Professional Documents
Culture Documents
Skenario Tutor
Skenario Tutor
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PLP. PENDIDIKAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Jalan Palembang-Prabumulih, KM 32 Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir 30662
Zona F, Telepon (0711) 580227,/Jalan Dr. Moh. Ali Komplek RSMH Palembang
30126 Telpon (0711) 373438 Faksimile (0711) 373438
Laman http://kedokteran@fk.unsri.ac.id
A. SKENARIO
Ny. Wati, 22 tahun, P1A0 datang ke RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang karena mengeluh nyeri di
perut bagian bawah, badan terasa panas, dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh nyeri pada lipat paha sebelah
kiri, bengkak dan sukar untuk digerakkan serta tampak kemerahan. Hal ini dialami pasien setelah melahirkan
anaknya di dukun beranak 7 hari yang lalu, berat badan lahir anak tidak ditimbang, panjang badan 50 cm, dan
langsung menangis. Sewaktu persalinan tidak dilakukan pengguntingan pada kemaluan. Pasien mengaku
mengalami perdarahan hebat setelah melahirkan, tetapi perdarahan berhenti sendiri. Luka tidak dijahit. Buang air
kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Setelah melahirkan, pasien belum beraktivitas secara seksual.
Pemeriksaan fisik
BB : 52 kg; TB : 156 cm
Sensorium : compos mentis
TD : 120/80 mmHg; N : 90x/menit; P : 22x/menit; Suhu : 38.3 o C
Pemeriksaan genitalia
Inspeksi : Vulva tampak bengkak dan kemerahan, tampak laserasi pada 1/3 distal vagina, dasar luka
tampak kemerahan, lochia warna kekuningan dan berbau.
Pemeriksaan laboratorium
Hb 10,2 g/dL; Eritrosit : 5,60x 10 6/mm3 Trombosit: 270.000/mm3; Leukosit: 15.600/mm3
1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir sesi tutorial, peserta didik harus :
1. Memiliki kemampuan untuk menjelaskan diagnosis dan tatalaksana laserasi jalan lahir serta
infeksi nifas (penjahitan laserasi perineum, terapi farmakologis, dan nonfarmakologis).
2. Memiliki kemampuan untuk melakukan penjahitan laserasi jalan lahir grade I dan II.
3. Memiliki pengetahuan mengenai komplikasi dan prognosis pada pasien dengan laserasi jalan
lahir dan infeksi nifas sehingga mampu mampu melakukan tindakan untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
C. KLARIFIKASI ISTILAH
P1 A0
Nyeri perut bagian bawah
Lochia kekuningan dan berbau
Laserasi perineum
Fundus uteri
Vulva
Vagina
D. IDENTIFIKASI MASALAH
Ny. Wati, 22 tahun, P1 A0, datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah, badan terasa
panas, menggigil, serta tidak nafsu makan.
Pasien juga mengeluh nyeri pada lipat paha sebelah kiri, bengkak dan sukar untuk digerakkan
serta tampak kemerahan.
Pasien melahirkan anaknya di dukun beranak 7 hari yang lalu, berat badan lahir anak tidak
ditimbang, panjang badan 50 cm, dan langsung menangis. Sewaktu persalinan tidak dilakukan
pengguntingan pada kemaluan. Pasien mengaku mengalami perdarahan hebat setelah
melahirkan, tetapi perdarahan berhenti sendiri. Luka tidak dijahit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat
Pada pemeriksaan obstetri dan genitalia didapatkan tinggi fundus uteri ½ pusat – simfisis pubis,
kontraksi baik, nyeri tekan di perut bagian bawah, vulva tampak bengkak dan kemerahan, tampak
laserasi pada 1/3 distal vagina, dasar luka tampak kemerahan, lochia warna kehijauan dan berbau
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Hb 10,2 g/dL; Eritrosit : 5,60x 10 6/mm3 Trombosit: 270.000/mm3; Leukosit: 15.600/mm3
2
E. ANALISIS MASALAH
Bagaimana patofisologi laserasi jalan lahir?
Bagaimana patofisologi infeksi nifas?
Bagaimanakah cara penegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding dari
infeksi nifas?
Apa saja komplikasi dari laserasi jalan lahir?
Apa saja komplikasi dari infeksi nifas?
Bagaimana tatalaksana komprehensif dari laserasi jalan lahir dan infeksi nifas?
Apa prognosis dari laserasi jalan lahir dan infeksi nifas?
F. Kerangka Konsep
G. DIAGNOSIS
Ny. W, 22 tahun, P 1 A0 dengan infeksi nifas dan laserasi perineum derajat 2.
3
PEMBAHASAN
I. INFEKSI NIFAS
Infeksi nifas atau infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan,
biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.
Pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob yaitu :
• Sreptococcus haemolyticus aerobicus
• Stapylococcus aereus
• Escherchia coli
• Clostridium welchii
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab infeksi yang paling berat. Infeksi ini
bersifat eksogen (misal dari penderita lain, alat yang tidak steril, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
Staphylococcus Aerus cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan penyebab
infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampak
sehat.
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum. Escheria Coli dapat menyebabkan infeksi
terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Kuman ini merupakan penyebab dari infeksi
traktus urinarius.
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi
ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan persalinan ditolong dukun.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai
dengan kenaikan suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
4
Infeksi nifas dapat terjadi karena:
1. Manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam berulang-ulang.
2. Alat-alat tidak steril/ suci hama.
3. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang terkontaminasi.
4. Infeksi nosokomial rumah sakit.
5. Infeksi intrapartum.
6. Hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini.
5
2.1. Patofisiologi
Patofisiologi ruptur perineum diawali dengan peregangan pada bagian perineum,
terutama pada saat melahirkan yang akhirnya menyebabkan robekan pada dinding vagina
yang dapat meluas hingga mencapai anus. Kondisi seperti primiparitas dapat menyebabkan
ruptur perineum karena jalan lahir dan perineum belum pernah teregang karena persalinan
sebelumnya. Hal ini menyebabkan kelenturan perineum masih belum cukup menahan ukuran
janin dan tekanan dorongan ibu, sehingga ruptur perineum akan terjadi.
Mekanisme lainnya adalah perineum yang pendek, menyebabkan tekanan pada
perineum tidak dapat ditoleransi dengan maksimal dan meningkatkan kemungkinan ruptur
perineum, yang juga dapat mengakibatkan perdarahan postpartum. Selain itu, penggunaan
instrumen pada persalinan biasanya berhubungan dengan penarikan, sehingga menyebabkan
tekanan dan regangan yang lebih tinggi pada perineum saat proses persalinan.
2.2. Diagnosis
Diagnosis ruptur perineum dilakukan dengan pemeriksaan perineum dengan teliti setiap
selesai persalinan dengan mencari adanya robekan pada perineum. Anamnesis pada ibu
biasanya tidak terlalu berguna karena ibu pasti merasakan sakit pasca melahirkan dan tidak
dapat membedakan nyeri yang disebabkan oleh laserasi. Pemeriksaan fisik mencakup
pemeriksaan inspeksi genitalia dan colok dubur.
1. Anamnesis
Anamnesis pada ibu biasanya tidak terlalu berguna karena ibu pasti merasakan sakit pasca
melahirkan dan tidak dapat membedakan nyeri yang disebabkan oleh laserasi. Hal ini
menjadikan anamnesis kurang efektif dan tidak diperlukan dalam diagnosis ruptur
perineum.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teliti setelah persalinan selesai dengan tujuan mencari
robekan pada perineum. Selain itu, untuk memastikan kondisi anus atau ada tidaknya
perluasan robekan hingga daerah anal, maka dilakukan pemeriksaan colok dubur. Hal ini
dilakukan untuk memastikan patensi sfingter anus dan merasakan bila ada laserasi di
bagian anus.
6
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk ruptur perineum hingga saat ini masih belum dijadikan
pemeriksaan rutin, namun berbagai literatur telah membuktikan efektivitas penggunaan
ultrasonografi endoanal dalam diagnosis ruptur perineum. Hal tersebut dirangkum dalam
sebuah ulasan Cochrane, yang menyimpulkan bahwa ultrasonografi endoanal dapat
mengidentifikasi robekan kecil yang pada akhirnya dapat mengurangi kejadian inkontinensia
ani. Namun, memang penelitian yang sama juga menemukan kekurangan dari metode ini,
yakni peningkatan nyeri perineum pada 3 bulan pasca persalinan.
2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ruptur perineum dilakukan berdasarkan derajat keparahan ruptur, untuk
derajat 1 dan 2, umumnya tergantung dari penilaian dokter dan juga keputusan pasien.
Ruptur perineum derajat 3 dan 4 umumnya dilakukan penjahitan dengan mengikuti beberapa
prinsip (siapa yang melakukan tindakan, persiapan tindakan, cara perbaikan ruptur, serta jenis
alat dan bahan yang digunakan dalam tata laksana). Adapun tata laksana tambahan lainnya
dapat berupa non medikamentosa seperti ice pack dan berendam di air hangat, ataupun dengan
medikamentosa seperti antibiotik, analgesik serta laksatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boushra M, Rahman O. Postpartum Infection. 2021 Jul 15. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan–. PMID: 32809639.
2. Goh R, Goh D, Ellepola H. Perineal tears - A review. Aust J Gen Pract. 2018 Jan- Feb;47(1-
2):35-38. doi: 10.31128/AFP-09-17-4333. PMID: 29429318.
3. Gould D. Perineal tears and episiotomy. Nurs Stand. 2007 Sep 5-11;21(52):41-6. doi:
10.7748/ns2007.09.21.52.41.c6596. PMID: 17902445.