You are on page 1of 144
PERNIKAHAN DI SUMBAWA “Adat & Makna Simbol” Jeri Ardiansa Kata Pengantar Drs. Mahmud Abdullah (Bupati Sumbawa) PERNIKAHAN DI SUMBAWA. Adat & Makna Simbol Indramayu © 2022, Penerbit Adab Penulis: Jeri Ardiansa Editor: Abdul Perancang Sampul: Nurul Musyafak Layouter: F. Raharjo Diterbitkan oleh Penerbit Adab CV. Adanu Abimata ‘Anggota IKAPI: 354/JBA/2020 JI. Kristal Blok F6 Pabean Udik Indramayu Jawa Barat Kode Pos 45219 Telp: 081221151025 Surel: adanuabimata@gmail.com Web: https://penerbitadab id Referensi | Non Fiksi | R/D x +134 him. ;14,5 x 21cm No ISBN: 978-623-5314-13-6 Cetakan Pertama, Maret 2022 PENERBIT ADAE Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainya tanpa izin tertulis dari penerbit. All right reserved KATA PENGANTAR Ihamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada semua hambaNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada panutan dan idola umat Islam dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aspek ibadah, sosial, ekonomi dan politik yakni Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat, pengikut, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Upacara pernikahan adat suku Samawa merupakan salah satu warisan nenek moyang Tau Samawa, yang sampai sekarang bahkan sampai waktu yang tidak bisa diperkirakan masih tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Sumbawa. Tradisi tersebut merupakan salah satu kekayaan budaya Nusantara dari beragamnya budaya dan tradisi di setiap suku yang ada di Indonesia, upacara pernikahan adat masyarakat Sumbawa memiliki fungsi pendidikan, sosial dan ekonomi. Tradisi tersebut merupakan permata yang sangat berharga bagi tau ke tana Samawa, sudah sepantasnya generasi milenial Sumbawa ber- peran untuk menggali dan meneliti budaya-budaya Sumbawa, sehingga, mereka lebih mengenal jati dirinya melalui adat dan budaya. Jeri Ardiansa Pernikahan di Sumbawa memiliki keagungan, keindahan, keunikan dan kekhasan tersendiri yang menjadi identitas Tau Samawa, terdapat beberapa rentetan upacara yang dilakukan sebelum pasangan pengantin melaksanakan ijab kabul, sehingga pernikahan di Sumbawa sangat meriah karena diwarnai dengan beberapa upacara adat sebelum pernikahan, pernikahan dan setelah pernikahan. Hal ini menjadi sangat penting dalam meningkatkan spiritual dan sosial masyarakat Sumbawa, dengan tetap memegang teguh parenti kalanis telas tau Samawa yang bersumber dari falsafah "Adat barenti ko syara, syara barenti ko kitabullah”. Dalam setiap rentetan upacara pernikahan adat suku Samawa terdapat nilai-nilai sosial dan ajaran agama Islam yang diwariskan oleh luluhur masyarakat Sumbawa kepada Tau Samawa, sehingga, dengan ajaran dan norma tersebut mampu mewujudkan masyarakat Sumbawa gemilang yang berkaadaban. Saya sangat mengapresiasi dan turut bangga atas lahirnya karya ini dari tangan pemuda Sumbawa, semoga buku “PERNIKAHAN DI SUMBAWA: Adat & Makna Simbol” mampu memberikan dan membangkitkan semangat masyarakat Sumbawa, khususnya, pemuda-pemudi Sumbawa untuk menulis tentang kesumbawaan dalam rangka membangun peradaban dunia dari Tana Intan Bulaeng, sehingga, kedepannya banyak lahir tokoh-tokoh besar dari Sumbawa. Sumbawa, 15 Februari 2022 Drs. H. Mahmud Abdullah lhamdulillah, segala puji kepada Allah Swt yang menciptakan alam semesta, lengkap dengan semua isinya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada penutup para Nabi, yakni Nabi Muhammad Saw. Penulis sangat bersyukur yang sangat mendalam karena berkat nikmat kesehatan, nikmat kesempatan serta pertolonganNya buku yang berada di hadapan anda yang berjudul “PERNIKAHAN DI SUMBAWA: Adat & Makna Simbol” dapat diselesaikan, walaupun harus melewati banyak rintangan dan tantangan ketika menyusun dan menerbitkan buku ini. Penulis sampaikan banyak-banyak terima kasih kepada pembimbing Tesis saya Dr. Maharsi, M. Hum yang sangat sabar membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan tugas akhir di UIN Sunan Kalijaga, dan saya berterima kasih juga kepada Dr. Amanah Nurish dan Dr. Ita Rodiah, M. Hum yang telah memberikan masukan untuk perbaikan Tesis saya, sehingga Tesis tersebut saya mengubahnya menjadi sebuah buku yang sedang anda nikmati. Karena sangat disayangkan jika hasil penelitian saya hanya dibaca oleh saya sendiri dan tersimpan di rak-rak Tesis perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jeri Ardiansa Secara khusus penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharudidin IV (Sultan Sumbawa ke-XVIII) dan Lembaga Adat Tana Samawa yang telah berkonstribusi besar dalam menjaga dan melestarikan budaya Sumbawa. Terima kasih kepada Drs. H. Mahmud Abdullah (Bupati Sumbawa) telah berkenan memberikan kata pengantar dalam buku ini dan kepada Dewi Noviany S. Pd., M. Pd. (Wakil Bupati Sumbawa) meluangkan waktu memberikan testimoni terhadap buku saya. Dan, terimah kasih juga kepada H. Hasanudin, S. Pd. (Sekretaris Dewan Kehormatan Adat LATS), Dr. Muhammad Saleh Ending, M. A. (Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Mataram), Aries Zulkarnain, S. Pd,. M. M. Inov (Budayawan Sumbawa), Kiai Syukri Rahmat, S. Ag. (Ketua MUI Kabupaten Sumbawa), Drs. Sholihin (Budayawan Sumbawa), Zakariah Surbini, A. Md (Budayawan Sumbawa), Alamarhum Drs. H. Agus Muhammad Jihad (Budayawan Sumbawa), Almarhum H. Boya Abdullah (Budayawan Sumbawa), Wahyudin Latief, S, Ap. (Budayawan Sumbawa), Sarapudin dan Aminullah yang memberikan saya ide dan informasi terkait perkawinan adat suku Samawa, semoga beliau semua senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang. Tidak ketinggalan, penulis berterima kasih kepada Ibu Siti Hajar, Fitrianti, Hartati, Siti Hajar, HJ. Tija, Nursimah M Nur, Kuling, Hamida dan Masiyah yang telah memberikan informasi kepada penulis terkait barodak, dan terimakasih juga kepada Ramdani, Andrean Febrianto, Fatur Rakhman, Rodi Irawan, Sopiansyah, Sumiati, Juliadiansyah, Osi Apriliansyah, Hasrun, dan Ade Erwinsyah yang telah membantu penulis di vi lapangan untuk menggali informasi tentang perkawinan adat suku Samawa. Dan, terima kasih juga kepada Rosdiana dan Jahmad dengan semangat dan penuh keikhlasan membantu saya mendapatkan kata pengantar dari Bupati Sumbawa, tanpa bantuan mereka semua, mustahil saya bisa menulis dan menerbitkan buku ini, semoga kebaikan mereka semua dibalas oleh Allah Swt. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya Bapak Muhammad Ali dan Ibu Siti Amina yang selalu mendoakan dan menyemangati anaknya menuntut ilmu dan berkarya. Dan, terima kasih juga kepada semua keluargaku yang selalu mendukung, menasehati penulis untuk tetap kuat dan semangat dalam meraih cita-cita, tentu banyak sesuatu yang dikorbankan ketika meraih cita-cita, tetapi orang tua dan keluarga yang menjadi alasan penulis tetap semangat dalam berkarya. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada guru- guruku Bapak Saparudin (Guru Ngaji), TGH. M. Mustiadi Abhar (Pengasuh Ponpes Darul Falah, Pagutan, Mataram), TGH. Muammar Arafat, SH., MH. (Ketua PCNU Kota Mataram), Akhairudin, M. Pd. (Dosen Universitas Cordova Sumbawa Barat) sebagai orang pertama yang mendorong saya untuk berkarya dan Nurdin Ranggabarani, SH. MH. (Penulis dan Politisi) yang memotivasi penulis melalui karya-karya terbaiknya, terkait putra-putra hebat Sumbawa dan kepada semua guru-guru saya yang telah mengajarkan dan mendidik saya. Semoga kebaikan beliau dibalas oleh Allah Swt dan menjadi amal jahriyahnya. Tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada manusia yang tidak khilaf dan salah, oleh karena itu, penulis sangat vii Jeri Ardiansa menyadari bahwa tulisan didalam buku ini jauh dari kata sempurna, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang budiman, untuk melengkapi informasi dalam buku ini. Semoga karya ini bermanfaat untuk pembaca dan menjadi amal jahriyah penulis. Yogyakarta, 9 Januari 2022 Jeri Ardiansa viii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iii PRAKATA. v DAFTAR ISI ix BABI Sekilas Tentang Sumbawa 1 A. Asal-Usul Orang Sumbawa (Tau Samawa) 2 B. Pengaruh Jawa-Majapahit ... 5 C. Masukknya Islam dan Pengaruh Makasar. 8 D. Pengaruh Tradisi Keagamaan Islam Champa 17 BABII Landasan Teori. A. Kerangka Teori.. BAB III Upacara Pernikahan Adat Sumbawa... A. Perjodohan Dalam Masyarakat Sumbawa B. Upacara Sebelum Pernikahan Adat Sumbawa Upacara Pernikahan Adat Sumbawe D. Upacara Setelah Pernikahan Adat Sumbawa 77 E. Tujuan Dilaksanakan Upacara Pernikahan Adat Sumbawa 9 Jeri Ardiansa BAB IV Makna Simbol Dalam Pernikahan Adat Sumbawa 89 A. Makna Simbol Sebelum Pernikahan Adat Sumbawa... 90 B. Makna Simbol Upacara Pernikahan Adat Sumbawa .. 109 C. Makna Simbol Setelah Upacara Pernikahan Adat Sumbawa... . 119 BAB V_ Penutup ... A. Kesimpulan.. 126 B. Saran Untuk Penilitian Berikutnya.... 128 DAFTAR PUSTAKA..... . 129 PROFIL PENULIS.... SEKILAS TENTANG SUMBAWA Jeri Ardiansa A. Asal-Usul Orang Sumbawa (Tau Samawa) Kata Samawa diambil dari bahasa Sanskerta ialah Samava yang berarti menunjuk ke arah selatan, tempat yang nyaman, damai, tentram, subur-makmur, orang yang singgah enggan untuk kembali, jika sekiranya terjadi musibah maupun kerusuhan tidak akan meluas. Hal tersebut mengacu pada salah satu nama perilaku samedi Buddha Siddhartha Gautama, Samava.! Seperti yang terjadi di pulau-pulau lain di Nusantara dapat disimpulkan di zaman purba terjadi migrasi kelompok masya- rakat dari daerahnya ke tana Samawa, kemudian menetap dan termasuk dari bagian masyarakat Sumbawa. Mereka tidak hanya datang tetapi juga tinggal di Sumbawa bersama penduduk asli Sumbawa pada abad ke-15-dan ke-16 yang terkenal tanah Sumbawa dengan sebutan’'pulau nasi’? Karena terkenal dengan lumbung padi sehingga orang Bali, Makassar, Banjar, Jawa, Melayu berdatangan ke Sumbawa dan sudah tentu para pendatang mempengaruhi bentuk tubuh, budaya, bahasa dan warna kulit pribumi. Perpindahan lain ketika Raja Pejajaran dapat dikalahkan oleh R. Fatahillah. Waktu itu Raja Prabu Munding masuk ke Sumbawa dan pertama kali sampai di Tanjung Malang (Lunyuk) di sungai Brang Bala (Brang Beh) dan dibuatnya negeri Malang Ruat. Karena kedatangannya diketahui R. Fatahillah, maka menyusullah R. Trenggana (putranya) untuk memberi bantuan dan membuat pertahanan dengan memperbaki benteng Liang Aries Zulkarnain, Tradisi dan Adat Istiadat SAMAWA, (Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2015), him. 8 > Pulau nasi adalah sematan untuk pulau Sumbawa di masa kerajaan karena merupakan daerah penghasil beras atau lumbung padi karena daerahnya yang subur, Pernikahan di Sumbawa Petang. Di dekatnya dibuat negeri dengan diberi nama menurut nama beliau yang dikenal di Sumbawa, yaitu Datu Tering tetapi nama ini berubah menjadi Batu Tering.’ Seiring berjalannya waktu kampung Batu Tering disebut sebagai Desa Loka oleh masyarakat setempat. Desa yang tepatnya berada disekitar Liang Petang disebutnya negeri di atas bukit karena lokasinya yang berada di dataran tinggi dan lahannya berbukit-bukit dan wilayahnya sangat terbatas untuk pemekaran penduduk. Masyarakat Desa Loka memilih menetap di wilayah tersebut karena melimpahnya air sungai dan banyaknya mata air.* Tetapi sepulangnya H. Dahlan yang belajar agama Islam di Mekah maka beliaulah yang melopori membuat pemukiman baru di kawasan Batu Tering dengan tujuan mewujudkan masyarakat agamis dengan memanfaatkan tanah ulayat yang diminta kepada Sultan yang memimpin di wilayah Lenang Liku (Wilayah Batu Tering saat ini) dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang agamis. H. Dahlan membangun pemukiman baru diperkirakan pada tahun 1901 yang sebelumnya masya- rakat tinggal di Desa Loka Batu Tering yang diperkiran berada di kawasan Liang Petang.> Adapun penduduk Sumbawa yang paling tua, adalah mereka yang memilih menetap dan membuat perkampungan di pegunungan Ropang, Lunyuk dan Batu Lanteh. Mereka pindah karena alasan terdesak akibat banyaknya pendatang baru, sehingga pesisir pantai sebelah utara menjadi padat. Mereka » Lalu Mantja, Sumbawa Pada Masa Dulu: Suatu Tinjuan Sejarah, (CV. Samratulangi, 2011), him. 8-9. “ Rai Saputra, Sejarah Desa Batu Tering: Harmonis Ulama dan Umara dalam MembangunMasyarakat Beradab di Desa Batu Tering pada Pertengahan Abad ke-Xx, (Cv. Pajenang, 2021), him. 88. * ibid, him. 56. Jeri Ardiansa yang hidup di pegunungan tersebut, memiliki perbedaan tipe dan perbedaan bahasa antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya, bahkan berbeda juga dengan bahasa masyarakat pesisir, tetapi, mereka semua memahami dan bahkan dapat berdialok dengan bahasa pesisir yaitu ‘Basa Samawa’ sebagai bahasa persatuan. Demikian kita kenal bahasa Ropang, bahasa Suri, bahasa Salesek, bahasa Lebah, bahasa Dodo, bahasa Beru, bahasa Jeluar, bahasa Tanganam dan bahasa Garenta, yaitu bahasa-bahasa di pegunungan Ropang dan sebelah selatan Lunyuk. Sedangkan penduduk Batu Lanteh, demikian pula sebelah pesisir dari Empang hingga Sateluk menggunakan bahasa Sumbawa (basa Samawa) tetapi dengan suara ujar (spraakklank) yang agak berbeda-beda. Di sebelah barat terdapat bahasa Taliwang dan Jereweh, yang banyak persamaan dengan bahasa Sasak, mungkin dikarenakan adanya hubungan yang intens pada zaman dahulu antara Taliwang/ Jereweh dengan Selaparang.° Berdasarkan sejarah masa lalu, Sumbawa menjadi titik lebur dari berbagai suku pendatang yang ada di Nusantara dan pola kehidupan sosial masyarakat Sumbawa tumbuh dan berkembang, sehingga tradisi, budaya, adat maupun dialeknya berasimilasi dan menjadi kesatuan, karena adanya kesapakatan bersama, kesamaan adat istiadat dan sejarah yang terus dilestarikan dan dikembangkan oleh pemiliknya. Sehingga seluruh tradisi dan adat menjadi satu kesatuan yang dinamakan adat Tau Samawa. © Lalu Mantja, SUMBAWA PADA..., him. 9 Pernikahan di Sumbawa B. Pengaruh Jawa—Majapahit Penduduk Sumbawa yang datang dari berbagai tempat seperti Melayu, Aceh, Minang, Banten, Banjar, Bugis, Jawa, Makassar, Lombok, Bima dan Sulawesi akhirnya bahasa mereka juga dipengaruhi oleh bahasa para pendatang, seperti kebiasaan orang Majapahit yang menyebut ibunya dengan sebutan “ina” yang sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat Sumbawa. Selain itu, masyarakat yang hidup berkelompok terbentuk menjadi sebuah kerajaan misalnya terdapat sebuah kerajaan di bagian tengah dan selatan, seperti: Dewa Mas Kuning di Salesek dan Datu Naga di Petonang sekarang termasuk wilayah Kecamatang Ropang, kerajaan Ai Renung dan Dewa Awan Kuning di Sampar Samulan, serta Perumpak di Pernek sekarang termasuk di Kecamatan Moyo Hulu, kerajaan Gunung Setia di Kecamatan Sumbawa, dan kerajaan Gunung Galesa di kecamatan Moyo Hilir. Wilayah Timur Sumbawa terdapat kerajaan Tangko di Kecamatan Empang, kerajaan Kolong di wilayah kecamatan Plampang, Ngali dan Dogan yang masuk dalam wilayah kecamatan Lape- Lopok. Kemudian di Sebelah Barat terdapat kerajaan Hutan di kecamatan Utan, kerajaan Seran di kecamatan Sateluk, kerajaan Taliwang di kecamatan Taliwang, kerajaan Jereweh sekarang di wilayah Jareweh, dan Selaparang di pulau Lombok.’. Kerajaan Dewa Awan Kuning menurut sejarahnya, bahwa semenjak Dewa Batara Sukin adatnya tidak teratur. Tidak ada perbedaan antara raja dengan menterinya, bahkan dengan rakyat jelata sekali pun. Raja berkeinginan untuk memperbaiki adat yang belum teratur dalam pemerintahan maupun * Ibid, him. 9. Jeri Ardiansa pergaulan. Di balik kegelisahannya, raja mendapat berita bahwa di Jawa terdapat sebuah kerajaan yang bernama Majapahit yang mashur karena memiliki adat yang sangat teratur. Kebetulan raja merasa dirinya ada hubungan darah dengan raja-raja di Jawa.’ Kepemimpinanya berakhir setelah Islam masuk ke Sumbawa melalui jalur militer dan Sumbawa ditaklukkan oleh Karaeng Moroanging dari kerajaan Gowa. Terjadi sebuah perubahan dan perkembangan di masa ke- pemimpinan Dewa Awan Kuning hingga Raja Dewa Majaparuwa karena adanya hubungan dengan Raja Majapahit semenjak tahun 1331-1618. Berdasarkan catatan tersebut menjadi bukti kuat bahwa beratus-ratus tahun lamanya Dewa Awan Kuning sampai Raja Dewa Majaparuwa mendapat pengaruh dari Majapahit (Hindu) yang mengakar kuat di Tana Samawa hingga abad ke-17. Sang Dewa Awan Kuning datang ke istana beserta rombongannya guna menuntut ilmu banyak hal tentang tradisi, cara menjadi petani, berkebun, mengaji kitab agama Hindu merupakan bentuk menjalin hubungan, bahkan belajar tentang sistem pemerintahan dan kemasyarakatan.? Raja Majapahit juga menghadiahkan 4 kitab yaitu Pala Kera, Cangkul Muda, Raja Niti dan Raja Kutra kepada Raja Dewa Awan Kuning guna dipedomani.!° Adapun pengaruh selain ilmu menjadi kepala pemerintah dan kitab yang ikut membuat budaya Sumbawa itu sendiri karena adanya adaptasi antara dua budaya masyarakat yang berbeda, sehingga nampak di penamaan para pejabat kerajaan * Ibid, him. 30. ° Mangaukang Raba, Fakta-Fakta Sumbawa, (Samawa: Bougevile, 2001), him. 28-29. ® Lalu Mantja, SUMBAWA PADA..., him. 30. Pernikahan di Sumbawa Samawa seperti: Dewa Maraja, Rangga, Adipati, Manteri Telu”, Mamanca Lima”, Lelurah Pitu> pada perwira (sarian, punggawa, Bhayangkara). Pengaruh Majapahit juga mempengaruhi senjata-senjata pusaka Sumbawa seperti istilah keris dan pada budaya biso tian atau dikenal dengan mitoni dalam masyarakat Jawa. Antara raja Sumbawa, raja Seran dan raja Selaparang di pulau Lombok menurut cerita mereka bersaudara, mungkin keturunan dari Sunan Giri Prapen ketika menyebarkan aga- ma Islam. Yang tinggal di Sumbawa dikenal Dewa Lengan Masmaling, sedangkan yang di Seran masyarakat menyebutnya Dewa Lengan Maspakil. Sehingga Sampai saat ini petilasan Dewan Lengan Maspakil dihormati bahkan sampai dikeramatkan oleh seluruh masyarakat Seran dan begitu juga dengan makam Dewa Lengan Masmaling sangat dikeramatkan oleh masyarakat Sumbawa. Adapun saudara perempuannya yang bernama Dewa Lengan Masparang merupakan raja di Selaparang.’* Bahkan sekarang banyak makam-makam tua yang ditemukan oleh masyarakat Sumbawa, di batu nisannya menggunakan tulisan Arab yang diyakini sebagai makam mubaligh penyebar agama Islam di Sumbawa. Pemerintahan tanah Sumbawa pada dewan menteri yang terdiri dari: Ranga (Ketua/ Mangkubumi), Kalibela dan Dipati, Dalam menjalankan roda pemerintahan seluruh menteri membagi daerah menjadi tiga wilayah dengan sistem mengkoordinir pejabat dibawahnya. » Majelis perwakilan terdiri dari 5 orang yaitu dari Longan Samapuin sebagai ketua, bawahannya yaitu Kadimungan, Demung Langu, Menteri Tuban dan Mekal Tana. » Majelis perwakilan jumlahnya 7 orang yaitu Ngeru sebagai ketua, sedangkan anggotanya ialah Demung Pulit, Nyaka Samapuin, Nyaka Pamulung, Nyaka Bangkong, Nyaka Barare, dan Nyaka Lamok Lalu Mantja, SUMBAWA PADA..., him. 11. Jeri Ardiansa C. Masukknya Islam dan Pengaruh Makasar Banyak versi terkait masuknya agama Islam ke Sumbawa yang dibawa oleh para mubaliqh di tahun dan melalui jalur yang berbeda. Menurut Aizid Islam di Indonesia disebarkan oleh mubaligh melalui jalur perdagangan, jalur perkawinan, proses struktur sosial, jalur pendidikan, jalur tasawuf® dan jalur kultur2® Jalur-jalur tersebut yang digunakan oleh para mubaligh mengislamkan masyarakat Sumbawa, sehingga sampai sekarang masih dapat ditemukan buktinya, seperti udu no batal sembahyang no putis (Wuduh tidak pernah batal dan sembayang tidak pernah putus), hal tersebut merupakan bukti pengislaman masyarakat Sumbawa melalui ajaran tasawuf. Terkait siapa dan tahun berapa agama Islam di dakwahkan di Sumbawa terdapat banyak pendapat. Menurut Zolinger Islam lebih dahulu masuk ke Sumbawa daripada Lombok sekitar tahun 1450-1540 dibawa oleh para pedagang dan juga sebagai pendakwah dari Jawa dan Sumatra, khususya dari Palembang.” Disebutkan di dalam Buk Datu Kalih Belah Karang Minyak bahwa Islam masuk dan disebarkan di Sumbawa oleh Syamsuddin bangsa Alaidrus dari Kaufah bersama keluarganya dan Kiai Abdussamad.*® Sedangkan menurut Jamaludin men- jelaskan bahwa perkembangan Islam di kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara bersumber dari pulau Jawa. Penyebaran * Rizem Aizid, Sejarah Islam Nusantara, (DIVA Press, 2016), him, 33-41. * Abdul Karim, Sejarah Pemikiran & Pradaban Islam, (Yogyakarta, Pustaka Book Pubhlisher, 2007), him. 331 " Syaefudin Iskandar dkk, Kebudayaan Samawo, (Universitas Negeri Malang Press, 2018), him, 64. * Rai Saputra, Sejarah Desa..., him. 9 Pernikahan di Sumbawa Islam dilakukan oleh beberapa Ulama termasuk Sunan Prapen karena perintah Sunan Giri.4® Melalui lembaga pendidikan Sunan Giri menyebarkan agama Islam. Dalam usaha dakwah lewat pendidikan, Sunan Giri yang bergelar Prabu Satmata tidak sekedar mengembangkan sistem pesantren yang diikuti santri-santri dari berbagai daerah mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan, Makassar, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Tidore, dan Hitu.”” Sunan Giri adalah raja sekaligus guru suci (Pandhita ratu) juga berdakwah dengan cara menciptakan beberapa permainan anak-anak seperti Jelungan, Jamuran, Gendi Gerit, dan juga membuat tembang permainan anak-anak seperti Padang Bulan, Jor, Gula Ganti, dan Cublak-cublak Suweng, bahkan Sunan Giri yang merupakan putra Syeikh Maulana Ishak juga menciptakan tembang Padang Bulan, isinya: padang-padang bulan, ayo gage do dolanan, dedolanan neng latar, ngalap padang gilar-gilar, nundung begog hanga tikar.* Menurut Jamaluddin Sunan Prapen berdakwah ke Lombok atas perintah Sunan Giri dan Sunan Prapen datang sebelum tahun 1545 M dan pertama kali sampai di daerah Salut, Lombok, kemudian menuju ke labuhan Lombok tepatnya daerah Menanga Baris, kedatangannya mendapat perlakuan baik dari Prabu Rangke Sari dan mentrinya. Desa Salut merupakan wila- yah yang sangat strategis dalam proses menyebarkan agama Islam di pulau Lombok. Dari Salut kemudian Islam mulai + Jamaluddin, Sejarah Islam Lombok: Abad XVI-XX, (CV. Genta Visa Utama, 2019), him. 17. » Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, (Iman, 2019), him. 221. » Ibid. Jeri Ardiansa masuk ke istana-istana raja di Lombok, kemudian semakin meluas ke berbagai wilayah lainnya di tanah Lombok, di bagian Utara masuk di kerajaan Bayan, arah Barat masuk di kerajaan Pejanggik, dan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, sedang- kan di arah Selatan masuk ke Rembitan, Pujut, dan daerah sekitarnya.?? Setelah Sunan Prapen® yakin bahwa Islam sudah tersebar di Lombok dan ajaran-ajaran dasar Islam telah diajarkan, seperti tata cara melaksanakan ibadah sholat, puasa, zakat, dan haji, Sunan Prapen meninggalkan Lombok dan melanjutkan dakwahnya ke pulau Sumbawa untuk mengislamkan masyarakat Sumbawa. Seluruh pulau Sumbawa dapat diislamkan antara lain: Sumbawa, Seran, Taliwang, Utan, Rhee, Dompu, Pekat, Tambora dan seluruh Bima.” Bahkan menurut Agus Sunyoto Sunan Prapen cucu Sunan Giri mengembangkan wilayah dakwahnya sampai ke Kutai, Gowa, Sumbawa, Bima bahkan ke Maluku.”> Sunan Prapen menyebarkan agama Islam di Lombok dan Sumbawa selama 40 tahun, berangkat dari kesultanan Giri tahun 1505 M dan kembali ke Giri pada tahun 1545 M. Pada saat itu Sunan Giri menjadi sumber ilmu keagamaan yang mashur di Tanah Jawa, sehingga banyak orang yang berguru kepadanya dan ia juga mengirim utusan ke luar Jawa termasuk Nusa Tenggara. Untuk memperkuat pendapat diatas, dalam Buk Tana Samawa menyebutkan bahwa ada ® Jamaluddin, Sejarah Islam..., him. 17-18. » Sunan Prapen adalah cucu dari Sunan Giri yang bernama Pangeran Pratikha tetapi lebih mashur dikenal dengan nama Sunan Giri Prapen % Jamaluddin, Sejarah Islam... him. 23. % agus Sunyoto, Atlas Wali..., him. 227. Pernikahan di Sumbawa orang Sumbawa yang bijak, disenangi dan juga disegani oleh masyarakat datang ke Demak. Orang Sumbawa tersebut tertarik dengan pola kehidupan masyarakat setempat, kemudian memutuskan diri untuk memeluk agama Islam dan menjadi mubaligh. Kembalinya ke Sumbawa tidak sendiri, melainkan bersama para mubaligh lainnya. Mereka tidak hanya menyebarkan agama Islam di Sumbawa, tetapi juga mengajarkan masyarakat setempat cara bercocok tanam, membangun bendungan di sungai Reban Aji dan rakyat juga diajarkan membuat sawah di tempat yang sama.” Orang Sumbawa juga gemar menuntut ilmu seperti di pesantren Bonang di wilayah Bonang Binangun yang dibangun oleh Sunan Bonang”’ salah satu anggota Wali Songo, santri yang menuntut ilmu berasal dari berbagai daerah di Nusantara seperti: Jawa, Madura, Bawean, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Ternate, India dan Sumbawa.” Tetapi, penulis belum mengetahui sosok santri Sunan Bonang yang berasal dari pulau Sumbawa. Sunan Giri dalam menyebarkan agama Islam di Sumbawa juga mengutus seorang muridnya yaitu Syeikh Zainal Abidin putra Kolono Marhum (1465-1486) raja Ternate yang pertama 2. Lalu Mantja, SAMAWA PADA..., him. 34-35 » Menurut KH, Maimoen Zubair Sunan Bonang merupakan wali quthubnya Wali Songo. Sunan Bonang adalah Wali yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, silat dan pandai mencari mata air ditempat yang kering. Agus Sunyoto, Atlas Wali..., him, 238, 2 Amirul Ulum, Mbah Moen: Kiai Perekat Bangso, (Republika, 2020), him. 7. » Darmawijayah, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), him. 119. n Jeri Ardiansa kali masuk Islam.2° Setelah Kolono Marhum wafat pada tahun 1486, kemudian digantikan oleh putranya Sultan Zainal Abidin (1486-1500).*? Zainal Abidin berdakwah di Sumbawa tidak hanya berprofesi sebagai pendakwah atau mubaliq tetapi juga memiliki keahlian menyembuhkan atau disebut Tabib (Sanro). Nama Syeikh Zainal Abidin menjadi sebuah tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat Sumbawa yang berbentuk legenda (cerita rakyat) Tanjung Menangis yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Sumbawa sampai sekarang, seperti: Seorang putri Raja yang sudah lama sakit yang tak kunjung sembuh, walaupun raja sudah mendatangkan berbagai Tabib yang sakti. Kemudian atas dasar itu raja Sumbawa mengadakan sebuah sayembara dengan hadiah perjanjian siapa yang mampu menyembuhkan penyakit putrinya maka tabib tersebut akan dinikahkan dengan anaknya. Berita sayembara tersebut terdengar sampai ke telinga Syeikh Zainal Abidin, kemudian Syeikh Zainal Abidin menawarkan jasanya untuk mengobati putri raja. Setelah Raja menyetujui, kemudian putri dibawa oleh Syeikh Zainal Abidin ke kampung Ai Awak. Disana terdapat batu yang berukuran cukup besar yang berada ditengah kolam Ai Awak dengan kelebihan Tabib puteri raja diobati. *? Tibanya waktu pengobatan Tabib meminta kepada Raja maupun menterinya agar tidak diganggu selama tujuh hari, waktu tersebut dimanfaatkan oleh para pembesar kerajaan °° Mundzirin dk, Sejarah Peradaban Islan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pilinus, 2006), him. 105. » Rusdiyanto, Kesultanan Ternate dan Tidore, Jurnal Aglam, Vol. 3, No.1, (Juni, 2018), him. 48. » Lalu Mantja, SUMBAWA PADA..., him. 32 12 Pernikahan di Sumbawa untuk memfitnah Syeikh Zainal Abidin dan Raja dihasut dengan menyampaikan berita bohong bahwa Tabib melakukan perbuatan tidak terpuji terhadap putri raja. Fitnah pun semakin hari semakin bertubi dan semakin menyebar sehingga sampai didengar oleh Tabib. Guna keselamatan jiwa dari prasangka jelek dan tidak benar, walaupun Syeikh Zainal Abidin mengetahui perbuatan tersebut tidak keluar dari mulut seorang Raja, tetapi atas alasan harga diri yang merupakan mubalig dan keagungan agama yang disebarkan kepada masyarakat Sumbawa, maka Syeikh Zainal Abidin harus meninggalkan Sumbawa dan melewati jalan yang berbukit-bukit ke arah utara sehingga sampai di pantai Tanjung Menangis. Dia menaiki sampan meninggalkan Sumbawa.?? Setelah tujuh hari lamanya putri Raja sembuh dari penyakit yang sudah lama dideritanya dan ternyata putri tersebut adalah wanita yang elok dan cantik. Seseorang menyampaikan informasi kepada putri tentang fitnah yang menimpah Tabib. Dan berita tentang Raja yang mengingkari janji yang dilontarkan pada saat sayembara dan Syeikh Zainal Abidin lebih memilih menghindar dari kabar bohong atau fitnah, kemudian putri dengan segera bergegas menuju pantai tanjung menangis sesampainya disana, dia tidak mendapati sang Tabib lalu menyusul.* Sang putri melambaikan tangannya dari pinggir pantai, hembusan angin pantai membawa suara Syeikh Zainal Abidin dalam bentuk lawas: 8 jbid, lm. 33 * Ibid. lm. 33, Jeri Ardiansa Ku menong si sengo sia intan ee Sayang suaramu ku dengar Ling poto Tanjung Menangis Di ujung tanjung menangis Kupendi onang ku keme Ku sayang, tapi tidak bisa berbuat Aku bencanang tenga lit Saya pencalang di tengah laut Sia Gaja lulir tampar Dinda gajah menyusuri pantai Tu saling panto mo untung Jodoh tak mungkin menyatu Hempasan air laut yang dibawa oleh angin ke pesisir laut Tanjung Menangis terdengar indah sang puteri yang berbentuk lawasnya: Lis keluyu tano gontar ‘Aku terhuyung-huyung di Barat Kawang bane labu empang _Bagaikan bane pantai Empang Ku kawa ngaro ke aku Dinda merana di rundung duka Kubalangan nuris tampar Ku berjalan menyusuri pantai Leno till ling sangkilang Badan sebatang kara dikawal baying Sia su’ aku susa si Kanda gunda,dinda pun gulana. Penyebaran Islam melalui jalur informal seperti yang dilakukan oleh Syeikh Zainal Abidin belum meluas masuk ke istana sehingga tidak memberikan dampak terhadap berkembangan Islam pada seluruh masyarakat Sumbawa. Sese- orang yang bernama Batuah Plampang meminta pertolongan kepada gurunya yaitu Magalatung untuk mengirimkan mu- baligh ke Sumbawa. Umumnya penyebaran agama Islam di Sumbawa melewati Sulawesi, tetapi sebelum ke Sulawesi terlebih dahulu ke Maluku. Penyebaran agama Islam ini sekitar tahun 1604-1610. * Ibid, him. 35. Pernikahan di Sumbawa Hal ini berpengaruh terhadap makanan, harta penduduk bertambah. Oleh sebab itu raja Gowa memperluas daerah kekuasaannya, dengan menaklukkan wilayah yang memproduksi pangan yang berjumlah banyak. Oleh sebab itu maka Sumbawa merupakan kerajaan Gowa. Menurut H. Zollinger Sultan Alauddin menaklukkan Sumbawa dan seluruh Pulau Sumbawa dalam tahun 1623. Tentang penaklukkan diatas di dalam salah satu maklumat kerajaan Sumbawa yang memuat perjanjian damai antara kerajaan Gowa dengan kerajaan Sumbawa adalah sebagai dimuat dalam Piagam yang dibawa ini, diturunkan menurut kalimat asli2° Haazakalaamulgati yang termaktub dalam buk perjanjian Tanah Goa dengan Tana Samawa pada perang Saru dengan Suruh Kari Taqwa. Telah berkata Suruh Kari Taqwa: Adat kamu dan Rappang kamu tiada dibinasakan dan tidak kami rusak. Adapun kami meneguh juga kepadamu tetapi kamu jangan lupakan mengucap Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah dan iman kamu harus teguh kepada Agama Islam. Demikian pesan raja Gowa pada raja Sumbawa dan tanah Sumbawa tiada kami binasakan adat dan rappang kamu. Pada masa itu disaksikan oleh menteri Tetelu dan Rangka Kiku memegang negeri Sumbawa dan Nene kalibelah, Nene Jurupalas, Mamanca lima dan Lelurah Pitu dan segala orang- orang besar adalah hadir menghadap raja Sumbawa demikian adanya. Hijratunnabi Saw, 1032/1623 M.” * Lalu Mantja, SUMBAWA PADA..., him. 36. > Syaifuddin Iskandar dkk, Kebudayaan..., him. 59-60. Jeri Ardiansa Ketika itu keluarga bangsawan Sumbawa sudah memiliki hubungan dengan bangsawan kerajaan Gowa melalui kawin- mawin. Dan setelah Gowa menaklukkan Selaparang pada tahun 1640, Sumbawa digabungkan dengan Selaparang. Sedangkan raja pertama Sumbawa adalah Mas Cini, yang menggantikan tahta saudaranya yaitu Mas Gowa yang merupakan raja Utan, karena Mas Gowa masih melakukan adat agama Hindu, se- hingga diturunkan oleh rakyatnya karena mayoritas rakyatnya beragama Islam.** Sultan atau Raja Mas Cini menikah dengan Karaeng Panaikang dari Tallo (Sulawesi) pada 24 Desember 1650. Perka- winan tersebut berdampak terhadap semakin akrabnya hu- bungan antara Gowa dan Sumbawa. Sebagai peringatan Busing Batu Pasak dan rangga Batu Pasak masing-masing membawa batu dari Gowa yang sampai sekarang masih ada di Sampar Ree (Gunug Batu Lante) dan Bendera Lipan. Selain itu agama Islam semakin membumi di Sumbawa, sehingga Sumbawa menjadi daerah yang damai, aman, tenteram dan makmur.*? Sunan Giri memiliki peran yang sangat penting dalam mengislamkan Sumbawa, karena Syekh Zainal Abidin adalah murid Sunan Giri dan Sunan Prapen mengislamkan Lombok, Sumbawa dan Bima atas perintah Sunan Giri. Bahkan menurut Hilful Fudhul penyebaran Islam sampai ke Indonesia Timur seperti Ternate, Tidore, Gowa, Tallo, Lombok, Sumbawa dan Bima diislimasikan oleh para jejaring Wali Songo atau dalam hal Ibid, him. 61, » Ibid, him. 62. Pernikahan di Sumbawa ini merupakan santri-santri Sunan Giri.“ Mereka diajarkan aga- ma Islam dan dikader untuk melanjutkan misi mulya gurunya yaitu dakwah untuk mensyiarkan panji-panji agama Islam. Adapun pengaruh dari kebudayaan Makasar seperti pa- kaian tradisional yang disebut lamung pene (baju pendek) dan gelang sebagai aksesoris pakaian adat pernikahan masyarakat Sumbawa, maupun dalam bentuk panganan masyarakat Sumbawa, yaitu jajan Barongko*! dan Singang atau Palu Mara dalam bahasa Makassar yang sampai sekarang masih terdapat di Sumbawa.” Bahkan Singang merupakan masakan yang sangat disukai oleh masyarakat Sumbawa. Dan, menjadi salah satu masakan yang harus dicoba oleh wisatawan selain Sepat ketika berlibur di Sumbawa. D. Pengaruh Tradisi Keagamaan Islam Champa Sumbawa merupakan salah satu bagian dari wilayah Nusan- tara yang diislamisasikan oleh para mubaligh yang datang dari berbagai daerah, bahkan, Wali Songo sangat berperan penting dalam mengislamkan Nusantara. Masyarakat Nusantara mulai banyak memeluk agama Islam setelah Islam di dakwahkan oleh dua mubaligh bersaudara yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Syeikh Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) yang lahir dari rahim putri Kamboja, suaminya seorang da‘i yaitu Syeikh Ibrahim as-Samarqandi juga dikenal Syeikh Ibrahim Makdum Hilful Fudhul Sirajuddin Jaffar, Jaringan Ulama dan Islamisasi indonesia Timur, (IRCiSoD, 2020), him. 29. “ Jajan yang terbuat dari pisang yang sudah masak dicampur dengan terigu lalu dibungkus dengan daun pisang. Wawancara dengan H. Hasanuddin, 9 September 2021 7 Jeri Ardiansa atau Syamsu Tabarez yang wafat sekitar tahun 1368 dan dimakamkan di Desa Gisikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.* Ibrahim as-Samargandi adalah putra dari Sayyid Jamaluddin al-Qusaini al-Kabir sampai tanah Nusantara di pedalaman yang kemudian karena turunnya di Jawa, orang Jawa mempunyai aksara Jawa, maka kemudian Sayyid Jamaluddin al-Qusaini al-Kabir, di Jawa dikenal Syeik Jumadil Kubro“. Syeikh Jumadil Kubro datang ke Champa, lalu berdakwah ke Jawa, masuk ke ibu kota Majapahit, kemudian berdakwah ke Tosora, Wajo, Sulawesi Selatan dan wafat di Sulawesi Selatan pada paruh abad ke-14 sehingga dikenal dengan Imam Towaja atau pemimpin agama masyarakat Wajo.*° Sunan Ampel memiliki peran penting dalam mengislamisasikan pulau Jawa pada abad ke-15 dan ke-16 dengan cara mengakulturasikan dan mengasimilasikan budaya pra-islam, sehingga Sunan Ampel menjadi pemimpin Wali Songo dan mendirikan lembaga pendidikan Islam (Ampel Denta) di Ampel. Ampel Denta mulanya adalah kawasan rawa atau babat alas, wilayah Denta tidak cocok untuk digarap menjadi sawah, masyarakatnya mayoritas miskin dan pengikut ajaran Kapitayan. Tetapi, Sunan Ampel menerima dengan lapang dada daerah Ampel Denta yang merupakan hadiah dari Brawijaya © Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara, (Pustaka Afid Jkarta, 2018), him. 135, “ Gus Muwafiq, Islam Rahmatan Lil Alamin: Berasal Dari Arab Tapi Islam Bukan Arab, (Al-Barokah, 2019), him. 175. * Ahmad Baso, /slamisasi..., him. 134-135, 18 Pernikahan di Sumbawa taja Majapahit.*° Sunan Ampel atau Raden Rahmat mampu mengubah tana rawah menjadi lahan subur dikarenakan Sunan Ampel memiliki karamah. Kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada hambahnya yang taat menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan Allah Swt. Adapun nasab Syekh Jumadil Kubro sampai Rasulullah Saw, Yaitu: Syaikh Jumadil Kubra bin Sayid Ahmad Jalal Syah bin al-Amir Abdullah Khan bin Abdul Malik (Wafat di India) din Sayid Alwi (Wafat di Tarim-Hadralmaut) bin Muhammad Shahib Mirbath, bin Alwi (di Khali’ Qasam), bin Ali (di bait Jubair) bin Muhammad (di Bait Jubair) bin Alwi (di Sumul) bin Abdullah (di Bur) bin Imam Ahmad Muhajir (di Hasisah) bin Isa an-Naqib ar-Rumi al-Akbar (Wafat di Bashrah) bin Muhammad an-Naqib (di Bashrah) bin Ali al-Uraidli (di Madinah) bin Imam Ja'far as-Shadiq bin Muhammad Bagir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah Saw.” Anggota Wali Songo juga memiliki karamah dan keahlian masing-masing. Sunan Bonang ahli ilmu figih, tauhid, dan tasawuf; Sunan Giri memiliki kenampuan membuat tempat keramat yang digunakan untuk samedi dan khalwat; Sunan Kudus pakar membuat cerita islami dan berkesenian; Sunan Drajat memiliki sifat kepedulian yang tinggi, suka membantu orang sakit, yatim piatu, dan fakir miskin; Sunan Gunung Jati menguasi ilmu syariat, hakikat, tarikat, dan makrifat; Sunan “H. Abdul Halim dkk, Mazhab Dakwah Wasothiyah Sunan Ampel, (Pustaka Iman & FDK VIN Sunan Ampel, 2021), him. 128. * Ahmad Baso, Islamisasi.., hlm. 135. Jeri Ardiansa Kalijaga pintar memainkan wayang; dan Sunan Muria piawai mengajarkan ilmu tasawuf*® Para mubaligh yang menyebarkan agama Islam di Nusantara berdakwah dengan cara yang damai, penuh kebijaksanaan, cerdas dan toleransi terhadap tradisi dan keyakinan pribumi, bahkan, para Wali Songo banyak membuat tembang-tembang dan mengakomodir budaya-budaya setempat untuk dijadikan media dalam berdakwah, seperti yang dilakukan oleh para Wali Songo. Tetapi, Raden Ali Murtadha dan Raden Rahmat ketika berdakwah di Nusantara juga membawa tradisi masyarakat Islam Champa ke Nusantara dan sampai sekarang tradisi tersebut masih dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tradisi masyarakat Islam Champa masih dilakukan sampai sekarang oleh masyarakat Indonesia termasuk masyarakat Sumbawa, seperti mentalgin orang meninggal dan menzikirkan atau mendoakan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 adalah tradisi keagamaan masyarakat Champa, tradisi tersebut bukan berasal dari tradisi dan warisan agama Hindu-Budha, masyarakat Hindu-Budha tidak mengenal apalagi melakukan tradisi kenduri. Pemeluk agama Hindu hanya mengenal peringatan kematian seseorang dalam upacara sraddha yang dilaksanakan dua belas tahun setelah kematian seseorang. Orang-orang Champa selain melaksanakan tradisi keagamaan memperingati hari kematian seseorang, juga menjalankan peringatan haul tahunan, perayaan hari Asyura, Maulid Nabi “H. Abdul Halim, Mazhab Dakwah...., hlm, 128 20 Pernikahan di Sumbawa Saw, upacara pernikahan anak, dan adat kebiasaan Melayu- Polinesia lainnya.*® Pengaruh lain yang mempengaruhi tradisi masyarakat Sumbawa adalah kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus dan takhayul Champa yang berkaitan dengan keberadaan makhluk-makhluk halus yang diyakini hidup di sekitar dunia manusia. meliputi berbagai jenis makhluk halus yang meng- identifikasikan pengaruh Islam seperti pocong, jin muslim, jin, setan, gendruwo, wewe, kuntilanak, kemamang, tuyul, kalap, siluman, hantu penunggu pohon dan arwah penasaran. Sedangkan kepercayaan takhayul khas Champa seperti percaya terhadap hitungan suara tokek, kesurupan, ilmu sihir, ilmu hitam dan tabu mengambil padi di lumbung pada siang hari dan malam hari.>° Tradisi masyarakat Champa juga mempengaruhi masyarakat Sumbawa yaitu tabu mengambil hasil panen di lumbung padi pada malam hari. Orang Tepal memiliki aturan dan pantangan ketika memasukkan padinya ke dalam lumbung, seperti, harus memilih hari dan jam yang baik ketika menggangkut hasil panennya dari sawah untuk dimasukkan ke dalam alang atau lumbung padi, orang yang memasukkan maupun orang yang mengeluarkan padi pantang berbicara, pantang memasukkan padi ke dalam lumbung ketika ada orang yang meninggal dikampunya, pantang dimasukkan dan dikeluarkan oleh orang yang sedang berhadas besar, tetap menggunakan peci bagi laki-laki dan pejong (penutup kepala) bagi perempuan dan * Agus Sunyoto, Atlas..., him. 436-438, °° Ibid, him. 438. 21 Jeri Ardiansa membaca doa ketika mengatur padi di dalam alang pade atau lumbung padinya.*2 Champa juga mempengaruhi bahasa masyarakat Sumbawa dalam kehidupan sehari-harinya, seperti kebiasaan orang Champa memanggil ibunya dengan sebutan “mak” kakak dengan sebutan “kak” dan adik dengan sebutan “adi” yang sampai sekarang mayoritas masih digunakan oleh masyarakat Sumbawa dalam kehidupan sehari-hari, walaupun, masyarakat Sumbawa memiliki bahasa tersendiri ketika memanggil ibu dan bapaknya. ®* Wawancara dengan Hasrun, 12 November 2021. 22 LANDASAN TEORI Jeri Ardiansa A. Kerangka Teori Tradisi merupakan jati diri dan kepribadian etnik tertentu yang terbentuk oleh adat-istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Adat istiadat terbentuk dalam kebersamaan dengan yang lain dan dalam satu lingkungan alam fisik atau dalam dualisme konservatif.** Menurut Hooker adat merupakan hukum, pedoman, moralitas, aplikasi, kerutinan, persetujuan, kesepakatan, prinsip, aksi menaati praktek warga, sikap yang layak, upacara serta penerapan magick.5* Di dalam sekelompok masyarakat terbentuk sebuah anggapan bahwa adat istiadat sebagai suatu yang sangat sakral karena merupakan warisan leluhur yang sangat berperan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat, sehingga adat istiadat harus dipertahankan keasliannya dan tidak mudah diganti dengan budaya-budaya luar yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku pada suku tertentu. Upacara pernikahan adat masyarakat Sumbawa merupakan ritual yang tetap dilakukan oleh masyarakat Sumbawa ketika menikahkan anaknya, ritual tersebut sudah mulai dipraktikkan semenjak nenek moyang masyarakat Sumbawa. Menurut Turner ritual adalah sebuah perilaku yang terus dilakukan sebagai wujud keyakinan beragama.™ Van Gennep dalam bukunya The Rites of Passage bahwa ada tiga proses peralihan kehidupan manusia. Ketiga proses tersebut adalah ritus pemisahan, Ritus © Choi Kwang Soo, Agama Kristen dan Adat: Upaya Menuju Inkulturasi Upacara Perkawinan Orang Kristen Di Pulau Nias, (Percetakan Kanisius, 2005), hlm. 15, © Teuku Muttagin Mansur, Hukum Adat: Perkembangan dan Pembaruannya, (Syiah Kuala Lumpur University Press, 2018), hlm. 10. “Moh Soehada, Fakta dan Tanda Agama: Suatu Tinjauan Sisio-Antropologi, (Fakultas Ushuluddin & Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), him. 66. 24 Pernikahan di Sumbawa transisi, dan ritus inkolporasi. Ritus pemisahan ditandai dengan upacara pemakaman karena pada tahap ini manusia dipisahkan dengan orang yang meninggal. Ritus transisi ditandai dengan upacara kelahiran. Ritus inkolporasi ditandai dengan upacara perkawinan. Dari ketiga ritus tersebut upacara pernikahan merupakan tahap yang paling istimewa karena ditandai dengan dilakukan upacara perkawinan yang merupakan awal lahirnya manusia baru.®° Setiap suku di Indonesia memiliki adat dalam melaksanakan upacara pernikahan, sehingga menjadi pembeda dan menjadi identitas pemiliknya. Upacara pernikahan sebenarnya merupakan suatu ung- kapan keyakinan religius, maka tata upacara perkawinan adat Sumbawa pun menyimpan pesan-pesan tersembunyi tentang sesuatu yang supranatural yang mereka pahami. Menurut Geertz terbentuknya sistem religi bila simbol sakral menjadi suatu totalitas tertentu secara tertib.°° Hal itu dapat dilihat pada simbol-simbol yang digunakan dalam upacara perkawinan adatnya, pemahaman dan keyakinan masyarakat Sumbawa terhadap kekuatan supranatural juga dinyatakan. Hal ini semakin memperjelas arti penting dari sebuah simbol untuk mengungkapkan hal-hal religius yang dipahami oleh masyarakat Sumbawa yang diwarisi oleh nenek moyangnya. Menurut Geertz jika berbagai simbol yang ada dalam kehidupan warga yang sesungguhnya menunjukkan cara mereka memandang, merasa serta berfikir terkait dunia serta bertindak berlandaskan norma dan nilai yang sesuai.°’ Sehingga 5° Choi Kwang Soo, Agama Kristen..., him. 15. Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, ter), Francisco Budi Hardiman (Penerbit Kanisius, 1992), him. 53. Ibid, htm. 47. 25 Jeri Ardiansa dengan adanya simbol-simbol, masyarakat mampu berfikir dan bertindak sesuai dengan apa yang disepakati bersama, terlebih- lebih masyarakat Sumbawa dalam hal ini, makna tersebut bersumber dari berbagai macam simbol yang digunakan dalam semua ritual-ritual yang terus dilaksanakan dan ritual agama yang diyakini oleh masyarakat Sumbawa. Mengenai kata simbol, secara etimologis diambil dari bahasa Yunani yang berarti penyatuan dua hal lalu menjadi satu. Dalam simbol subyek menyatukan dua hal menjadi satu.>* Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia secara harfiah simbol diartikan sebagai sesuatu yang merefresentasikan sesuatu yang lain. “Something which stands for or represents something else”®* Pada pembahasan ritual dan simbol, penulis menganalisis simbol ritual pernikahan suku Samawa dengan menggunakan teori simbol Victor Turner. Kajian penting dalam rumusan antropologi Turner adalah pertama, kajian antropologi simbol dalam kajian ritual dan agama, kedua, berupa kajian secara deskriptif tentang aspek-aspek ritual. Ritual dalam ajaran agama terdapat maksud serta tujuan tertentu.° Simbol dalam ritual merupakan suatu aspek yang sangat vital sehingga tidak boleh ketinggalan dalam prosesi keagamaan. Menurut Turner, simbol merupakan unit dari ritual yang masih dipegang teguh dan unit pokok dari struktur ritual. Simbol memiliki arti penting dalam kebudayaan karena simbol % Choi Kwang Soo, Agama Kristen... him. 20. Ibid, him. 21 © Moh Shoedha, Teori Simbol Victor Turner; Implikasi Dan Aplikasi Metodeloginya untuk Studi Agama-Agama, jurnal Esensia, Vol. 7, No. 2, (Juni, 2016), him. 207. © Victor Turner, The Ritual Process Structure and Anti-Structure, Cornel Paperbacks, (1991), him, 42-43, 26 Pernikahan di Sumbawa merupakan refresentasi dari dunia, hal itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap Orang sangat memerlukan dan membutuhkan simbol untuk dapat mengungkapkan dan menanggapi tentang sesuatu. Menurut Ahimsa Putra perangkat simbol terdiri dari empat macam (1) budaya material yang dihasilkan dari perilaku dan tindakan manusia, (2) pola-pola perilaku yang berupa perilaku- perilaku yang mirip dan terlihat berulang kali dilakukan, (3) bahasa, yang berupa bunyi yang dihasilkan dari organ tubuh manusia, dan (4) pengetahuan yang didalamnya terdapat nilai- nilai, aturan, sistem kepercayaan, pandangan hidup dan lain sebagainya.® Ritus dan simbol merupakan sesuatu yang saling berkaitan sehingga tidak bisa dipisahkan. Simbol merupakan unit terkecil dari ritual, dan simbol juga menjadi sumber unit penyimpanan informasi makna dari ritual tersebut. Simbol ialah perwujudan yang terlihat dari ritus. Sehingga Turner menegaskan kalau tanpa menekuni simbol yang digunakan dalam ritus, maka sangat sulit untuk memahami ritus serta masyarakatnya.®© Dalam masyarakat adat, simbol-simbol sangat dijunjung tinggi karena merupakan hasil dari kesepakatan bersama, tetapi, setiap simbol-simbol yang terdapat pada setiap ritual yang ‘Agustianto A, Makna Simbol Dalam Kebudayaan Manusia, Jurnal llmu Budaya, Vol. 8,No. 1, (September, 2011), him. 2. © Heddy Shri Ahimsa Putra, Patron dan Klien Di Sulawesi Selatan: Sebuah Kajian Fungsional-Struktur, (Yogyakarta: kepel Press, 2007), him. 4 “Mathieu Deflem, Ritual Anti-structure and Religion: A Discussion of Victor Turner's Processual Symbolic Analysis, Jurnal for the Scientific Study of Religion, Vol. 30, No. 1, (Maret, 1991), him. 5 ©, W. Wartaya Winangan, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan komunitas Menurut Victor Turner, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), him. 18. 27 Jeri Ardiansa dilakukan oleh masyarakat Indonesia memiliki makna yang berbeda-beda. Sejalan dengan pernyataan diatas, dalam memahami masyarakat Sumbawa. Karena simbol-simbol sakral meng- hubungkan sebuah antologi, kosmologi dengan sebuah estetika dan moralitas.® Tradisi pernikahan masyarakat Sumbawa menjadi salah satu unsur yang paling esensial dalam kehidupan masyarakat Sumbawa, karena pada hakikatnya ritual-ritual yang terdapat di dalam kehidupan suku Samawa terdapat nilai-nilai moralitas dan nilai-nilai religiusitas yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sosial masyarakat Sumbawa, apalagi di era degradasi moral, sehingga adat memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan masyarakat Sumbawa yang soleh sosial dan sholeh spritual. * Clifford Geertz, Kebudayaan..., hlm. 51. 28 7 UPACARA PERNIKAHAN ADAT SUMBAWA Jeri Ardiansa A. Perjodohan Dalam Masyarakat Sumbawa Proses pernikahan orang Sumbawa tidak jauh berbeda dengan proses pernikahan masyarakat lain di Indonesia, tetapi pernikahan adat Sumbawa memiliki keunikan, kekhasan dan kelebihan tersendiri. Tempo dulu sebelum dilaksanakan ber- bagai upacara pernikahan adat masyarakat Sumbawa, orang tua memiliki otoritas yang besar untuk menentukan calon suami dan calon istri dari anak-anaknya, kebanyakan pemuda-pemudi Sumbawa pasangan hidupnya ditentukan oleh orang tuanya, sehingga, anak laki-laki maupun anak perempuan tidak bisa secara bebas memilih pasangan hidup sekehendak hatinya. Tetapi tradisi samulung atau pemilihan jodoh sebelum pernikahan mengalami perubahan, sekitar akhir tahun 1960 M dan memasuki tahun 1970 M Samulung atau perjodohan tidak lagi dilakukan oleh masyarakat Sumbawa, sehingga pemuda- pemudi Sumbawa bebas memilih calon pasangan hidupnya, tentu, atas dasar kesepakatan dari orang tua, sebelum mereka membuktikan keseriusan cinta keduanya dengan komitmen membangun rumah tangga.”” Perjodohan atau samulung yang sudah dilakukan ber- abad-abad lamanya oleh masyarakat Sumbawa mengalami perubahan diera sekarang, tidak lagi melalui perjodohan, tetapi pemuda-pemudi Sumbawa memilih sendiri pasangan hidupnya, dengan cara menjalin percintaan terlebih dahulu ataupun tidak, dikarenakan zaman telah mengalami perubahan. Tempo dulu masyarakat Sumbawa sangat terbatas orang yang memiliki alat komunikasi modern seperti handphone dll, lain halnya dengan © Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. 30 Pernikahan di Sumbawa era modern, karena arus modernisasi dan globalisasi, orang lebih mudah saling mengenal melalui sosial media. Perubahan zaman juga menjadi salah satu penyebab perjodohan sudah tidak dilakukan oleh masyarakat Sumbawa, tempo dulu orang tua memiliki hak untuk menjodohkan anaknya, kebanyakan perjodohan dilakukan antar keluarga jauh maupun keluarga dekat untuk mempererat hubungan kekeluargaan, sehingga, masyarakat Sumbawa memiliki ungkapan roe do tu sarapat harta tu sasopo (keluarga jauh didekatkan, harta disatuhkan) tetapi sekarang, dadara atau perempuan masyarakat Sumbawa sudah memiliki hak untuk menentukan calon suaminya, wanita Sumbawa sudah banyak yang menikah dengan orang yang bukan keluarga dekatnya dan sudah banyak menikah dengan pemuda suku lain, karena bertemu di lembaga pendidikan yang sama, teman kerja dan saling mengenal melalui media sosial. Pola dan alasan diatas yang merubah tradisi samulung atau perjodohan sebelum melakukan pernikahan dalam masyarakat Sumbawa, tetapi, orang tua tetap memiliki peran dalam menentukan calon suami maupun istri dari anak-anaknya, walaupun tidak sekuat tempo dulu, karena sekarang orang tua sudah mulai terbuka dengan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan anaknya. B. Upacara Sebelum Pernikahan Adat Sumbawa Dalam kehidupan masyarakat Sumbawa yang memiliki ba- nyak budaya, dan adat istiadat yang masih dilestarikan sampai sekarang, termasuk dalam tradisi pernikahan. Masyarakat Sumbawa masih melaksanakan sebuah ritual adat yang 31 Jeri Ardiansa ditinggalkan oleh nenek moyangnya. Tradisi upacara pernikahan masyarakat Sumbawa sudah dilakukan semanjak orang Sumbawa beragama Hindu karena pengaruh dari kerajaan Majapahit, sehingga, masyarakat Sumbawa berkeyakinan bahwa roh-rohlah yang mampu memenuhi segala permintaan dan memberi keselamatan ketika melakukan upacara per- nikahan dan membangun rumah tangga.® Masyarakat Sumbawa memiliki keyakinan jika tidak melakukan upacara tersebut akan mendapat mala petaka dalam berumah tangga, seperti penyakit gatal-gatal dan darah keluar dari telinga, hal tersebut merupakan cerita sakral yang sampai sekarang masih dipercayai oleh sebagian masyarakat Sumbawa. Adat istiadat dan budaya masyarakat Sumbawa pada masa kepemimpinan sultan Dewa Mas Banten tahun 1674 M, terjadi pemurnian adat dan budaya, sehingga semua adat dan budaya harus berlandaskan syariat Islam, maka lahirlah semboyan yang menjadi falsafah adat tau Samawa yaitu adat barenti ko syara’ dan syara' barenti ko kitabullah (adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan al-quran). Kepercayaan masyarakat Sumbawa terhadap roh-roh pada setiap upacara adat, termasuk pernikahan, tergantikan, dengan percaya kepada Allah Swt yang mampu memberikan kemudaratan, keselamatan dan ke- berkahan dalam setiap upacara pernikahan dan dalam berumah tangga, karena mayoritas masyarakat Sumbawa beragama Islam. Dilaksanakan semua rentetan upacara pernikahan adat suku Samawa yang dianggap sangat sakral oleh masyarakat © Wawancara dengan Drs. Sholihin, 19 Desember 2021 © Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. 32 Pernikahan di Sumbawa Sumbawa, dikarenakan, nikah adalah perintah agama dan diibaratkan seperti ibadah sholat (sembahyang bao tian sawai), sehingga harus dipersiapkan dengan baik semua keperluan ketika hendak melaksanakan ibadah, maka seluruh rentetan upacara perkawinan adat suku Samawa adalah proses mem- persiapkan lahir dan batin calon pengantin, karena dalam prosesi pernikahan Samawa esensinya adalah pembersihan jiwa, sehingga, ketika menikah jiwa dan badannya sudah bersih dan suci.”° Orang Sumbawa juga memaknai pernikahan bukan sesuatu yang hanya berlangsung berhari-hari atau hanya sementara, tetapi dimaknai sepanjang hidup atau seka leng pengkali, sehingga, perlu adanya bimbingan dan didikan terhadap calon pengantin. Semua rentetan upacara pernikahan adat Samawa mengajarkan tentang kesabaran kepada kedua calon pengantin untuk bekal menjalin rumah tangga yang terkadang ada suka dan duka. Sehingga adat pernikahan suku Samawa merupakan pendidikan bagi mereka yang menikah. Sedangkan pada saat bakengkam atau pengurungan ter- hadap calon pengantin wanita diajarkan dan dibekali ilmu agama dan diajarkan cara mengurus rumah dan cara saling memahami dalam berumah tangga, sehingga, terwujud rumah tangga yang harmonis. Bagi masyarakat Sumbawa perni- kahan harus dibangun dengan pondasi-pondasi agama dan masyarakat Sumbawa memaknai perceraian adalah aib besar dalam keluarga.” * Wawancara dengan Drs. Sholihin, 19 September 2021. ™ Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. 33 Jeri Ardiansa Pandangan diatas merupakan alasan masyarakat Sumbawa mengapa tetap menjaga dan melestarasikan tradisi yang sudah berabad-abad lamanya dilakukan, karena nilai-nilai dalam upacara perkawinan adat suku Samawa relevan dengan ajaran agama Islam dan nilai-nilai sosial. Sebuah peradaban gemilang yang bersumber dari buah fikiran leluhur masyarakat Sumbawa, melalui adat dan budaya ajaran agama Islam dimasukkan, untuk mewujudkan masyarakat Sumbawa yang gemilang. Seperti ungkapan Abdurrahman Wahid “mengokohkan kembali akar budaya Nusantara, dengan tetap berusaha mewujudkan masyarakat yang taat beragama.” Pernikahan adat Sumbawa merupakan investasi akherat bagi leluhur masyarakat Sumbawa. Adapun rentetan upacara pernikahan adat Sumbawa di Nusa Tenggara Barat, sebagai berikut: 1) Bajajak Bajajak merupakan tahap awal yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah pernikahan dalam masyarakat Sumbawa.” Seorang laki-laki yang jatuh cinta pada seorang gadis sebelum resmi meminang, maka memerlukan waktu khusus untuk mengadakan se- macam observasi mengenai gadis yang diidamba-dam- bakan. Biasanya keluarga dari pihak laki-laki diutus untuk bersilaturrahmi ke rumah si gadis untuk mengadakan pendekatan, sehingga segala informasi terkait gadis terse- but dapat diperoleh. Orang yang mengobservasi calon pengantin wanita pada saat bajajak mendapat informasi dari pihak internal yaitu orang tua dan keluarga calon ™ Ahmad Baso, Plesetan Lokalitas: Politik Pribumusasislam, (Desantara, 2002), hIm. 8 ” HLM. Fachrir Rahman, Pernikahan di Nusa Tenggara Barat, (Alam Tara Learning Institute, 2018), him. 81. 34 Pernikahan di Sumbawa pengantin wanita.” Sehingga semua data tentang gadis tersebut didapatkan yang meliputi, keterampilan menjadi ibu rumah tangga, kepribadian yang baik menjadi istri, serta rasa kasih sayang kepada calon orang tua dari pihak pengantin laki-laki, terlebih-terlebih kesiapan dan kesung- guhan untuk membangun rumah tangga, tempo dulu pemuda maupun wanita Sumbawa belum saling mengenal, tetapi, zaman sekarang sangat mudah saling mengenal, karena kecanggihan alat komunikasi. Bagi masyarakat Sumbawa bajajak atau penjajakan sangat penting, sehingga, harus dilakukan karena memil nilai-nilai positif yang sangat relevan dengan ajaran-ajaran agama Islam dalam memilih pasangan hidup. Karena per- nikahan adalah ibadah yang sangat lama. Orang Sumbawa juga menasehati anaknya sebelum memilih pasangan hidupnya supaya anaknya tidak salah memilih pasangan hidup, seperti dalam sebuah lawas:”° Baso tembu luler lapan Pohon tebu di sepanjang irigasi Lolo bakolar ke sane Batangnya bersanding dengan sane Ingat bau sala kakan Hati-hati memetiknya nanti salah makan.’° Maksud dari lawas diatas bahwa pemuda harus berhati- hati memilih pasangan hidup, karena banyak wanita yang cantik, tetapi belum tentu hatinya cantik atau baik seperti parasnya, jika salah memilih maka akan berakibat fatal ™ Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. " Lawas adalah puis tradisional masyarakat Sumbawa, umumnya terdiri dari tiga baris per bait, setiap baris terdiri dari delapan suku kata dan biasanya dilisankan secara resmi pada upacara-upacara tertentu, (Roy Marhendra, Tradisi Lisan Sumbawa; Kajian Etnografi Komunikasi, (Penerbit Rehal, 2020), hm. 18. * Wawancara dengan Wahyudin Latief, 23 September 2021 35 Jeri Ardiansa 36 dalam berumah tangga, karena orang Sumbawa memilih pasangan hidupnya yang benar-benar mencintai dan mengasihani (Saling sayang, saling pedi) keluarga dari pasangan hidupnya, terutama kedua orang tua suami maupun istri sehingga hidup semati. Orang Sumbawa sangat berhat-hati memilih istri karena perempuan merupakan madrasutul ula (sekolah pertama dan utama) bagi anak-anaknya dan peran seorang ibu sangat penting dalam melahirkan dan membentuk generasi yang sholeh dan sholeha. Sehingga, harus melihat Kabalong ke karang juru atau cara bersosial dengan tetangga, beri roa neng ina’ bapak’ atau disenangi oleh orang tua dari calon pengantin laki-laki, adapun kriteria-kriteria yang dianjurkan oleh Islam, seperti agamanya, keturunannya, kecantikan dan kekayaannya. Tetapi masyarakat Sumbawa, agama lebih diutamakan daripada aspek-aspek yang lainnya, karena agama sangat menentukan rumah tangga yang har- monis, bahkan, dari perempuan yang baik agamanya akan melahirkan dan tumbuh generasi keluarga dan generasi bangsa yang baik budi pekertinya.”” Selain itu penjajakan juga memiliki tujuan apakah gadis tersebut benar-benar masih gadis atau sudah pernah menikah dengan lelaki lain atau belum dijodohkan, sehingga, pihak laki-laki benar-benar mendapat informasi yang lengkap karena laki-laki sangat malu (ila) jika melamar wanita di atas pinangan orang lain, karena hal tersebut merupakan aib menurut masyarakat Sumbawa. Dalam proses bajajak orang Sumbawa tidak meng- gunakan bahasa yang langsung mengutarakan maksud dan ” Wawancara dengan Zakariah Surbini, 22 September 2021. Pernikahan di Sumbawa tujuannya, tetapi, sering sekali menggunakan peribahasa seperti: No soda ade ka sumpeng kemang pang keban sia ke (apakah bunga yang dikebun tuan ini sudah ada yang berniat memetiknya).”* Atau dengan ungkapan lain ada sia patek ayam nara ke, lamen ada kaji mo pina bara (apakah tuan memelihara ayam betina, kalau ada, ijinkan saya membuat sangkarnya).” Esensi peribahasa yang digunakan pada saat bajajak adalah untuk memastikan apakah pemilik rumah memiliki anak gadis yang belum dilamar oleh pemuda lain. Tetapi di zaman modern yang didukung oleh digitalisasi sehingga terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat Sumbawa. Modernisme adalah sebuah proses yang terus berlangsung dari masa ke masa dan menghasilkan berbagai produk berupa pola hidup, kebudayaan dan banyak aspek lainnya.®° Bajajak dalam konteks modern sudah mengalami perubahan, karena kedua pasangan pengantin sudah saling mengenal satu sama lain, bahkan menjalin hubungan cinta kasih, sehingga tidak ada yang dirahasiakan lagi kepada orang lain, kedua pasangan sejoli saling mendatangi, maka saat itulah proses penjajakan dilakukan oleh orang tua laki-laki terhadap wanita pilihan anaknya, atau sebaliknya, keluarga si wanita juga menanyakan perihal laki-laki ter- sebut, berbeda dengan zaman dahulu yang terlebih dahulu dijajaki oleh keluarga pengantin laki-laki.®! " Aries Zulkarnain, Tradisi.., hlm. 195, ™ Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. "© Wahyuni Husain, Modernisme Gaya Hidup, Jurnal Al-tajdid, Vol. 1, No. 2, (Maret 2020), him. 88. ™ Wawancara dengan Wahyudin Latief, 23 September 2021 37 Jeri Ardiansa Selanjutnya, apabila hasil dari Bajajak tadi dinyatakan wanita belum dilamar oleh laki-laki manapun dan pihak laki-laki menerima semua informasi wanita yang dicintainya dari hasil bajajak. Kemudian, orang tua calon pengantin laki-laki akan mendatangi seluruh keluarganya untuk memberi tahu (bada), bahwa, anaknya akan menikah dengan mendatangi semua rumah keluarga yang dekat maupun rumah keluarga yang jauh (ntek bale turin bale) dan mengatakan na sia taria tarempat apa yat basukat (jangan kaget, saya akan menikahkan anak saya) dalam proses bada terdapat nilai-nilai saling menghormati atau saling satingi, karena sempat mendatangi seluruh keluarga untuk menginformasikan hajat yang baik.?? Kemudian baru pihak keluarga laki-laki bersama beberapa tokoh agama, tokoh adat dan pemimpin desa, bersilaturahmi ke rumah si wanita untuk menyampaikan niat mulianya kepada keluarga calon pengantin wanita. Badenung Sebelum melanjutkan kepada prosesi bakatoan, ter- ebih dahulu melakukan proses badenung. Badenung adalah proses menggali informasi yang lebih mendalam serta valid yang bersumber dari masyarakat setempat (eksternal), apakah calon pengantin perempuan sudah pernah menikah (janda) atau belum, sehingga informasi semakin banyak didapatkan oleh pihak laki-laki, biasanya menikah akan gagal jika pihak laki-laki mengetahui bahwa calon pengantin wanita sudah pernah menikah.®* © Wawancara dengan H. Boya Abdullah, 27 September 2021. 38 * Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. Pernikahan di Sumbawa Badenung juga bisa dimaknai sebagai ikatan janji antara laki-laki dengan calon pengantin perempuan, jika calon pengantin laki-laki pergi merantau karena menuntut ilmu atau bekerja, sehingga mereka sudah bertunangan.™ Seperti uangkapan dalam sebuah lawas. jo mara pade tanam Hijau seperti padi tanam Na mudi pasuk padenung Jangan terburu-buru berjanji Beang manir mata nulang Biarlah mata enak memandang Maksud dari lawas tersebut jangan terburu-buru ber- janji kepada pasangan pengantin wanita, karena belum tentu berjodoh. Jika calon pengantin laki-laki melanggar Janji yang sudah diucapkan kepada calon pengantin wanita dan di hadapan kedua orang tua pengantin perempuan, maka laki-laki sudah melanggar janji (gadenung) dan akan menjadi malapetaka dalam hubungan kekeluargaan yang sudah saling mengenal dan akrab. Bakatoan Bakatoan atau meminang dilakukan setelah selesai proses bajajak dan badenung. Bakatoan dilakuan oleh sebuah tim kecil yang sebelumnya ditentukan oleh pi- hak keluarga laki-laki yang terdiri dari kerabat dekat yang dituakan, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat yang dituakan.** Sebelum prosesi bakatoan dilaksanakan, biasanya orang tua calon pengantin laki- laki menginformasikan kepada orang tua calon pengantin perempuan perihal waktu kedatangannya bersama rom- * Ibid ** http://Kebudayaan. Sumbawakab. go.id, diakses pada hari Selasa, 26 Oktober 2021. 39 Jeri Ardiansa 40 bongan. Bakatoan merupakan bentuk penghargaan kepada keluarga calon pengantin wanita, karena calon pengantin laki-laki serius akan menikahi perempuan dambaan hatinya. Tama bakatoan (melamar), yaitu, dimana pihak laki-laki datang menemui keluarga pihak perempuan dan mem- bicarakan semua perihal pernikahan anak-anaknya. Dalam masyarakat Sumbawa, saat proses bakatoan biasanya keluarga calon pengantin laki-laki membawa sito." Sito adalah bingkisan yang bersegi empat yang berisi mukena, kemudian dibungkuskan dengan kain berwarna putih, tetapi sekarang sito mengalami perubahan disebabkan era modernisasi, sehingga Sito dibuat dengan bagus dan seindah mungkin dengan kertas yang berwarna-warni sehingga terlihat menarik dan indah. Sito digunakan sebagai lambang diterima atau tidaknya lamaran dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki oleh keluarga pihak perempuan. Keluarga calon pengantin perempuan harus melibatkan keluarganya melalui per- wakilan, kemudian dimusyawarahkan perihal siapa yang akan datang meminang atau bakatoan.”” Apabila Sito atau bingkisan yang dibawa oleh keluarga calon pengantin laki-laki diterima maka lamaran diterima, tetapi, apabila Sito dikembalikan maka lamaran tersebut tidak diterima, biasanya dalam masyarakat Sumbawa Sito selalu diterima karena antara pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan sudah berkomitmen saling menerima dan malu (ila) jika rencananya tidak terlaksana, terlebih-lebih ketika berita tersebut sudah diketahui oleh masyarakat luas. ** Wawancara dengan Zakariah Surbini, 22 September 2021. © Wawancara dengan H. Hasanudin, 9 Oktober 2021. 4) Pernikahan di Sumbawa Basaputis Basaputis biasa juga disebut Saputis Leng adalah tahap kesepakatan yang menentukan keseluruhan terkait acara perkawinan melalui musyawarah. Prosesi ini biasanya diwa- kilkan kepada para tetua adat, tokoh agama dan anggota keluarga yang dianggap mampu melakukan musyawarah yang menghasilkan keputusan akhir mengenai biaya dan tanggal pelaksanaan acara perkawinan.® Dari pihak keluarga perempuan yang menjadi pelaksana hampir semua upacara pernikahan, pada saat basaputis ini me- nyatakan keperluan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki atau yang biasa disebut Mako atau Pamako oleh masyarakat Sumbawa. Dalam kegiatan basaputis ibu-ibu sangat berperan penting dalam menentukan jumlah dan apa saja yang dibutuhkan, karena ibu-ibu lebih mengetahui daripada laki-laki terkait keperluan dapur.®* Dalam kegiatan basaputis, biasanya orang Sumbawa menggunakan peribahasa terhadap apa yang dibutuhkan kepada keluarga calon pengantin laki-laki untuk menunjang kesuksesan acara resepsi, seperti, kaji sate kebo ade batemung rumpung (saya ingin kerbau yang bertemu pantatnya), kata-kata tersebut bermakna bahwa pihak keluarga perempuan meminta dua ekor kerbau kepada keluarga pengantin laki-laki, jika keluarga pengantin laki- laki mampu, maka mereka langsung menyanggupi per- mintaan dari pihak keluarga pengantin wanita, tetapi, jika tidak mampu maka dijawab juga dengan peribahasa seperti Fatihatul Anhar Azzulfa dan Afnan Rianai Cahya Ananda, Dilema Perkawinan Adat Sumbawa Di Masa Pandemi Covid-19, Jurnal Al-Hukamo, Volume 10, Nomor 2, (Desember, 2020), him. 386. * Wawancara dengan Hasanudin, 9 Oktober 2021. 4 Jeri Ardiansa 42 kebo ana ka bilin lar atau ka polak noga (kerbaunya hilang satu ekor ditempat pengembalaannya atau patah noganya), kata-kata tersebut bermakna bahwa pihak laki-laki hanya mampu memberikan satu ekor kerbau.” Besar kecilnya keperluan dalam acara pernikahan adat suku Samawa harus dibicarakan dan dimusyawarahkan secara bersama-sama. Sehingga, tidak memberatkan pihak keluarga calon pengantin laki-laki dalam proses me- nentukan permintaan. Setelah selesai musyawarah terkait permintaan keluarga perempuan, maka keluarga laki-laki menyanggupi semua permintaan keluarga perempuan yang dibutuhkan untuk mengsukseskan acara pernikahannya. Di era modernisasi kegiatan basaputis mengalami perubahan, kegiatan bajajak dilakukan bersamaan dengan kegiatan bakatoan dan basaputis, sehingga acara tersebut digabungkan dalam satu acara, untuk mengefisienkan waktu dan penghematan biaya dari pihak keluarga pengan- tin laki-laki maupun pihak keluarga pengantin perempuan.2 Dalam kehidupan masyarakat Sumbawa belum terdapat cerita gagal menikah karena banyaknya permintaan (Pamako) dari pihak keluarga calon pengantin perempuan, karena di Sumbawa pernikahan tidak hanya menjadi tanggung jawab kedua orang tua, tetapi keluarga dan seluruh masyarakat. Orang Sumbawa memiliki tradisi tokal keluarga (musyawarah bersama keluarga) biasanya dalam tokal keluarga membicarakan hasil permintaan keluarga calon pengantin perempuan dan dalam tokal keluarga setiap keluarga membantu atau menyanggupi salah satu bid. * Ibid. Pernikahan di Sumbawa permintaan dari pihak keluarga perempuan, sehingga semua permintaan keluarga calon pengantin wanita bisa terpenuhi. Selain tokal keluarga juga terdapat tradisi Tokal adat (musyawarah) seluruh masyarakat setempat ikut membantu keluarga calon pengantin laki-laki dalam bentuk materi. Biasanya disebut oleh masyarakat Sumbawa utang sanair® yang masih dilestarikan sampai sekarang oleh masyarakat Sumbawa dalam setiap upacara pernikahan dan sunatan. Gamabar 1: Tradisi Tokal Adat masyarakat Sumbawa. Besar kecilnya acara resepsi sangat ditentukan oleh permintaan keluarga calon pengantin wanita, jika Pama- konya banyak dan pihak laki-laki menyanggupinya, maka ” Wawancara dengan Hj. Tija, 6 Oktober 2021. ® Utang sanair merupakan bentuk bantuan orang lain terhadap orang yang melaksanakan hajatan yang nantinya akan dibayar jika orang yang membantu tadi melaksanakan hajatan. Utang sanair ini tidak dilihat dari jumlah maupun harga barang yang diberikan kepada orang lain melainkan nilai sosialnya yaitu saling membantu yang lebih diutamakan oleh masyarakat Sumbawa. 43 Jeri Ardiansa pesta pernikahan akan meriah dan besar, seperti peribahasa lokal masyarakat Sumbawa Lamin belo tali rea lenang, pene tali sekat lenang (jika talinya panjang halaman pun luas, jika talinya pendek maka halamannya kecil),°* atau belo tali belo tu ulir (jika panjang talinya maka semakin panjang diulur).%° Peribahasa tersebut bermakna semakin besar permintaan pihak perempuan dan pihak laki-laki menyanggupinya, maka jumlah undangannya banyak dan otomatis acara resepsinya mewah dan besar. Jika kesanggupan laki-laki sedikit maka sederhana pula acara resepsinya. Ketika rajang basa, ibu-ibu yang ikut serta memasak turut membantu keluarga pengantin perempuan dengan membawa kebutuhan dapur dan dimasak untuk persediaan makanan yang dihidangkan pada acara resepsi. Koki atau tukang goreng sangat berperan penting dalam hal memasak, sehingga, terdapat ritual khusus yang dilakukan oleh tukang goreng, seperti, membaca tasbih ketika keluar rumah sampai ke lokasi memasak, lokasi memasak juga dibentengi dengan bacaan tasbih, memasukkan kayu bakar pada saat memasak juga diiringi dengan tasbih dan mulai memasak diiringi dengan membaca sholawat.*® Hal tersebut dilakukan supaya acara memasak atau mongka ngela berjalan lancar dan terhindar dari mara bahaya. » Wawancara dengan H. Boya Abdullah, 27 September 2021, 44 ® aries Zulkarnain, Tradisi..., him. 195. ®= Wawancara dengan Hj. Tija, 6 Oktober 2021 Pernikahan di Sumbawa Gambar 2: Tradisi Rajang Basa suku Sumbawa. Resepsi perkawinan masyarakat Sumbawa bisa terse- lenggara walaupun permintaan pihak pengantin perem- puan sedikit, karena, nantinya segala masakan akan dise- suaikan oleh tukang goreng atau koki, sehingga tukang goreng atau koki dalam proses memasak sangat berperan penting dalam mengatur semua bahan dapur dengan sangat teliti, karena tukang goreng atau koki sudah terbiasa melakukan hal yang demikian. Banyak bahan dapur pasti akan tercukupi lauk pauknya, begitupun sebaliknya, sedikit bahan dapur pasti akan tercukupi, inilah kepandaian tukang goreng atau koki mengaturnya, seperti dalam uangkapan lawas: Mana ujan barat siwa Walaupun hujan dibulan sembilan Lamen sala ka panyomo Jika wadah penampungnya salah Tu kenang bajarip no kawan Tidak cukup untuk membasuh wajah 45 Jeri Ardiansa Mana ai adal subuh Walaupun air embun subuh Lamen balong ka panyomo Jika bagus wadah penampungnya Tu kenang maning kawan si Dipakai mandipun pasti cukup Pada saat Basaputis peran sandro atau dukun sangat menonjol, untuk menentukan bulan, hari dan jam baik dila- kukan upacara pernikahan, biasanya disesuaikan dengan kalender Islam atau bulan bao dan harus dihitung secara detail, kalau di Jawa disebut tradisi Weton. Tanggal yang biasa digunakan oleh Sandro untuk acara perkawinan yaitu, 4 tangal, 8 tangal dan 10 tangal/tanggal sesuai dengan kalendar Islam, sehingga, seluruh upacara adat perka- winan berjalan lancar dan terhindar dari mara bahaya. Adapun hari dan tanggal yang tidak boleh digunakan oleh Sandro untuk acara pernikahan, yaitu, hari buruk atau ano sura, tanggal muharram dan hari gugurnya ari-ari kedua pasangan pengantin.” Tidak hanya terhindar dari mara bahaya, tetapi, Sandro pangantan juga memperhitungkan supaya acara pernikahan tidak dilakukan ketika masyarakat sibuk bekerja di kebun dan sawah, sehingga, hanya sedikit masyarakat yang bisa membantu untuk mengsukseskan acara pernikahan. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Sunda, menurut Ajengan Haji Hasan Mustapa penulis sejarah dan tradisi masyarakat Sunda, orang Sunda mempercayai adanya hari baik dan hari buruk karena memiliki dua tujuan, yakni, ingin mendapat keselamatan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, dan terhindar dari mara bahaya dan * Wawancara dengan Sarafudin, 6 Oktober 2021. 46 Pernikahan di Sumbawa kerugian. Kepercayaan ini juga terdapat dalam masyarakat Lombok yang dikenal dengan tradisi Nangik atau Tangiq yang ditentukan oleh orang pintar atau Belian dalam bahasa Sasak. Sedangkan di Bima dikenal dengan tradisi mbolo weki angi ndi atau menentukan hari dan jam baik yang terlebih dahulu pihak keluarga pengantin bertanya kepada tokoh agama. Bada Bada adalah pemberitahuan kepada si gadis bahwa dia akan menikah dan mengakhiri masa gadisnya. Biasanya diberitahukan didalam sebuah kamar oleh istri tokoh agama maupun istri tokoh adat setempat. Bada dilakukan pada pagi hari, setelah selesai melaksanakan sholat subuh, sehingga ing odak dan calon pengantin wanita harus dalam keadan suci karena akan melakukan kegiatan yang sakral, biasanya yang memberi tahu mengucapkan kata-kata: Barakallah, mulai ano ta, man mo les tama, apa ya sabale sapara kau ke si (nama calon pengantin laki-laki) anak si (nama bapak dari calon pengantin laki-laki) atau, semoga Allah memberkatimu, mulai hari ini jangan keluar rumah atau bermain lagi karena saya akan menikahkanmu dengan pilihan hatimu.%? Setelah si gadis mendengar ucapan tersebut biasanya langsung menangis, karena terharu dan bahagia akan berumah tangga, tangisan calon pengantin wanita sambil diiringi dengan suara rantok (alat tradisional penumbuk padi masyarakat Sumbawa) sebagai simbol pemberitahuan kepada masyarakat setempat, bahwa si % Ahmad Baso, Islam Nusantaro, (Pustaka Afid, 2019), him. 148. ° Wawancara dengan Hj. Khadijah, 19 September 2021. 47 Jeri Ardiansa 48 gadis telah berakhir masa remajanya dan akan memasuki jenjang pernikahan dalam hidupnya. Proses bada atau pemberitahuan dilakukan pada pagi hari, karena orang Sumbawa menganggap bahwa pagi hari merupakan awal kehidupan bagi manusia, dalam proses bada orang Sumbawa sangat menghargai waktu, sehingga orang Sumbawa dalam melaksanakan acara- acara yang sakral harus memilih hari dan waktu yang baik menurut perhitungan yang dilakukan oleh Sandro. Melaksanakan acara pengantin, khitanan, membangun rumah dan bepergian harus ditentukan hari dan jam baiknya berdasarkan kalender Islam dan dipadukan dengan beberapa pasal (sumber) manusia, yaitu, pasal air, pasal api, pasal angin dan pasal tanah.!° Bagi masyarakat Sumbawa bada ini sangat penting, karena merupakan cara tau Samawa memulyakan perem- puan agar tidak terjadi fitnah kepada si gadis yang telah dipinang, atau dalam peribahasa lokal masyarakat Sumbawa bau na kena tai ayam (agar tidak terkena kotoran ayam atau fitnah) sehingga si gadis dikurung dalam sebuah kamar dan tidak boleh keluar bebas seperti biasanya, karena pentingnya orang Sumbawa menjaga harkat, martabat dan sangat malu jika terjadi fitnah pada anaknya yang akan melangsung pernikahan, orang tua calon pengantin wanita benar-benar menjaga anaknya dan dilarang keluar pergi ke sawah maupun ke tempat lain. © Wawancara dengan Aminullah, 13 September 2021. 6) Nyorong Pernikahan di Sumbawa Nyorong merupakan acara yang dimana pihak keluarga calon pengantin laki-laki datang dengan rombongan dalam jumlah yang banyak dan membawa semua seserahan (sowan lemar) yang telah disepakati bersama pada saat basaputis. Upacara ini biasanya dilakukan pada sore hari setelah sholat ashar dan melibatkan orang banyak bahkan semua masyarakat kampung dari pihak calon pengantin laki-laki ikut memeriahkan acara nyorong, sembari diiringi dengan suara sakeco (alat musik tradisional masyarakat Sumbawa) sebagai simbol pemberitahuan kepada orang lain bahwa sedang ber- langsung acara nyorong. Pihak keluarga perempuan juga me- nanti kedatangan tamu dengan jumlah yang sangat banyak, bahkan, semua masyarakat de- sa ikut memeriahkan acara ter- sebut. Ketika pihak keluarga calon pengantin laki-laki sampai di lokasi acara, rombongan langsung disambut dengan suara rantok (alat tradisional pe- numbuk padi orang Sumbawa) untuk menuju pintu masuk. Gambar 3: Tradisi Nyorong Suku Samawa. 49 Jeri Ardiansa Pintu masuk biasanya ditutup dengan sebuah pita dan sebelum pihak pengantin laki-laki masuk dan menggunting pita, terlebih dahulu pintu harus dibuka dengan sebuah lawas: Ling sia lagamo datang Kata sia silahkan datang Ku nyuyung panas mo payung _ Saya lewati panas dengan payung Ku tutit manis karante Datang karena kata-kata manis Karante manis pang sia Kata-kata manis di kalian No kubeyang tenri tana Tidak akan jatuh ke tanah No rusak jangi ka kompal Janji abadi tidak akan rusak Kompal karante pang ate Bersatu kata-kata didalam hati Mara manis ketong gula Seperti manis pada gula Mana ancir no baseka Walaupun hancur tidak berpisah.'" Kemudian pihak keluarga perempuan membalas lawas yang dibacakan oleh tukang lawas seperti berikut: Ka datang sangka ko angkang —Datang kakak ke hadapan kam Mole tu santuret ke kemang _Pulang diiringi dengan bunga Lema mampis bawa rungan _Kabar baik akan segera sampai Setelah pihak keluarga perempuan membalas lawas yang bermakna mempersilahkan pihak keluarga calon pengantin laki-laki untuk masuk, kemudian pita yang dibentangkan di depan pintu masuk langsung digunting oleh calon pengantin laki-laki dan langsung menuju panggung yang telah disediakan tempat dilaksanakan acara barodak rapancar. Upacara Barodak rapancar sangat meriah, karena dihadiri oleh keluarga calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempun, bahkan, * Wawancara dengan H. Boya Abdullah, 27 September 2021. 50 Pernikahan di Sumbawa masyarakat yang ikut nyorong dan masyarakat desa calon pengantin perempuan juga ikut hadir untuk memeriahkan acara tersebut. Gambar 4: Calon pengantin laki-laki mengunting pita yang terbentang di pintu masuk. Sebelum dilaksanakan acara barodak rapancar, terlebih dahulu dilakukan proses sambutan keluarga dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki dan dilanjutkan oleh sambutan pihak keluarga calon pengantin perempuan yang biasanya diwakili oleh keluarga maupun tokoh adat untuk berlawas (bersyair) yang berisikan nasihat-nasihat kepada kedua pasangan pengantin. 51 Jeri Ardiansa Gambar 5: Acara sambutan keluarga pengantin wanita ketika acara Nyorong. Tempo dulu acara nyorong tidak berpidato, melainkan, saling sier lawas (saling membalas syair) sehingga suasana menjadi maras atau asyik, tetapi sekarang lebih banyak berpidato dan hanya membaca dua sampai tiga Lawas sehingga suasana menjadi kurang maras atau kurang asyik, setelah berpidato kemudian dilanjutkan dengan pemberian mahar secara simbolik.!” Adapun lawas yang dibaca pada saat nyorong yang merupakan nasehat untuk kedua pengantin, seperti berikut: Mana desa kaseka do Walaupun desa berjauha Lamen nene’ basaputis Jika Allah sudah menakdirka No oba untung baketong Keberuntungan pun akan tetap Ketong kuat tali jangi Pegang dengan kuat ikatan janji Ingat na beang kapate Ingat, jangan sampai putus Palelas putis taria Karena hampir tiba-tiba putus Ibid, 52 7) Pernikahan di Sumbawa Lamen putis motaria Jika putus tiba-tiba Ka mengas tarempa neng ungkap Terang menjadi gelap No monda tuju ka maras Tidak ada gunanya asyik Maras gama jangka era Mudahan asyik sampai esok Saling pendi saleng beme Saling sayang, saling menemani ‘Seka gama leng pangkali Mudahan mati yang memisahkan Proses nyorong dalam tradisi masyarakat Sumbawa dapat mempererat hubungan kekeluargaan antara pe- ngantin laki-laki dan pengantin perempuan, kedua orang tua pengantin, keluarga kedua pengantin dan masyarakat desa dari pihak pengantin laki-laki dan pihak pengantin perempuan, yang awalnya tidak saling mengenal, tetapi, kemudian menjadi saling mengenal, karena terjalin sila- turahmi yang terwujud dalam ikatan kekeluargaan an- tara masyarakat desa dari calon pengantin laki-laki de- ngan warga masyarakat pengantin perempuan karena pernikahan. Barodak Rapancar Tau Samawa untuk mempersiapkan kedua calon pe- ngantin menghadapi acara selanjutnya maka harus diurus dengan sangat hati-hati, seperti yang terjadi pada etnis- etnis lain di Indonesia dalam melaksanakan upacara adat pernikahan, di Sumbawa dikenal dengan istilah barodak rapancar. Barodak secara sederhana bisa dipahami sebagai proses melulur wajah dan kedua tangan kedua calon pengantin menggunakan bedak (odak) khas Sumbawa, Odak atau ramuan tradisional Sumbawa dibuat dari 53 Jeri Ardiansa beragam kulit kayu dan diproses secara tradisional sampai halus.2° Gambar 4: Prosesi Barodak-Rapancar yang dilakukan oleh Ina Odak. Dalam proses barodak Sandro (dukun) memiliki peran yang sangat penting, karena pengantin harus dimandikan terlebih dahulu sebelum acara barodak dilakukan, mandi memiliki cara-cara tertentu menurut setiap Sandro. Sebelum Sandro mengambil air, terlebih dahulu Sandro meminta izin kepada Nabi Hilir yang merupakan Nabi air, kemudian kepala pengantin dipegang oleh Sandro sambil membaca dua kalimat sahadat dan calon pengantin mulai dimandikan dari tubuh sebelah kanan sambil membaca lafaz Nabi Adam As, kemudian tubuh sebelah kiri dimandikan sembil membaca lafaz Nabi Muhammad Saw, dan dimandikan dari atas kepala sambil membaca ® LATS Ano Rawi-KSB, Pasatotang: Tananang Boat Iwet Telas Mate Tau Samawa, (CV. Arti Bumi Intaran, 2016), him, 74. 54 Pernikahan di Sumbawa lafaz Allah Swt.°* Dalam pemahaman dan kepercayaan Sandro, hakikatnya orang yang memandikan adalah Nabi Muhammad, yang dimandikan Nabi Adam dan yang menyembuhkan adalah Allah Swt. Sedangkan Sandro yang lain ketika memandikan pe- ngantin di sore hari dan harus menghadap kiblat, supaya pengantin tetap melaksanakan sholat, mandi bertujuan memperkuat mental pengantin dalam menjalin rumah tangga, supaya siap menghadapi musibah dan cobaan dalam berumah tangga. Dan, juga bertujuan untuk mem- bersihkan badan dari najis dan membersihkan batin dari sifat-sifat yang tidak baik, untuk membersihkan kotoran zahir dan batin cukup dengan dua kalimat syahadat dan sholawat sambil dimandikan. Sandro melindungi pengantin dari orang yang mengi- rim ilmu hitam, cukup menggunakan tasbih dan kalimat Allahumma banussaeta, wajanbussaeta, ma warrazakana ya arhamar rahimin. Ketika acara resepsi berlangsung Sandro harus tetap hadir di acara tersebut sambil bertasbih dan berzikir untuk membentengj acara resepsi dari ilmu hitam. Setelah acara resepsi selesai, Sandro memandikan kembali (samalik ai) pengantin sambil membaca doa khusus.1> Memetik ramuan-ramuan odak, ina odak (ibu lulur) sangat berperan dalam hal memetik bahan-bahannya yang sudah menjadi ramuan handal dari setiap ina odak, karena setiap ina odak terdapat perbedaan terkait bahan-bahan odak (lulur), sehingga tidak dilakukan secara sembarangan 19 Wawancara dengan Sarafudin, 6 Oktober, 2021. + Wawancara dengan Aminullah, 13 September 2021. 55 Jeri Ardiansa 56 dan memiliki tata cara tertentu, seperti, bahan odak hanya bisa dipetik oleh ina odak sendiri, tetapi, jika ina odak (ibu lulur) berhalangan, maka boleh diwakili oleh keluarga dari ina odak dan siapa saja, atas izin ina odak. Ketika memetik bahan odak (lulur) terlebih dahulu ina odak (ibu lulur) mengucap salam kepada Nabi Ilyas sebagai Nabi pemilik pohon, kemudian, diperjelas tum- buhan tersebut digunakan untuk bahan lulur atau untuk ramuan obat yang lain.*°° Adapun tatacara yang lain, sebelum memetik bahan odak harus mengucapkan salam dan minta izin kepada Nabi Ilyas sebagai Nabi penjaga pohon, membaca bismillah, membaca shalawat tiga kali dan mengatakan bahwa kayu tersebut saya gunakan untuk menjadi bahan odak.*”” Dalam proses memetik bahan-bahan odak terdapat nilai-nilai spiritual yang harus dilakukan oleh setiap ina odak, karena keyakinan masyarakat Sumbawa setiap makhluk hidup juga bertasbih dan semua pekerjaan positif harus diawali dengan membaca bismillah. Setelah bahan lulur dikumpulkan menjadi satu, kemu- dian, bahan lulur ditumbuk menjadi halus sambil ina odak membaca doa-doa tertentu, supaya hati kedua pengantin tetap saling mencintai dan kelihatan cantik dan gagah ketika ijab kabul dan acara resepsi. Membaca Bismillah ketika merendam beras dan ketika menumbuk bahan odak (lulur) harus membaca sholawat kepada Rasulullah Saw yang diniatkan supaya lulur tetap menyatuhkan hati pa- sangan pengantin hingga ajal dan memancarkan cahaya * Wawancara dengan Kuling, 11 September 2021. ° Wawancara dengan HJ. Khadijah, 19 September 2021. Pernikahan di Sumbawa ketika berada diatas panggung pernikahan (koade).1°* Orang Sumbawa ketika melaksanakan acara barodak (melulur), biso tian (tujuh bulanan), basunat (khitanan) suasana hati harus dalam keadaan gembira, tenang dan tetap berdoa sehingga semua pekerjaan menjadi lancar, selesai dan hasilnya maksimal. Dalam proses barodak selain Sandro, ina odak sangat berperan dalam acara barodak karena harus melaksanakan beberapa ritual, sebelum melaksanakan acara barodak terlebih dahulu berpuasa dan sholat tahajut pada malam hari ketika esoknya barodak rapancar dilakukan. Sholat dan puasa yang dilakukan oleh ina odak diniatkan untuk mendapat keberkahan dan kelancaran pada saat barodak rapancar?? Orang Sumbawa dalam melakukan ritual-ritual daur hidup seperti basukat atau menikahkan, basunat atau khitanan, spiritual benar-benar diperhatikan untuk kerik salamat (keberkahan dan keselamatan). Proses barodak pun setiap desa yang ada di Sumbawa juga terdapat perbedaan, terkait siapa saja yang boleh melulur pengantin, pelulur atau tukang odak adalah tokoh agama, seperti imam masjid dan khatib yang pertama kali mengenakan lulur atau odak di tubuh pengantin, kemudian dilanjutkan oleh keluarga dari kedua pasangan pengantin dan diakhiri oleh ina odak.° Sedangkan ditempat lain, istri tokoh agama dan tokoh adat yang pertama kali melulur pengantin, kemudian 4 Wawancara dengan Hamidah, 17 September 2021 1 Wawancara dengan Siti Hajar, 17 September 2021. = Wawancara dengan Hj. Khadijah, 19 September 2021, 57

You might also like