You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KASUS KEHILANGAN DAN


ANSIETAS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Stase Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing : Andri Nurmansyah, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Widia Oktavia Krisma
211FK04040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
I. KASUS KEHILANGAN
A. Definisi
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya Kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan (loss) adalah suatu situasi
aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi
perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan (Hidayat,
2012).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon
individu terhadap kehilangan sebelumnya. Seseorang dapat kehilangan citra
tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik pribadi,
keyakinan, atau sense of self baik sebagian atau pun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba- tiba atau bertahap sebagai sebuah
pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis,
baik krisis situasional atau pun krisis perkembangan. Dalam hal ini persepsi
individu, tahap perkembangan, mekanisme koping, dan sistem pendukungnya
sangatlah berpengaruh terhadap respons individu dalam menghadapi proses
kehilangan tersebut.
B. Tanda dan Gejala
Menurut SDKI terdapat beberapa tanda dan gejala pada klien dengan
kehilangan, yaitu :
1. Data Subyektif
- Klien mengatakan merasa bingung
- Klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
- Klien sulit berkontrasi
- Klien merasa tidak berdaya
- Klien merasa sedih
2. Data Obyektif
- Klien tampak murung
- Klien tampak sedih
- Klien tampak bingung
- Klien tampak tegang
- Klien tampak sulit tidur
C. Tingkatan
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:
1) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu

berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan –

perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman.

2) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu

berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –

diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit

fisik.

3) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –

individuberfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –

diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan –

mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.

Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –

individuberfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –

diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah

– ketidakberdayaan.
D. Klasifikasi
Menurut Hidayat 2014 Kehilangan dikategorikan dalam beberapa tipe
diantaranya :
a. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan.
b. Perceived Loss (Psikologis)

Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba

atau dinyatakan secara jelas.

c. Anticipatory Loss

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu

memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan

yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)

menderita sakit terminal.

E. Rentang Respon
Menurut Hidayat, 2014 mengatakan rentang respon pada kehilangan individu

dalam rentang yang fluktuatif yakni dari tingkatan yang adaptip hingga

maladaptip

Respon Adaptip Respon Maladaptip

1. menangis, menjerit menyangkal 1. diam/tidak menangis

menyalahkan diri sendiri, 2.menyalahkan diri

menawar dan bertanya-tanya berkepanjangan

2. membuat rencana yang akan 3. rendah diri

dating 4. mengasingkan diri

3. berani terbuka tentang 5. tak berminat hidup


ehilangan

F. Faktor Predisposisi
1. Genetic

Seseorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan

dalam keluarga yang mempunyai Riwayat depresi akan mengalami

kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.

2. Kesehatan fisik

Individu dengan Kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur

mempunyai kemampuan dalam menghadapi stress dengan lebij baik

dibandingkan dengan individu yang memiliki gangguan fisik

3. Kesehatan mental

Individu dengan Riwayat gangguan Kesehatan mental memiliki

tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan beresiko untuk

kambuh kembali

4. Pengalaman kehilangan sebelumnya

Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa kanak

kanaka akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi

kehilangan dimasa dewasa

G. Faktor Presipitasi
Factor pencetus kehilangan adalah perasaan stress nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi sesksual, kehilanhan harga diri, kehialngan pekerjaan,
kehilangan peran dan kehilangan posisi dimasyarakat.
H. Mekanisme Koping
Pasien yang mengalami kehilangan akan mengalami tahapan penolakan,

marah, tawar menawar depresi dan peenrimaan. Peran keluarga yaitu orang tua

atau kerabat dekat pasien, teman dekat serta perawat dalam mebeberikan

kenyamanan dan pengertian kepada pasien.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH (PSIKODINAMIKA)


Kehilangan meliputi fase akut dan jangka Panjang
1) Fase akut Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang

terdiri atas tiga proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan

kesadaran, serta restitusi.

a. Syok dan tidak percaya

Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat

menerima pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya

memang dibutuhkan untuk menoleransi ketidakmampuan menghadapi

kepedihan dan secara perlahan untuk menerima kenyataan kematian.

b. Perkembangan kesadaran

Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang

lain, perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai

cara, dan menangis untuk menurunkan tekanan dalam perasaan yang

dalam.

c. Restitusi

Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan

keluarga membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan

kehilangan.
2) Fase jangka Panjang

a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.

b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang

tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa

individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang

lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan menggunakan

alkohol

III.KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN

1. Faktor Predisposisi
a. Genetik : Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau

dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan

mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.

b. Kesehatan fisik : Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan

teratur mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik

dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.

c. Kesehatan mental : Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental

memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan

berisiko untuk kambuh kembali.

d. Pengalaman kehilangan sebelumnya : Kehilangan dan perpisahan dengan

orang berarti di masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan

individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.

2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi individu dan

kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual,

kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi di

masyarakat.

3. Perilaku

a. Menangis atau tidak mampu menangis

b. Marah.

c. Putus asa.

d. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.

4. Mekanisme Koping

a. Denial

b. Regresi

c. Intelektualisasi/rasionalisasi

d. Supresi

e. Proyeksi

I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Kehilangan atau berduka
2. Isolasi sosial
3. Ansietas
4. Ketidakberdayaan
5. Harga diri rendah
J. ANALISA DATA
No. Data Masalah
1. Data Subyektif : Kehilangan/berduka
1. Klien mengatakan merasa sedih
2. Klien mengatakan merasa putus asa

dan kesepian
3. Klien kesulitan mengekspresikan
perasaan
4. Klien mengatakan sulit
berkonsentrasi
Data Obyektif :
1. Klien tampak menangis
2. Klien tampak mengingkari
kehilangan
3. Klien tampak tidak berminat dalam
berinteraksi dengan orang lain
4. Klien tampak merenung perasaan
bersalah yang berlebihan

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kehilangan atau berduka
L. INTERVENSI
NO DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
1 Kehilangan atau Pasien mampu: Setelah…..pertemuan klien mampu: SP
berduka 1. Klien dapat 1. Klien dapat membina hubungan saling 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien
berinteraksi dengan percaya dengan perawat 2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan
orang lain 2. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan pikiran dan perasaannya.
2. Klien merasa harga menunjukkan perbaikan komunikasi dengan 3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang
rendah.
dirinya naik orang lain.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri
3. Klien menggunakan 3. Membantu klien menerima perasaan dan
respon dan tidak menghakimi.
koping yang adaptif pikirannya.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari
4. Klien dapat 4. Membantu klien menjelaskan konsep dirinya
aspek positif dan negatif dari dirinya.
mengontrol dan hubungannya dengan orang lain melalui
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah
perasaannya keterbukaan.
klien mampu melakukan aktivitasnya.
5. Berespon secara empati dan menekankan
7. Masukan ke jadwal kegiatan harian pasien.
bahwa kekuatan untuk berubah ada pada
klien.
SP
1. Mengevaluasi pada pertemuan pertama
2. Membantu klien menerima perasaan dan
pikirannya
3. Membantu klien menjelaskan konsep dirinya
dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan
4. Berespon secara empati dan meekankan
bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien
5. Membantu klien mengkonseptualisasikan
tujuan yang realistic
6. Membantu klien mengurangi rasa bersalah
7. Masukan ke jadwal harian kegiatan pasien
1. Kasus Ansietas
a. Definisi
Kecemasan adalah perasaan yang tidak jelas dan samar yang
disertai dengan perasaan tidak pasti, tidak berdaya, isolasi, dan tidak
aman (Rahmi, dkk, 2021).
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman (SDKI, 2017).
b. Tanda dan gejala
Menurut SDKI (2017) menjelaskan bahwa tanda gejala ansietas dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Data subjektif
a. Klien mengatakan merasa bingung.
b. Klien mengatakan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dihadapi.
c. Klien mengatakan sulit berkonsentrasi.
d. Klien mengeluh pusing
e. Klien mengatakan tidak mau makan
f. Klien mengatakan tidak berdaya
2. Data objektif
a. Klien tampak gelisah.
b. Klien tampak tegang.
c. Klien tampak sulit tidur.
d. Frekuensi nafas klien meningkat.
e. Frekuensi nadi klien meningkat.
f. Tekanan darah klien meningkat.
g. Klien tampak Diaphoresis.
h. Klien tampak tremor.
i. Klien tampak pucat.
j. Suara klien tampak bergetar.
k. Kontak mata berkurang.
l. Sering berkemih.
m. Berorientasi pada masa lalu.

c. Tingkatan
Menurut Rahmi, dkk (2021) menyatakan bahwa tingkatan ansietas
dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah. Pada tingkatan ini lapangan persepsi seseorang
menyempit. Sensori penglihatan dan pendengaran tidak setajam
pada tingkat ansietas ringan.
3. Ansietas berat
Ansietas tingkatan ini ditandai dengan lahan persepsi yang sangat
kurang. Seseorang cenderung untuk memusatkan perhatian pada
detail tertentu saja dan mengabaikan hal lain. Semua perilaku
ditunjukan untuk mengurangi ansietas. Individu tidak mampu
berfikir berat lagi dan membutukan banyak arahan agar dapat focus
pada hal lain.
4. Ansietas panik
Berhubungan dengan rasa ketakutan dan terror. Individu pad
kondisi iini tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Aktivitas motorik meningkat, kemamapuan beriteraksi
dengan orang lain menurun, persepsi terditorsi dan kehilangan
pemikiran rasional adalah gejala dari panic. Kemampuan
berkomunikasi dan
fungsi tidak dapat berjalan dengan efektif. Tingkat ini tidak dapat
dibiarkan lama karena seseorang tidak dapat bertahan hidup pada
tingkat ini. Panic yang terjadi dalam waktu yang panjang akan
mengakibatkan kelelahab dan kematian. Dan tingkatan ini dapat
ditangani dengan aman dan efektif.

d. Klasifikasi
Menurut Triantoro (2021) menjelaskan bahwa ansietas dibagi menjadi
5 bagian sebagai berikut:
1. Separation anxiety (kecemasan perpisahan)
Keccemasan perpisahan ini merupakan ketakutan yang tidak
adekuat akibat perpisahan dari figure yang menjadi sumber
kenyamanan dan perlindunga (attachment figure). Gangguan
kecemasan paling banyak dialami oleh anak-anak sebelum
memasuki masa remaja. Kecemasan perpisahan ini juga
mengakibatkan munculnya reaksi anak menolak untuk sekolah
(school refusal). Gangguan ini jika tidak ditangani dengan baik
akan menyebabkan prognosis yang buruk bagi perkembangan anak
selajutnya. Menurut data empiris diperkirakan 1/3 anak dengan
gangguan panic dengan agoraphobia sekunder.
2. Phobia
Gangguan phobia ini ditandai dengan ketakutan yang kuat,
berulang-ulang, dan irasional yang tidak proporsional jika melihat
situasi nyata. Gangguan ini melibatkan reaksi takut yang spesifik,
terutama jika berdekatan atau melihat objek phobianya.
Terdapat tiga jenis gangguan phobia yaitu:
a. Gangguan phobia sederhana
Adalah gejala patologis yang dicikan sebagai ketakutan yang
berlebih, irasional, dan tidak realistis terhadap hewan, objek,
atau situasi tertentu dsb.
b. Gangguan phobia sosial
Merupakan phobia yang terjadi ketika seseorang mengalami
rasa takut atau cemas yang menetap ketika sedang berada
dalam situasi sosial yang melibatkan orang banyak.
c. Gangguan agrophobia
Agoraphobia berasal dari bahasa yunani agora yang artinya
pasar. Agoraphobia merupakan rasa takut pastologis terhadap
tempat terbuka atau tempat-tempat umum.
3. Generalized anxiety (kecemasan menyeluruh)
Gangguan ini ditandai dengan kecemasan yang tidak realistic dan
berlebihan dan kekhawatiran yang tidak berhubungan dengan
situasi spesifik atau adanya stressor eksternal.
4. Gangguan panic
Merupakan gangguan yang tidak dapat diduga serangnya, tidak
diakibatkan oleh adanya stimulus/keadaan/objek yang
mendahuluinya, sehingga mengakibatkan rasa cemas yang
berlebih.
5. Post traumatic stress disorders (gangguan stress pasca trauma)
Gangguan ini terjadi setlah individu mengalami suatu persitiwa
yang sangat hebat seperti bencana alam. Terdapat tiga
symptom post traumatic stress disorder yaitu:
a. Instrusive reexperiencing
Kembalinya peristiwa traumatic dalam ingataka.
b. Avoidance
Selalu menghindari dari sesuatu yang berhubungan dengan
trauma dan adanya perasaan terpecah.
c. Arousal
Kesadaran secara berlebih.
e. Rentang respon
Menurut Rahmi, dkk (2021). Mengatakan bahwa rentang respons
ansietas bervariasi antara respons adaptif dan maladaptive.
Respons adaptif Respons maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panic


Rentang respons diatas menggambarkan respons ansietas seseorang
dan sesuai dengan tingkat ansietas yang telah diuraikan dalam
bahasan sebelumnya.
1. Respons adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima
dan mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu
tantangan, motivasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan
merupakan sarana untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi.
Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur
kecemasan antara lain dengan berbicara kepada orang lain,
menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi.
2. Respons maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan
mekanisme koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan
dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis
termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas isolasi diri,
banyakmakan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan
obat terlarang.

f. Factor predisposisi
Menurut Stuart (2013) terdapat tiga faktor penyebab terjadinya
ansietas, yaitu :
1. Faktor Biologis
Berupa ancaman yang mengancam akan kebutuhan sehari-hari
seperti kekurangan makanan, minuman, perlindungan dan
keamanan. Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam gamaaminobutirat (GABA), yang berperan penting
dalam mekanisme terjadinya ansietas. Selain itu riwayat keluarga
mengalami ansietas memiliki efek sebagai faktor predisposisi
ansietas.
2. Faktor Psikososial
Yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan benda/ orang
berharga, dan perubahan status sosial/ ekonomi.
3. Faktor Sosial
Ancaman yang menghadapi sesuai usia perkembangan, yaitu masa
bayi, masa remaja dan masa dewasa.
Selain tiga hal di atas, Jiwo (2012) menambahkan bahwa
individu yang menderita penyakit kronik seperti diabetes melitus,
kanker, penyakit jantung dapat menyebabkan terjadinya ansietas.
Penyakit kronik dapat menimbulkan kekhawatiran akan masa
depan, selain itu biaya pengobatan dan perawatan yang dilakukan
juga akan menambah beban pikiran.

g. Factor presipitasi
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari
seseorang.
c. Kerentanan biologic
Gangguan ini cenderung berhubungan dengan abnormalitas
neurotransmitter (misalnya disregulasi GABA, serotonin, atau
norepinefrin) di dalam system limbic.
d. Gender
Gangguan ini menyerang wanita dua kali lebih banyak dari pada
pria.
e. Gangguan psikiatrik lainnya
Terdapat gangguan psikiatrik lainnya, termasuk gangguan depresi
dan panic.
f. Factor psikososial
Yang dimaksud seperti harga diri rendah, dan berkurangnya
toleransi terhadap stress (Rahmi, dkk, 2021).

h. Mekanisme koping
Tingkat ansietas menimbulkan dua jenis mekanisme koping sebagai
berikut :
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik
tuntutan situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk
mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan,
Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stress, Kompromi
untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.
2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan
dan sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif (Dwi &
Mukhripah
, 2017).

2. Proses terjadinya masalah (PSIKODINAMIKA)


Menurut Erlita, dkk (2019) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan terjadinya ansietas, diantaranya :
a. Faktor Biologis
Otak mengandeung reseptor khusus untuk benzodiazepine, yang
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan
utama dalam mekanismebiologis timbulnya ansietas sebagaimana
dengan halnya endorfin. Pasien post katarak dan jantung berbeda-beda.
b. Faktor Psikologis
1. Pandangan psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id-superego. Id mewakili insting dan implus primitif,
sedangakan superego mencerminkan hati nurani seseorang yang
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertengangan dan fungsi
ansietas adalah mengingatkan bahwa akan budaya.
2. Pandangan interpersonal
Ansietas timbul dari rasa takut terhadap menerima dan menolak
interpersonal. Post operasi katarak, trauma operasi, takut akan
perpisahan dan kehilangan dari lingkungan semua orang yang
berarti bagi pasien.
c. Pandangan perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
d. Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemukan dalam keluarga. Faktor
ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya
ansietas
3. Kemungkinan Data Fokus Pengkajian
a. Perilaku
Ditandai dengan dengan Produktivitas menurun, Mengamati dan
waspada, Kontak mata jelek, Gelisah, Melihat sekilas sesuatu,
Pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/
tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa
dalam hidup, Insomnia, Perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, Iritabel, Kesedihan mendalam, Takut, Gugup, Sukacita
berlebihan, Nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
Gemeretak, Ketidak pastian, Kekhawatiran meningkat, Fokus pada diri
sendiri, Perasaan tidak adekuat, Ketakutan, Distressed, Khawatir,
prihatin dan Mencemaskan.
c. Fisiologis
Suara bergetar, Gemetar/ tremor tangan, Bergoyang-goyang, Respirasi
meningkat (Simpatis), Kesegeraan berkemih (Parasimpatis), Nadi
meningkat (Simpatis), Dilasi Pupil ( Simpatis), Refleks-refleks
meningkat (Simpatis), Nyeri abdomen (Parasimpatis), Gangguan tidur
(Parasimpatis) Perasaan geli pada ekstremitas (Parasimpatis), Eksitasi
kardiovaskuler (Simpatis), Peluh meningkat, Wajah tegang, Anoreksia
(Simpatis), Jantung berdebar-debar (Simpatis), Diarhea (Parasimpatis),
Keragu-raguan berkemih (Parasimpatis), Kelelahan (Parasimpatis),
Mulut Kering (Simpatis), Kelemahan (Simpatis), Nadi berkurang
(Parasimpatis), Wajah bergejolak (Simpatis), Vasokonstriksi
superfisial (Simpatis), Berkedutan (Simpatis), Tekanan Darah
Menurun (Parasimpatis), Mual (Parasimpatis), Keseringan berkemih
(Parasimpatis), Pingsan (Parasimpatis), Sukar bernafas (Simpatis),
Tekanan darah meningkat (Parasimpatis).
d. Kognitif
Hambatan berfikir, Bingung, Preokupasi, Pelupa, Perenungan,
Perhatian lemah, Lapang persepsi menurun, Takut akibat yang tidak
khas, Cenderung menyalahkan orang lain., Sukar berkonsentrasi,
Kemampuan berkurang terhadap : (Memecahkan masalah dan belajar),
Kewaspadaan terhadap gejala fisiologis. (Dwi & Mukhripah , 2017).

4. Masalah keperawatan
1. Ansietas
2. Ketidakberdayaan
3. Gangguan pola tidur

5. Analisa data
No. Data Masalah
1. Data subjektif : Ansietas
a. Klien mengatakan merasa bingung.
b. Klien mengatakan merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi.
c. Klien mengatakan sulit
berkonsentrasi.
d. Klien mengeluh pusing
e. Klien mengatakan tidak mau makan
f. Klien mengatakan tidak berdaya

Data objektif :
a. Klien tampak gelisah.
b. Klien tampak tegang.
c. Klien tampak sulit tidur.
d. Frekuensi nafas klien meningkat.
e. Frekuensi nadi klien meningkat.
f. Tekanan darah klien meningkat.
g. Klien tampak Diaphoresis.
h. Klien tampak tremor.
i. Klien tampak pucat.
j. Suara klien tampak bergetar.
k. Kontak mata berkurang.
l. Sering berkemih.
m. Berorientasi pada masa lalu.

6. Diagnosa keperawatan
Ansietas
7. Rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS/KECEMASAN


TINDAKAN
TUJUAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWTAN
Pasien mampu: 1. Mendiskusikan SP 1 : Asesmen ansietas dan latihan relaksasi:
1. mengenal ansietas ansietas: penyebab,
2. mengatasi ansietas proses terjadi, tanda 1) Bina hubungan saling percaya
melalui tehnik dan gejala, akibat a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien sesuai
relaksasi 2. Melatih teknik nama panggilan yang disukai
3. memperagakan relaksasi fisik,
b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ansietas agar proses
dan menggunakan pengendalian pikiran
tehnik relaksasi & emosi penyembuhan lebih cepat
untuk mengatasi 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan pengendalian
ansietas ansietas
3) Bantu pasien mengenal ansietas:
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
c) Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas
4) Latih teknik
relaksasi:
a) Tarik napas dalam
b) Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot
SP 2 : Evaluasi asesmen ansietas, manfaat teknik relaksasi dan latihan hipnotis
diri sendiri (latihan 5 jari) dan kegiatan spiritual

1) Pertahankan rasa percaya pasien


a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Asesmen ulang ansietas dan kemampuan melakukan teknik relaksasi
2) Membuat kontrak ulang: latihan pengendalian ansietas
3) Latihan hipnotis diri sendiri (lima jari) dan kegiatan spiritual

Keluarga mampu: 1. Mendiskusikan SP 1 Keluarga : Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat
kondisi pasien:
1. mengenal ansietas, penyebab, 1) Bina hubungan saling percaya
masalah ansietas proses terjadi, tanda a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri
pada anggota dan gejala, akibat b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan ansietas pasien dan cara merawat
keluarganya 2. Melatih keluarga agar proses penyembuhan lebih cepat
2. merawat anggota merawat ansietas
keluarga yang 2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara merawat
pasien
mengalami ansietas 3. Melatih keluarga ansietas pasien
3. memfollow up melakukan follow up 3) Bantu keluarga mengenal ansietas:
anggota keluarga a) Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, serta
yang mengalami akibatnya
ansietas b) Menjelaskan cara merawat ansietas pasien: tidak menambah masalah (stres)
dengan sikap positif, memotivasi cara relaksasi yg telah dilatih perawat pada
pasien
c) Sertakan keluarga saat melatih teknik relaksasi pada pasien dan minta untuk
memotivasi pasien melakukannya
SP 2 keluarga : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat dan
follow up

1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam, menanyakan


peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien hipnotis diri sendiri (lima jari) dan
kegiatan spiritual
4) Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi pasien yang perlu dirujuk
(lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima informasi, tanda-tanda fisik
semakin meningkat) dan cara merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A. 2014. Catatan Ilmu Kedokteran jiwa. Surabaya : Airlanga University

Pers

Yusuf, A., Fitryasari R., Nihayati N., 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan

Jiwa, Salemba Medika, Jakarta

Erlita, Dkk. (2019). Buku petunjuk praktikum keperawatan. Jakarta: UKI. Fitriani,

R. dwi & Damayanti, Mukhripah.(2017). Modul keeperawatan jiwa 1.

Kalimantan timur: ECG.

Imelisa, rahma. Dkk.(2021). Keperawatan kesehatan jiwa psikososial.

Tasikmalaya: Edu publisher.

Safari, triantoro.(2021). Psikologi abnormal; dasar-dasar, teori, dan aplikasinya.

Yogyakarta:UAD PRESS.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

You might also like