong rumah sakit. “lya Ma, Bianca baik-baik saja. Bianca sudah merasakan kontraksi. Dokter juga sudah mengecek Bianca, Bianca baik-baik saja. Dokter bilang masih perlu menunggu pembukaan leher rahim sampai Bianca siap melahirkan.” CUR Carolina menghela nafas lega, ia pikir terjadi sesuatu kepada Bianca. Carolina sempat berpikir bahwa Bianca terjatuh dan pendarahan sampai-sampai Lucius menelepon dengan panik. Kepanikan Lucius menular kepada Carolina. Tapi syukurlah Bianca baik-baik saja, semoga Bianca bisa melahirkan dengan lancar. Proses persalinan memakan waktu yang tidak sebentar, meski begitu Carolina dan Reinhard tetap menunggu di ruang tunggu. Sementara Lucius menemani Bianca di dalam. Memberikan support secara langsung. Lucius tidak masalah dirinya dijambak, dicakar dan harus dimaki oleh Bianca, namun mendengar teriakan kesakitan Bianca dan juga melihat banyaknya darah yang CUR Bianca keluarkan hanya untuk melahirkan anak mereka membuat hati Lucius nyeri. Sebesar ini rasa sakit yang Bianca rasakan. Rasanya rencana Lucius untuk memiliki banyak anak mendadak musnah, mereka akan punya anak lagi jika Bianca menginginkannya. Lucius tidak ingin Bianca melewati proses melahirkan lagi hanya karena keegoisan Lucius sendiri. Suara tangis anak mereka yang telah lahir membuat Bianca dan juga Lucius menghela nafas lega, putra mereka telah lahir dengan sehat dan lengkap. Suara tangisan putra mereka pun terdengar oleh Carolina dan Reinhard yang menunggu di luar ruang bersalin. Carolina benar-benar senang akhirnya cucunya lahir. CUR Cucu yang selama 9 bulan ini sudah mereka tunggu- tunggu kehadirannya. “Reinhard apa kau dengar itu? Itu suara tangisan cucu kita.” ujar Carolina riang, “Suara tangisannya kuat seperti suara tangisan Lucius dulu.” Reinhard hanya mengangguk dan mengusap pundak Carolina, mengingatkan Carolina untuk tidak melompat karena saking senangnya. Bianca tersenyum menggendong putranya, memberikan asi untuk pertama kalinya pada putranya itu. Meski menyakitkan rasa sakit dan lelah yang dirasakannya seolah hilang saat melihat wajah putranya. CUR “Wajahnya mirip sekali dengan Lucius.” Carolina yang duduk disebelah Bianca sembari memperhatikan cucunya itu akhirnya buka suara. “Apa kalian sudah menemukan nama?” “Aku dan Lucius belum memikirkan nama panjangnya, hanya saja aku ingin nama putra kami itu Jarvas.” ujar Bianca sembari mengusap pipi putranya yang kemerahan itu. “Jarvas? Apa nama itu memiliki arti?” tanya Carolina lagi. “Jarvas artinya orang yang ahli dalam menggunakan tombak. Aku tahu suatu hari nanti putra kami akan menjadi penerus dan menggantikan Lucius seperti Lucius menggantikan posisi Papa. Dan aku ingin putra kami seperti namanya bisa melindungi dirinya sendiri dan melindungi orang yang ia kasihi.” CUR Carolina mengangguk setuju, ia setuju dengan nama Jarvas. Selain memiliki arti yang bagus. Nama Jarvas juga terdengar bagus. “Hallo Jarvas.. ini grandma.” Carolina memegang tangan kecil Jarvas, tidak menyangka sekarang ia sudah memiliki cucu. Carolina bangkit berdiri dari posisinya, ia hendak keluar meninggalkan Lucius dan Bianca berdua, sepertinya mereka butuh waktu berduaan. Carolina juga sudah cukup puas melihat wajah cucunya. Lucius kini duduk disebelah Bianca, ia memperhatikan wajah putranya yang tengah menyusu. “Rasanya seperti mimpi.” “Mimpi?” CUR Lucius menganggukkan kepalanya, “lya, rasanya seperti mimpi. Rasanya baru kemarin aku mengancam mu untuk tidur dengan ku dan kau berpura-pura pasrah karena tidak bisa melakukan apapun padahal kau juga ingin menjadikan ku sebagai pelarian. Rasanya baru kemarin kita bermain cinta, rasanya juga baru kemarin aku menikahi mu tapi sekarang sudah ada Jarvas diantara kita. Waktu berjalan begitu cepat. Aku tidak ingin waktu berjalan terlalu cepat, aku ingin menikmati setiap momen kebersamaan kita. Kau aku dan Jarvas.” Lucius menatap Bianca dalam-dalam, “Kau sudah berkerja keras, kau telah susah payah melahirkan putra kita. Aku harus berterima kasih kepada mu, karena aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menanamnya di perut mu. Kau yang menanggung semuanya selama sembilan bulan lalu melahirkannya dengan bertaruh nyawa.” Bianca menggelengkan kepalanya, yang Lucius katakan tidak benar. “Kau juga sudah berjuang banyak Lucius, kau CUR menjaga ku selama aku hamil. Kau selalu ada disisi ku. Kau bahkan tidak tergoda oleh wanita lain yang lebih cantik disaat aku terlihat tidak menarik karena tengah mengandung.” “Apa yang kau katakan? Kau tidak menarik saat mengandung? Kau salah besar Bianca, kau terlihat berlipat-lipat kali lebih cantik saat kau sedang hamil. Hal tersebut lah yang membuat ku gelisah setiap malam.” “Kau harusnya mengatakan sejujurnya kepada ku, jangan melakukannya diam-diam sampai pelayan pun datang untuk merayu mu. Bagaimana jika aku salah paham? Kau lupa apa yang membuat Mama dan Papa berpisah sampai belasan tahun? Salah paham dan keegoisan. Aku ingin kita saling terbuka satu sama lain.” Lucius menganggukkan kepalanya, ia mengerti apa yang Bianca inginkan. “Aku berjanji aku akan lebih terbuka lagi kepada mu. Dan juga terima kasih karena telah percaya CUR kepada ku dan tidak mengambil kesimpulan sendiri, terima kasih juga karena kau sudah berjuang melahirkan anak kita. Aku hanya bisa berterima kasih dan berjanji untuk menjaga kalian berdua dan memperlakukan kalian dengan penuh cinta.” Sudut bibir Bianca tertarik membentuk senyuman, “Itu saja sudah cukup Lucius. Karena memang hal itu lah yang aku dan anak kita butuhkan. Kasih sayang dan cinta darimu.” Lucius kembali melihat wajah putranya, ia tidak tahu kenapa ia jadi melankolis begini. “Sekali lagi terima kasih sayang, karna telah memberikan ku seorang keturunan.” “Berhenti terus mengatakan terima kasih, jika kau memang merasa berterima kasih kepadaku kau harus membantuku merawat dan juga membesarkan anak kita ini. Kau harus bisa memberinya kasih sayang dan juga mendidiknya menjadi laki-laki yang kuat bahkan CUR melampaui kekuatanmu.” Bianca menggengam tamgan Lucius erat. “Tentu saja aku akan melakukan hal itu, Jarvas akan menjadi laki-laki yang kuat. Lebih kuat dariku dan juga Papa. Sehingga ia bisa melindungi orang terkasihnya. Aku yakin Jarvas akan menjadi laki-laki yang tangguh, bagaimanapun ia itu perpaduan antara kita berdua. Dia bukti dari cinta kita.” Bianca menganggukkan kepalanya setuju, Ya.. kehadiran Jarvas adalah bukti dari cinta mereka berdua. Tumbuh Iah dengan sehat dan kuat, Jarvas. Putra ku. Aku akan memberikan mu kasih sayang dari orang tua yang dahulu tidak pernah aku rasakan, ku harap masa kecil mu akan bahagia dan penuh warna tidak seperti masa kecil ku. GR Dan juga ku harap besar nanti kau akan menjadi orang yang tangguh, lebih tangguh dari aku dan juga Papa mu. Mama dan Papa mencintai mu setulus hati. BAB 9 Special chapter Reinhard memperhatikan Carolina yang tengah tertidur, 2 jam yang lalu mereka telah berkonsultasi soal kehamilan Carolina kepada dokter kandungan. Dokter kandungan sudah mengatakan bahwa kehamilan Carolina itu beresiko, dikarenakan usia Carolina. Dan alangkah lebih baik jika menggugurkan kandungan Carolina. Namun Carolina mengabaikan perkataan dokter, dan memaksa ingin mempertahankan kandungannya. Reinhard sudah berusaha untuk membujuk Carolina namun Carolina tidak mau mendengarkannya. CUR Reinhard juga sudah berjanji untuk percaya kepada Carolina, Carolina hanya memintanya untuk percaya dan menyambut kehamilannya dengan suka cita bukan menganggapnya sebagai bencana. Reinhard mengusap lembut pipi Carolina, Reinhard akan percaya dan menjaga Carolina sehingga Carolina bisa melahirkan anak mereka nanti dengan selamat. Tangan Reinhard beralih mengusap perut Carolina. “Kau adalah anugrah, kau bukan bencana ataupun nasib buruk. Kau adalah hadiah terindah yang Mama dan Papa dapatkan. Jadi tumbuhlah dengan sehat di dalam sana.” Carolina sebenarnya belum tertidur, ia hanya memejamkan matanya saja. Namun Carolina bisa mendengarkan apa yang Reinhard katakan meski Reinhard bisik-bisik sekalipun. CUR Carolina tahu jauh di dalam lubuk hati Reinhard, Reinhard sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun Carolina merasa baik-baik saja, mungkin kandungannya akan lemah dan akan membuat Carolina kesulitan namun ia tidak masalah akan hal itu. Mengandung dan melahirkan memang penuh resiko. Carolina menggenggam tangan Reinhard yang berada di pelukannya, ia menarik Reinhard agar berbaring tepat disebelahnya. Menenggelamkan dirinya dipelukan Reinhard yang hangat. Seandainya saja hubungan mereka membaik lebih awal, mungkin mereka juga akan punya anak lagi lebih awal. Kalau saja dulu mereka tidak saling egois. Tapi semuanya sudah berlalu, tidak ada gunanya juga disesali terus menerus. Waktu yang terbuang sia-sia itu tidak akan kembali dengan sendirinya. CUR “Tidurlah Carolina, kau butuh istirahat.” Reinhard mengusap lembut punggung Carolina. Berharap tindakan kecilnya itu bisa membuat Carolina nyaman dan terlelap. ord “Carolina, aku tahu kau sangat menyayangi Jarvas. Tapi kau juga harus ingat kondisi mu.” Reinhard tengah menasehati Carolina yang terus saja menggendong Jarvas yang kini tengah berusia 5 bulan. Bukan karena Reinhard tidak suka Carolina bermain dengan Jarvas. Bukan itu. Hanya saja Carolina terlalu sibuk mengurus Jarvas dibanding mengurus dirinya sendiri sedangkan Jarvas sudah memiliki Bianca. “Jarvas sangat menggemaskan, aku selalu ingin berada disisinya.” ucap Carolina dengan wajah seolah tak bersalah. CUR “Aku tidak melarang mu untuk bermain dengan Jarvas, tapi aku tidak suka kau melupakan vitamin dan susu hamil mu. Kau lupa dokter mengatakan apa?” Carolina berdecak jengkel, Reinhard semakin lama semakin cerewet. Dan sialnya lagi Bianca dan Lucius juga seolah berpihak dengan Reinhard. “ya aku akan meminum vitamin dan susu hamil ku nanti, aku ingin memandikan Jarv—” “Biarkan Bianca atau baby sitter yang memandikan Jarvas. Kau cukup diam saja disini dan menunggu, bagaimana jika kau terpeleset di kamar mandi?” Reinhard memaksa Carolina untuk duduk di sofa, sementara Reinhard mengambil Jarvas dari gendongan Carolina dan memberikan cucunya itu kepada Bianca. CUR “Kenapa kau selalu berpikiran negatif? Aku tidak akan terpeleset. Kau terlalu berlebihan.” omel Carolina. “Terserah kau saja mau mengatakan aku ini berlebihan ataupun cerewet, yang pasti aku hanya tidak ingin kau kenapa-kenapa. Aku melakukan semua ini karena aku perduli dengan mu dan calon anak kita.” ujar Reinhard yang membuat Carolina terdiam tak bisa mengelak. “Baiklah maafkan aku.” Kandungan Carolina sudah semakin besar sekarang, namun selain perutnya yang membesar. Bagian tubuh Carolina yang lain justru berkebalikannya. Carolina terlihat kurus, wajahnya juga sering terlihat pucat. GR “Kau baik-baik saja?" Tanya Reinhard yang mendapati Carolina berbaring di atas sofa. “Aku merasa lemas.” “Tentu saja kau lemas, kau tidak makan apapun sejak pagi. Setiap makanan yang kau makan selalu kau muntahkan.” Reinhard menatap sedih ke arah Carolina yang berbaring di sofa. “Kalau kau lemah begini bagaimana kau bisa melahirkan nanti?” “Hey.. jangan remehkan kekuatan seorang Ibu. Dari pada kau terus mengoceh lebih baik kau pijit kaki ku, kaki ku terasa pegal.” Reinhard tidak menolak, Reinhard segera duduk di sofa. Memangku kaki Carolina dan memijit pelan kaki Carolina. “Pijit yang benar.” Ketuban Carolina pecah diusia kehamilannya yang baru 7 bulan, Reinhard panik sekali saat itu. Bukan hanya karena ketuban Carolina yang pecah dan darah yang mengalir diantara kaki Carolina namun karena Carolina tak sadarkan diri bahkan saat Reinhard memanggil manggil namanya. Reinhard panik, bahkan saat Carolina telah dilarikan ke rumah sakit dan ditangani oleh dokter pun Reinhard tetap panik. Reinhard benar-benar tidak ingin kehilangan Carolina, mereka baru saja kembali menjalin hubungan mereka yang telah lama terputus. Reinhard tidak ingin kehilangan Carolina sekali lagi. QIN Bianca dan Lucius juga telah datang ke rumah sakit, namun pikiran Reinhard tetap tertuju pada keadaan Carolina yang kemungkinan sedang kritis di dalam ruang operasi. Reinhard bukan orang yang religius. Dan ia pun telah membunuh banyak orang, tapi jika tuhan itu memang benar-benar ada. Reinhard memohon untuk keselamatan Carolina dan juga anak mereka. Biarkan Reinhard sekali lagi berkumpul dengan Carolina dan anak-anak mereka. CUR BAB 10 Operasi berjalan memakan waktu yang sangat lama, Bianca terpaksa pulang karena ia tidak bisa meninggalkan Jarvas lama-lama. Sekarang hanya ada Reinhard dan Lucius yang tengah menunggu proses operasi selesai. Pintu ruangan operasi terbuka, dokter keluar dari ruangan tersebut. Reinhard segera menghampirinya dan menanyakan kondisi Carolina dan juga anak mereka. “Puji syukur Ibu dan bayinya selamat, bayinya lahir dengan lengkap. Berjenis kelamin perempuan. Karena lahir secara prematur dan kondisi bayinya yang lemah anak Bapak harus menginap di inkubator. Dan untuk istri Bapak, beliau bisa dijenguk setelah dipindahkan ke kamar rawat.” CUR Akhirnya Reinhard bisa menghela nafas lega, istri dan putrinya selamat. Meski putrinya harus berada di inkubator. Setidaknya Reinhard tidak kehilangan salah satu diantara mereka. eR “Sudah aku bilang bukan, aku pasti sanggup melahirkan anak kita. Ya, meski bukan dengan cara melahirkan normal.” Carolina tersenyum senang meski wajahnya masih terlihat pucat. “lya, kau berhasil. Putri kita cantik sekali, seperti dirimu. ujar Reinhard sembari menggenggam tangan Carolina. “Tentu saja ia cantik seperti ku.” Carolina merasa sangat bangga, “Saat besar nanti dia akan jauh lebih cantik lagi. Semua laki-laki akan tergila-gila dengan kecantikannya.” CUR “Dan semua laki-laki yang mencoba mendekatinya tidak akan ku biarkan begitu saja.” tukas Reinhard, membayangkan putrinya saat besar nanti akan digoda oleh laki-laki membuat Reinhard merasa jengkel. Apakah ini perasaan yang dulu Asher rasakan saat memiliki Bianca? “Kau sudah memikirkan nama untuk putri kita?” tanya Reinhard kepada Carolina, Carolina menganggukkan kepalanya. Tentu saja ia sudah menyiapkan nama. “Seperti Jarvas yang memiliki arti nama yang indah, aku ingin putri kita juga memilikinya. Aku ingin memberinya nama Liviana yang memiliki arti membuat iri dan punya banyak kelebihan. Aku ingin ia tumbuh dengan segala kecantikan dan bakat yang ia miliki, hingga orang-orang tidak akan berani memandang remeh dirinya.” CUR “Seperti nama putra pertama kita, Lucius Arsen Cassavano. Maka nama Putri kita Liviana Arsen Cassavano. Kini keluarga kita semakin lengkap.” Ya, keluarga mereka sekarang sudah lengkap. Punya putra dan putri, punya menantu yang baik dan cantik dan lagi mereka punya cucu yang tampan. Tidak ada lagi yang kurang. Semuanya sudah terasa lengkap, tidak ada lagi yang mereka inginkan selain menjalani hidup dan menghabiskan waktu mereka dengan orang terkasih. Reinhard dan Carolina bersyukur bahwa mereka juga diijinkan untuk memiliki akhir yang bahagia. TAMAT Kata penutup Terima kasih aku ucapkan kepada teman-teman yang sudah membaca cerita ini dari awal hingga akhir, terima kasih juga kepada kalian yang telah bersedia menyisihkan uang kalian untuk membeli e-book (PDF) ini sebagai apresiasi kalian terhadap penulis. Mohon untuk terus mendukung karya-karya selanjutnya buatan penulis, dan diharapkan untuk tidak menyebarluaskan e-book (PDF) ini tanpa izin dari penulis. Sekali lagi, terima kasih banyak. Salam hangat, Ezra.

You might also like