You are on page 1of 6
Bab O41] Manajemen Persediaan 1, PENDAHULUAN Manajemen persediaan (Inventory management) memfokuskan diri pada 2 pertanya- an dasar: (1) berapa unit persediaan yang harus dipesan pada suatu waktu?, dari (2) Kapan persediaan harus dipesan. Persediaan pada umumnya diklasifikasikan menjadi 3 kategori: (1) bahan mentah, (2) bahan dalam proses, dan (3) barang jadi. Karena persediaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penjualan, prediksi yang tepat mengenai penjualan sangat penting untuk men- dulcang manajemen persediaan yang efeltif. Selain itu diperlukan suatu koordinasi yang baik antara bagian penjualan, pembelian, produksi dan keuangan, Bagian pemasaran/ penjualan mulamula mengidentifikasi adanya perubahan pada permintaan, yang kemu- dian di ‘koordinasikan ke bagian pembelian dan produksi. Akhimya bagian keuangan merancang pendanaan bagi persediaan yang dibutuhkan untuk mendukung penjualan. Koordinasi yang buruk antara bagian-bagian tersebut dapat menimbulkan masalah yang serius, Tujuan dari manajemen persediaan adalah: “mengadakan persediaan yang dibutuh- kan untuk operasi yang berkelanjutan pada biaya yang minimum”. Oleh karena itu, langkah pertama dalam mengembangkan suatu model persediaan adalah mengiden- tifikasi biaya-biaya yang berhuburigan dengan pemesanan dan penyimpanan persediaan (Ordering costs dan Carrying costs) Ordering costs, pada umumnya diasumsikan sebagai biaya tetap (fixed costs), akan turun jika jumlah persediaan rata-rata meningkat (karena frekuensi pemesanan me- nurun). Ordering costs terdiri atas biaya menempatkan dan menerima order. Jika TOC = Total Ordering Cost, F = Fixed cost untuk satu pemesanan, dan N = frekuensi peme- sanan dalam satu tahun, maka: TOC = (F) (N) Carrying costs terdiri atas: biaya dari modal yang tertanam pada persediaan, biaya Penyimpanan, biaya asuransi, biaya depresiasi dan kerusakan. Pada umumnya carrying Costs akan naik jika rata-rata persediaan naik. Jika TCC = Total Carrying Cost, C = Carrying cost tahunan sebagai persentase dari persediaan, P = Harga beli per unit per- Sediaan, A = Rata-rata unit persediaan, maka: “y Y ) ‘TCC = (C) (P) (A) Total inventory costs (TIC) adalah penjumlahan dari carrying costs dan ordering costs: TIC = TCC + TOC TIC = (C)(P) (A) + (FN) Bila persediaan digunakan secara merata sepanjang tahun dan tidak ada safety. stock (persediaan untuk berjaga-jaga), maka rata-rata persediaan (A) adalah: a=SiN 2 dimana: S = Total permintaan selama setahun N = Jumlah/frekuensi order per tahun Seandainya Q adalah unit persediaan setiap pemesanan, dan asumsikan bahwa per- | sediaan digunakan secara merata sepanjang tahun serta tingkat persediaan jatuh hingga nol sebelum menerima kiriman pesanan berikutnya, maka rata-rata persediaan adalah setengah dari jumlah yang dipesan: 2 Lebih lanjut, jika Q = unit yang dipesan setiap order, S = unit yang dibutuhkan dalam setahun, maka: B N= frekuensi order = $/Q.. Maka TIC dapat dirumuskan juga sebagai berikut: TIC =r 2, MODEL ECONOMIC ORDER QUANTITY (E0Q) E0Q adalah model yang meminimumkan Total Inventory Costs (TIC). yonsioen Perssien, 7 Biaya Br ea Tec ‘Jumlah order (unit) Secara Matematis untuk meminimumkan TIC, turunan pertama fungsi TIC harus sama dengan nol. arric)_ (©) PFS, 4g. 2° @Q? (OUP) US) 2 Q? 2, 21RN8) oor 2 (FS) E0Q= (cy(P) dimana: E0Q = Economic Order Quantity atau jumlah persediaan optimal yang harus F dipesan setiap kali pemesanan. = Fixed Costs pemesanan S = Permintaan tahunen (dalam unit) S = Carrying costs pertahun (dalam persentase dari nia persediaan rata-rata) Harga beli untuk setiap unit persediaan. Asumsi model tersebut adalah: Penjualan dapat diprediksi secara tepat Penjualan terdistribusi merata sepanjang tahun — Pesanan diterima tepat waktu Contoh: PT. KAKI SERIBU, distributor kaos kaki, memiliki data sebagai berikut: S = Kebutuhan persediaan dalam setahun = 104,000 unit. C= Carrying Cost = 20% dari nilai persediaan P = Harga persediaan = Rp 2.000,-/unit F = Fixed Cost setiap kali memesan = Rp 100.000,- . Manajemen Keuangan i 2(F)(S) |2 (100,000) (104.000) B00 Tey | aT aOON = 7.085 unit Pada EOQ = 7.085, TIC adalah: TIC = (C) (P) (Q/2) + (F) (S/Q) = (0,2) (2000)-(7085/2) + (100.000) (104.000/7085) = Rp 2.884.890,- Kapan harus memesan? Jika diasumsikan barang dapat dikirim secara kilat, order point adalah nol. Artinya, begitu persediaan habis, baru memesan dan pesanan segera datang, Namun jika asumsi ini tidak berlaku, cara menentukan waktu/kapan harus memesan (order point) adalah: (1) menghitung tingkat pemakaian persediaan per hari (daily usage), (2) menentukan “lead time", yakni waktu antara pemesanan dan peneri- maan barang, dan (3) order point adalah daily usage dikalikan lead time. Contoh: Melanjutkan contoh sebelumnya, jika diketahui waktu antara pemesanan dan pene- rimaan barang (lead time) adalah 1 minggu, kebutuhan persediaan adalah 104.000 / 52 = 2000 per minggu, maka order point adalah pada saat persediaan tinggal 2.000 unit. Perhatikan Gambar berikut ini: Unit rbuan) Order Point Minggu Lead time = 1 Minggu 3. MODEL E0Q YANG DIPERLUAS 3.1, Konsep Safety Stock Permintaan, tingkat pemakaian, lead time dapat berubah dari yang diperkira-kan. Oleh sebab itu perusahaan menambahkan “Safety Stock” pada persediaan mereka guna menghindari kehabisan persediaan dan menderita kerugian karena tidak dapat meme- nuhi permintaan, Pada contoh sebelumnya, jika ditentukan safety stock sebesar 1.000 unit, maka pada permulaan perusahaan harus memesan sebesar EOQ= 7.085 unit plus 1,000 atau 8.085 unit. Setelah itu, perusahaan harus memesan sebesar EOQ setiap kali persediaan tinggal order point sebesar 2.000 plus safety stock sebesar 1.000, sama dengan 3.000 unit. nsjemen Persedioan 465) Une ony orser Poet <—3 sueysoa { "| extra 1 Ming Meskipun safety stock membawa manfaat, perlu diingat bahwa ia juga menimbul- xan tambahan biaya. dengan adanya safety stock sebesar 1000 unit, rata-rata per- sediaan sekarang adalah EOQ/2 plus safety stock atau (7.085/2) + 1000 = 4.543 unit. Hal ini menyebabkan tambahan Carrying cost sebesar (Safety Stock) (P) (C) = 1.000 (2.000) (0,2) = Rp 400.000,- Faktor apa yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock yang harus ada? Pada umumnya safety stock meningkat,bila (1) permintaan semakin sulit diprediksi, (2) biaya yang timbul dari kehabisan persediaan (Kehilangan penjualan dan nama baik) semakin besar, serta (3) kemungkinan penundaan pada penerimaan pesanan. 3.2. Konsep Diskon Sekarang andaikan PT. KAKI SERIBU menerima tawaran diskon 2% pada pembelian jumlah besar. Jika diskon 2% diterapkan pada pembelian 6.000 unit atau lebih, peru- sahaan akan tetap memesan sebesar E0Q = 7.085 unit dan menikmati diskon, Namun masalahnya menjadi kompleks jika diskon yang ditawarkan hanya berlaku untuk pem- belian 10.000 unit atau lebih. Dalam kasus ini manajemen harus membandingkan (1) Penghematan dari diskon karena membeli 10.000 unit dengan (2) peningkatan TIC akibat memesan 10.000 unit (tidak sebesar EOQ). TIC jika memesan pada EOQ = 7.085 seperti telah dihitung didepan sebesar: TIC = (C) (P) (Q/2) + (F) (S/O) = (0,2) (2000) (7085/2) +-(100.000) (104.000/7085) = 1.417.000 + 1.467.889 = Rp 2.884.890 Jika memesan 10.000 unit, berapa TIC ? Q = 10.000 dan P menjadi = 0,98 x 2.000 = 1.960 (karena ada diskon 2%). TIC = (0,2) (1960) (10.000/2) + (100.000) . (104.000/ 10.000) = 1.960.000 + 1.040.000 = Rp 3.000.000,- Biaya memesan diluar EOQ adalah Rp 3.000.000,- - Rp 2.884.890 = Rp 115.110,-. Sedangkan penghematan dari diskon 2% adalah 2% x 2.000 = Rp 40,- /unit atau 40 x 404-000 unit = Rp 416.000,- setahun. Karena penghematan lebih besar dari Kenaikan @ . Perusahaan sebaiknya memanfaatkan diskon tersebut dan memesan pada 10.000 it, dt Manajemen Keuangey 3.3. Hal Lain Pengaruh inflasi pada EOQ adalah (1) menaikkan carrying costs dan (2) menaikkan nilai persediaan. Oleh karena itu, secara rata-rata, inflasi memberi dampak yang tidak terlalu besar pada jumlah persediaan optimal. Untuk sebagian besar perusahaan tidaklah realistis mengasumsikan bahwa per. mintaan untuk item persediaan adalah sama/merata sepanjang tahun. Oleh sebab itu, model EOQ tidak diterapkan dalam basis tahunan tetapi dalam basis musiman atau kwartalan. Prosedurnya adalah membagi tahun menjadi kwartal atau semester, kemu- dian model EOQ diterapkan pada setiap periode. Selama periode transisi antar kwartal, persediaan dinaikkan atau diturunkan sesuai kondisi. Deviasi atau penyimpangan kecil dari jumlah EOQ tidak berpengaruh banyak ter- hadap Total Inventory Cost, oleh karena itu EOQ sebaiknya dipandang sebagai suatu range daripada suatu nilai tunggal yang harus ditaati. Model BOQ, plus safety stock, berguna membantu menajemen menentukan tingkat persediaan yang tepat, tetapi manajemen persediaan juga harus menerapkan “sistem pengawasan persediaan” (inventory control system). Teknik sederhana misalnya “red-line method” dan “two-bin method", Pada red-line method suatu garis merah digambar pada bagian dalam suatu keranjang/tempat dimana persediaan disimpan. Saat persediaan mencapai garis merah, manajemen harus memesan ulang. Pada two-bin method, perse- diaan disimpan pada dua keranjang pertama habis, pesanan ulang diberikan dan per- sediaan dari keranjang kedua (cadangan) dipindah ke keranjang pertama. Perusahaan besar biasanya menerapkan sistem pengawasan persediaan menggu- nakan bantuan komputer. Setiap pengambilan persediaan dicatat pada komputer. Saat order point tercapai, komputer secara otomatis menempatkan pesanan ulang. Pendekatan yang relatif baru adalah -time” yang dikembangkan di Jepang Toyota adalah contoh bagus untuk sistem ini. Supplier Toyota mengirimkan bagian- bagian mobil yang tiba di pabrik hanya beberapa jam sebelum digunakan. Sistem ini mengurangi beban persediaan sehingga dapat menghemat biaya. Namun sistem ini membutuhkan koordinasi yang baik antara perusahaan manufaktur dan para supplier- nya, baik dalam hal ketepatan waktu pengiriman maupun kualitas barang yang dikirim. -00000-

You might also like