4 GRAHA ILMU
2010
ce Ida Zulaeha
Ss
DIALEKTOLOGI
Dialek Geografi & Dialek SosialINTERDISIPLIN
DIALEKTOLOGI
ialektologi merupakan ilmu interdisipliner, yaitu perpaduan dari
berbagai bidang ilmu. Untuk itu, dialektologi memiliki hubungan
dengan linguistik, linguistik historis komparatif, sosiolinguistik,
geografi, dan sejarah.
A. Dialektologi dan Linguistik
Seiring dengan perkembangan teori linguistik, kajian dialektologi
bertumpu pada konsep-konsep yang dikembangkan dalam linguistik.
Hal itu terjadi karena dialektologi merupakan salah satu cabang
linguistik. Konsep-konsep yang dimaksud berkaitan dengan konsep-
konsep linguistik umum, seperti konsep fonem dan alofon, atau
konsep fitur distingtif atau ciri pembeda (distingtive feature) untuk
bidang fonologi; konsep-konsep morf, morfem, alomorfemis dan
morfofonemis bidang morfologi; konsep-konsep frasa, klausa, dan
morfosintaksis untuk bidang sintaksis, dan seterusnya.
Dalam bidang fonologi, konsep-konsep tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi_ unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti gejala
penghilangan atau pelesapan konsonan pada awal suku kedua sebelum_
hir (penultima) dalam Bahasa Jawa Kabupaten Semarang (BJKS) dari
Bahasa Jawa Baku (BJB) berikut ini.
Dipindai dengan CamScannerBJB B)KS Gloss
Awudal) > /uddl/ ‘pusar’
/wetan/ > /etan/ ‘timur”
Inidw/ > fidu/ ‘meludah’
Pelesapan bunyi Av/ dan Ay pada awal kata itu merupakan salah
satu bentuk reduksi konsonan. Bunyi pada awal suku yang dilesapkan
adalah konsonan yang tergolong bunyi lemah.
Dalam bidang morfologi, konsep-konsep tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti imbuhan di
akhir (sufiks) {-a} yang berfungsi sebagai pembentuk verba perintah (im-
peratif) yang terjadi pada BJB tukunen > BJKS tukua ‘belilah’ dan gawa-
nen > gawaa ‘bawalah’. Sufiks tersebut melekat pada kata kerja (verba)
yang berakhir dengan vokal (suku terbuka). Dalam BJB, sufiks pemarkah
imperatif yang melekat pada verba yang berakhir dengan suku terbuka
adalah {-nen}. Selain itu, identifikasi unsur pembeda dialek pada tataran
morfologi dapat berwujud pengulangan (reduplikasi) dan pemajemukan.
Dalam bidang sintaksis, konsep-konsep tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek berwujud kata,
frasa, dan kalimat. Pembeda berwujud kata seperti kata tanya kapan
‘bilamana’ dalam BJKS untuk menanyakan waktu pada kalimat tanya
Kapan kowe lunga? ‘Bilamana kamu pergi?’ Dalam BJB, kata tanya yang
digunakan untuk menanyakan waktu ‘bilamana’ yaitu sesuk kapan.
Pembeda berwujud frasa seperti frasa nomina konsep ‘rumah ayah’
dalam bahasa Sunda Brebes (BSB) [imah baba?] sedangkan dalam bahasa
Sunda standar (BSS) [bumi bapa?]. Adapun pembeda berwujud kalimat
tampak pada kalimat bahasa Jawa standar (BJS) dan kalimat bahasa Jawa
Brebes (B)B) yang ditemukan Sasongko (1999:33) berikut.
(a) Sega kuwi wis takpangan.
(b) Sega kuwe wis dipangan inyong.
“Nasi itu sudah kumakan/saya makan’
12. m Dialektologi, Dialek Geografi dan Dialek Sosial
Dipindai dengan CamScannerDalam kalimat tersebut tampak bahwa sega kuwi (a) dan sega
kuwe (b) merupakan subjek kalimat, sedangkan wis takpangan (a) dan
wis dipangan (b) merupakan predikat. Adapun inyong (b) merupakan
pelengkap. Dengan demikian, kalimat (a) atau BJS berstruktur S-P,
sedangkan kalimat (b) BJB berstruktur S-P-Pel. Perbedaan itu terjadi
pada kalimat yang predikatnya berupa verba diri seperti kalimat (b).
Konsep-konsep tersebut dimanfaatkan dalam kerangka (1) deskripsi
perbedaan unsur kebahasaan antara daerah titik pengamatan dalam
penelitian dan (2) deskripsi ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda
atau pembeda antara dialek/subdialek yang satu dengan lainnya dalam
suatu bahasa yang diteliti (Mahsun 1995:15). Kajian dialek yang
demikian menekankan pada kajian sinkronis dialek geografi yang
tujuan utamanya adalah pemetaan dialek atau varian bahasa.
Dalam kajian dialektologi diakronis, pandangan seperti itu tidak
dapat diterima. Kajian dialektologi hendaknya menekankan kedua
aspek, yaitu sinkronis maupun diakronis. Dalam hal ini, kajian diakronis
bertujuan menyusun kembali prabahasa dengan cara membandingkan
unsur-unsur dialeknya dan menyusun kembali sejarah daerah yang
dialek-dialeknya diteliti, Keduanya dilakukan secara bersama-sama
sehingga persoalan yang berkaitan dengan ‘apa dan bagaimana’
perbedaan isolek karena faktor geografis dapat diungkap secara
deskriptif maupun historis.
B. Dialektologi dan Linguistik Historis Komparatif
Sebagaimana diketahui bahwa dialektologi lahir sebagai reaksi
terhadap teori perubahan bunyi yang dikembangkan oleh kaun
Neogrammarian yang merupakan puncak perkembangan_ kajian
linguistik historis komparatif pada abad ke-19. Untuk itu, linguistik
historis. komparatif mempunyai andil terhadap lahirnya__kajian
dialektologi. Keduanya memiliki persamaan dalam penggunaan
metode. Meskipun demikian, dialektologi dan linguistik historis
komparatif memiliki perbedaan yang mendasar berkaitan dengan
Interdisiplin Dialektologi 13
Dipindai dengan CamScanner(a) dasar pijakannya, (b) tingkat kekunaan bahasa purba yang
direkonstruksi, (c) bahan (eviden) yang digunakan dalam rekonstruksi
bahasa purba, dan (d) wujud unsur inovasi yang menjadi kajiannya
(Mahsun 1995:17).
Dalam kajiannya, dialektologi berpijak pada pencarian perbedaan,
sedangkan linguistik historis komparatif berpijak pada pencarian
persamaan (secara historis) dari unsur-unsur kebahasaan dialek atau
bahasa yang diperbandingkan. Berkaitan dengan tingkat kekunaan
bahasa purba yang direkonstruksi dalam dialektologi adalah sampai
pada tingkat prabahasa dan bahan yang digunakan untuk rekonstruksi
adalah bahan (evidensi) yang terdapat pada dialek-dialek atau
subdialek-subdialek yang mendukung bahasa tersebut, seperti terlihat
pada gambar berikut ini.
Bahasa Jawa
BBY B B)S BT
J\ AK TAN
BJPW BJK BJPM BJTG BJSM BJKS BJR BJKR BJM BJSB BJBW
Bahasa Jawa dialek Banyumas (BJBY) memiliki subdialek Purwoketo
(BJPW) dan subdialek Kebumen (BJK); bahasa Jawa dialek Pesisir
(BJP) memiliki subdialek Pemalang (BJPM), Tegal (BJTG), Semarang
(BJSM), dan Kabupaten Semarang (BJKS), dan Rembang (BJR); bahasa
Jawa dialek Surakarta (BJS) memiliki subdialek Karanganyar (BJKR);
dan bahasa Jawa dialek Jawa Timur (BJT) memiliki subdialek Madiun
(BJM), Surabaya (BJSB), dan Banyuwangi (BJBW).
Sementara itu, tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi
dalam linguistik historis komparatif sampai di atas prabahasa, yaitu
protobahasa dan bahan yang digunakannya adalah evidensi yang
terdapat pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Dengan demikian,
14 mw Dialektologi, Dialek Geografi dan Dialek Sosial
Dipindai dengan CamScannerlinguistik historis komparatif memberikan sumbangan terhadap kajian
dialektologi, yakni ada hubungan timbal balik atau interseksi terutama
pada aspek diakronis (historis) dan metode penelitiannya, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
C. Dialektologi dan Sosiolinguistik
Dialektologi dan sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang
sama-sama mempelajari perbedaan unsur kebahasaan yang terdapat
dalam suatu bahasa. Akan tetapi, dialektologi lebih memusatkan
kepada variasi atau perbedaan bahasa berdasarkan faktor geografi
yang telah terjadi, sedangkan sosiolinguistik memusatkan perhatian
pada variasi atau perbedaan bahasa berdasarkan faktor sosial yang
sedang terjadi, seperti dalam studi pengaruh antar dialek. Mengapa
dialek yang satu lebih kuat dan mempengaruhi dialek yang lain. Untuk
menjawab persoalan itu diperlukan kajian dari aspek sosiolinguistik,
yaitu adanya kemungkinan dialek yang kuat itu adalah dialek kota
atau dialek yang para penuturnya berstatus sosial tinggi, sedangkan
dialek yang dipengaruhi adalah dialek desa yang para penuturnya
berstatus sosial rendah. Selain itu, temuan-temuan dua kata yang
pemakaiannya berbeda, tetapi maknanya sama dalam dialektologi
(diatopik) dapat dijelaskan secara sosiolinguistik (sintopik). Dengan
demikian, sosiolinguistik memberikan satu perspektif baru dalam
kajian dialektologi berupa variabel sosial penutumya dan konteks
pemakaiannya, baik konteks penutur, tempat, situasi, dan sebagainya.
Jadi, terdapat hubungan timbal balik atau hubungan interseksi antara
kajian dialektologi (sinkronis) dengan sosiolinguistik.
D. Dialektologi dan Geografi
Dialektologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perbedaaan
unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis yang
salah satu aspeknya adalah pemetaan perbedaan tersebut di antara
daerah-daerah pengamatan dalam penelitian. Dalam penelitian dialek
diperlukan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan
Interdisiplin Dialektologi m= 15,
Dipindai dengan CamScannergeografi, seperti monografi desa atau daerah yang dialeknya diteliti
(jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama,
pendidikan, dan sebagainya; jenis penyakit yang pernah mewabah
di daerah yang dialeknya diteliti, jenis transportasi yang mendukung
mobilitas penduduknya; letak geografis daerah yang dialeknya diteliti;
luas wilayah daerah yang dialeknya diteliti, dan sebagainya. Semua
informasi dan pengetahuan berkaitan dengan ilmu geografi. Oleh
karena itu, dialektologi memerlukan kontribusi dari geografi, salah
satunya seperti terlihat pada pemetaan leksikon dialek yang dituturkan
di suatu wilayah tertentu sebagai berikut.
Peta Leksikon ‘gigi rusak berwarna hitam’
# = sisik
@ = atiwing
° kropos
TP 5 % = krowong
5 skala 1: 441.000
Fungsi pemetaan itu sebagai upaya memvisualisasi letak geografis
tempat digunakannya suatu bentuk variasi bahasa tertentu. Namun,
dilihat dari segi fungsi pemetaan dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
berkaitan dengan bidang ilmu geografi tidak terlalu penting dalam
kajian dialektologi karena kita dapat saja. menyebutkan suatu bentuk
Penggunaan unsur-unsur kebahasaan tertentu yang berbeda dengan
unsur-unsur kebahasaan lainnya dalam menyatakan hal yangsama yang
digunakan penutur di daerah pengamatan tertentu dengan menyebut
16m Dialektologi, Dialek Geografi dan Dialek Sosial
Dipindai dengan CamScannernama yang diberikan pada satuan daerah pengamatan. Misalnya desa
atau dusun A, B, C sesuai dengan tingkat (secara administratif) satuan
daerah pengamatannya.
E. Dialektologi dan Sejarah
Perbedaan unsur-unsur kebahasaan dalam suatu dialek atau
subdialek tidaklah terjadi secara serentak dalam satu waktu, melainkan
melalui fase perkembangan yang panjang yang dialami oleh penutur
bahasa itu. Karena itu, pembentukan dialek atau subdialek dalam
suatu bahasa berkaitan dengan sejarah yang dialami oleh penutur itu
sendiri, Berkaitan dengan hal itu, dialektologi berhubungan dengan
sejarah dalam arti saling mengisi. Kontribusi ilmu sejarah pada
kajian dialektologi, misalnya berkaitan dengan penentuan bentuk
yang digunakan untuk merealisasi suatu makna dalam suatu dialek
atau subdialek tertentu sebagai bentuk asli atau pinjaman. Upaya itu
dilakukan jika penelusuran bentuk asli atau pinjaman itu tidak dapat
dilakukan berdasarkan perubahan bunyi dalam dialek atau subdialek
itu. Sebaliknya, kontribusi dialektologi pada ilmu sejarah berkaitan
dengan rekonstruksi sejarah (dalam pengertian yang terbatas) daerah
yang batasannya diteliti. Sebagai contoh, dalam sejarah Sumbawa
disebutkan Mahsun (1995) bahwa pada tahun 1723 kerajaan Selaparang
Lombok diserang oleh Raja Karang Asem. Sebagai akibat dari hal itu
sampai sekarang ini terdapat perkampungan tertentu yang penduduknya
mengaku berasal dari Sumbawa. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa sesungguhnya nenek moyang orang Sumbawa yang tinggal di
pulau Lombok tersebut berasal dari Jereweh (Datu Jereweh). Mereka
menyebut diri dan menamakan tempat tinggal mereka serupa dengan
nama kerajaan di Sumbawa (Datu Seran dan Datu Tilawang) berkaitan
dengan segi keamanaan. Hal ini disebabkan kedua kerajaan tersebut
cukup terkenal dengan prajurit yang berani di masa lalu yang salah
satu buktinya keduanya pernah menjalin hubungan dengan kerajaan
Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wutuk.
Inteidisiplin Dialektologi mw 17
Dipindai dengan CamScannerZilaeha (2004) menemukan asal mula desa Ngoho yang berada di
Kecamatan Sumowone Kabupaten Semarang titik pengamatan 2, cikal
hakaloya adalah Kya dan Nyai Ngoho, Kedua suami istri tersebut
addalal seorang punggawa kraton Solo yang mengasingkan diri karena
ferjadi peperangan, Karena itu, wajar jika di daerah itu ditemukan
dnsuerelih yang dituturkan penutur dan penduduk asi, seperti (/atu]
dan {orm} pada konsep ‘api’, Kekhasan unsur relik itu sulit dilacak
di daerah yang dialeknya diteliti apabila tanpa bantuan sejarah.
Dalam kajlan dialektologi sinkronis dan diakronis atau historis
Kajian dialoktologi, ada dua bidang yang memberikan kontribusi
kepada dialektologi, yaitu. sosiolinguistik dan linguistik historis
Komparatif, Sosiolinguistik memberikan satu: perspektif baru dalam
kajian dialektologi sinkronis berupa variabel sosial penutur dialek
dalam kajlan dialek sosial atau sosiodialektologi. Linguistik historis
kompatatil, membidani lahirnya dialektologi terutama pada metode
kajiannya, seperti instrumen yang berupa daftar tanyaan, dan. metode
analisis data (metode dan teknik leksikostatistik dan glotokronologi).
Dengan demikian, ada hubungan interseksi (‘interbagian’) antara
kajian dialektologi dengan sosiolinguistik dan antara lingustik historis
komparatif- dengan sosiolinguistik, Hubungan interseksi_ tersebut
digambarkan sebagai berikut,
Hubungan Interseksi Dialektologi, Sosiolinguistik, dan Linguistik
Historis Komparatif
18m Dislektologt, Dialek Geograli dan Dialek Sos
al
Dipindai dengan CamScannerInterseksi A adalah suatu butir linguistik dengan variannya dapat
dipandang sebagai identitas kelompok-kelompok sosial tertentu dalam
suatu wilayah pakai dialek tertentu (aspek sosiolinguistik). Hal tersebut
memperlihatkan wujud konkrit dari suatu dialek yang sebenarnya
yang merupakan suatu sistem linguistik yang tidak pernah seragam.
Bersamaan dengan itu, varian-varian itu memiliki tempatnya masing-
masing, misalnya varian X merupakan unsur dari dialek P dan varian
Y merupakan unsur dari dialek Q dan seterusnya (aspek dialektologi).
Interseksi B memperlihatkan letak varian X dan Y dalam urutan
pembentukannya dalam lingkup bahasa-bahasa serumpun (aspek
linguistik historis komparatif). Kajian varian dari suatu sistem linguistik
yang terletak dalam interseksi B ini yang dapat membuktikan bahwa
setiap kata mempunyai sejarahnya sendiri, seperti dikemukakan
Gillieron atau Hugo Schuchardt pada akhir abad XIX atau awal abad
XX.
Dipindai dengan CamScanner