Mt
THESHITTYQUEENGR
BAB 1
Bianca dan Lucius sudah menjadi pasangan suami istri
sekarang, mereka juga telah melewati ‘malam pertama’
yang sebenarnya bukan yang pertama bagi mereka.
Yang pertama kali bangun pagi ini adalah Lucius, Lucius
bangun lebih awal dibandingkan Bianca. Bianca masih
tertidur pulas saat Lucius turun dari ranjang setelah
membenarkan selimut yang menyelimuti tubuh telanjang
Bianca.
Lucius segera membersihkan dirinya di kamar mandi,
saat air shower menyentuh kulitnya. Lucius kembali
teringat dengan kejadian semalam, saat ia dan Bianca
bercinta.
Percintaan mereka semalam terasa amat sangat berbeda
dengan yang sebelumnya pernah mereka lakukan,CUR
biasanya mereka selalu menggebu-gebu. Selalu berfokus
untuk meraih kenikmatan masing-masing.
Namun semalam, semuanya seolah berjalan dengan
sangat perlahan. Baik Lucius maupun Bianca seolah
benar-benar menggunakan perasaan mereka dalam
kegiatan ranjang mereka semalam.
Memang berhubungan intim dengan perasaan itu jauh
lebih hebat. Lucius mengakuinya.
Saat Lucius keluar dari kamar mandi, ia mendapati Bianca
masih terlelap pulas. Hanya posisi tidurnya saja yang
berubah. Wajar saja Bianca begitu, pasti Bianca kelelahan
karena kegiatan mereka semalam.
Lucius memakai pakaiannya sebelum ia keluar dari
kamar, saat ia keluar. Lucius disambut hangat oleh
pelayan yang tengah menyiapkan sarapan di meja.CUR
Lucius ingin sarapan bersama dengan Bianca, dan
sepertinya Bianca akan bangun telat hari ini. Lucius harus
menunggu Bianca bangun jika ia masih tetap ingin makan
bersama dengan Bianca.
Pandangan Lucius beralih kepada ruang kerja Reinhard
yang kini menjadi ruang kerja milik Lucius, Lucius masuk
ke dalam. la duduk sembari menatap layar laptop di
hadapannya.
Mata Lucius bergerak membaca e-mail yang masuk dari
Jonas, sudah pasti e-mail tersebut tentang pekerjaan.
Lama Lucius berkutat dengan laptopnya itu hingga tiba-
tiba saja pintu ruang kerjanya dibuka oleh Bianca yang
sepertinya baru saja bangun.
Lucius mendongak melihat kearah Bianca, ia tersenyum
melihat keadaan Bianca yang masih berantakan. Untung
saja Bianca sudah mengenakan pakaiannya.CUR
Jika saja Bianca kemari dalam keadaan telanjang dan
hanya terbalut selimut. Maka Lucius pasti akan memecat
semua pelayan laki-laki di rumah ini yang telah melihat
Bianca dalam keadaan seperti itu, memecat bahkan
terlalu baik, Lucius mungkin bisa saja mencungkil keluar
mata mereka.
“Kau sudah bangun?” tanya Lucius kepada Bianca, ia
menutup laptopnya. Berjalan mendekat menghampiri
Bianca.
“Aku terbangun karena kelaparan. saat aku ke meja
makan, pelayan bilang kau juga belum sarapan. Makanya
aku kemari untuk mengajak mu sarapan bersama.” Jelas
Bianca sembari mengusap usap matanya, ia masih agak
merasakan kantuk.
“Kau tidak ingin mandi lebih dahulu?” tanya Lucius lagi,
tangannya bergerak merapihkan rambut Bianca yangCUR
berantakan. Menyelipkan anak rambut Bianca ke
belakang telinga.
“Aku bisa mandi nanti, anak mu sudah tidak sabaran
ingin makan.”
Persetan dengan mandi, hal itu bisa dilakukannya nanti.
Bianca menarik Lucius untuk ikut dengannya menuju
meja makan.
Sesampainya mereka di meja makan, Lucius membantu
Bianca untuk duduk. Lucius agak was-was saat melihat
Bianca sarapan dengan sangat lahap. Lucius khawatir jika
apa yang Bianca makan akan Bianca muntahkan.
“Makan pelan-pelan.” ujar Lucius menasehati.
“Salahkan anak mu bukan aku.”GR
Kini Lucius sudah benar-benar mengambil alih posisi
Reinhard sebagai ketua Mafia. Tidak seperti sebelumnya
Lucius hanya mengambil alih beberapa kekuasaan
Reinhard, kini semuanya berada di tangan Lucius.
Namun bukan hanya kekuasaan yang berada dalam
genggaman Lucius, beban dan tanggung jawab yang
besar juga harus Lucius terima.
Menjadi ketua Mafia tidak lah mudah, meski banyak
orang yang takut padanya, banyak orang yang segan
terhadap dirinya. Namun juga banyak orang yang
membenci Lucius karena kekuasaannya itu
Tidak sedikit orang yang akan berusaha menyakiti Lucius
dan orang disekitarnya.CUR
“Pesta pernikahan mu baru kemarin dilaksanakan tapi
kau sudah bekerja saja, kau punya banyak anak buah.
Kau bisa suruh orang lain menggantikan tugas mu
sementara.” Ucap Garrick yang bertemu dengan Lucius di
kantor, Garrick kira Lucius tidak akan datang ke kantor
hari ini. “Kau bisa menyuruh Jonas menggantikan mu
sementara, bukan kah dia orang terpercaya. Ayah mu
juga mempercayainya bukan?”
“Aku akan tetap bekerja, lagi pula Bianca juga menyuruh
ku untuk bekerja. Kau tahu, masih banyak hal yang harus
ku pelajari dan pahami.” Lucius menekan tombol lift, ia
masuk ke dalam lift diikuti oleh Garrick.
“Yah.. memang posisi sebagai ketua Mafia itu tidak
mudah.” gumam Garrick sembari berdiri disebelah
Lucius, menunggu lift membawa mereka ke lantai
dimana ruangan Lucius berada.Bianca sedang sibuk membaca majalah, ia mencoba
menghabiskan waktunya dengan melakukan banyak hal.
Dahulu Bianca merasa ia tidak punya waktu untuk dirinya
sendiri, namun sekarang.. Disaat Bianca punya banyak
waktu untuk dirinya sendiri, ia tidak tahu harus
melakukan apa.
Bianca ingin pergi menemui Carolina, |bu mertuanya.
Namun Carolina dan Reinhard sedang di luar negeri
sekarang. Mereka tengah mendekatkan diri, mencoba
menyatukan hubungan mereka yang sempat retak.
Lama Bianca terdiam, berpikir hal apa lagi yang bisa ia
lakukan selama di rumah untuk membuang rasa
bosannya.CUR
Bianca teringat dengan ruang penyimpanan senjata milik
Lucius, mungkin Bianca bisa menghabiskan waktunya
dengan belajar menggunakan senjata. Ya, ini juga demi
keamanan dirinya sendiri dan juga bayi yang Bianca
kandung.
Profesi Lucius itu berbahaya, dan sebagai istri dari Lucius.
Bianca pun akan selalu berada dalam situasi yang
berbahaya, ada baiknya jika Bianca mahir dalam
menggunakan senjata.
Bianca bisa berkelahi namun tidak seahli Lucius dan juga
anak buahnya, jika hanya untuk memukul orang biasa.
Bianca bisa menang telak, tapi jika lawan Bianca adalah
orang terlatih seperti anak buah Lucius, ataupun Lucius
sendiri. Bianca pasti akan kalah.
Dalam menggunakan pistol pun Bianca tidak mahir,
Bianca bisa menembak tanpa membuat dirinya sendiriCUR
terdorong oleh tekanan namun tembakan Bianca selalu
meleset.
Maka dari itu waktu kosong yang Bianca miliki akan
Bianca gunakan untuk belajar banyak mengenai
persenjataan dan bagaimana cara menggunakannya
dengan benar.
Bianca bangkit dari posisi duduknya, ia berjalan menuju
ruangan penyimpanan senjata milik Lucius. Atau lebih
tepatnya dulu ruangan ini milik Reinhard, namun karena
Lucius sekarang sudah menggantikan posisi Reinhard.
Maka ruangan ini juga menjadi milik Lucius.
Ruangan penyimpanan senjata itu berada tepat di dalam
ruang kerja Lucius, berada di balik rak buku besar yang
sebenarnya adalah pintu untuk masuk ke dalam sana.CUR
Bianca masuk ke dalam sana, ia sempat kebingungan
melihat banyaknya senjata. Bianca bingung harus
menggunakan senjata api jenis apa untuk pemula
sepertinya, karena banyak senjata api disini. Baik dari
senjata api laras pendek hingga senjata api laras panjang.
Awalnya Bianca ingin asal belajar saja, namun melihat
betapa banyaknya senjata disini dan mungkin Bianca
akan salah melakukan sesuatu, Bianca memilih untuk
mengurungkan niatnya.
Bianca masih ingin belajar menembak, namun bukan hari
ini. Bianca akan mengatakan keinginannya terlebih
dahulu kepada Lucius. Lucius pasti akan dengan senang
hati mempersilahkan Bianca untuk belajar menggunakan
senapan api.
Mungkin Bianca bisa mulai belajar menggunakan
senapan api mulai besok, malam ini.. saat Lucius kembali
Bianca akan mengatakan keinginannya.CUR
Bianca keluar dari ruang penyimpanan senjata itu, ia
menekan tombol tersembunyi di balik meja kerja Lucius
yang membuat rak buku Lucius itu bergerak menutupi
jalan masuk menuju ruang penyimpanan senjata.
“Sekarang apa yang harus ku lakukan..” gumam Bianca
sembari keluar dari ruang kerja Lucius, Bianca kembali
tidak tahu harus melakukan apa untuk menyibukkan
dirinya sendiri.
Bianca bukan tipikal wanita yang suka memasak, jadi
Bianca tidak akan menghabiskan waktunya di dapur
untuk memasak makanan untuk Lucius.
Lagi pula mereka punya asisten rumah tangga, Bianca
tidak perlu turun tangan untuk membuat makanan.
Kalaupun Bianca ingin memasak, masakan Bianca belum
tentu bisa dimakan.CUR
Bianca kembali ke sofa, duduk bersandar disana sembari
kembali melihat lihat majalah. Tidak ada yang bisa Bianca
lakukan selain duduk bersantai menunggu Lucius
kembali.
ord
Lucius mengusap wajahnya dengan sapu tangan,
wajahnya sedikit terciprat darah. Lucius berdecak kesal
karena wajahnya menjadi kotor terkena darah orang lain.
Melihat wajah Lucius yang tampak kesal, sosok yang
tengah berlutut di hadapan Lucius itu semakin ketakutan.
la bersujud di hadapan Lucius, memohon belas kasihan
Lucius.CUR
“Tuan Lucius, tolong ampuni saya. Saya tidak bermaksud
berkhianat, saya diancam oleh Tuan Albert.”
Sosok laki-laki itu gemetar ketakutan saat melihat Lucius
yang kini menatapnya dengan tatapan tak senang. Laki-
laki itu tahu bahwa tidak ada ampun bagi dirinya, dan
hari ini ia akan bernasib sama seperti temannya yang
telah tergeletak tak bernyawa di lantai tepat di
sebelahnya.
“Kau menerima uang dari Albert dan kau mengatakan itu
ancaman? Kau berkhianat dan memihak pada musuh ku
demi uang. Kau tahu bahwa memohon tidak akan
menyelamatkan nyawa mu bukan? Kau juga tahu kalau
aku paling benci dengan pengkhianat.”
Lucius mengambil revolver miliknya, siap untuk
menembak mati laki-laki yang tengah bersujud
memohon belas kasih dari Lucius.CUR
“S-saya mohon jangan bunuh saya Tuan, sa-saya tahu
rencana Albert untuk melawan Tuan. Tolong beri saya
kesempatan sekali lagi, saya akan beritahukan semua
rencana Tuan Albert.” Dengan terbata-bata laki-laki itu
memohon, ini usahanya yang terakhir kalinya. Jika hal ini
juga tidak berpengaruh kepada Lucius, maka ia harus bisa
menerima keadaan terburuknya. Yaitu ditembak mati
oleh Lucius.
Lucius kembali menurunkan revolver nya, ia duduk
bersandar di sofa. “Nama mu Rian, bukan?”
Laki-laki yang tengah bersujud itu sontak mengangkat
kepalanya dan mengangguk dengan cepat. “lya, nama
saya Rian, Tuan.”
“Katakan semua yang kau ketahui tentang Albert, soal
nyawa mu.. kita tentukan nanti, jika informasi yang kau
katakan berguna maka aku tidak akan menembak mu.
Tapi jika informasi mu tidak ada artinya, maka aku akanQe
menembak kepala mu hingga isi kepala mu itu
berceceran di lantai.” Ucap Lucius pelan sembari bermain
dengan Revolver di tangannya itu, membiarkan laki-laki
bernama Rian itu buka suara menjelaskan semua yang ia
ketahui tentang Albert—musuh besar Lucius saat ini.
Bianca menatap tajam Lucius saat melihat Lucius pulang
memakai pakaian yang berbeda dengan pakaian yang
Lucius pakai saat pergi bekerja.
“Kenapa kau menatap ku begitu? Seolah-olah kau ingin
memakan ku saja.” Lucius tertawa kecil melihat Bianca, ia
melangkah mendekati istrinya itu. Mengusap lembut
perut Bianca sembari memberi kecupan di kening Bianca.CUR
Meski Lucius bersikap manis, hal tersebut tidak segera
membuat tatapan Bianca kepada Lucius berubah. Mata
Bianca justru semakin menyipit, menatap curiga.
“Kenapa kau berganti pakaian? Kau tidak main gila
dengan wanita lain di luar sana bukan?” Bianca
mendekatkan wajahnya, mengendus pakaian Lucius.
Memastikan tidak ada aroma parfum wanita yang
menempel di pakaian Lucius.
Lucius tertawa mendengar pertanyaan Bianca, “Kau jadi
sangat posesif sejak kau mengandung.”
“tu bukan jawaban yang ingin ku dengar, jangan
mengalihkan pembicaraan kita. Cepat katakan alasan mu,
kenapa kau pulang dengan pakaian berbeda?” tegas
Bianca sembari melipat kedua tangannya di depan dada.CUR
“Kau tahu sendiri apa pekerjaan ku, pakaian ku terkena
noda darah. Terpaksa aku harus menggantinya. Tapi aku
senang melihat mu cemburu seperti ini.” Lucius hendak
mencubit gemas pipi Bianca namun segera Bianca tepis.
“Aku tidak cemburu, aku hanya tidak ingin kau main gila
dengan wanita lain dibelakang ku sedangkan aku tengah
mengandung anak mu. Jika kau sampai berani memiliki
wanita simpanan, aku tidak akan segan membunuh mu
dan juga wanita simpanan mu itu. Camkan itu Lucius!”
Bianca menatap serius Lucius, ia tidak main-main dengan
perkataannya. Bianca benar-benar akan melakukannya
jika Lucius tertangkap basah memiliki wanita lain.
“ya aku mengerti, lagi pula hal itu tidak akan terjadi. Aku
tidak akan tertarik dengan wanita lain di luar sana. Jadi
kau tenang saja.” Tangan Lucius terangkat mengusap
lembut pipi Bianca, “Sekarang saatnya aku yang
bertanya, apa saja yang kau lakukan di rumah selama aku
tidak ada? Apa kau bosan?”CUR
Bianca menghela nafas berat, “Aku merasa amat sangat
bosan.”
Lucius tersenyum mendengar reaksi Bianca, lucius sudah
menduga bahwa Bianca akan merasa bosan di rumah.
Bianca bukan tipikal orang yang suka berdiam diri di
rumah.
“Oh ya Lucius, aku tadi sempat ke ruangan penyimpanan
senjata milik mu. Aku sempat berpikiran untuk belajar
menembak, namun setelah melihat banyaknya senjata
dan aku tidak tahu harus menggunakan yang mana. Aku
membatalkan niat ku.”
Lucius mengangguk mendengarkan cerita Bianca, Lucius
tidak kaget mengenai hal itu. “Kalau kau ingin belajar
menembak maka aku akan menyuruh salah satu sniper
untuk mengajari mu latihan menembak. Ku rasa itu
memang perlu dilakukan, kau memang sudah seharusnyaGR
bisa melindungi dirimu sendiri. Mengingat kau itu adalah
istri ku, banyak orang yang akan menargetkan dirimu dan
juga calon anak kita.”
Pekerjaan Lucius memang berbahaya, Bianca mengerti
hal itu. Sebagai bagian dari keluarga Lucius, nyawa Bianca
dan juga calon anak mereka akan selalu jadi incaran bagi
orang orang yang membenci Lucius.
“Kapan aku akan mulai belajar menembak, apakah bisa
mulai besok?”
“Tentu saja bisa, aku akan memanggil sniper terbaik
untuk menjadi pelatih mu.” Lucius kembali mengusap
pipi Bianca, Lucius teringat dengan perkataan Rian
mengenai Albert.
Sebelum Lucius menembak kepala Rian, Rian sempat
mengatakan bahwa Albert tengah mengincar Bianca.CUR
Albert tahu bahwa Bianca lah kelemahan Lucius. Karena
hal itu lah Lucius merasa lebih cepat lebih baik bagi
Bianca untuk belajar menembak.
Kemungkinan Bianca akan membutuhkan kemampuan
itu untuk melindungi dirinya sendiri saat Lucius berserta
anak buahnya tak mampu melindungi Bianca.
Tapi meski begitu Lucius telah bersumpah dalam hatinya
bahwa ia akan menghancurkan Albert sebelum Albert
sempat menyentuh keluarganya.
eKCUR
BAB 2
“Hentikan Lucius, bukan kah kita sudah melakukannya
kemarin malam? Kenapa kau selalu saja horny, apa
kejantanan mu itu terbuat dari baja?” Bianca kesal
karena sejak berbaring di ranjang Lucius terus saja
menggesek gesek kejantanannya itu ke bokong Bianca.
Bukan hanya itu saja, tangan nakal Lucius juga tidak
tinggal diam. Tangan itu masuk ke dalam piyama yang
Bianca kenakan, meremas dada Bianca yang semakin
sensitif sejak Bianca hamil.
“Lucius hentikan..” Bianca mencoba menolak namun
Lucius tetap saja tidak ingin berhenti.
Lucius semakin gencar menciumi leher Bianca, memberi
gigitan-gigitan kecil disana sembari tangannya
memainkan nipple Bianca.CUR
Bianca yang memang tubuhnya menjadi lebih sensitif
sejak hamil itu tidak bisa menahan sentuhan sentuhan
Lucius, meski Bianca sedang tidak ingin melakukannya
namun respon tubuhnya justru kebalikannya.
Suara desahan mulai keluar dari mulut Bianca, membuat
Lucius semakin bersemangat. Suara desahan Bianca
seolah lampu hijau bagi Lucius.
“Bibir mu boleh berkata tidak, tapi tubuh mu tidak akan
bisa bohong sayang.” bisik Lucius pelan ditelinga Bianca,
ia kini beralih membuka kancing piyama yang Bianca
kenakan.
Sesaat kancing piyama Bianca terbuka, saat itu juga dada
telanjang Bianca terpampang menggoda. Bianca tidak
mengenakan bra, memang sudah jadi kebiasaan Bianca
untuk tidur tanpa mengenakan bra. Dengan alasan
kenyamanan, sesak jika harus tidur menggunakan bra.CUR
Lucius justru senang dengan kebiasaan Bianca itu, lebih
mudah jika Bianca tidak mengenakan bra. Alangkah lebih
menyenangkan lagi jika Bianca tidur dengan keadaan
telanjang.
Dengan perlahan Lucius membalikkan tubuh Bianca
hingga menghadap dirinya, Lucius menarik tangan Bianca
dan membawanya ke bawah sana. Merasakan sesuatu
yang sudah mengeras seperti batu dibawah sana.
“Kau ini benar-benar..” Bianca masih mengomel meski
kini pipi Bianca telah merona merah karena ia mulai
terhanyut oleh gairahnya yang baru saja bangkit karena
perbuatan Lucius.
“Kau merasakannya bukan, kau merasakan bahwa aku
sangat menginginkan mu.”CUR
Mata Lucius semakin sayu saat tangan Bianca dibawah
sana mulai bergerak perlahan, mengusap gundukan keras
itu.
“Shit..” maki Lucius pelan, hanya dengan usapan seperti
itu saja bulu kuduk Lucius sudah berdiri.
Lucius sudah tidak tahan lagi, ia bangkit dari posisi
berbaringnya di ranjang. Menelanjangi dirinya sendiri
sebelum ia naik ke atas tubuh Bianca.
Tangan Lucius bergerak menarik celana Bianca,
tersenyum saat mengetahui bahwa Bianca tak
mengenakan celana dalam.
Lucius merentangkan kaki Bianca, memposisikan dirinya
untuk bersatu dengan Bianca yang ternyata telah siap
dibawah sana, kilatan dari cairan itu lah buktinya.CUR
Pinggul Lucius bergerak maju mudur sementara ia
menggigit bibirnya, perasaan hangat dibawah sana
membuatnya semakin bergairah.
Belum lagi ekspresi Bianca yang tengah terhentak-hentak
itu dan juga dada Bianca yang bergerak naik turun
seirama, semuanya membuat kejantanan Lucius semakin
membesar dan mengeras di dalam tubuh Bianca.
“Sayang, kau selalu saja bisa membuat ku menggila.
Hanya melihat mu seperti ini saja aku rasanya sudah
seperti terbang ke langit ke tujuh. Kau selalu membuat
ku lapar, lapar akan tubuh mu dan juga cinta mu.” ucap
Lucius terbata-bata disela-sela hentakkan nya, Lucius
menunduk menciumi dada Bianca. Meninggalkan tanda
cintanya disana.
Bianca mendesah tiap kali Lucius menghentaknya, tidak
perduli dengan desahannya yang kencang. Bianca hanya
perduli dengan perasaan nikmat yang ia rasakan saat ini.CUR
Bianca semakin kencang mendesah saat ia merasakan
gerakan Lucius semakin cepat bersamaan dengan
semburan-semburan hangat di dalam sana.
Sudut bibir Bianca terangkat membentuk senyuman, ia
tersenyum saat melihat Lucius tersenyum.
“Terima kasih untuk malam ini sayang.”
Lucius menunduk mencium bibir Bianca, melumat bibir
kemerahan istrinya itu. Bukan hanya itu, kedua lidah
mereka beradu. Membangkitkan kembali gairah
keduanya.
Lucius kembali menggerakkan tubuhnya maju mundur,
tak perduli bahwa dibawah sana sudah sangat basah
karena cairan mereka berdua.CUR
Lucius melepas ciumannya, kembali beralih pada dada
Bianca yang menjadi tempat favorit Lucius.
Malam ini Lucius sepertinya tidak akan membiarkan
Bianca tidur dengan tenang, entah kapan gairah Lucius
akan surut.CUR
BAB 3
Laki-laki dengan rambut yang hampir memutih semua itu
melempar gelas yang berada di tangannya, informasi
yang baru saja ia dapatkan sangat membuatnya kesal.
Bagaimana tidak, orang suruhannya yang sudah ia
tugaskan untuk memata-matai Lucius justru tertangkap
basah dan dihukum mati.
“Rian si bodoh itu, hal seperti itu saja dia tidak bisa! Pasti
Rian sudah membocorkan semuanya kepada Lucius
sebelum Lucius membunuhnya. Karena kecerobohan
bajingan itu semua rencana ku hancur berantakan.
Benar-benar menyebalkan!”
Laki-laki beruban itu sibuk memaki sementara
pelayannya dengan gemetar membersihkan pecahanCUR
gelas kaca yang sebelumnya laki-laki itu lempar hingga
pecah.
“Maaf Tuan Albert, tapi sepertinya kita tidak bisa
menganggap remeh Lucius. la memang belum lama ini
terjun ke dunia mafia namun untuk keahliannya tidak
bisa disangkal lagi Tuan.”
“Jadi maksud mu dia lebih baik dari pada ku? Begitu?”
Albert menatap orang kepercayaannya itu dengan
tatapan tajam.
“Bukan seperti itu maksud saya Tuan, tapi mencari
masalah dengan Lucius bukanlah jalan terbaik. Dia bisa
saja menyerang kita. Saya paham bahwa Tuan membenci
Lucius, namun Tuan juga harus paham bahwa kita harus
menghindari resiko terbesar.”CUR
Albert berdecak kesal, ia bersumpah akan membuat
Lucius dan juga keluarganya hancur, terutama Reinhard.
Albert tidak akan bisa memiliki kebencian sedalam ini
terhadap keluarga mereka jika bukan karena Reinhard.
Jika ia tidak bisa menghancurkan mereka maka nanti,
saat kesempatan tiba untuknya maka Albert akan
menyerang Lucius dan memastikan mereka hancur.
Bianca bangun dengan tubuh yang terasa pegal, Bianca
sempat terkejut saat melihat Lucius sudah bangun lebih
dahulu dan telah rapih, tidak terlihat lelah sedikitpun
meski semalam mereka berdua sibuk dengan urusan
ranjang hingga menjelang pagi.CUR
“Kau sudah ingin berangkat, kau semakin sibuk saja ku
lihat.” Bianca memperhatikan Lucius yang sedang
berpakaian, tersenyum kecil saat matanya tak sengaja
menangkap tanda keunguan yang ia beri di perut berotot
Lucius.
“Banyak pekerjaan yang harus ku lakukan sayang,
menjadi boss bukan berarti aku bisa bersantai. Kau tidur
lah lagi jika kau masih merasa lelah.” Ucap Lucius yang
baru selesai mengancingkan kemejanya, ia melirik ke
arah Bianca yang masih berbaring berbalut selimut.
“Nanti siang aku akan mengirim seseorang kemari untuk
mengajari mu menggunakan senjata, tapi jangan terlalu
memaksakan diri. Tidak semua orang bisa mahir dalam
waktu singkat, jadi jangan terburu-buru.”
Bianca hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai
jawaban, Bianca mengerti bahwa tidak ada yang mudah
di dunia ini termasuk menggunakan senjata api.CUR
“Kalau begitu aku pergi dulu.” Lucius melangkah
mendekat, mengecup kening Bianca sejenak.
Bianca terlihat kebingungan terlebih lagi saat Lucius
mengecup keningnya. “Kau ingin pergi sekarang? Kita
tidak sarapan bersama dulu?”
Lucius menggelengkan kepalanya, “Maaf aku tidak bisa,
aku terburu-buru sekali. Maaf juga karena hari ini kau
harus sarapan sendirian, aku pergi.”
Sekali lagi Lucius mengecup kening dan bibir Bianca
sekilas sebelum ia melangkah pergi keluar dari kamar.
eR
Lucius sebenarnya malas pergi lebih awal, ia juga ingin
sarapan bersama dengan Bianca dan menghabiskan
sedikit waktu lebih lama pagi ini dengan Bianca. NamunCUR
Lucius tidak bisa, karena ia mendapat telepon dari Jason
mengenai penyelidikan tentang para anak buah Lucius
yang kemungkinan masih banyak diantara mereka yang
ada sangkut pautnya dengan Albert.
Lucius merasa agak bodoh karena baru menyadari
perihal pengkhianat di dalam kelompok anak buahnya.
Seharusnya Lucius lebih hati-hati lagi mengingat bahwa
para pengkhianat itu bisa melakukan apa saja termasuk
hal paling gila sekalipun.
“Albert si tua bangka sialan itu, bukannya mati dia justru
masih saja hidup dan terus mencari masalah.” Lucius
berdecak kesal, melajukan mobilnya menuju markas.
Dimana Jonas sudah mengumpulkan semua anak buah
Lucius.Bianca tengah makan siang saat pelayan
menghampirinya dan mengatakan bahwa anak buah
suruhan Lucius telah datang untuk mengajari Bianca
menembak.
Bianca menganggukkan kepalanya, “Persilahkan saja dia
masuk dan menunggu di ruang tamu. Dan berikan dia
minuman, aku akan menemuinya setelah selesai makan
dan bersiap-siap.”
Pelayan tersebut dengan sigap menuruti perintah dari
Bianca, ia kembali berjalan cepat untuk mempersilahkan
tamu tersebut masuk.
Bianca tidak terburu-buru memakan makanannya hanya
karena anak buah suruhan Lucius telah datang, Bianca
tetap menggunakan waktu yang ia miliki dengan santai.CUR
Toh tidak mungkin anak buah Lucius itu berani memarahi
Bianca jika Bianca terlambat menemuinya, jika ia berani
melakukannya maka Bianca pun tidak akan segan-segan
mengadukannya kepada Lucius.
Bahkan Bianca akan menambah-nambahi cerita agar
orang itu semakin dimarahi oleh Lucius.
Makanan Bianca sudah habis, ia beralih menuju
kamarnya. Sejak pagi Bianca belum membersihkan diri.
Setelah sarapan pagi Bianca segera kembali berbaring di
ranjang dan baru keluar dari kamar untuk makan siang.
Butuh waktu cukup lama hingga Bianca selesai bersiap-
siap dan menemui pelatihnya di taman, dimana Bianca
akan berlatih menembak disana.
“Selamat siang Nyonya.”CUR
Begitu Bianca datang, laki-laki tersebut segera bangkit
dari posisi duduknya dan dengan sopan menyapa Bianca.
“Apa aku membuat mu lama menunggu?” tanya Bianca
sekedar basa-basi, Bianca tahu bahwa ia memakan
banyak waktu dan membuat laki-laki itu menunggu
sendirian di taman ini sendirian.
“Ah, tidak Nyonya. Saya bahkan baru selesai menyiapkan
alat-alat yang di perlukan.” laki-laki tersebut
menunjukkan senjata api yang berada di atas meja dan
juga sebuah target berbentuk manusia yang berada
cukup jauh di ujung sana.
“Kau belum memperkenalkan dirimu. Lucius yang
mengirim mu kemari bukan?” tanya Bianca lagi yang
membuat laki-laki itu kembali menoleh ke arah Bianca.
Menundukkan kepalanya meminta maaf karena lupa
memperkenalkan dirinya.CUR
“Maaf Nyonya, nama saya Harry. Tuan Lucius menyuruh
saya untuk menjadi pelatih Nyonya dalam menggunakan
senjata api.”
Bianca menganggukkan kepalanya mengerti, “Kau ahli
dalam menggunakan senjata api?”
“Bisa dibilang sepeti itu Nyonya, saya berposisi sebagai
snipper di kelompok saya. Meski saya masih tidak bisa
dibandingkan dengan Tuan Jonas.”
Bianca menganggukkan kepalanya lagi, ia setuju dengan
perkataan Harry. Jonas itu sangat ahli dalam bermain
dengan senjata api. Bianca ingin diajari oleh Jonas,
namun Jonas berperan sebagai tangan kanan Lucius.
Jonas tidak punya waktu lebih untuk mengajari Bianca
menembak, maka dari itu Lucius mengirimkan sniper lain
sebagai pengganti Jonas.CUR
Bicara soal sniper, Bianca menjadi teringat Ibu
mertuanya. Carolina juga seorang sniper dulunya. Bianca
ingat dulu Carolina sempat menjelaskan soal menembak,
tentang menghitung kecepatan angin, kelembaban
hingga jarak sasaran.
Ibu mertuanya sangat pro dalam hal tersebut, bahkan
bisa dibilang Carolina berada di atas Jonas. Mengingat
dulu Carolina adalah tangan kanan dari Reinhard
sebelum Jonas menggantikan jabatannya.
Lucius tanpa disangka pulang lebih awal hari ini, saat ia
sampai di rumah Lucius mendapati bahwa Bianca masih
sibuk belajar menggunakan senjata api.CUR
Melihat Bianca tengah membidik sasaran, mengacungkan
sebuah pistol membuat Lucius menyadari betapa
cantiknya istrinya itu. Hanya dengan melakukan hal-hal
biasa saja Lucius merasa bahwa Bianca terlihat cantik dan
seksi.
Lucius memperhatikan bagaimana Bianca menarik
pelatuknya dan menembak ke arah sasaran. Tembakan
Bianca meleset, ya.. memang tidak ada yang instan di
dunia ini, Bianca tidak mungkin langsung bisa melakukan
hal itu hanya dalam sehari belajar.
Meski tembakan Bianca meleset Lucius tetap bertepuk
tangan, membuat perhatian Bianca dan juga Harry
beralih kepada Lucius.
Harry menunduk hormat setelah melihat Lucius
sementara Bianca tersenyum senang menghampiri
Lucius.CUR
“Ku pikir kau akan pulang larut hari ini.”
“Surprisingly aku tidak ada pekerjaan penting lagi yang
harus ku lakukan hari ini, maka dari itu aku bisa pulang
dengan cepat.” Lucius segera melakukan kebiasaannya,
mengecup kening Bianca. Tidak perduli dengan
keberadaan Harry diantara mereka.
“Kau masih ingin berlatih menembak?” tanya Lucius
kepada Bianca, Bianca menganggukkan kepalanya.
Bianca merasa menembak cukup menyenangkan.
“Kalau begitu sekarang biar aku saja yang mengajari mu.”
Pandangan Lucius beralih kepada Harry yang sejak
kedatangan Lucius hanya bisa diam saja.
“Kau boleh pergi.” Lucius mengusir Harry, keberadaan
Harry sudah tidak diperlukan disini.CUR
Harry mengangguk patuh pada perintah Lucius, “Baik
Tuan, saya pamit undur diri.”
Sebelum Harry benar-benar pergi, Harry sempat melirik
sekilas. Melihat bagaimana Lucius dengan lembut
mengecup bibir Bianca.
Dalam hati Harry sedikit terkejut, terkejut bahwa boss
besarnya yang ia kenal keras itu justru bersikap lembut
dengan istrinya.
“Kau tidak muntah-muntah hari ini?” tanya Lucius
sembari mengusap perut Bianca yang mulai agak
membuncit.
“Hebatnya hari ini anak mu tidak membuat ku repot hari
ini, mungkin ia bersemangat ingin ikut belajar
menembak.”CUR
“Anak kita.” ujar Lucius mengoreksi perkataan Bianca.
“Ya.. ya.. anak kita.”
“Kau belum mandi bukan? Bagaimana kalau kita mandi
bersama?”
Bianca memutar bola matanya jengkel, Bianca sudah bisa
menebak apa yang Lucius inginkan. “Itu alasan mu saja
Lucius, aku tahu kau itu seperti apa. Sebenarnya yang
hamil itu aku atau dirimu, kenapa hormon mu yang
meledak-ledak begitu?”
“Salah mu sendiri, sejak kau hamil kau terlihat semakin
bersinar dan seksi.” Lucius mengangkat Bianca menuju
kamar mereka, tidak perduli dengan pandangan pelayan
yang melihat mereka. Seharusnya pelayan sudah terbiasa
dengan hal seperti ini. Mengingat Lucius dan Bianca
selalu bermesraan tiap kali mereka bersama.CUR
“Kenapa kau menggendong ku Lucius? Ini masih terlalu
awal untuk melakukannya.” Bianca menolak, mereka bisa
bercinta nanti malam. Kenapa Lucius setidak sabaran ini?
“Aku hanya ingin mengajak mu mandi bersama.” Ucap
Lucius dengan senyumannya, yang sudah pasti hanya
kebohongan belaka. Mana mungkin Lucius bisa hanya
mandi bersama, tanpa ada maksud lain.
Bianca mengalah, ia memeluk leher Lucius. Berpegangan
agar Lucius lebih mudah membawanya ke kamar
melewati anak-anak tangga.
Bianca mendesah pelan saat air hangat di bathtub
menyentuh kulit telanjangnya, Bianca merasa rileks.
Namun desahan tersebut justru membuat Lucius gelisah.CUR
Lucius dengan cepat melepaskan pakaiannya sendiri,
mengikuti Bianca masuk ke dalam bathtub. Mereka
berdua berendam bersama, ini bukan pertama kalinya
mereka seperti ini. Tapi tetap saja meski sudah sering
melakukannya Lucius tidak pernah merasa bosan. Mandi
lebih menyenangkan bagi Lucius jika bersama dengan
Bianca.
“Lucius..” panggil Bianca pelan.
“Hmm..” Lucius hanya berdeham, sibuk mengecup
punggung telanjang Bianca dari belakang.
“Menurut mu anak kita ini perempuan atau laki-laki?”
Bianca mengusap perutnya, diikuti oleh tangan besar
milik Lucius.CUR
“Perempuan ataupun laki-laki jenis kelaminnya tidak
begitu penting, yang terpenting dia tumbuh sehat dan
lahir sehat pula. Tapi jika dia perempuan, pasti dia akan
secantik dirimu.”
Bianca tertawa mendengar omongan manis dari Lucius,
berarti Lucius menginginkan anak perempuan.
“Aku juga tidak mempermasalahkan dia harus
perempuan atau laki-laki, tapi alangkah lebih baik jika dia
laki-laki. Kau tahu kan pekerjaan mu itu seperti apa? Aku
ingin dia bisa menjadi kakak laki-laki yang hebat dan
melindungi adik-adiknya nanti saat kita sudah tidak
mampu melindungi mereka.”
Lucius paham dengan apa yang Bianca katakan, ia ingat
betul bahwa dulu saat Lucius masih kecil pun hidupnya
sudah sulit. Bukan sulit karena ekonomi, melainkan
nyawanya selalu diincar banyak orang. Menjadi anak dari
ketua Mafia memang tidak lah mudah.CUR
“Jika dia terlahir perempuan pun dia pasti akan kuat
seperti mu, tidak mudah terkalahkan. Dan aku juga akan
mengajarinya bela diri. la akan menjadi perempuan yang
tangguh dan mungkin jauh lebih tangguh darimu.”
Bianca tersenyum, ya. Jika anaknya perempuan maka dia
pasti akan kuat. Mengingat bahwa Lucius dan juga
dirinya sama sama keras kepala dan kuat dalam sisi
mereka masing masing.
“Tapi Bianca, aku tidak menyangka kau sudah
merencanakan untuk memberi anak kita adik. Aku
senang mendengarnya, ku pikir kau tidak akan ingin
hamil lagi setelah anak pertama kita lahir.” Lucius yang
sebelumnya sibuk mengecup punggung Bianca kini
beralih mengecup leher Bianca.
“Kau pikir dengan aktivitas seksual mu yang menggebu-
gebu itu aku tidak akan hamil lagi setelah melahirkan
nanti?” Bianca menyindir Lucius, namun orang yangQIN
disindir tidak merasa bersalah sedikitpun. la justru
tertawa kecil, dan semakin berani mengecup leher
Bianca.
Menggigit, menghisap, memberikan tanda spesialnya
disana. Tidak hanya itu saja, tangan nakalnya yang
sebelumnya sibuk mengusap perut Bianca kini beralih
naik ke atas, meremas dua bukit kembar Bianca yang
semenjak hamil menjadi semakin sensitif dan juga
membesar.
Lucius menyeringai saat mendengar desahan Bianca,
Lucius mengangkat tubuh Bianca yang awalnya duduk
didepannya menjadi duduk di pangkuannya, gerakan
tersebut membuat riak air dan tumpah ke lantai.
Bianca terdiam menikmati setiap sentuhan tangan Lucius
ditubuhnya, menggigit bibir bawahnya saat pinggulnya
sedikit diangkat oleh Lucius. Namun belum sempat tubuh
mereka berdua menyatu, Bianca terkejut saat melihatCUR
sebuah bayangan dari balik pintu kamar mandi. Seolah-
olah ada yang mengintip mereka.
“Siapa itu?!” teriak Bianca seketika, membuat Lucius
terkejut.
Bersamaan dengan teriakan Bianca, bayangan tersebut
menghilang.
“Ada apa Bianca?” tanya Lucius khawatir, ia tidak terlalu
mendengar Bianca berteriak apa. la piki Bianca kesakitan
karena Lucius terlalu terburu-buru.
“Ada yang mengintip kita Lucius.” ujar Bianca sembari
bangkit dari pangkuan Lucius, ia meninggalkan bathtub
dan melangkah keluar kamar mandi diikuti oleh Lucius
yang masih kebingungan.CUR
“Bagaimana mungkin ada yang mengintip, kamar mandi
ini berada di dalam kamar kita. Tidak akan ada yang
berani mengintip kita.” Lucius berusaha menenangkan
Bianca yang nampak kesal, Lucius menunjuk ke arah
pintu kamar mereka yang tertutup. “Lihat pintunya
tertutup, jika ada orang yang masuk kemari pasti sudah
terdengar Bianca.”
“Aku yakin aku melihat bayangan seseorang mengintip
kita Lucius.”
“Kau hanya salah melihat Bianca, kalaupun ada yang
mengintip kita aku pasti akan menghukum orang
tersebut.” Lucius memeluk Bianca, keadaan mereka
sekarang ini masih sama-sama telanjang. Lucius kembali
menggendong Bianca, namun kali ini ia tidak lagi
membawanya ke kamar mandi melainkan membaringkan
Bianca di ranjang.CUR
Persetan dengan kegiatan mandi mereka yang gagal.
Mereka bisa mandi nanti.
“Sayang..” ucap Lucius lembut sembari ia memposisikan
dirinya berada di atas Bianca, “Semenjak kau hamil
kecantikan mu menjadi bertambah. Jangan salahkan aku
jika aku terus saja tergila-gila dengan tubuh mu kalau kau
saja secantik ini.”
“Kau bahkan terlihat lebih cantik lagi saat kita sedang
bercinta.” Lucius melebarkan kaki Bianca, ia memang
terburu-buru. Mau bagaimana lagi bagian bawahnya
sudah terlanjur sakit tidak sanggup lagi menahan gelojak
nafsunya sendiri.
Bianca agak merasa bersalah kepada Lucius karena telah
mengacaukan suasana intim mereka. Bianca tadi terlalu
terkejut sampai ia tidak bisa berpikir jernih, padahal
mungkin saja pelayan masuk untuk memberitahu mereka
bahwa makan malam telah siap dan pelayan tersebutCUR
pergi saat melihat bahwa Bianca dan Lucius sedang
berada di kamar mandi.
Lagi pula Bianca hanya melihat bayangan, ia tidak
melihat orang tersebut benar-benar mengintip mereka.
Bianca mencengkram lengan Lucius saat Lucius
mendorong dirinya masuk, mereka berdua saling
memandang.
Lucius memberikan kecupan lembut di bibir Bianca
sebelum ia menggerakkan tubuhnya maju mundur,
membuat ranjang mereka menimbulkan suara berderit
dan membentur dinding.
Keduanya asik memadu kasih di atas ranjang mereka
sementara sosok pelayan wanita yang berada di luar
kamar mereka sedang terengah engah menahan detak
jantungnya yang berdebar tak karuan.CUR
la hampir saja ketahuan mengintip.
Pelayan wanita itu bernama Lanna, ia sudah hampir
sebulan bekerja sebagai pelayan disini. Dan sebelumnya
ia nekat mengintip majikannya yang tengah bercinta di
kamar mandi.
Lanna melakukan hal gila itu bukan tanpa alasan, saat
pertama kali masuk bekerja Lanna sudah jatuh hati pada
Lucius. Siapa juga yang tidak jatuh hati pada laki-laki
setampan Lucius, belum lagi sikap Lucius yang sangat
manis kepada istrinya namun dingin kepada orang lain
juga menjadi pemicu rasa suka di hati Lanna menjadi
semakin membesar.
la selalu memperhatikan secara diam-diam kemesraan
Lucius dan Bianca, ada rasa iri dalam diri Lanna. Iri karena
Bianca bisa mendapatkan Lucius, padahal Bianca itu
dahulu mantan pelacur.CUR
Lanna itu gadis perawan tapi ia tidak mendapatkan laki-
laki sebaik Lucius, laki-laki yang mengejarnya selalu laki-
laki rendahan dengan tampang seadanya.
Lanna berlari menuju kamarnya, ia tidak boleh berlama-
lama disini. la bisa ketahuan nantinya.
Sesampainya di kamar Lanna membuka seragam
pelayannya, menelanjangi dirinya sendiri sembari
berbaring di ranjang. Lanna meraba tubuhnya sendiri,
membayangkan kejadian yang sebelumnya ia intip.
Membayangkan bagaimana Lucius mengecup dan
meremas dada Bianca, namun dalam bayangan Lanna
dirinya lah yang berada diposisi Bianca. Dicumbu oleh
Lucius dan disetubuhi.
Lanna memainkan bagian bawahnya sendiri, ia
mendesah tanpa tahu malu. Menyebut nyebut namaCUR
Lucius meski ia tahu Lucius yang asli tengah bercinta
dengan Bianca bukan dirinya.
OR
Bianca mengalungkan kedua tangannya di leher Lucius, ia
menarik kepala Lucius mendekat. Mereka kembali
berciuman, sementara gerakan Lucius semakin cepat
dibawah sana.
Bianca melenguh saat merasakan semburan-semburan
hangat di dalam tubuhnya, ciuman mereka terlepas
namun kegiatan intim mereka tidak berhenti sampai
disitu saja. Satu kali belum cukup bagi Lucius.
Lucius kembali meremas payudara Bianca, mengecupnya
bergantian. Memberikan tanda cintanya disana. Hal yang
paling Lucius suka saat bercinta dengan Bianca selain
membuahi Bianca adalah memberikan bekas bekas diCUR
tubuh Bianca yang Lucius tahu bekas itu butuh waktu
untuk bisa menghilang.
“Sayang, apa kau bisa menungging?” tanya Lucius
lembut, Bianca menganggukkan kepalanya sebagai
jawaban.
Lucius menarik dirinya dari Bianca, membantu Bianca
untuk menungging di ranjang. Lucius kembali
menyatukan dirinya dengan Bianca, bergerak seirama
dengan deru nafas mereka yang menggebu.
“Kau benar-benar membuat aku gila sayang, aku tidak
akan pernah puas memakan mu. Kau membuat ku
kecanduan.” ucap Lucius dengan suara beratnya, ia
terengah engah. Sementara Bianca tersenyum disela sela
desahannya.
seeQIN
BAB 4
Bianca dan Lucius baru saja selesai mandi ‘sungguhan’
saat handphone Lucius berdering, Carolina menelepon
Lucius.
“Bagaimana liburan Mama disana?” tanya Lucius kepada
Carolina melalui sambungan telepon, Lucius menyalakan
loud speaker nya agar Bianca juga bisa mendengar apa
yang Carolina katakan dan juga mereka harus segera
turun ke lantai bawah. Mereka harus makan malam
sekarang.
Waktu makan malam mereka yang biasanya telah
terlewat karena Lucius terus saja meminta kepada
Bianca, mereka bercinta sampai empat kali. Tiga kali di
ranjang dan sekali di kamar mandi.CUR
“Menyenangkan. Bagaimana dengan Bianca, kapan
jadwal pemeriksaan kandungan Bianca lagi? Mama ingin
ikut saat pemeriksaan jenis kelamin cucu Mama sudah
bisa dilakukan.”
“Bianca sehat Ma, untuk jadwal mengecek kandungan
sekitar dua Minggu lagi Ma. Bianca bisa pergi dengan
Lucius saja, Mama nikmati saja waktu Mama berdua
dengan Papa.” jawab Bianca sembari bergandengan
tangan dengan Lucius menuruni anak tangga, mereka
melangkah menuju meja makan.
“Kami sudah puas menghabiskan waktu disini, Mama dan
Papa akan segera pulang. Mama ingin turut andil dalam
perkembangan cucu Mama.”
Lucius mengela nafas, “Dulu saja Mama menyuruh
Bianca untuk menggugurkan kandungannya sekarang
justru Mama yang heboh, seolah-olah Mama yang
sedang hamiCUR
“Diam kau Lucius.” maki Carolina dari balik telepon.
“Hubungi saja kami saat Mama dan Papa sudah kembali,
kami akan menjemput kalian di bandara.” Bianca senang
bahwa Carolina kembali lebih cepat dari yang
dijadwalkan, Bianca menjadi memiliki tempat tujuan saat
ia bosan. la bisa pergi ke rumah mertuanya itu dan
menghabiskan waktu bersama.
“lya sayang, nanti akan Mama kabari. Istirahat yang
banyak ya, pukul saja kepala Lucius jika dia mengganggu
waktu istirahat mu.” ujar Carolina lagi, “Sudah dulu ya.
Selamat malam.”
Sambungan telepon diputus oleh Carolina, Lucius hanya
mendengus kesal dan mengantongi kembali handphone
miliknya itu.CUR
“Sebenarnya anak Mama itu aku atau kau, sepertinya
Mama lebih menyayangi mu, Bianca.” Lucius menarik kan
kursi untuk Bianca mempersilahkan Bianca untuk duduk.
“Ku lihat kalian berdua justru terlihat sangat mirip, kau
dan Mama seolah berebut untuk menyenangkan ku.”
Lucius tertawa kecil mendengar perkataan Bianca yang
memang benar adanya, Lucius juga menyadari hal itu. la
dan Carolina—Ibunya. Seolah bersaing siapa yang paling
berhak merawat dan berada disisi Bianca.
Tapi setidaknya Lucius bersaing dengan Carolina bukan
dengan laki-laki lain di luar sana, jika ia bersaing dengan
laki-laki di luar sana Lucius tidak yakin bahwa dirinya
akan tenang. Hidupnya pasti akan dipenuhi kegelisahan
lagi, sama seperti dulu saat Lucius bersaing dengan
Herald.CUR
Lucius memperhatikan Bianca yang menengguk air
minumnya dengan setengah hati, “Ada apa? Kau ingin
minuman yang lain teh hangat misalnya?”
Bianca menganggukkan kepalanya, Lucius sangat peka
sekali.
Lucius memanggil seorang pelayan, pelayan tersebut
mendekat ke arah Lucius. Bianca memperhatikan pelayan
tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Pelayan tersebut terlihat masih muda, dia cantik. Namun
bukan itu yang menarik perhatian Bianca, melainkan
proporsi tubuh pelayan tersebut sangat mirip dengan
bayangan yang sebelumnya Bianca lihat saat di kamar
mandi dengan Lucius.
“Cepat buatkan teh hangat, pastikan jangan terlalu
manis.” ujar Lucius lagi yang diiyakan oleh pelayanCUR
tersebut, pelayan itu dengan cepat melangkah menuju
pantri bermaksud menyiapkan teh untuk Bianca.
Tak lama pelayan itu kembali dengan teh yang telah ia
buat, memberikannya kepada Bianca. “Ini Nyonya, Teh
hangatnya.”
Bianca menerima teh tersebut, namun Bianca tidak
membiarkan pelayan tersebut pergi. “Tunggu sebentar..”
Pelayan tersebut kelihatan kebingungan karena Bianca
mencegahnya untuk pergi mengerjakan tugasnya yang
lain.
“Kau sudah bekerja disini berapa lama?” tanya Bianca
sembari mengaduk pelan teh yang baru ia terima.
“Sudah sebulan lebih, Nyonya.”CUR
Bianca menganggukkan kepalanya mengerti, “Nama?”
“Nama saya Lanna, Nyonya.” jawab pelayan itu lagi.
“Oh ya, kau pelayan yang sebelumnya masuk ke kamar
bukan?” tanya Bianca sekali lagi, namun pertanyaan
Bianca kali ini membuat pelayan bernama Lanna itu
terkejut.
“Tenang saja, aku tidak bermaksud untuk memarahi mu
apalagi memecat mu. Hanya saja jangan lakukan hal itu
lagi, aku tahu kau mungkin melakukannya karena kau
belum terlalu lama disini. Jadi jika sekali lagi aku ataupun
Lucius tidak turun meskipun makanan telah siap, biarkan
saja. Jangan masuk ke kamar kami secara sembarangan.
Jika kami lapar, kami akan turun sendiri ke bawah untuk
makan.” Bianca menasehati pelayan itu dengan tegas,
bagaimana pun hal yang pelayan itu lakukan tidak benar.
Itu sangat tidak sopan meski niatnya baik. Masuk ke
kamar majikan tidak sepatutnya dilakukan apalagi tanpaCUR
izin, kecuali niat awalnya masuk ke dalam untuk
membereskan kamar tersebut.
“Maafkan saya Nyonya, saya berjanji tidak akan
mengulangi hal tersebut lagi.” Lanna menundukkan
kepalanya, memohon maaf dari Bianca.
“Tidak apa-apa, hanya saja jangan diulangi lagi. Sekarang
kau boleh pergi, lanjutkan pekerjaan mu.”
Lanna menganggukkan kepalanya, berterima kasih
sebelum ia pergi dari ruang makan tersebut menuju
ruang cuci pakaian. Lanna pergi dengan hati yang
dongkol, ia kesal karena perkataan Bianca yang terkesan
sombong oleh Lanna. Tapi ia tidak bisa apa-apa, ia hanya
pelayan.
Sebelum benar-benar pergi ke ruang cuci pakaian, Lanna
sempat melirik kembali ke arah Lucius dan Bianca.CUR
Mereka makan dengan gembira, berbincang sesekali
tertawa.
Seandainya saja Lucius juga tersenyum ke arahnya
seperti itu, tapi sayang.. saat Lucius memanggilnya saja
untuk membuatkan teh, Lucius tidak meliriknya
sedikitpun. Nada suaranya bahkan terdengar tidak
bersahabat.
Lanna benar-benar iri dengan Bianca.
Seandainya saja Lanna bertemu dengan Lucius lebih
dahulu sebelum Bianca, mungkin Lucius bisa menjadi
miliknya. Karena ia merasa dirinya cantik, dan Lanna juga
yakin bahwa ia bisa membuat Lucius puas di ranjang.
Lanna mengambil pakaian kotor yang sebelumnya telah
ia kumpulkan dan ia taruh di ruang cuci pakaian. Lanna
hendak melakukan tugasnya untuk mencuci pakaian
majikannya.CUR
Namun pandangan Lanna terpaku pada kemeja kotor
milik Lucius, Lanna mengambil kemeja tersebut dari
keranjang. Dan tanpa tahu malu ia mencium aroma dari
kemeja tersebut.
Pikiran Lanna melayang saat menghirup aroma dari
kemeja tersebut, apakah ini aroma tubuh Lucius?
Alangkah lebih menyenangkan jika bisa menghirup
aroma tubuh Lucius secara langsung. Apalagi jika bisa
mengenggelamkan wajahnya di dada bidang Lucius.
Mungkin rasanya seperti surga.QIN
BAB 5
Lucius mulai semakin sibuk sejak kemarin, Lucius bilang
ada pengkhianat diantara bawahannya. Dan Lucius harus
menemukan siapa pengkhianat tersebut dan
menghabisinya.
Lucius tidak bisa mengambil resiko lebih jauh, jika
pengkhianat terus dibiarkan berkeliaran maka Lucius
akan mengalami kerugian besar. Bukan hanya usaha-
usaha Lucius saja yang bisa hancur.
Bukan tidak mungkin kalau pengkhianat tersebut juga
bermaksud menyakiti Lucius bahkan Bianca. Maka dari
itu Lucius semakin bekerja ekstra, Lucius tidak ingin
kecolongan dan akhirnya menyesal.CUR
Sebelumnya Lucius sudah menangkap dan menghabisi
beberapa pengkhianat dan penyusup namun sepertinya
pengkhianat tidak hanya mereka saja.
Seperti apa yang Reinhard katakan kepada Lucius dulu,
Lucius harus waspada. Sekarang mungkin bawahan
Lucius berada dipijaknya tapi esok hari siapa yang tahu?
Manusia itu mudah berubah, apalagi diiming-imingi
bayaran yang besar. Manusia selalu jatuh dalam
keserakahan.
Lucius juga sadar bahwa salah satu penyebab
bawahannya ada yang berkhianat adalah karena mereka
masih belum bisa menerima posisi Lucius yang sekarang
menjadi pemimpin mereka menggantikan Reinhard.
Bagi mereka Lucius itu masih terlalu muda, dan belum
lama ini baru berkecimpung di bisnis gelap. Mereka tidak
ingin menggantungkan hidup mereka pada orang yang
menurut mereka belum sekuat Reinhard.CUR
Lucius menghela nafas berat, ia melirik rolex nya. la
harus pulang sekarang. Lucius telah berjanji dengan
Bianca untuk menjemput Carolina dan Reinhard di
bandara.
“Jonas, aku akan pergi sebentar. Aku akan kembali
sekitar 3 jam lagi.” Lucius memakai kembali jas nya yang
sebelumnya ia lepas, ia keluar dari ruangannya sembari
mengabari Bianca. Mengabari bahwa ia akan segera
menjemput Bianca di rumah sebelum mereka berdua
pergi bersama ke bandara.
Sebenarnya Carolina dan Reinhard sudah menyuruh
mereka untuk tidak menjemput, cukup kirimkan supir
saja. Namun Bianca menolak dan mengatakan bahwa ia
sudah sangat rindu dengan Carolina.CUR
Lucius juga tidak punya pilihan lain, Bianca jarang
meminta sesuatu sejak ia hamil dan ini salah satu
permintaan Bianca. Lucius hanya ingin menurutinya.
Mobil sudah menunggu Lucius di bawah, supir pribadi
Lucius dengan sigap membukakan pintu mobil saat ia
melihat Lucius melangkah mendekat.
RK
“Bagaimana liburan Mama disana?” Bianca memeluk
Carolina erat saat mereka akhirnya bertemu.
“Liburan Mama menyenangkan sayang, kau sendiri
bagaimana?” tanya Carolina balik kepada Bianca, mereka
berjalan sembari mengobrol berdua sementara Lucius
dan Reinhard yang berada dibelakang mereka lah yang
membawa koper menuju mobil Lucius terparkir.QIN
“Biasa saja, tidak banyak hal yang bisa kulakukan. Tapi
akhir-akhir ini aku belajar menggunakan senjata api.
Selain untuk mengisi waktu luang itu juga berguna untuk
ku dimasa depan jika terjadi sesuatu kepada ku.”
Carolina menganggukkan kepalanya, benar. Memang
sudah seharusnya Bianca bisa menggunakan senjata api.
Bagaimana pun Bianca sudah menjadi bagian dari
keluarga, Bianca harus bisa menjaga dirinya sendiri.
Musibah tidak ada yang tahu.
“Kapan kau akan cek kandungan lagi?” Carolina
bermaksud pulang liburan lebih awal karena ia ingin
turut andil saat pemeriksaan jenis kelamin anak yang
Bianca kandung.
Carolina ingin tahu cucunya itu laki-laki atau perempuan.CUR
“Dua hari lagi, Ma.” Bianca tersenyum, ia mengusap
perutnya yang membuncit.
“Mama ingin ikut saat kau cek kandungan, Mama ingin
tahu jenis kelamin cucu Mama.”
“Tenang saja Ma, Bianca akan meminta Lucius untuk
mengajak Mama saat kami melakukan pemeriksaan
nanti.”
“Kenapa kalian asik sekali mengobrol berdua dan
tertawa, apa ada hal seru yang kalian bicarakan?” Lucius
yang telah selesai memasukkan koper-koper ke dalam
bagasi mobil itu menatap Bianca dan Carolina
bergantian.
“Jangan bilang Mama dan Papa terlalu asik liburan
sehingga Mama hamil lagi? Aku tidak ingin anak ku dan
adik ku seusia nantinya.”QIN
Perkataan Lucius tersebut dihadiahi pukulan oleh
Carolina, “Kau ini bagaimana, Mama sudah setua ini. Kau
pikir Mama masih bisa hamil lagi?”
Lucius mengangkat bahunya, siapa tahu.
se
Seperti apa yang sudah dua hari lalu Bianca janjikan, hari
ini ia, Lucius dan Carolina bersama sama pergi ke rumah
sakit.
Carolina lah yang paling bersemangat, ia tidak sabar ingin
mengetahui jenis kelamin cucu pertamanya.
Saat dokter mengatakan bayi yang Bianca kandung
berjenis kelamin laki-laki, Carolina senang bukan main.CUR
Namun kemudian Carolina mengatakan sesuatu yang
membuat Bianca tertawa.
“Semoga sifat cucu ku tidak sama seperti Ayah dan
Kakeknya. Aku sudah sakit kepala menghadapi mereka.
Aku tidak bisa membayangkan jika cucu ku juga begitu.
Ku harap cucu ku lebih mirip dengan mu, Bianca.”
Lucius hanya bisa memasang wajah masam. Namun
Lucius tetap senang mengetahui jenis kelamin anak
pertamanya. Penerus setelah Lucius akan segera lahir.CUR
BAB 6
Lucius semakin sibuk, Bianca juga semakin menghabiskan
banyak waktunya di rumah. Kemarin Lucius tidak pulang
ke rumah, dan barusan Bianca juga mendapat telepon
dari Lucius bahwa malam ini ia kembali tidak bisa pulang.
Bianca merasa gengsi untuk mengatakan bahwa ia rindu
dan malam kemarin ia tidak bisa tidur dengan tenang
tanpa keberadaan Lucius di sampingnya.
Sebenarnya Bianca ingin meminta Lucius untuk pulang
malam ini namun Lucius mengatakan bahwa ia tidak bisa.
Terpaksa Bianca harus kembali tidur sendirian malam ini.
Bianca baru saja selesai mandi, ia tengah membuka
lemari mencari piyama nyaman untuk ia kenakan.
Namun perhatian Bianca justru teralihkan pada jejeran
kemeja Lucius yang tergantung rapih di lemari.CUR
Terbesit ide di pikiran Bianca untuk mengenakan kemeja
Lucius malam ini sebagai obat rindu, namun saat memilih
kemeja mana yang akan Bianca pakai. Gerakan tangan
Bianca yang memilah kemeja di lemari itu terhenti.
Bianca merasa ada yang aneh, Bianca merasa ada satu
kemeja Lucius yang hilang. Tapi Bianca tidak bisa
mengingat kemeja yang seperti apa. Namun Bianca
mencoba untuk tidak memikirkannya, mungkin kemeja
itu berada di kantor Lucius. Mengingat Lucius juga suka
mengganti pakian di kantornya.
Pilihan Bianca terjatuh kepada kemeja berawarna hitam,
Bianca memakai kemeja tersebut tanpa menggunakan
dalaman. Membiarkan tubuh telanjangnya bersentuhan
langsung dengan kemeja Lucius yang kebesaran itu.
Tak lupa Bianca mengambil parfum milik Lucius yang
berada di atas meja rias, sedikit menyemprotkan nya keCUR
kemeja itu. Aroma parfum tersebut semakin membuat
Bianca merindukan Lucius.
Padahal mereka tidak terpisah begitu lama, Lucius
bahkan selalu menelepon Bianca hanya untuk sekedar
bertanya apa yang tengah Bianca lakukan. Tapi tetap
saja, mungkin ini salah satu bawaan bayi. Mungkin putra
mereka yang tengah Bianca kandung juga ingin dekat
dengan Ayah nya maka dari itu Bianca menjadi seperti
ini.
Bianca merebahkan tubuh nya di ranjang, berbaring
memeluk bantal guling. Jika ada Lucius pasti Lucius lah
saat ini yang akan Bianca peluk, bukan bantal.
Bianca berharap masalah pekerjaan Lucius cepat selesai,
Reinhard sebenarnya sudah menawarkan diri untuk
membantu Lucius karena Reinhard juga sudah pernah
mengalami hal yang Lucius alami. Dulu saat ia pertamaGR
kali menjadi pemimpin pun banyak masalah yang datang
dari bawahannya sendiri.
Namun Lucius menolak tawaran dari Reinhard, dengan
alasan ia tidak butuh bantuan. la bisa mengurusnya
sendiri tanpa bantuan Reinhard. Dan Lucius juga ingin
membuktikan kepada Reinhard bahwa Lucius mampu
dan bahkan bisa berperan sebagai pemimpin lebih baik
dari Reinhard.
Bianca tidak bisa langsung terlelap, pikirannya melayang
memikirkan hal-hal yang terjadi. Bahkan hal yang tidak
penting sekalipun.
Tapi ada satu hal memang yang akhir-akhir ini
mengganggu pikiran Bianca, bukan Lucius ataupun Ayah
mertuanya. Namun seorang pelayan yang bernama
Lanna.CUR
Entah mengapa Bianca merasa ada yang aneh dengan
pelayan tersebut, Bianca merasa pelayan itu lebih senang
melayani Lucius dibandingkan dirinya. Pasalnya pelayan
itu selalu tersenyum bahagia setiap kali dipanggil oleh
Lucius namun ia kemudian memasang wajah datar saat
Bianca yang memberikannya perintah.
Bianca harap itu perasaannya saja yang terlalu sensitif
karena sedang hamil, Bianca tidak ingin Lanna benar-
benar menaruh rasa kepada Lucius. Karena jika benar
Lanna menaruh rasa kepada Lucius maka Bianca tidak
akan tinggal diam.
Bianca mungkin terlihat tenang karena memang Bianca
menjaga emosinya, ia tengah hamil. Tapi Bianca tidak
bisa menjamin jika Bianca masih bisa mengendalikan
emosinya jika Lanna benar-benar ada rasa dengan Lucius.
Bianca menghela nafas berat, “Sejak kapan aku menjadi
seposesif ini.”Akhirnya Lucius pulang setelah 2 hari tidak pulang ke
rumah, namun yang membuat Bianca jengkel adalah
Lanna lebih dahulu menyambut kepulangan Lucius
sementara Bianca masih berusaha turun dari anak tangga
secara perlahan.
Apa yang Lanna lakukan benar-benar membuat Bianca
jengkel.
“Kemarikan jas milik Lucius!” teriak Bianca kesal, Lucius
dan Lanna sontak menoleh ke arah Bianca. Lucius
menatap Bianca dengan senyumannya sementara Lanna
menatapnya dengan pandangan terkejut.
“Kenapa kau teriak-teriak sayang?” Lucius mendekati
Bianca, memberikan kecupan di bibir dan dahi Bianca,CUR
tak lupa ia mengusap lembut perut Bianca yang
membuncit itu.
“Pelayan itu, kenapa dia yang menyambut kepulangan
mu. Yang istri mu itu kan aku!” Bianca masih berteriak,
entah kenapa emosinya meledak-ledak hari ini. Mungkin
karena semalam ia juga memikirkan soal perilaku Lanna
yang mendadak manis dihadapan Lucius.
“Kau cemburu?” Lucius mengusap pipi Bianca yang akhir
akhir ini semakin terlihat chubby, “Kau tidak perlu repot-
repot turun ke bawah hanya untuk menyambut ku
sayang, karena aku pasti akan naik ke atas dan menemui
mu.
Bianca terdiam, tentu saja ia cemburu. Bukannya Bianca
tidak percaya kepada Lucius, Bianca tahu wanita yang
Lucius cintai itu hanya dirinya. Hanya saja Bianca tidak
percaya dengan Lanna. Firasat Bianca mengatakan hal
yang buruk.QIN
“Maaf ya, aku tidak pulang selama dua hari. Aku harus
mengurus banyak hal, aku pun harus menyelesaikan
banyak pekerjaan ku agar nanti saat waktunya kau
melahirkan aku bisa menemani mu.”
Perkataan Lucius membuat Bianca luluh, perasaan Bianca
yang awalnya kesal menjadi hangat. Memang tidak
terasa.. sebentar lagi Bianca akan melahirkan. Bukan
Bianca saja yang harus bersiap-siap tapi Lucius juga.
Bianca memeluk Lucius, menenggelamkan wajahnya di
dada bidang suaminya itu. Menghirup aroma tubuh
Lucius yang ia rindukan.
“Aku merindukan mu.” bisik Bianca pelan.
Sudut bibir Lucius terangkat membentuk senyuman
lebar, perasaannya senang sekali karena mengetahuiCUR
bahwa Bianca cemburu kepadanya. Pertanda bahwa
Bianca takut kehilangan dirinya.
“Aku juga merindukan mu, sayang.” sekali lagi Lucius
mengecup puncak kepala Bianca sebelum pelukan
mereka terlepas.
Bianca menatap sinis Lanna yang masih berdiri
mematung dengan jas di tangan nya. “Kenapa kau masih
ada disini? Pergi sana siapkan sarapan
Lanna mau tidak mau berbalik dan melangkah menuju
tempat cuci pakaian, dalam hati ia memaki Bianca yang
bersikap seenaknya. Sebelum Lanna menaruh jas Lucius
ke keranjang pakaian kotor, Lanna menyempatkan diri
untuk melakukan kegiatan rutin nya. Menghirup aroma
tubuh Lucius yang tersisa di jas tersebut.GR
Lanna tidak bisa melakukannya lama-lama, ia harus ke
dapur untuk membantu pelayan lain menyiapkan
sarapan.
2KCUR
BAB 7
Apa yang Lucius takutkan benar terjadi, Carolina
meneleponnya memberi kabar bahwa mereka baru saja
kembali dari rumah sakit. Ternyata Carolina kembali
mengandung.
Lucius tidak menyangka diusia nya yang sudah dewasa ia
baru akan memiliki adik dan lagi usia adiknya akan
terpaut dekat dengan anak Lucius sendiri.
“Aku benar-benar tidak menyangka Mama bisa hamil
lagi.” Bianca lebih kearah takjub dibandingkan dengan
Lucius yang pusing.
“Tentu saja bisa, mereka sudah berpisah belasan tahun
dan kini mereka kembali bersama. Sudah pasti Mama
akan hamil, mereka pasti sudah saling merindukan sejak
lama. Aku yakin saat mereka liburan dan bahkan setelahCUR
pulang dari liburan mereka terus berada di dalam kamar
berdua.” Lucius mengusap wajahnya kasar, ada sedikit
raut kekhawatiran di wajah Lucius.
Usia Carolina sudah tidak lagi muda, mengandung
menjadi lebih beresiko bagi Carolina. Dan juga besar
kemungkinan adik Lucius nanti lahir dengan kondisi yang
tidak sesehat anak biasanya.
Bianca mengusap punggung Lucius, Bianca mengerti
bahwa Lucius khawatir. “Mama pasti baik-baik saja
Lucius, kau tidak perlu perlu berpikir negatif sampai
sejauh itu. Ambil sisi positifnya saja, dengan kehamilan
Mama, anak kita menjadi punya teman bermain nanti.
Bukankah itu terdengar lucu dan menggemaskan?”
Benar juga, kalau dibayangkan mereka pasti lucu.CUR
Lucius berbalik menghadap Bianca, ia mengusap perut
Bianca yang terlihat sangat besar itu. Usia kandungan
Bianca sekarang sudah 9 bulan, hanya tinggal menunggu
waktu Bianca kontraksi dan melahirkan.
Maka dari itu pula Lucius sekarang selalu menyempatkan
diri untuk pulang lebih awal dan menghabiskan waktu
bersama dengan Bianca. Mengawasi pergerakan Bianca
dan menuruti keinginan Bianca.
Tapi Lucius juga merasa agak tersiksa, bukan karena
keinginan Bianca yang membuatnya merasa kerepotan.
Namun karena Bianca kini tak bisa lagi meladeni gairah
Lucius yang menggebu-gebu.
Dokter sudah menyarankan kepada Lucius untuk tidak
melakukan hubungan ranjang dengan Bianca. Dan ya,
tentu saja Lucius menurutinya dari pada nafsu karena
Lucius tidak ingin Bianca dan anak mereka kenapa-
kenapa.QIN
“Apa kau sudah mengantuk? Sebaiknya kita tidur
sekarang. Sekarang sudah larut malam.” Lucius
mengulurkan tangannya untuk menggandeng Bianca
menuju kamar mereka, sekarang kamar mereka tidak lagi
terletak di lantai atas.
Lucius dan Bianca sudah sepakat untuk menggunakan
kamar yang ada di bawah sejak usia kehamilan Bianca
menginjak 7 bulan. Bianca semakin sulit menuruni anak
tangga dan Lucius juga tidak ingin mengambil resiko.
Lucius dengan sabar membantu Bianca untuk berbaring
di ranjang, Lucius memposisikan dirinya disamping
Bianca. Mengusap usap puncak kepala Bianca sampai
Bianca terlelap.
Lucius menghela nafas berat saat ia memperhatikan bibir
Bianca yang merah merekah. Ah, lagi-lagi LuciusGR
terpancing hal kecil. Kejantanannya dibawah sana terasa
sakit, memberontak ingin keluar.
Sepertinya malam ini Lucius harus melakukannya sendiri
lagi secara diam-diam. Lucius tidak ingin Bianca merasa
bersalah jika Lucius melakukan onani secara terang-
terangan.
Setelah Lucius melihat Bianca sudah jatuh terlelap, Lucius
keluar dari kamar dengan cara mengendap-ngendap.
Lucius bisa saja melakukan onani di kamar mandi kamar
mereka namun Lucius takut ia berisik dan
membangunkan Bianca, atau yang lebih parah lagi
sampai ketahuan oleh Bianca.
Bianca pasti akan merasa bersalah nantinya. Maka dari
itu Lucius memilih untuk melakukannya di ruang
kerjanya, sama seperti malam-malam sebelumnya.Lanna menatap pantulan dirinya di cermin, ia kini sedang
telanjang bulat. Malam ini Lanna berniat melakukan
tindaka yang amat sangat nekat.
Apalagi kalau bukan menggoda Lucius.
Selama ini Lanna sudah menunggu waktu yang tepat dan
Lanna rasa sekarang lah waktu yang tepat, awalnya
Lanna ragu. Namun setelah kemarin Lanna secara tidak
sengaja mengintip Lucius yang sedang onani di ruang
kerjanya membuat Lanna menjadi yakin.
Bahwa sekarang lah kesempatannya.
Lanna agak menyayangkan kemarin ia kabur saat Lucius
menyadari bahwa pintu ruang kerjanya lupa ia tutup
rapat. Seharusnya kemarin Lanna tidak kabur dan justru
langsung menggoda Lucius saja.CUR
“Jangan banyak berpikir Lanna, lakukan saja. Kau pasti
bisa menaklukan Tuan Lucius dengan tubuh mu yang
molek dan paras mu yang cantik.” ujar Lanna kepada
dirinya sendiri.
Lanna memakai bathrobe milik Bianca yang telah Lanna
curi dari tempat pengering pakaian.
Dengan kepercayaan tinggi Lanna keluar dari kamarnya,
ia berjalan menuju ruang kerja Lucius. Lanna tahu Lucius
sudah berada disana sekarang.
Dengan hanya mengenakan bathrobe tanpa pakaian
apapun dibalik bathrobe tersebut. Lanna masuk ke dalam
ruang kerja Lucius.
Lanna tersenyum saat melihat ekspresi Lucius yang
terlihat terkejut dan kesal, mungkin sekarang Lucius kesalCUR
karena Lanna mengganggu aktivitas onaninya namun
nanti pasti Lucius akan senang karena Lanna bisa
membuatnya puas.
“Lancang sekali kau masuk kemari tanpa mengetuk pintu,
dan juga pakaian mu itu. Kau sudah kehilangan akal sehat
mu?!” Lucius berteriak marah kepada Lanna, namun
Lanna tidak menggubris hal itu.
Lanna justru membuka bathrobe yang ia kenakan dan
menjatuhkannya ke lantai, membuat tubuh telanjangnya
terpampang di depan Lucius.
“Kau benar-benar wanita gila, keluar kau dari ruangan
ini!” Lucius semakin murka melihat tingkah Lanna, Lanna
pikir dengan telanjang akan membuat Lucius tergoda.
Tidak sama sekali.CUR
“Ayolah Tuan, saya tahu Tuan butuh hiburan. Istri Tuan
tidak bisa memberikannya tapi saya bisa. Saya juga bisa
jamin bahwa saya bisa membuat Tuan lebih puas.” Lanna
dengan tidak tahu malunya melangkah mendekat.
Jika bukan karena Lucius takut membuat Bianca
terbangun dan melihat kejadian ini pasti Lucius sudah
menyeret Lanna keluar sekarang dan memerintahkan
bawahannya untuk memperkosa Lanna beramai-ramai.
Namun Lucius takut Bianca terbangun dan justru salah
paham.
Lanna dengan berani naik ke atas meja kerja Lucius, ia
mengangkang melebarkan kedua kakinya. Dan tanpa
malu menunjukkan kewanitaannya yang telah basah.
Menggoda Lucius seperti ini saja sudah membuat Lanna
melayang.
“Ayo Tuan, tidak apa-apa. Saya bisa jaga rahasia. Tuan
juga pasti suka, saya masih perawan bukan bekas laki-lakiCUR
lain.” Lanna menggigit bibirnya, berusaha menggoda
Lucius sebisa mungkin.
Lanna menunggu Lucius menyentuhnya, namun
bukannya sentuhan Lucius yang ia rasakan. Lanna justru
merasakan hujaman dari benda panas di punggungnya.
Rasa sakit itu timbul bersamaan dengan suara pistol.
Bukan. Bukan Lucius yang menembaknya.
Lanna menoleh ke belakang dan mendapati Bianca yang
berdiri di depan pintu ruangan kerja Lucius dengan
menodongkan sebuah pistol.
Bianca lah yang sebelumnya menembak punggung
Lanna.CUR
Wanita sialan itu.
“Bianca, ini tidak seperti apa yang kau lihat.” Lucius
hendak mendekati Bianca, ia takut Bianca salah paham.
“Diam kau Lucius.” ujar Bianca dingin. Bianca melangkah
mendekati Lanna masih sembari menodongkan pistolnya
kearah kepala Lanna.
“Dasar kau pelayan tidak tahu diri, sudah diberikan
pekerjaan. Dan selama ini aku diam saja melihat kau
menyukai suami ku diam-diam. Kau seharusnya
bersyukur aku masih memberikan mu kesempatan. Tapi
sekarang tidak lagi, tidak ada lagi ampun bagi wanita
seperti mu.”
Lanna baru saja ingin buka mulut, ingin membalas
perkataan Bianca namun Bianca tidak memberikannya
kesempatan untuk bicara.CUR
Bianca segera menarik pelatuk pistolnya, melayangkan
tembakan ke kepala Lanna hingga Lanna terjatuh dari
meja kerja Lucius. Bianca masih menembaki Lanna
meskipun kepala Lanna kini sudah hancur.
“Wanita sepeti mu pantas mati.” ujar Bianca dingin.
Kini Bianca beralih kepada Lucius, Bianca melangkah
mendekati Lucius.
“Sayang, aku tidak mengkhianat—”
“Aku belum mengizinkan mu untuk bicara Lucius.” Bianca
menatap Lucius tajam, ia melangkah semakin mendekat.
Saat mereka sudah berhadapan Bianca menjatuhkan
pistol yang berada di tangannya.CUR
Bianca berlutut dihadapan Lucius membuat Lucius
terkejut, tidak hanya sampai disitu saja. Tangan Bianca
kini justru bergerak membuka resleting celana Lucius.
Lucius tidak tahu harus bereaksi seperti apa, ia hanya
diam memperhatikan Bianca. Lucius agak bingung saat
Bianca memegang kejantanannya. Lucius menunduk
memandang Bianca, dan saat itu juga Bianca mendongak
menatap Lucius.
“Kenapa kau harus melakukannya sendirian dan
sembunyi-sembunyi? Kau senang melihat ku cemburu?”
Bianca tidak salah paham, ia tahu Lanna yang datang ke
ruangan ini untuk menggoda Lucius. Karena saat Lanna
masuk ke ruangan Lucius, Bianca melihatnya.
Bianca juga menyadari Lanna memakai bathrobe
miliknya, maka dari itu Bianca kembali ke kamar danCUR
mengambil pistol. Kesabaran Bianca telah habis, Bianca
tidak bisa menolerir wanita lain menggoda Lucius.
“Jika kau ingin kau bisa bilang. Biasanya juga kau
meminta tanpa tahu malu.” Bianca bicara sembari
menatap Lucius, namun tangan Bianca tidak tinggal diam.
Tangan itu bergerak maju mundur memberikan pijatan
pada kejantanan Lucius.
“Bukan begitu sayang, aku hanya menuruti apa yang
dokter katakan.” Lucius bicara terbata-bata, gerakan
tangan Bianca membuat Lucius melayang.
“Meski tidak bisa bercinta, tangan dan bibir ku masih
bisa. Aku lebih senang memberikan mu oral sex dari pada
aku harus melihat wanita lain menggoda mu karena
mereka berpikir kau suami kesepian.”CUR
Bianca menjulurkan lidahnya, menjilat kejantanan Lucius.
Membuat tubuh Lucius bergetar.
Melihat reaksi Lucius membuat Bianca menyeringai,
Bianca mengecup ujung kejantanan Lucius sebelum ia
memasukkannya ke dalam mulutnya.
Menggerakkan kepalanya maju mundur, Bianca masih
menatap Lucius yang terengah-engah. Mata Lucius
terpejam sementara bibirnya terbuka.
Mendengar desahan yang keluar dari bibir Lucius
membuat Bianca merasa puas.
Tangan Lucius memegang kepala Bianca, ikut membantu
menggerakkan maju-mundur lebih cepat lagi.CUR
Mereka berdua sibuk dengan kegiatan mereka, tidak
memperdulikan bahwa di ruangan yang mereka tempati
itu ada mayat Lanna yang bersimpah darah.
Lucius mengeluarkan kejantanannya dari mulut Bianca, ia
menyemburkan spermanya tepat di wajah Bianca. Lucius
tersenyum melihat wajah Bianca yang dipenuhi sperma
miliknya. Bianca terlihat sangat seksi.
Namun senyuman Lucius seketika luntur saat melihat
Bianca merengut kesakitan. “A-ada apa sayang?”
“Sepertinya aku akan melahirkan.”
Lucius segera memakai kembali celananya, ia panik. la
mengambil tisu di atas meja kerjanya. Mengusap sisa sisa
sperma yang berada di wajah Bianca.
Dengan sigap Lucius menggendong Bianca keluar,
mereka harus ke rumah sakit sekarang.GR
Mereka berdua pergi begitu saja, tidak memperdulikan
mayat Lanna yang masih berada di ruang kerja Lucius.
“Sabar sayang, kita akan segera ke rumah sakit.”CUR
BAB 8
Carolina panik bukan main saat ia mendapatkan telepon
dari Lucius yang mengatakan bahwa Bianca akan
melahirkan. Saat itu juga Carolina dan Reinhard pergi
menyusul ke rumah sakit.
Carolina berlari di lorong rumah sakit, Reinhard sudah
menyuruhnya untuk tidak berlari. Namun Carolina terlalu
panik. Perkataan Reinhard tidak terdengar oleh Carolina.
“Bagaimana keadaan Bianca? Apa ia baik-baik saja?”
Carolina segera menyerbu Lucius dengan pertanyaan
ketika ia bertemu dengan Lucius di lorong rumah sakit.
“lya Ma, Bianca baik-baik saja. Bianca sudah merasakan
kontraksi. Dokter juga sudah mengecek Bianca, Bianca
baik-baik saja. Dokter bilang masih perlu menunggu
pembukaan leher rahim sampai Bianca siap melahirkan.”CUR
Carolina menghela nafas lega, ia pikir terjadi sesuatu
kepada Bianca. Carolina sempat berpikir bahwa Bianca
terjatuh dan pendarahan sampai-sampai Lucius
menelepon dengan panik.
Kepanikan Lucius menular kepada Carolina. Tapi
syukurlah Bianca baik-baik saja, semoga Bianca bisa
melahirkan dengan lancar.
Proses persalinan memakan waktu yang tidak sebentar,
meski begitu Carolina dan Reinhard tetap menunggu di
ruang tunggu. Sementara Lucius menemani Bianca di
dalam. Memberikan support secara langsung.
Lucius tidak masalah dirinya dijambak, dicakar dan harus
dimaki oleh Bianca, namun mendengar teriakan
kesakitan Bianca dan juga melihat banyaknya darah yangCUR
Bianca keluarkan hanya untuk melahirkan anak mereka
membuat hati Lucius nyeri.
Sebesar ini rasa sakit yang Bianca rasakan.
Rasanya rencana Lucius untuk memiliki banyak anak
mendadak musnah, mereka akan punya anak lagi jika
Bianca menginginkannya. Lucius tidak ingin Bianca
melewati proses melahirkan lagi hanya karena keegoisan
Lucius sendiri.
Suara tangis anak mereka yang telah lahir membuat
Bianca dan juga Lucius menghela nafas lega, putra
mereka telah lahir dengan sehat dan lengkap.
Suara tangisan putra mereka pun terdengar oleh Carolina
dan Reinhard yang menunggu di luar ruang bersalin.
Carolina benar-benar senang akhirnya cucunya lahir.CUR
Cucu yang selama 9 bulan ini sudah mereka tunggu-
tunggu kehadirannya.
“Reinhard apa kau dengar itu? Itu suara tangisan cucu
kita.” ujar Carolina riang, “Suara tangisannya kuat seperti
suara tangisan Lucius dulu.”
Reinhard hanya mengangguk dan mengusap pundak
Carolina, mengingatkan Carolina untuk tidak melompat
karena saking senangnya.
Bianca tersenyum menggendong putranya, memberikan
asi untuk pertama kalinya pada putranya itu. Meski
menyakitkan rasa sakit dan lelah yang dirasakannya
seolah hilang saat melihat wajah putranya.CUR
“Wajahnya mirip sekali dengan Lucius.” Carolina yang
duduk disebelah Bianca sembari memperhatikan cucunya
itu akhirnya buka suara. “Apa kalian sudah menemukan
nama?”
“Aku dan Lucius belum memikirkan nama panjangnya,
hanya saja aku ingin nama putra kami itu Jarvas.” ujar
Bianca sembari mengusap pipi putranya yang kemerahan
itu.
“Jarvas? Apa nama itu memiliki arti?” tanya Carolina lagi.
“Jarvas artinya orang yang ahli dalam menggunakan
tombak. Aku tahu suatu hari nanti putra kami akan
menjadi penerus dan menggantikan Lucius seperti Lucius
menggantikan posisi Papa. Dan aku ingin putra kami
seperti namanya bisa melindungi dirinya sendiri dan
melindungi orang yang ia kasihi.”CUR
Carolina mengangguk setuju, ia setuju dengan nama
Jarvas. Selain memiliki arti yang bagus. Nama Jarvas juga
terdengar bagus.
“Hallo Jarvas.. ini grandma.” Carolina memegang tangan
kecil Jarvas, tidak menyangka sekarang ia sudah memiliki
cucu.
Carolina bangkit berdiri dari posisinya, ia hendak keluar
meninggalkan Lucius dan Bianca berdua, sepertinya
mereka butuh waktu berduaan. Carolina juga sudah
cukup puas melihat wajah cucunya.
Lucius kini duduk disebelah Bianca, ia memperhatikan
wajah putranya yang tengah menyusu. “Rasanya seperti
mimpi.”
“Mimpi?”CUR
Lucius menganggukkan kepalanya, “lya, rasanya seperti
mimpi. Rasanya baru kemarin aku mengancam mu untuk
tidur dengan ku dan kau berpura-pura pasrah karena
tidak bisa melakukan apapun padahal kau juga ingin
menjadikan ku sebagai pelarian. Rasanya baru kemarin
kita bermain cinta, rasanya juga baru kemarin aku
menikahi mu tapi sekarang sudah ada Jarvas diantara
kita. Waktu berjalan begitu cepat. Aku tidak ingin waktu
berjalan terlalu cepat, aku ingin menikmati setiap
momen kebersamaan kita. Kau aku dan Jarvas.”
Lucius menatap Bianca dalam-dalam, “Kau sudah
berkerja keras, kau telah susah payah melahirkan putra
kita. Aku harus berterima kasih kepada mu, karena aku
tidak bisa melakukan apa-apa selain menanamnya di
perut mu. Kau yang menanggung semuanya selama
sembilan bulan lalu melahirkannya dengan bertaruh
nyawa.”
Bianca menggelengkan kepalanya, yang Lucius katakan
tidak benar. “Kau juga sudah berjuang banyak Lucius, kauCUR
menjaga ku selama aku hamil. Kau selalu ada disisi ku.
Kau bahkan tidak tergoda oleh wanita lain yang lebih
cantik disaat aku terlihat tidak menarik karena tengah
mengandung.”
“Apa yang kau katakan? Kau tidak menarik saat
mengandung? Kau salah besar Bianca, kau terlihat
berlipat-lipat kali lebih cantik saat kau sedang hamil. Hal
tersebut lah yang membuat ku gelisah setiap malam.”
“Kau harusnya mengatakan sejujurnya kepada ku, jangan
melakukannya diam-diam sampai pelayan pun datang
untuk merayu mu. Bagaimana jika aku salah paham? Kau
lupa apa yang membuat Mama dan Papa berpisah
sampai belasan tahun? Salah paham dan keegoisan. Aku
ingin kita saling terbuka satu sama lain.”
Lucius menganggukkan kepalanya, ia mengerti apa yang
Bianca inginkan. “Aku berjanji aku akan lebih terbuka lagi
kepada mu. Dan juga terima kasih karena telah percayaCUR
kepada ku dan tidak mengambil kesimpulan sendiri,
terima kasih juga karena kau sudah berjuang melahirkan
anak kita. Aku hanya bisa berterima kasih dan berjanji
untuk menjaga kalian berdua dan memperlakukan kalian
dengan penuh cinta.”
Sudut bibir Bianca tertarik membentuk senyuman, “Itu
saja sudah cukup Lucius. Karena memang hal itu lah yang
aku dan anak kita butuhkan. Kasih sayang dan cinta
darimu.”
Lucius kembali melihat wajah putranya, ia tidak tahu
kenapa ia jadi melankolis begini. “Sekali lagi terima kasih
sayang, karna telah memberikan ku seorang keturunan.”
“Berhenti terus mengatakan terima kasih, jika kau
memang merasa berterima kasih kepadaku kau harus
membantuku merawat dan juga membesarkan anak kita
ini. Kau harus bisa memberinya kasih sayang dan juga
mendidiknya menjadi laki-laki yang kuat bahkanCUR
melampaui kekuatanmu.” Bianca menggengam tamgan
Lucius erat.
“Tentu saja aku akan melakukan hal itu, Jarvas akan
menjadi laki-laki yang kuat. Lebih kuat dariku dan juga
Papa. Sehingga ia bisa melindungi orang terkasihnya. Aku
yakin Jarvas akan menjadi laki-laki yang tangguh,
bagaimanapun ia itu perpaduan antara kita berdua. Dia
bukti dari cinta kita.”
Bianca menganggukkan kepalanya setuju, Ya.. kehadiran
Jarvas adalah bukti dari cinta mereka berdua.
Tumbuh Iah dengan sehat dan kuat, Jarvas. Putra ku.
Aku akan memberikan mu kasih sayang dari orang tua
yang dahulu tidak pernah aku rasakan, ku harap masa
kecil mu akan bahagia dan penuh warna tidak seperti
masa kecil ku.GR
Dan juga ku harap besar nanti kau akan menjadi orang
yang tangguh, lebih tangguh dari aku dan juga Papa mu.
Mama dan Papa mencintai mu setulus hati.BAB 9
Special chapter
Reinhard memperhatikan Carolina yang tengah tertidur,
2 jam yang lalu mereka telah berkonsultasi soal
kehamilan Carolina kepada dokter kandungan.
Dokter kandungan sudah mengatakan bahwa kehamilan
Carolina itu beresiko, dikarenakan usia Carolina. Dan
alangkah lebih baik jika menggugurkan kandungan
Carolina.
Namun Carolina mengabaikan perkataan dokter, dan
memaksa ingin mempertahankan kandungannya.
Reinhard sudah berusaha untuk membujuk Carolina
namun Carolina tidak mau mendengarkannya.CUR
Reinhard juga sudah berjanji untuk percaya kepada
Carolina, Carolina hanya memintanya untuk percaya dan
menyambut kehamilannya dengan suka cita bukan
menganggapnya sebagai bencana.
Reinhard mengusap lembut pipi Carolina, Reinhard akan
percaya dan menjaga Carolina sehingga Carolina bisa
melahirkan anak mereka nanti dengan selamat.
Tangan Reinhard beralih mengusap perut Carolina. “Kau
adalah anugrah, kau bukan bencana ataupun nasib
buruk. Kau adalah hadiah terindah yang Mama dan Papa
dapatkan. Jadi tumbuhlah dengan sehat di dalam sana.”
Carolina sebenarnya belum tertidur, ia hanya
memejamkan matanya saja. Namun Carolina bisa
mendengarkan apa yang Reinhard katakan meski
Reinhard bisik-bisik sekalipun.CUR
Carolina tahu jauh di dalam lubuk hati Reinhard,
Reinhard sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun
Carolina merasa baik-baik saja, mungkin kandungannya
akan lemah dan akan membuat Carolina kesulitan namun
ia tidak masalah akan hal itu. Mengandung dan
melahirkan memang penuh resiko.
Carolina menggenggam tangan Reinhard yang berada di
pelukannya, ia menarik Reinhard agar berbaring tepat
disebelahnya. Menenggelamkan dirinya dipelukan
Reinhard yang hangat.
Seandainya saja hubungan mereka membaik lebih awal,
mungkin mereka juga akan punya anak lagi lebih awal.
Kalau saja dulu mereka tidak saling egois.
Tapi semuanya sudah berlalu, tidak ada gunanya juga
disesali terus menerus. Waktu yang terbuang sia-sia itu
tidak akan kembali dengan sendirinya.CUR
“Tidurlah Carolina, kau butuh istirahat.” Reinhard
mengusap lembut punggung Carolina. Berharap tindakan
kecilnya itu bisa membuat Carolina nyaman dan terlelap.
ord
“Carolina, aku tahu kau sangat menyayangi Jarvas. Tapi
kau juga harus ingat kondisi mu.” Reinhard tengah
menasehati Carolina yang terus saja menggendong Jarvas
yang kini tengah berusia 5 bulan. Bukan karena Reinhard
tidak suka Carolina bermain dengan Jarvas. Bukan itu.
Hanya saja Carolina terlalu sibuk mengurus Jarvas
dibanding mengurus dirinya sendiri sedangkan Jarvas
sudah memiliki Bianca.
“Jarvas sangat menggemaskan, aku selalu ingin berada
disisinya.” ucap Carolina dengan wajah seolah tak
bersalah.CUR
“Aku tidak melarang mu untuk bermain dengan Jarvas,
tapi aku tidak suka kau melupakan vitamin dan susu
hamil mu. Kau lupa dokter mengatakan apa?”
Carolina berdecak jengkel, Reinhard semakin lama
semakin cerewet. Dan sialnya lagi Bianca dan Lucius juga
seolah berpihak dengan Reinhard.
“ya aku akan meminum vitamin dan susu hamil ku nanti,
aku ingin memandikan Jarv—”
“Biarkan Bianca atau baby sitter yang memandikan
Jarvas. Kau cukup diam saja disini dan menunggu,
bagaimana jika kau terpeleset di kamar mandi?”
Reinhard memaksa Carolina untuk duduk di sofa,
sementara Reinhard mengambil Jarvas dari gendongan
Carolina dan memberikan cucunya itu kepada Bianca.CUR
“Kenapa kau selalu berpikiran negatif? Aku tidak akan
terpeleset. Kau terlalu berlebihan.” omel Carolina.
“Terserah kau saja mau mengatakan aku ini berlebihan
ataupun cerewet, yang pasti aku hanya tidak ingin kau
kenapa-kenapa. Aku melakukan semua ini karena aku
perduli dengan mu dan calon anak kita.” ujar Reinhard
yang membuat Carolina terdiam tak bisa mengelak.
“Baiklah maafkan aku.”
Kandungan Carolina sudah semakin besar sekarang,
namun selain perutnya yang membesar. Bagian tubuh
Carolina yang lain justru berkebalikannya. Carolina
terlihat kurus, wajahnya juga sering terlihat pucat.GR
“Kau baik-baik saja?" Tanya Reinhard yang mendapati
Carolina berbaring di atas sofa.
“Aku merasa lemas.”
“Tentu saja kau lemas, kau tidak makan apapun sejak
pagi. Setiap makanan yang kau makan selalu kau
muntahkan.” Reinhard menatap sedih ke arah Carolina
yang berbaring di sofa. “Kalau kau lemah begini
bagaimana kau bisa melahirkan nanti?”
“Hey.. jangan remehkan kekuatan seorang Ibu. Dari pada
kau terus mengoceh lebih baik kau pijit kaki ku, kaki ku
terasa pegal.”
Reinhard tidak menolak, Reinhard segera duduk di sofa.
Memangku kaki Carolina dan memijit pelan kaki Carolina.
“Pijit yang benar.”Ketuban Carolina pecah diusia kehamilannya yang baru 7
bulan, Reinhard panik sekali saat itu. Bukan hanya karena
ketuban Carolina yang pecah dan darah yang mengalir
diantara kaki Carolina namun karena Carolina tak
sadarkan diri bahkan saat Reinhard memanggil manggil
namanya.
Reinhard panik, bahkan saat Carolina telah dilarikan ke
rumah sakit dan ditangani oleh dokter pun Reinhard
tetap panik.
Reinhard benar-benar tidak ingin kehilangan Carolina,
mereka baru saja kembali menjalin hubungan mereka
yang telah lama terputus. Reinhard tidak ingin kehilangan
Carolina sekali lagi.QIN
Bianca dan Lucius juga telah datang ke rumah sakit,
namun pikiran Reinhard tetap tertuju pada keadaan
Carolina yang kemungkinan sedang kritis di dalam ruang
operasi.
Reinhard bukan orang yang religius. Dan ia pun telah
membunuh banyak orang, tapi jika tuhan itu memang
benar-benar ada. Reinhard memohon untuk keselamatan
Carolina dan juga anak mereka.
Biarkan Reinhard sekali lagi berkumpul dengan Carolina
dan anak-anak mereka.CUR
BAB 10
Operasi berjalan memakan waktu yang sangat lama,
Bianca terpaksa pulang karena ia tidak bisa meninggalkan
Jarvas lama-lama. Sekarang hanya ada Reinhard dan
Lucius yang tengah menunggu proses operasi selesai.
Pintu ruangan operasi terbuka, dokter keluar dari
ruangan tersebut. Reinhard segera menghampirinya dan
menanyakan kondisi Carolina dan juga anak mereka.
“Puji syukur Ibu dan bayinya selamat, bayinya lahir
dengan lengkap. Berjenis kelamin perempuan. Karena
lahir secara prematur dan kondisi bayinya yang lemah
anak Bapak harus menginap di inkubator. Dan untuk istri
Bapak, beliau bisa dijenguk setelah dipindahkan ke kamar
rawat.”CUR
Akhirnya Reinhard bisa menghela nafas lega, istri dan
putrinya selamat. Meski putrinya harus berada di
inkubator. Setidaknya Reinhard tidak kehilangan salah
satu diantara mereka.
eR
“Sudah aku bilang bukan, aku pasti sanggup melahirkan
anak kita. Ya, meski bukan dengan cara melahirkan
normal.” Carolina tersenyum senang meski wajahnya
masih terlihat pucat.
“lya, kau berhasil. Putri kita cantik sekali, seperti dirimu.
ujar Reinhard sembari menggenggam tangan Carolina.
“Tentu saja ia cantik seperti ku.” Carolina merasa sangat
bangga, “Saat besar nanti dia akan jauh lebih cantik lagi.
Semua laki-laki akan tergila-gila dengan kecantikannya.”CUR
“Dan semua laki-laki yang mencoba mendekatinya tidak
akan ku biarkan begitu saja.” tukas Reinhard,
membayangkan putrinya saat besar nanti akan digoda
oleh laki-laki membuat Reinhard merasa jengkel. Apakah
ini perasaan yang dulu Asher rasakan saat memiliki
Bianca?
“Kau sudah memikirkan nama untuk putri kita?” tanya
Reinhard kepada Carolina, Carolina menganggukkan
kepalanya. Tentu saja ia sudah menyiapkan nama.
“Seperti Jarvas yang memiliki arti nama yang indah, aku
ingin putri kita juga memilikinya. Aku ingin memberinya
nama Liviana yang memiliki arti membuat iri dan punya
banyak kelebihan. Aku ingin ia tumbuh dengan segala
kecantikan dan bakat yang ia miliki, hingga orang-orang
tidak akan berani memandang remeh dirinya.”CUR
“Seperti nama putra pertama kita, Lucius Arsen
Cassavano. Maka nama Putri kita Liviana Arsen
Cassavano. Kini keluarga kita semakin lengkap.”
Ya, keluarga mereka sekarang sudah lengkap. Punya
putra dan putri, punya menantu yang baik dan cantik dan
lagi mereka punya cucu yang tampan. Tidak ada lagi yang
kurang.
Semuanya sudah terasa lengkap, tidak ada lagi yang
mereka inginkan selain menjalani hidup dan
menghabiskan waktu mereka dengan orang terkasih.
Reinhard dan Carolina bersyukur bahwa mereka juga
diijinkan untuk memiliki akhir yang bahagia.
TAMATKata penutup
Terima kasih aku ucapkan kepada teman-teman yang
sudah membaca cerita ini dari awal hingga akhir,
terima kasih juga kepada kalian yang telah bersedia
menyisihkan uang kalian untuk membeli e-book (PDF)
ini sebagai apresiasi kalian terhadap penulis.
Mohon untuk terus mendukung karya-karya
selanjutnya buatan penulis, dan diharapkan untuk tidak
menyebarluaskan e-book (PDF) ini tanpa izin dari
penulis. Sekali lagi, terima kasih banyak.
Salam hangat,
Ezra.