Professional Documents
Culture Documents
Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Seribu
Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Seribu
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
INTAN ADHI PERDANA PUTRI. Economic Valuation of Coral Reefs in the Seribu
Islands Marine Protected Area. Under direction of AKHMAD FAUZI and
ZUZY ANNA.
Keywords : economic value, coral reefs, CVM, option value, von Neumann-
Morgenstern.
RINGKASAN
Kata Kunci : valuasi ekonomi, terumbu karang, CVM, nilai pilihan, von Neumann-
Morgenstern.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB
VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG
KAWASAN KONSERVASI LAUT KEPULAUAN SERIBU
Tesis
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ekonomi Sumber Daya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si
Judul Tesis : Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut
Kepulauan Seribu
Nama : Intan Adhi Perdana Putri
NRP : H352060041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Zuzy Anna, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Valuasi
Ekonomi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Seribu”. Tesis
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada
Program Studi Ekonomi Sumber Daya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling
dalam kepada Bapak Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Zuzy Anna, M.Si
selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan selalu
memberikan semangat kepada penulis untuk selalu berusaha menjalankan dan
menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, terutama kepada :
1. Ir. Sahat Simanjutak, M.Sc, Dosen yang penulis hormati atas segala
ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto,MS selaku Ketua Program Studi
ESK-IPB serta seluruh jajaran dosen dan staf program studi ESK
Departemen ESL atas bantuannya selama penulis bersekolah.
3. Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku penguji luar komisi untuk saran
dan masukan untuk penyempurnaan Thesis ini.
4. Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) beserta staf
atas izin,bantuan, fasilitas dan kemudahan yang diberikan ketika
penulis melakukan penellitian di Kepulauan Seribu.
5. Orang tua tercinta dan yang saya hormati Aan Setiawan dan Siti Ati
Rokayah serta Adiku Zhein Adhi Mahendra untuk segala doa dan kasih
sayangnya.
6. Teman-teman penulis Pitri Yandri, Fazri, Kang Angki, Pak Asep,
Kusumasari, Andriani, Teh Imas, Khalid, Ferry, Mba Arti, teman-teman
kos wisma Riza dan Dewi Sartika atas bantuannya yang diberikan
kepada penulis.
7. Teman-teman ESK 2006 untuk kebersamaan yang dibangun selama
ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi masyarakat dan pemerintah yang berada di Taman
Nasional Kepulauan Seribu, dan juga bagi masyarakat pada umumnya.
x
5.3.1 Valuasi Perikanan yang Berasosiasi dengan Terumbu Karang ... 63
5.3.2 Valuasi Pariwisata yang Berasosiasi dengan Terumbu Karang ... 67
5.4 Analisis Valuasi Ekonomi Nilai Non Pemanfaatan ........................... 68
5.4.1 Analisis Kualitatif Willingness To Pay (WTP) ............................... 68
5.4.2 Analisis WTP melalui Limdep Model ............................................ 70
5.4.3 Analisis Nilai Pilihan (Option Value) ............................................. 72
5.4.4 Nilai Ekonomi Pemanfaatan dan Non Pemanfaatan .................... 75
5.4.5 Nilai Ekonomi Total Terumbu Karang di Kawasan TNKpS .......... 77
5.5 Implikasi Kebijakan ........................................................................... 79
VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 82
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 82
6.2 Saran ................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 84
LAMPIRAN ........................................................................................... 87
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Barang dan Jasa Ekosistem Terumbu Karang ........................................ 11
2 Jenis - Jenis Nilai Ekonomi KKL .............................................................. 14
3 Keadaan Demografi di Kawasan TNKpS Tahun 2008 ............................ 49
4 Tingkat Pendidikan Formal di Kawasan TNKpS tahun 2006 ................... 49
5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian di Kawasan
6 TNKpS Tahun 2006 ................................................................................. 50
Sarana Penangkapan Ikan di Kawasan TNKpS tahun 2006 ................... 51
7 Jenis alat penangkapan ikan di Kawasan TNKpS tahun 2006 ................ 51
8 Jumlah Wisatawan di Kepulauan Seribu Tahun 1995-2006 .................... 52
9 Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Pancing ............................. 57
10 Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Bubu .................................. 58
11 Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Muroami ............................ 59
12 Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Payang .............................. 60
13 Nilai Pemanfaatan yang berasal dari Perikanan ...................................... 66
14 Hasil Regresi Willingness To Pay: Model Logit ....................................... 71
15 Kemungkinan Harga Pilihan .................................................................... 73
16 Nilai Pemanfaatan dan Non Pemanfaatan Kawasan TNKpS .................. 76
17 Nilai Ekonomi Terumbu Karang di berbagai Lokasi ................................. 76
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Penelitian................................................................. 8
2 Prinsip Spill Over dari KKL ……............................................................... 13
3 Consumer surplus dan producer surplus.................................................. 21
4 Tipologi Nilai Ekonomi Total (TEV) .......................................................... 23
5 Prinsip Manfaat Ekonomi MPA ................................................................ 24
6 High WTP dan Low WTP ........................................................................ 29
7 Teknik Pendekatan Perhitungan Nilai Ekonomi Total ….......................... 37
8 Pemetaan Proses Penelitian ………..................................................... 43
9 Jumlah Wisatawan yang Berkunjung Ke Lokasi Wisata di Kepulauan
Seribu Tahun 1995-2006 ........................................................................ 53
10 Persepsi Responden Mengenai Terumbu Karang dibandingkan 5 tahun
yang lalu ...................................................................................................62
11 Produktifitas Alat Tangkap Muroami ........................................................ 64
12 Produktifitas Alat Tangkap Pancing ......................................................... 64
13 Produktifitas Alat Tangkap Bubu ..............................................................65
14 Grafik WTP Responden ........................................................................... 69
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 89
2 Kuesioner Penelitian................................................................................. 90
3 Pandangan Masyarakat Kawasan TNKpS terhadap Sumber Daya
Terumbu Karang ……………………......................................................... 94
4 Produktifitas Alat Tangkap ....................................................................... 96
5 Tabulasi Data Responden ....................................................................... 98
6 Deskriptif Kualitatif Responden Nelayan dan Non Nelayan ..................... 103
7 Analisis Logit ............................................................................................ 105
8 Analisis Option Price dengan menggunakan Von Neumann
Morgernstern ............................................................................................106
9 BI Rate 1 Tahun Terakhir .........................................................................107
10 Present Value Terumbu Karang .............................................................. 108
11 Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 110
xiv
I. PENDAHULUAN
(5) kegiatan turisme dan pariwisata yang tidak mengindahkan lingkungan seperti
menginjak karang, mengambil karang dan lain sebagainya. Akibat dari kegiatan-
kegiatan tersebut biota-biota yang berasosiasi dengan terumbu karang seperti
ikan-ikan konsumsi, ikan hias, maupun endangered species kehilangan tempat
mencari makan (feeding ground), tempat bermain (nursery ground), dan tempat
memijah (spawning ground) yang mengarah pada degradasi sumber daya ikan
dan bahkan hilangnya spesies-spesies penting di kawasan ini.
/sumber daya alam yang lain (option value). Keseluruhan dampak ini kemudian
diukur dengan berbagai teknik, untuk penurunan produksi ikan karang
menggunakan pendekatan Change in Productivity, penurunan kawasan
perlindungan menggunakan teknik Option Price dan Contingent Valuation
Method (CVM), selanjutnya nilai rekreasi yang dilihat jumlah wisatawan diukur
menggunakan pendekatan market price, sedangkan untuk nilai habitat lain dapat
dilihat dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) dimana
responden akan diberi pilihan apakah sanggup membayar atau tidak agar
ekosistem terumbu karang kualitasnya menjadi baik. Keempat pendekatan ini
digunakan untuk menghitung Total Economic Value (TEV) dari terumbu karang
(Gambar 1).
8
Sumber Daya
Terumbu Karang
Degradasi
Gangguan
Terumbu Karang
Change in
Productivity Option Price Market Price CVM
(market)
laut, biasanya terpisah dari daratan dengan laguna (lagoon), bagian laut
dalam. Terumbu karang ini disebut barrier karena membentuk batas antara
laguna dan laut lepas. Terumbu karang terbesar adalah Great Barrier Reef di
Australia, dengan panjang kurang lebih mencapai 2.000 km di sepanjang
pantai timur Australia, dimulai dari dekat nugini sampai di utara Brisbane.
3. Terumbu karang cincin (atoll)
Atol merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin atau berbentuk ouval
dan mengelilingi gobah yang tumbuh di atas gunung berapi tua dan
tenggelam di laut. Menurut teori Darwin dalam proses pembentukan karang
atol mula-mula karang tumbuh sebagai fringing reef dibagian yang dangkal
mengelilingi suatu pulau vulkanik. Kemudian secara alamiah perlahan-lahan
pulau tersebut tenggelam dan terumbu karang tetap meneruskan
pertumbuhannya makin ke atas, sel baru tumbuh di atas sel yang mati,
sampai akhirnya hanya terumbu karangnya saja yang tersisa. Bila pulau
vulkaniknya tenggelam seluruhnya maka yang akan tersisa atol melingkar
mengelilingi laguna.
Terumbu karang memiliki manfaat yang beragam berupa barang dan jasa
bagi kehidupan biota yang berasosiasi maupun bagi manusia. Millennium
Ecosystem Assessment (MA) (2003) diacu dalam Burke (2008), mengidentifikasi
bahwa barang dan jasa ekosistem terumbu karang terbagi ke dalam empat
kategori berdasarkan jasa yang disediakan oleh ekosistem terumbu karang yaitu:
jasa penyedia (provisioning services), jasa pengontrol (regulating services),
jasa kebudayaan (cultural services) and jasa pendukung (supporting services)
(Tabel 1).
Jasa Pendukungd
Sepertti dijelaska
an dalam Fauzi da
an Anna (2005), prinsip dari
K
KKL adalah spill over effect (Gam
mbar 2) atau
u dampak limpahan dim
mana pada
k
kawasan yang dilindung
gi, stok ikan akan tumbu
uh dengan b
baik dan limp
pahan (spill
o
over) dari p
pertumbuhan ini akan mengalir ke
e wilayah d
di luar kawa
asan yang
k
kemudian dapat dimanffaatkan seccara berkelanjutan tanpa
a menguran
ngi sumber
p
pertumbuha
an di daerah yang dilind
dungi. Menurut Kenching
gton et al (2
2003) MPA
m
memberikan
n manfaat yang signiifikan bagi perikanan, ekonomi lokal dan
l
lingkungan at-manfaat ttersebut ada
laut. Manfaa alah konserrvasi keanekkaragaman
h
hayati dan ekosistem; menjaga agar tidak terjadi pen
nurunan pro
oduksi dan
p
populasi ika
an secara lo
okal dan glo
obal; menam
mbah produ
uksi dan pop
pulasi ikan
d
dengan carra menjaga tempat be
erkembang biak, daera
ah asuh da
an tempat
m
mencari makan; men
ningkatkan profil kawa
asan sebag
gai wisata laut dan
m
memperluas
s pilihan eko
onomi lokal; MPA sebagai penyedia pendidikan,, pelatihan,
w
warisan dan
n budaya; dan
d menyed
diakan manfaat yang lu
uas sebaga
ai referensi
p
penelitian ja
angka panjan
ng.
S
Sumber :Fauzi dan Anna (2005) dimodifkasi dari White (2000)
Peningkatan
X
ukuran ikan
Dampak limpahan
X
ke fishing ground
Eksport larva X
Peningkatan daya
X X
tahan ekosistem
Peningkatan
keanekaragaman X X
hayati
Sumber :Fauzi dan Anna (2003)
15
jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu (Anna 2007). Konsep nilai akan
berhubungan dengan kesejahteraan manusia jika dipandang dari sisi ekonomi.
Dengan demikian, nilai ekonomi dari sumber daya alam dan lingkungan adalah
jasa dan fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang memberikan kontribusi
terhadap kesejahteraan manusia, dimana kesejahteraan ini diukur berdasarkan
setiap individual assessment terhadap dirinya sendiri.
Sedangkan jika dipandang dari sisi ekologi misalnya, nilai dari terumbu
karang bisa berarti pentingnya terumbu karang sebagai tempat produksi berbagai
spesies ikan tertentu, ataupun fungsi ekologis lainnya. Demikian juga dari sisi
teknik, nilai terumbu karang bisa saja sebagai pencegah abrasi atau banjir,
pemecah ombak dan sebagainya. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut
tentu saja akan menyulitkan dalam memahami pentingnya suatu ekosistem. Oleh
karena itu, diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem
tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi
bersama antara berbagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan memberikan “price
tag” (harga) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya dan
lingkungan. Dengan demikian kita menggunakan apa yang disebut sebagai nilai
ekonomi dari sumber daya alam (Fauzi 2004).
0 ≤ WTPj ≤ M j
karena primary value dari SDAL sulit untuk diterjemahkan dalam bentuk
moneter. Gowdy (1997) diacu dalam Anna 2007 menambahkan bahwa
“Walaupun nilai dari jasa lingkungan dapat digunakan untuk menjustifikasi
pengukuran nilai proteksi SDAL, harus ditekankan bahwa nilai ini hanyalah
merupakan porsi yang sedikit saja dari nilai total SDAL.
apakah informasi yang cukup bisa didapat pada setiap tingkat SDAL untuk
meningkatkan kualitas studi valuasi.
Pengukuran surplus yang ketiga adalah resource rent (RR) atau rente
sumber daya. Rente sumber daya ini merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh
22
oleh pemilik sumber daya (pemerintah) yang merupakan selisih antara jumlah
yang terima dari pemanfaatan sumber daya dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan untuk mengekstraksinya (Fauzi 2004).
Total Economic Value
Use Value Non Use Value
Pearce dan Moran (1994) menjelaskan Use Value adalah nilai yang
timbul dari penggunaan sebenarnya dari sumber daya tersebut. Use Value ini
dibagi lagi menjadi Direct Use Value (DUV) yaitu yang secara langsung dapat
digunakan seperti perikanan dan ekstraksi kayu dan lain-lain serta Indirect Use
Value (IUV) yaitu manfaat dari fungsi ekosistem seperti fungsi hutan sebagai
penahan air. Option Value adalah nilai yang ditempatkan orang sebagai
kemampuan kegunaan masa depan dari lingkungan atau sumber daya tersebut
(Tietenberg 2001). Ada yang memasukan Option Value (OV) ke dalam Use
Value dan ada juga yang memasukan OV ke dalam non use value. Nilai yang
ketiga adalah Non Use Value (NUV), menurut Pearce dan Moran (1994), NUV
lebih problematik dalam definisi dan perhitungannya, tapi biasanya dibagi lagi
menjadi Bequest Value (BV) yaitu nilai pewarisan dan Existence atau ‘passive’
Use Value (XV) yaitu nilai keberadaan. Sehingga secara matematis Total
Economic value dapat ditulis sebagai berikut :
Nilai ekonomi total sesuai dengan persamaan (2.1) merupakan penjumlahan nilai
kegunaan (use value) dan nilai non kegunaan (non use value), dimana nilai
kegunaan merupakan penjumlahan dari direct use value, indirect use value dan
option value dan nilai non kegunaan terdiri dari existence value dan bequest
value.
24
Wilayah dan
sumber daya laut
(1-s) s
Kawasan Kawasan
Konservasi Pemanfaatan
t+1
t
Investasi
t+2
Manfaat Ekonomi
Sumber : Fauzi dan Anna (2005)
Pada Gambar 5 terlihat bahwa suatu wilayah laut dengan sumber daya
yang ada dapat dibagi ke dalam dua wilayah, wilayah non konservasi sebesar s
merupakan wilayah pemanfaatan yang dapat memberikan manfaat ekonomi
dalam jangka pendek (periode t). Kawasan konservasi, dilain pihak, merupakan
kawasan dengan luas (1-s) yang pada periode menengah mungkin tidak atau
belum memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Alasannnya, kawasan
tersebut pada periode t+1 merupakan kawasan yang dilindungi dan merupakan
investasi di masa mendatang. Pada periode jangka panjang (t+2), kawasan
tersebut akan memberikan dampak limpahan (spill over) yang kemudian dapat
menjadi manfaat ekonomi yang berkelanjutan.
Lebih jauh lagi Fauzi dan Anna (2003) mengemukakan bahwa untuk
menghitung manfaat ekonomi dari pengelolaan berbasiskan MPA ada beberapa
metode, diantaranya adalah model valuasi ekonomi dan model bioekonomi.
25
• Market Price
• Replacement Cost
• Damage Cost Avoided
• Mitigating Expenditure
• Net Factor Income
• Production Function Method
• Hedonic Pricing Method
• Travel Cost Method
Nilai sumber daya terumbu karang yang dihitung dalam penelitian ini adalah
nilai kegunaan yang berasal dari perikanan dan pariwisata serta nilai non
kegunaan yaitu nilai pilihan (option value) dan nilai proteksi kawasan dan habitat.
Nilai kegunaan yang berasal dari kegiatan perikanan dihitung dengan
menggunakan metode perubahan produktifitas, sedangkan nilai kegunaan yang
berasal dari kegiatan pariwisata dihitung dengan pendekatan market price. Nilai
non kegunaan berupa nilai pilihan dihitung dengan menggunakan pendekatan
option price berdasarkan teori Von Neumann-Morgenstern, sedangkan nilai non
kegunaan berupa proteksi terhadap kawasan dan habitat dihitung dengan
menggunakan pendektan CVM yang dianalisis dengan menggunakan LIMDEP
model.
untuk menentukan utilitas dengan metode EU, terlebih dahulu kita harus
membuat rangking preferensi dari sampling responden yang berbeda (Wikipedia
2008). Jika diketahui fungsi utilitas seseorang adalah U ( x, π ) , dimana x
U ( x1 , x2 , π1 ) = π 1v ( x1 ) + (1 − π 1 ) v ( x2 ) …………………………………………(2.2)
Dimana :
π1 = Peluang terjadi kondisi baik
atau jika dalam kasus lain ada kemungkinan keluaran lebih dari dua, sebanyak n,
maka fungsi utilitas pada persamaan (2.2) menjadi:
n
U ( x, π ) = ∑ π i vi ( xi ) ……………………………………………………………….(2.3)
i =1
n
EU ( x, π ) = ∑ π iU ( xi ) ……………………………………………………………(2.4)
i =1
Pada intinya kedua fungsi expected-utility pada persamaan (2.3) dan (2.4)
terdapat pada beberapa pada literatur ekonomi, walaupun ada sedikit perbedaan
secara konseptual. Hasil matematik kedua persamaan tersebut pada dasarnya
akan sama.
29
U (EV)
EU
EU
U (EV)
Pada masyarakat yang bersifat risk averse, nilai utility expected value
( U ( EV ) ) dari kawasan konservasi lebih tinggi dari nilai expected utility (EU)
Masalah lain yang sering timbul adalah terjadinya fenomena warm glow (Becker
1974 diacu dalam Fauzi 2004) yang sebetulnya terkait dengan masalah
alturisme. Warm glow pada konstes CVM, bisa terjadi karena responden
berusaha membuat senang pewawancara dengan memberikan jawaban setuju
untuk pembayaran sesuatu, meskipun pada dasarnya dia tidak setuju.
Secara sosiologis hal ini menimbulkan contering bias yaitu responden menyetujui
apa yang ditanyakan oleh pewawancara.
32
Tujuan dari model kualitatif pilihan (qulitative choice model) ini adalah
untuk menentukan probabilitas dari individu dengan set atribut yang diberikan
kepada mereka dan memilih satu pilihan daripada alternatif yang lainnya
(Pyndyck dan Rubinfeld 1998). Pertanyaannya adalah bagaimana model regeresi
dengan sifat dikotomis ini? Model yang dapat digunakan adalah model yang
termasuk dalam kategori Limited Dependent Variable (Limdep Model) yaitu
Model Probabilitas Linear, Model Logit, Probit dan Tobit. Model Probit berkaitan
dengan fungsi probabilitas distribusi normal (normal distribution function),
sementara model Logit berkaitan dengan fungsi probabilitas distribusi logistik
(logistic distribution function) (Widarjono 2005). Model Tobit biasanya digunakan
ketika kita tidak mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan untuk
mendapatkan informasi variabel dependen. Salah satu model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model Logit. Model ini disebut Logit yang berasal dari
nama jenis distribusi probabilitas logistik untuk menjelaskan respon kualitatif
variabel dependen dan dapat ditulis dengan :
1 1
Pi = F ( Z i ) = F (α + β X i ) = − Zi
= − (α + β X i )i
..............................(2.5)
1+ e 1+ e
(1 + e ) P = 1 ..................................................................................................(2.6)
− Zi
i
1 (1 − Pi )
= ..................................................................................................(2.8)
e Zi Pi
Persamaan (2.8) dapat juga ditulis dengan :
Pi
eZi = ....................................................................................................(2.9)
(1 − Pi )
Persamaan (2.9) kemudian ditransformasi menjadi model logaritma natural
sehingga menghasilkan persamaan :
Pi
Zi = ln ...............................................................................................(2.10)
(1 − Pi )
Z
Ingat bahwa ln e i =Zi .Persamaan (2.10) dapat ditulis menjadi persamaan :
Pi
ln = Z = α + β X i ..............................................................................(2.11)
(1 − Pi ) i
terpilih. Variabel dependen Yi = 1 jika pilihan pertama yang dipilih dan 0 jika
pilihan kedua yang dipilih. Tujuan kita adalah untuk mencari estimator parameter
untuk α dan β , jika diasumsikan alternatif pertama yang dipilih sebanyak n1 kali
dan pilihan kedua dipilih sebanyak n2 kali. (n1 + n2= N) dan jika data tersebut
diurut, maka observasi n1 yang pertama berhubungan dengan alternatif pertama,
fungsi Likelihood mempunyai bentuk :
Sekarang dengan fakta perhitungan bahwa probabilitas dari alternatif kedua yang
dipilih dan menggunakan Π untuk mewakili produk faktor bilangan maka fungsi
Likelihood menjadi :
n1 N N (1−Yi )
( )
L = Pi ....Pn1 1 − Pn1 +1 ... (1 − PN ) = ∏ Pi ∏ (1 − P ) = ∏ P (1 − P )
i i
Yi
i ........(2.13)
i =1 i = n1 +1 i =1
Sehingga akan diperoleh nilai WTP rataan (mean WTP) dari pendugaan
koefisien (2.13) yang menggambarkan nilai non-use dari ekosistem terumbu
karang di kawasan konservasi laut kepulauan seribu.
35
Berdasarkan waktu, diambil dalam penelitian ini terdiri dari data time
series dan cross section.
1. Data time series atau berkala adalah data yang menjelaskan pergerakan
variabel antar waktu Pyndick dan Rubindfeld (1998). Data time series yang
diperlukan diantaranya adalah produksi perikanan, alat tangkap, effort dan
lain sebagainya.
2. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan pada suatu waktu
tertentu (at point of time) yang bisa menggambarkan segenap aktivitas pada
satu waktu tertentu. Data cross section yang dibutuhkan adalah seperti
harga, struktur biaya dan lain sebagainya
36
NZ 2 × 0,25
n=
( (
d 2 × ( N − 1) + Z 2 × 0,25 ))
.........................................................................(3.1)
Dimana :
n = Jumlah sampel yang diambil
N = Jumlah populasi (yang diketahui dan diperkirakan)
Z = Standar deviasi yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan
(lihat tabel Z statistik)
d = Tingkat akurasi/presisi (biasanya antara 0,05 atau 0,01)
11.031× (1, 65 ) × 0, 25
2
n= = 67, 65 ≈ 68
( (0,1) × (11.030 − 1) + ( (1, 65) × 0, 25) )
2 2
TEV
TEV=UV+NUV ...............................................................................................(3.2)
⎛ NO ⎞
ΔNPt = ⎜⎜ t ⎟⎟⎟ ×ΔΩ ......................................................................................(3.3)
⎜⎝ xt ⎠⎟
ΔΩ = x − xt ....................................................................................................(3.4)
Tb
1
x =
n
∑x
t =1
t ....................................................................................................(3.5)
x adalah produktifitas rata-rata dari tahun ke 1 sampai tahun basis (Tb ), tahun
basis adalah tahun dimana perubahan produktifitas terjadi.
GRt
φt = ........................................................................................................(3.6)
NOt
GRt adalah Gross Return atau keuntungan kotor dari usaha di kawasan
(misalnya keuntungan dari usaha perikanan). Dengan demikian perubahan nilai
ekonomi dari kawasan terumbu karang dapat dihitung sebagai:
39
Δ π = η1 p1 (x 0 − x 1 ) .........................................................................................(3.8)
Pada persamaan 3.9 terlihat bahwa nilai yang berasal dari pariwisata merupakan
perkalian antara rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh turis selama berada di
daerah pariwisata di daerah kawasan konservasi laut TNKpS dengan rata-rata
jumlah turis yang berkunjung.
40
π 1U ( x1 − OP ) + π 2U ( x2 − OP ) = EU ..............................................................(3.10)
Dimana :
π1 = Peluang terjadi kondisi baik (0,5)
EU = π 1U ( x1 ) + (1 − π 1 ) U ( x2 ) .......................................................................(3.11)
⎛ −α − β X n ⎞
P (Yn = 1) = P ( ui > −α − β X n ) = 1 − F ⎜ ⎟ .......................................(3.12)
⎝ σ ⎠
41
⎛ −α − β X n ⎞
P (Yn = 0 ) = P ( ui ≤ −α − β X n ) = 1 − F ⎜ ⎟ .......................................(3.13)
⎝ σ ⎠
⎛ −α − β X n ⎞ ⎡ ⎛ −α − β X n ⎞⎤
L=∏F⎜ ⎟ ∏ ⎢1− F ⎜ ⎟ ⎥ …………………………….(3.14)
Yn = 0 ⎝ σ ⎠ Yn =1 ⎣ ⎝ σ ⎠⎦
Mengetahui kondisi
pemanfaatan dan persepsi
masyarakat terhadap ekosistem Primer dan sekunder
terumbu karang di Kawasan
Konservasi Laut TNKpS Nilai Kegunaan
Time Series ,Harga,
produksi, jumlah Change in
Menghitung nilai pemanfaatan kapal/ Alat Tangkap, Productivity Teridentifikasinya persepsi,
Menghitung nilai ekonomi total
ekosistem terumbu karang yang efffort kondisi pemanfaatan dan non
ekosistem terumbu karang yang
berasal dari sektor perikanan pemanfaatan, serta nilai non
berada di kawasan konservasi
dan pariwisata di kawasan Time series, jumlah kegunaan dan non kegunaan
laut TNKpS
konservasi laut TNKpS. pengunjung, struktur Market Price sumber daya terumbu karang
pengeluaran di kawasan konservasi laut
TNKpS
- Zona inti I, terletak pada koordinat 5027′ - 5029′ LS dan 106026′ - 106028′
BT mempunyai luas ± 1.386 hektar, meliputi Gosong Rengat dan
Perairannya yang diperuntukkan bagi perlindungan penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) dan ekosistem terumbu karang.
- Zona Inti II, terletak pada koordinat 5026′36′′ - 5029′ LS dan 106032′ -
106035′ BT mempunyai luas ± 2.398 hektar, zona ini peruntukan
perlindungan ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang dan
tempat peneluran penyu yang meliputi perairan :
P. Penjaliran Barat
Gosong Penjaliran
P. Peteloran Timur
P. Peteloran Barat
P. Penjaliran Timur
- Zona Inti III, terletak pada koordinat 5036′ - 5036′45′′ LS dan 106033′36′′ -
106035′42′′ BT mempunyai luas sekitar 613,06 hektar, zona ini meliputi
perairan P. Kayu Angin Bira dan P. Belanda yang merupakan
perlindungan ekosistem terumbu karang dan penyu sisik (Eretmochelys
imbricata).
2. Zona Perlindungan, terletak pada 5024′ - 5030′ LS dan 106025′ - 106040′ BT,
dengan luas sekitar 26.284,50 hektar. Zona ini diperuntukan untuk
melindungi zona inti, dan tidak diperkenankan segala bentuk eksploitasi dan
kegiatan yang mengganggu keseimbangan ekosistem, kecuali kegiatan
observasi, penelitian, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya dan wisata
alam terbatas. Pulau – pulau yang termasuk ke dalam zona ini adalah
P. Buton, P. Jagung, P. Karang Mayang, P. Rengit, P. Nyamplung, P. Sebaru
Besar, P. Sebaru Kecil.
46
3. Zona Pemanfaatan Wisata, terletak pada 5030′ - 5038′ - 5045′ LS dan 106025′
- 106033′ - 106040′ BT, dengan luas sekitar 59.634,50 hektar. Pada zona ini
dapat dibangun sarana dan prasarana rekreasi dan pariwisata alam yang
dikembangkan untuk mengakomodir kegiatan wisata bahari.
4. Zona Pemukiman, terletak pada 5038′ - 5045′ LS dan 106033′ - 106040′ BT,
dengan luas sekitar 17.121 hektar. Zona ini diperuntukan mengakomodir
kepentingan masyarakat, tetapi harus memperhatikan aspek konservasi dari
Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Seperti daerah tropis pada umumnya, daerah TNKpS terdiri dari dua
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan
Nopember sampai dengan bulan April dengan jumlah hari hujan berkisar antara
10-20 hari per bulan. Sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan
Mei sampai dengan bulan Oktober, walaupun musim kemarau akan tetapi
kadang-kadang terjadi hujan dengan jumlah hari jatuh hujan berkisar antara
4 – 10 hari perbulan. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan Januari
sedangkan curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Agustus. Peralihan
musim terjadi pada bulan April – Mei dan bulan Oktober – Nopember. Namun
dengan adanya global warming yang mengakibatkan perubahan iklim (climate
change) sehingga iklim dan musim sulit untuk diprediksi.
47
Keadaan angin di TNKpS dipengaruhi oleh musim angin barat dan musim
angin timur. Biasanya musim angin barat terjadi pada bulan Desember sampai
dengan bulan Maret, kecepatan angin yang bertiup dari arah barat daya sampai
dengan barat laut adalah sebesar 7 – 20 knot/ jam. Pada bulan Desember
sampai dengan Februari biasanya angin bertiup dengan kecepatan diatas 20
knot/ jam. Pada musim angin timur, kecepatan angin yang bertiup dari arah timur
laut sampai tenggara berkisar antara 7 – 15 knot/jam, biasanya terjadi pada
bulan Juli sampai dengan September. Sementara itu, pada musim peralihan
yang terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan Mei, dan antara bulan
Oktober dan Nopember, angin bertiup dengan kecepatan relatif rendah.
4.1.3 Oseanografi
A. Batimetri
Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai kedalaman perairan yang
bervariasi yaitu berkisar antara kurang dari 5 m hingga lebih dari 75 m. Setiap
pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf)
hingga 20 kali lebih luas dari pulau tersebut dengan kedalaman laut kurang dari
5 m. Selain paparan pulau, setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang (reef
flat) yang luas dengan kedalaman 0,5 m – 1,0 m pada saat air surut dengan jarak
60 – 80 m dari garis pantai.
B. Pasang Surut
Pasang surut adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut. Setiap
daerah memiliki tipe pasang surut yang berbeda, tergantung letak geografis,
kontur kedalaman dan morfologi pantai. Tipe pasang surut ditentukan oleh
frekuensi air pasang dan surut perhari. Jika suatu wilayah mengalami sekali
pasang dan sekali surut per hari maka disebut mengalami Tipe pasang tunggal,
sedang jika dua kali pasang dan dua kali surut disebut mengalami tipe pasang
surut ganda.
48
C. Arus
Arus yang ditemui di suatu perairan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor seperti angin, pasang surut, densitas yang disebabkan oleh perbedaan
suhu maupun salinitas, perbedaan tekanan hidrositas ataupun gaya koroalis.
Arus disepanjang perairan Pulau Seribu merupakan kombinasi dari arus pasang
surut dan arus yang ditimbulkan faktor meteorologis, terutama angin baik di
perairan pantai barat maupun timur, namun untuk arus permukaan dipengaruhi
oleh perubahan musim baik musim barat, musim timur maupun peralihan dari
dua musim tersebut. Beberapa pengukuran arus di kawasan telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh Effendi (1993) kecepatan arus 2 – 19 cm/dt, Dinas
Perikanan DKI Jakarta (1997) 4 – 10 cm/dt, Seawatch-BPPT (1998) 0,6 – 77,3
cm/dt dengan rata-rata 23,6 cm/dt, dan jurusan Geoteknik ITB (1999) 5 – 48
cm/dt. Kecepatan arus yang tinggi umumnya terjadi pada pasang tertinggi yaitu
pasang purnama.
Selain itu, seperti yang terlihat pada Tabel 6 Sarana Penangkapan Ikan di
TNKpS, seperti dermaga tersedia sebanyak 11 buah, namun sarana lainnya
seperti pabrik es belum ada. Usaha perikanan di Kawasan TNKpS masih
didominasi oleh perahu motor sebanyak 706 unit, lalu kapal motor sebanyak
151 unit. Di kawasan TNKpS masih ada yang menggunakan perahu layar untuk
menangkap ikan, namun tentunya jarak yang di tempuh relatif tidak jauh, mereka
hanya menangkap sekitar pulau saja.
51
Kondisi eksisting jenis alat tangkap yang ada di Kawasan TNKpS di dominasi
oleh pancing yaitu sebesar 502 unit (Tabel 7). Biasanya ikan yang tertangkap
adalah ikan ekor kuning, lodi, kerapu, baronang, mogong, kakap, layang, pisang-
pisang dan lain-lain
Saat ini jenis alat tangkap yang menjadi perhatian adalah jaring muroami karena
selain alat tangkap ini tidak ramah lingkungan, nelayan dengan alat tangkap
jaring muroami menggunakan alat bantu compresor untuk menyelam dan hal
tersebut membahayakan kesehatan bahkan jiwa nelayan.
52
Wisatawan Mancan
negara W
Wisatawan Nus antara
Gambar
G 9. Jumlah Wisatawan ya
ang Berkunjjung ke Lok
kasi Wisata di
Kepulauan Seribu Ta
ahun 1995-2
2006.
Berd
dasarkan ha
asil survai, wisatawan yang berrkunjung ke
e kawasan
TNKpS
T bia
asanya me
elakukan ke
egiatan wisata pa
berup diving, snorkling,
memancing atau hanya berenang d
dan bermain di pantai se
ekitar pulau--pulau atau
resort.
r ort yang sa
Reso aat ini masih bertahan diantaranya
a adalah Se
epa Island
Resort, Alam
m Kotok Isla
and Resort dan
d Putri Re
esort. Kolapssnya resort lain
l adalah
karena jumlah pengunjjung yang kian
k menuru
un akibat krisis
k monete
er, apalagi
dengan
d Passca Tsunamii Aceh yang mengakibatkan orang ttakut ada dissekitar laut
sehingga
s r
resort-resort
t tersebut tidak a
bisa menutupi biaya op
perasional.
Wisatawan
W yang berkunjung biasa
anya mengin
nap selama satu malam
m dua hari
dan
d biasany
ya penuh pada
p saat hari libur dan akhir pekkan. Pengun
njung yang
datang
d ke kawasan
k ini mayoritas berasal dari DKI
D Jakarta, wisatawan
n asing pun
mayoritas ya
ang bekerja di DKI Jaka
arta.
yang lebih murah.Tarif per kamar untuk penginapan “Villa Merah” adalah sebesar
300 ribu per malam, dengan kapasitas 4 orang dan 2 tempat tidur, jika ada
penambahan tempat tidur maka akan dikenai biaya tambahan sebesar 25 ribu
per satu tampat tidur. Sedangkan penginapan lainnya adalah yang biasa disebut
Guest House dengan tarif menginap antara 300 – 350 per malam. Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu juga memiliki paket-paket wisata yang ditawarkan
kepada wisatawan sesuai dengan keinginan para wisatawan.
Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (2003), paling tidak di kawasan ini hidup
113 jenis ikan hias yang diantaranya termasuk ke dalam family
Chaetodonthidaer, Diodonthidae, dan Pamancaaanthidae. Kawasan Kepulauan
Seribu juga dikenal sebagai salah satu kawasan yang mempunyai keragaman
jenis terumbu karang dan ikan hias tertinggi di Asia Tenggara. Selan itu, ikan-
ikan dengan nilai ekonomis tinggi banyak ditemukan di kawasan ini seperti ikan
baronang, ekor kuning, tenggiri dan tongkol.
4.4.3 Mangrove
Kondisi daerah pantai di TNKpS tanahnya mengandung pasir dan sedikit
lumpur mengakibatkan ekosistem mangrove di kawasan ini kurang
keberadaanya, karena kondisi tersebut kurang dalam mendukung sebagai media
tempat mangrove tumbuh. Pada beberapa pulau yang terdapat di Kawasan
Kepulauan Seribu, terutama zona inti I dan II terdapat mangrove yang hidup di
atas hamparan pasir laut. Jenis mangrove yang dapat dijumpai di daerah ini
diantaranya jenis bakau (Rhozophora marina), Tancana (Sonneratia alba), Buta-
buta (Exoecaria agal-locha) dan Jangkar (Bruguiera sp.)
Tabel 10. Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Bubu
Harga
Jenis Ikan
(Rp/Kg)
Selar 3000
Kembung 6000
Lodi 25000
Kerapu 30000
Tenggiri 18000
Mogong 1500
Lape bata 6000
Layang 5000
Tongkol 18000
raragang 5000
Serak 5000
Kakap 15000
Lencam 10000
Sumber : data primer diolah (2008)
Pada Tabel 10 terlihat bahwa kisaran harga ikan yang tertangkap oleh bubu
adalah sebesar Rp. 1.500,00 - Rp. 30.000,00. Harga ikan yang paling mahal
adalah ikan kerapu sedangkan harga ikan paling murah adalah ikan mogong.
Jumlah produksi rata-rata nelayan bubu per satu kali trip adalah sebesar 10 kg.
Alat tangkap lainnya adalah muroami, hari melaut muroami bervariasi ada
yang satu hari melaut (one day fishing) atau ada yang melaut 3-7 hari. Jenis-
jenis ikan yang ditangkap muroami dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Tabel 11. Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Muroami
Harga
Jenis Ikan
(Rp/Kg)
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa ikan dengan nilai ekonomis yang tertangkap
oleh jaring muroami adalah ikan lodi dan baronang, sedangkan ikan yang
harganya paling rendah adalah ikan sulir. Produksi rata-rata jaring muroami
dengan hari melaut 4-7 hari adalah 315 kg, sedangkan nelayan harian rata-rata
memperoleh ikan sebanyak 28 Kg. Wilayah penangkapan jaring muroami adalah
sekitar kawasan TNKpS dan juga sampai keluar kawasan TNKpS.
Tabel 12. Jenis dan Harga Ikan yang Tertangkap oleh Payang
Harga
Jenis Ikan
(Rp/Kg)
Selar 6000
Bawal putih 22000
Bawal hitam 20000
Kembung 8000
layang 6000
Tongkol 11000
Lemuru 4500
Temban 2500
Kuwe 14000
Sumber : data primer diolah (2008)
Pada Tabel 12 terlihat bahwa ikan yang paling mahal adalah ikan bawal
dan paling murah adalah ikan temban, jenis ikan yang paling sering tertangkap
dalam jumlah banyak adalah selar dan bawal. Jumlah tangkapan terbanyak ikan
bawal dalam satu kali trip adalah 100 kg sedangkan ikan selar mencapai 500 kg.
Waktu yang digunakan dalam menangkap ikan berkisar dari 8 sampai 24 jam.
Nelayan jaring payang menggunakan rumpon untuk membantu agar jumlah
tangkapan mereka menjadi lebih banyak. Rumpon yang digunakan terbuat dari
daun kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai tempat bermain
ikan.
Berdasarkan hasil survey, umur responden yang diwawancara rata-rata
37 tahun dan berkisar antara 19 – 65 tahun. Pengalaman responden dalam
bekerja rata-rata 18 tahun dengan kisaran 3 – 49 tahun. Rata-rata responden
mengenyam pendidikan selama 8 tahun, dengan kisaran 1 – 16 tahun, artinya
ada responden yang hanya mengenyam pendidikan hanya satu tahun bahkan
ada responden yang sampai lulus bangku kuliah. Pendidikan paling tinggi
responden nelayan hanyalah sampai lulus SMA, rata-rata pendidikan nelayan
yang dijadikan responden adalah sampai tamat Sekolah Dasar. Sedangkan rata-
rata pendidikan responden non-nelayan adalah tamat Sekolah Menengah
Pertama. Jika dilihat dari pendapatan, kisaran pendapatan responden nelayan
adalah Rp.100.000,00 – Rp. 2.000.000,00 setiap bulannya dengan rata-rata
pendapatan per bulan sebesar Rp. 804.00,00. Sedangkan responden non-
nelayan mempunyai kisaran pendapatan antara Rp.1.000.000,00 –
61
Buruk 30%
Cukup 23%
Baik 46%
Sangat baik 0%
sedangkan 15 % menyatakan bahwa keindahan alam akan hilang, ada juga yang
menyatakan bahwa perairan akan rusak dan daerah pariwisata akan hilang.
800.00
700.00
600.00
Produksi (ton)
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
‐
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Produksi perikanan yang berasal dari alat tangkap pancing seperti yang
ditampilkan pada Gambar 12, mengalami kenaikan sampai tahun 2003 menjadi
sekitar 1.008,64 ton, namun pada tahun 2004 bersamaan dengan ditetapkannya
zonasi di kawasan ini, produksinya mengalami penurunan sampai setengahnya
yaitu sebesar 536,63 ton. Nilai perubahan produktifitas yang didapatkan dari alat
tangkap pancing adalah sebesar Rp. 5.419.579.287,49.
1,200.00
1,000.00
800.00
Produksi (ton)
600.00
400.00
200.00
‐
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Produksi alat tangkap lainnya yaitu bubu (Gambar 13), pada tahun 2002
merupakan puncaknya produksi yaitu mencapai 333,42 ton. Namun mengalami
penurunan yang signifikan yaitu pada tahun 2006 mencapai 13,77 ton. Hal ini
dikarenakan jumlah alat tangkap ini yang berkurang cukup signifikan yaitu hampir
95 %, sehingga berdampak terhadap produksi. Nilai perubahan yang berasal dari
alat tangkap bubu Rp. 1.728.565.483,91.
400.00
350.00
300.00
Produksi (ton)
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sektor perikanan lainnya berasal dari ikan hias, di kawasan TNKpS ikan
hias mempunyai jenis yang beragam dan dimanfaatkan oleh nelayan untuk
ditangkap yang kemudian dijual. Saat ini penangkapan ikan hias di kawasan
TNKpS sudah mulai dengan kaidah-kaidah yang benar, misalnya nelayan harus
mempunyai sertifikat sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan karang
seperti penangkapan sebelumnya dengan menggunakan Sianida. Walaupun
masih ada beberapa yang menggunakan Sianida secara sembunyi-sembunyi,
namun apabila tertangkap basah akan ditertibkan dan diberi pengarahan. Ikan
hias yang berasal dari kawasan TNKpS di pasarkan ke daerah-daerah di
Indonesia seperti Jakarta, Jawa Barat, Sumatera dan bahkan di ekspor ke luar
negeri. Nilai pemanfaatan ikan hias dihitung berdasarkan data produksi ikan hias
yang berasal dari kelompok-kelompok ikan hias yang ada di kawasan TNKpS
yang kemudian dihitung berdasarkan harga pasarnya (Tabel 13).
66
Nilai
Perikanan
(Rupiah)
Perikanan Tangkap
Muroami 619.943.809,52
Pancing 5.419.579.287,49
Bubu 1.728.565.483,91
Ikan Hias
Ikan Hias 1.484.579.148,10
Jumlah 9.252.667.729,04
Sumber : data primer dan sekunder diolah (2008)
beroperasi di TNKpS ada 5 dengan jumlah pegawai rata-rata setiap resor adalah
50 orang. Rata-rata gaji yang diterima adalah Rp. 250.000,00 per bulan sehingga
akan memberikan kontribusi terhadap kawasan ini sebesar Rp. 617.000.000,00
setiap tahunnya. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa sektor pariwisata
juga memberikan multiplier effect yang berasal dari uang yang dikeluarkan oleh
turis untuk makanan ketika tinggal di resor. Multiplier effect dari sektor ini
terhadap makanan yang dikalkulasikan dari pengeluaran total yang mereka
keluarkan adalah sebesar Rp. 4.750.000.000,00 per tahun. Nilai pariwisata
keseluruhan yang didapatkan dari nilai langsung (direct value) dan nilai tidak
langsung (indirect value) adalah sebesar Rp. 97.241.142.846,00
(Rupiah)
Bid
Orang
berasosiasi langsung dengan ekosistem tersebut. Jika dilihat dari latar belakang
pendidikan, rata-rata nelayan mengenyam pendidikan selama 7 tahun, lebih
rendah dari pada responden non nelayan yang rata-rata menuntaskan
pendidikan selama 11 tahun. WTP minimum adalah Rp. 0,0 yaitu dari responden
adalah berasal dari nelayan, artinya mereka tidak mau membayar, alasan
mereka adalah karena permasalahan, kerusakan dari ekosistem terumbu karang
bukanlah masalah yang harus diperhatikan nelayan, akan tetapi harus
diperhatikan oleh pemerintah. WTP maksimum berdasarkan hasil survai adalah
sebesar Rp.500.000,00 per tahunnya, responden berasal dari non-nelayan hal
ini dikarenakan hubungan responden dengan terumbu karang sangat erat,
sebagai polisi hutan dan juga diver, responden memiliki pengetahuan tentang
terumbu karang yang baik. Sedangkan dari responden nelayan, nilai WTP
tertinggi adalah Rp. 100.000,00, yaitu 1 orang yang menyatakan ingin membayar
sejumlah uang tersebut. Tampilan WTP dari responden berupa descriptive
statistic yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak excel dapat dilhat
pada Lampiran 6. Pada analisis tahap ini didapatkan nilai pengguna pasif
(passive use value) bagi kawasan konservasi laut. Nilai tersebut didapatkan dari
penjumlahaan rataan WTP responden nelayan dan non nelayan. Nilai mean
WTP individu per kapita adalah sebesar Rp. 49.044,00. Selanjutnya dilakukan
agregasi untuk seluruh penduduk yang ada kawasan TNKpS, sehingga akan
didapatkan nilai sebesar Rp. 541.005.661,00 pertahun.
Standar
Variabel Koefisien Z-Statistic Probability
Error
Kebaikan regresi model logit diestimasi tidak bisa diukur dengan koefisien
determinasi yang konvensional tetapi bisa dengan koefisien regresi yang
2
dikembangkan oleh McFadden atau disingkat RMcF (Widarjono 2005), Jika dilihat
2
dari estimasi yang didapat nilai koefisien determinasi RMcF adalah sebesar 0,321
artinya kebaikan dari regresi logit ini hanya 32,1 % bisa dijelaskan oleh variabel
penjelas yang ada. Namun jika kita melihat penelitian-penelitian yang
2
menggunakan choice modelling yaitu dengan model logit, hasil RMcF yang
didapatkan juga relatif kecil. Seperti peneliltian yang dilakukan oleh Chan et al
2
(2006), nilai RMcF hanya sebesar 0,098 dan hasil penelitian Gazzani dan
Marinova yang mendapatkan nilai ρ 2 (pseudo R2) sebesar 14,7 %. Nilai ρ 2 juga
bias digunakan untuk melihat kebaikan regresi model logit (Henser dan Johnson
1981 diacu dalam Wielgus et al 2003).
Fauzi dan Anna (2008) pada hakekatnya merupakan pilihan yang dihadapi
masyarakat jika dihadapkan pada ketidakpastian. Langkah pertama yang
dilakukan dalam menghitung nilai pilihan adalah menghitung option price atau
harga pilihan. Option Price dalam perspektif Von Neumann Morgensten Theory,
pertama-tama harus diketahui nilai harapan (Expected Value), nilai utilitas
harapan (Expected Utility) dan utilitas dari nilai harapan. Nilai-nilai tersebut dalam
hal ini dihitung berdasarkan data produktivitas perikanan yang kemudian di proxy
menjadi pendapatan nelayan yang merupakan penduduk TNKpS dengan situasi
pengelolaan dengan dan tanpa KKL serta dengan kemungkinan musim panen
dan musim paceklik (Tabel 15). Penetapan pengelolaan Kawasan Konservasi
Laut atau KKL merupakan wujud sikap terhadap ketidakpastian, hal ini juga
mencerminkan sikap risk averse (menghindari resiko) dari masyarakat dan
pemerintah.
pada saat musim paceklik ( ESL ) adalah sebesar Rp. 3.069.000.000,00. Utilitas
Dengan mengetahui nilai EU nokkl tersebut, maka akan di dapatkan nilai pilihan
OV = OP − ES ……………………………………………………………………...(5.5)
OV = Rp.342.391.609.100,00 − Rp.26.086.500.000,00
OV = Rp.316.305.109.100,00 ……………....……………………………….…..(5.6)
Nilai pilihan (Option Value) dari Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
adalah sebesar Rp.316.305.109.100,00, nilai tersebut merupakan nilai pilihan
atau opsi, apabila kawasan TNKpS tidak ada maka nelayan yang tinggal di
kawasan ini akan kehilangan produktifitas sebesar setara dengan nilai moneter
yaitu Rp.316,31 milyar setiap tahunnya. Menurut Leveque (1997) nilai pilihan ini
dapat dianalogikan seperti nilai asuransi (insurance value) atau sebagai premi
asuransi yang dibayarkan saat ini untuk menghindari adanya ketidakpastiaan
pada masa mendatang (David et al 2007), sepertinya terjadinya kerusakan
terumbu karang yang masif, bencana alam dan lain sebagainya. Hal ini
dikarenakan pada hakekatnya kawasan konservasi laut (KKL) hedging terhadap
75
Nilai-nilai yang diperoleh dari penelitian ini adalah nilai pemanfaatan dan
non pemanfaatan kawasan TNKpS, nilai pemanfaatan diestimasi berdasarkan
persamaan yang diperoleh dari dari sektor perikanan dan sektor pariwisata,
dimana kedua sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang berasosiasi
dengan sumber daya terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung.
Nilai pemanfaatan yang berasal dari sektor perikanan dihitung berdasarkan
surplus yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya ikan di kawasan TNKpS,
produktivitas dari alat tangkap yang menangkap ikan yang berasosiasi dengan
terumbu karang, seperti alat tangkap muroami, pancing dan bubu yang dihitung
berdasarkan data 10 tahun terakhir dan juga data cross-section. Sementara itu,
nilai pemanfaatan yang berasal dari sektor pariwisata diperoleh dari jumlah rata-
rata yang dikeluarkan wisatawan yang berkunjung ke Taman Kepulauan Seribu
untuk berekreasi dan juga multiplier effect yang ditimbulkan dari sektor pariwisata
seperti pengeluaran pada makanan dan gaji.
Rp. 96.277.950,57 per ha per tahun. Jika dikonversi dalam dolar adalah
US$ 44,56 juta1 per tahun atau US$ 10.134,52 per ha per tahun . Sumber daya
terumbu karang di kawasan konservasi laut TNKpS merupakan natural capital
dimana akan memberikan konstribusi terhadap perekonomian dan kesejahteraan
masyarakatnya. Oleh karena itu nilai ekonomi total tersebut perlu dihitung long
run capitalized selama 50 tahun, karena 50 tahun merupakan waktu yang
diperlukan terumbu karang untuk tumbuh akibat adanya kerusakan (peledakan)
untuk bisa mengembalikan 50 % dari kondisi semula dan bisa berproduksi lagi
(Burke et al 2002). Perhitungan manfaat ekonomi dalam periode waktu tertentu,
maka perlu digambarkan stream benefit, yaitu penjumlahan nilai rupiah masa
mendatang dinilai dengan waktu kini (present value) dalam kurun waktu 50 tahun
dengan rumus :
T
V
PV = ∑ ………………………………………..…………………………(5.7)
(1 + i )
t
t =1
Dimana :
PV = Present Value (Nilai Kini)
V = Nilai terumbu karang
i = interest rate
Interest rate yang digunakan diperoleh dari rata-rata BI rate selama satu
tahun terakhir yaitu sebesar 8,75 % (Lampiran 9). Sehingga dengan memasukan
nilai ekonomi total dari terumbu karang di kawasan konservasi laut TNKpS dan
interset rate sebesar 8,75 % ke dalam persamaan (5.7) selama 50 tahun
(Lampiran 10), akan didapatkan nilai ekonomi terumbu karang saat ini sebesar
Rp.5.188.528.142.006,69 atau Rp.1.179.999.395,51 per ha. Jika dikonversi ke
dalam dolar adalah sebesar US$ 546,16 juta1 atau US$ 124.210,46 per ha.
Menurut Fauzi (2007) nilai ekonomi total yang diperoleh dari hasil
perhitungan valuasi ekonomi dapat diartikan sebagai nilai korbanan (opportunity
cost), dalam hal ini adalah sejumlah nilai moneter yang dikorbankan apabila
kawasan TNKpS mengalami kerusakan. Nilai tersebut merupakan nilai minimum
yang harus ditanggung oleh masyarakat TNKpS apabila terumbu karang yang
ada di kawasan ini mengalami kerusakan yang mengakibatkan nelayan tidak
bisa mencari ikan, dan sektor pariwisata tidak berkembang.
1
Nilai Tukar 1 $ = Rp. 9500,00
79
masyarakat lokal dengan pengelola kawasan konservasi dalam hal ini Balai
TNKpS.
3. Pengelolaan kawasan konservasi laut memang memerlukan perhatian yang
khusus, pemerintah sebagai pengelola kawasan konservasi laut dirasakan
kurang maksimal, masih saja terjadi kerusakan terumbu karang baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun akibat adanya pengaruh dari daratan.
Masyarakat pun kurang merasakan dampak spill over dari kawasan
konservasi laut, karena kondisi terumbu karang yang semakin memburuk.
Selain itu masyarakat tidak mampu untuk memelihara terumbu karang agar
kondisinya tetap terjaga. Pengelolaan kawasan konservasi laut memerlukan
pembiayaan dan sendiri yang tidak bergantung kepada pemerintah maupun
masyarakat. Untuk itu dalam mengelola kawasan konservasi laut diperlukan
mekanisme institusi yang disisi lain dapat mengakomodasi fungsi konservasi,
namun di sisi lain masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat ekonomi dari
kawasan tersebut. Contoh institusi yang dapat mengakomodir fungsi-fungsi
ini adalah “David Suzuki Foundation” yaitu sebuah institusi non-profit yang
bergerak dalam bidang lingkungan dan donaturnya berasal dari
perseorangan (orang biasa) dan perusahan bukan berasal dari pemerintah.
Institusi semacam ini perlu dipikirkan sehingga institusi pengelolaan lepas
dari kepentingan ego sektoral mereka.
4. Besar keinginan membayar (WTP) yang rendah belum sepenuhnya
mencerminkan persepesi yang utuh dari masyarakat terhadap nilai ekonomi
kawasan konservasi laut TNKpS karena masih mungkin timbulnya warm
glows sebagai konsekuensi dari CVM. Oleh karena itu, nilai non pemanfaatan
yang diperoleh hanya dapat dijadikan referensi relatif sebagai nilai pasif,
bukan sebagai referensi absolut terhadap nilai terumbu karang kawasan
konservasi. Mekanisme pengenalan atau familiarity dengan cara
mengenalkan masyarakat dengan opsi-opsi ekstrem yaitu jika ekosistem
terumbu karang rusak melalui tayangan visual (pamflet, billboard, poster dan
lain sebagainya) diharapkan akan membantu meningkatkan bid terhadp WTP
masyarakat terhadap ekosistem tersebut.
5. Kebijakan “localized economic scale” yaitu mengembangkan ekonomi lokal
yang berbasis sumber daya terumbu karang perlu dilakukan. Kebijakan ini
bertujuan agar masyarakat lokal mendapatkan nilai tambah (added value)
dari sumber daya terumbu karang. Dengan demikian, pengembangan ini
81
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Sumber daya terumbu karang di Kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu (TNKpS) dimanfaatkan pada sektor perikanan terutama perikanan
tangkap (muroami, bubu, dan pancing) dan juga pariwisata (rekreasi pantai,
snorkling dan diving).
2. Persepsi masyarakat Kawasan TNKpS terhadap sumber daya terumbu
karang sangat beragam. Sebagian responden merasakan manfaatnya secara
langsung maupun tidak langsung, namun ada juga sebagian responden
masih belum merasakan manfaatnya terutama dalam peningkatan
produktifitas mereka khususnya untuk penangkapan.
3. Besarnya WTP masyarakat terhadap pengeloaan terumbu karang berkisar
antara Rp. 20.000,00 sampai di atas Rp.100.000,00 atau mean WTP di
kawasan ini sebesar Rp. 49.044,00. Namun, masih ada beberapa responden
yang tidak mau membayar. Nilai tersebut merupakan nilai proxy yang
kemudian digunakan untuk perhitungan nilai use value sumber daya terumbu
karang di kawasan TNKpS.
4. Nilai pemanfaatan (use value) terumbu karang ada yang berupa ekstraktif
yaitu yang berasal dari sektor perikanan sebesar Rp 9.252.667.729,04.
Sedangkan nilai pemanfaatan non-ekstraktif berasal dari sektor pariwisata
yaitu sebesar Rp. 97.241.142.846,00.
5. Nilai non pemanfaatan terumbu karang yang berupa nilai penggunaan pasif
(pasive use value) yang diperoleh dari teknik CVM adalah sebesar
Rp. 541.005.661,00. Sedangkan nilai non pemanfaatan berupa nilai pillihan
(option value) adalah sebesar Rp. 316.305.109.100,00.
6. Total nilai ekonomi terumbu karang yang didapatkan dari nilai-nilai tersebut
adalah sebesar Rp. 423.339.925.336,04 per tahun atau Rp.96.277.950,57
per hektar per tahun, potensi hilangnya manfaat dari terumbu karang dari
kawasan ini selama 50 tahun mendatang adalah sebesar
Rp.5.188.528.142.006,69 atau Rp. 1.179.999.395,51 per ha.
83
6.2 Saran
1. Pengetahuan dan apresiasi masyarakat mengenai manfaat tidak langsung
ekosistem terumbu karang masih perlu ditingkatkan lagi dengan cara
sosialisasi.
2. Pemerintah Daerah perlu melakukan monitoring dan evaluasi yang
berkesinambungan mengenai dampak spill over terhadap stok ikan,
sehingga dapat diperoleh data yang dapat dipercaya (reliable) mengenai
dampak positif dari KKL.
3. Pengendalian terhadap alat tangkap di kawasan zona pemanfaatan perlu
dilakukan secara lebih tegas dan berkesinambungan agar pemulihan stok
ikan di kawasan KKL dapat dilakukan lebih cepat.
4. Pemerintah Daerah perlu memikirkan mekanisme yang tepat mengenai
‘transfer payment’ di sektor pariwisata untuk biaya pengelolaan KKL,
sehingga dapat diperoleh sustainable funding bagi pengelola KKL.
DAFTAR PUSTAKA
Anna, S. 2007. Nilai Ekonomi Sumber Daya. Modul Pelatihan Valuasi Ekonomi
Sumber Daya Alam. Departemen Ekonomi Sumber Daya, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.
Arin, T and Kramer RA. 2002. Divers’ Willingness to Pay to Visit Marine
Sanctuaries: an Exploratory Study. Ocean and Coastal Management (45):
171-183.
Brander, LM, Beukering PV, and Cesar HSJ. 2007. The Recreation of Coral
Reef: a meta-analysis. Ecological Economics 63:209-218
Carson RT, Hanemann WM. 2005. Contingent Valuation. Di Dalam: Mäler K-G,
Vincent JR, editor. Handbook of Environmental Economics. Volume ke-2.
Stockholm. Elsevier BV. hlm 822-920.
84
Cesar H. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reef. Environment
Departemen in Progress.103 p
Davis RK. 1963. The Value of Outdoor Recreation: an Economic Study of Maine
Woods. Dissertation.Harvad University.
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta. Gramedia.
85
Fauzi A. 2007. Valuing the Socioeconomic Contribution of Protected Are to
Human Well-being in Indonesia. Submitted to The Nature Conservacy
Indonesia. Jakarta.
Li EA. 2000. Optimum Harvesting with Marine Reserves. North American Journal
of Fisheries Management 20: 882-896.
86
Pearce D, Moran D. 1994. The Economic Value of Biodiversity. Earthscan
Publications Limited. London, UK.
Pyndik R, Rubinfeld DL. 1998. Econometric Model and Economic Forecast. Third
Edition. New York : McGraw-Hill Book Company, Inc. 634 p.
Sale PF. 2002. Coral Reef Fishes: Dynamics and Diversity in a complex
Ecosystem. USA Elsevier Science.549 p
Simon H, Wildavsky A. 1995. Species Lost Revisited. In: Simon, J. (Ed). The
State of Humanity. Blackwell. Oxford. Pp.346-362.
Sumaila UR, Charles AT. 2002. Economic Models of Marine Protected Areas: an
Introduction. Natural Resources Modeling (16) no.3 : 261-271
87
Whittaker RH. 1960. Vegetation of the Siskiyou Mountains, Oregon and
California. Ecological Monographs 30:279-338.
Widarjono A. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, untuk ekonomi dan bisnis,
Ekonisia, Yogyakarta
88
89
05 0
40’
LS
Pewawancara:......................................
Tanggal:............................................
Lama wawancara:................................
No. Responden:................................
Responden
Nama :...........................................
Umur :..............................................
Pekerjaan :........................................
Alamat :.........................................
RT/RW :........................................
Kelurahan :....................................
Kecamatan :....................................
Kodya/Kabupaten:........................
Perlu diketahui bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia dalam kondisi sangat
baik 6,2%, kondisi baik 23,72%, kondisi sedang 28,3% dan dalam kondisi rusak
41,78% berdasarkan laporan Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
Departemen Kelautan dan Perikanan (2003). Tanya jawab ini di susun berkaitan
dengan semakin rusaknya ekosistem terumbu karang. pandangan anda sangat
diperlukan dalam rangka menyelamatkan ekosistem terumbu karang. Perlu
diketahui, bahwa pertanyaan ini disusus berkaitan dengan tingkah laku dan
pandangan anda. Tidak ada jawaban yang salah atau benar, dan wawancara ini
adalah rahasia.
KEGIATAN Ya Tidak
Menangkap ikan
Mengambil karang
Daerah wisata
Lainya (sebutkan)
3. Berapa jumlah produksi yang dapat anda hasilkan dari pemanfaatan ekosistem
terumbu karang?
4. Sudah berapa lama tinggal di daerah ini?........................
5. Bagaimana kondisi terumbu karang dulu dan sekarang?
a.masih sangat baik (masih lengkap struktur komoditas terumbu karang, mulai
dari hard coral hingga soft coral serta spesies yang tinggal disana juga masih
lengkap dan tidak ada bentuk kerusakan karang)
b.baik (ada kerusakan namun tidak banyak)
c.Cukup (jumlah kerusakan dengan yang masih dalam kondisi baik seimbang)
d.sangat buruk (kerusakan banyak ditemukan di areal)
6. Bagaimana hasil produksi yang anda dapatkan dulu dan sekarang?
a. Semakin meningkat b.stabil c.Semakin menurun
92
Bagian III
Gambar yang saya tunjukkan kepada anda adalah gambar dua kondisis terumbu
karang yang berbeda. Gambar A menunjukkan terumbu karang yang masih baik
dengan stok ikan yang banyak. Gambar B menunjukkan terumbu karang yang
sudah rusak
Baik Buruk
Jika pemerintah ingin memperbaiki kondisi terumbu karang yang rusak tererbut,
maukah anda berkontribusi menyisakan sebagian pendapatan rumah tangga per
bulan atau per tahun untuk program perbaikan tersebut.
1. Ya
2. Tidak, alasan____________________________________________(WTP 0)
93
Jika anda pilih alternative 2 manakah diantara dua pilihan ini yang akan anda pilih
Pembayaran/ Kualitas
Alternatif Atribut Pilih
tahun lingkungan
3 Rp. 50 ribu Buruk Ikan Sedikit
4 Rp 100 ribu Baik Ikan banyak
Kalau pilihan kepada bapak diberikan secara bebas berapakah bapak sanggup
membayar untuk program di atas :
Rp. 20 Ribu
Rp. 30 Ribu
Rp. 50 Ribu
Rp. 75 Ribu
MUROAMI
Tahun Produksi (ton) Nilai (Rp.1000) ΔΏ NPt
1997 668.87 6,210,914.29 (333.46) (3,096,390.95)
1998 208.35 1,934,656.19 127.06 1,179,867.14
1999 277.16 2,573,650.48 58.25 540,872.86
2000 176.44 1,638,340.95 158.97 1,476,182.38
2001 250.27 2,323,928.57 85.14 790,594.76
2002 511.49 4,749,536.19 (176.08) (1,635,012.86)
2003 366.34 3,401,772.38 (30.93) (287,249.05)
2004 224.36 2,083,387.62 111.05 1,031,135.71
2005 284.26 2,639,523.81 51.15 474,999.52
2006 319.80 2,969,579.05 15.61 144,944.29
Perubahan nilai Produktifitas sesudah dan sebelum ditetapkan zonasi :
Rp. 619.943.809,52
PANCING
Tahun Produksi (ton) Nilai (Rp.1000) ΔΏ NPt
1998 98.01 1,749,102.48 272.77 4,867,843.05
1999 113.41 2,023,971.02 257.36 4,592,974.51
2000 47.43 846,441.41 323.35 5,770,504.12
2001 222.53 3,971,245.76 148.25 2,645,699.77
2002 568.79 10,150,731.79 (198.01) (3,533,786.26)
2003 1,008.64 18,000,304.11 (637.86) (11,383,358.58)
2004 536.63 9,576,822.14 (165.86) (2,959,876.61)
2005 216.61 3,865,590.23 154.17 2,751,355.30
2006 221.26 3,948,721.54 149.51 2,668,223.99
Perubahan nilai Produktifitas sesudah dan sebelum ditetapkan zonasi :
Rp. 5.419.579.287,49
97
BUBU
Tahun Produksi Nilai (Rp.1000) ΔΏ NPt
1997 195.94 2,223,195.72 (19.47) (220,877.59)
1998 27.76 314,963.33 148.72 1,687,354.80
1999 80.62 914,729.87 95.86 1,087,588.26
2000 117.89 1,337,607.91 58.58 664,710.22
2001 163.53 1,855,420.36 12.95 146,897.78
2002 333.42 3,783,078.61 (156.95) (1,780,760.47)
2003 229.04 2,598,733.82 (52.57) (596,415.69)
2004 263.60 2,990,815.45 (87.12) (988,497.31)
2005 186.84 2,119,862.30 (10.36) (117,544.16)
2006 13.77 156,208.49 162.71 1,846,109.65
Nelayan Non Nelayan
WTP WTP
Pendapatan Pendapatan
Pendidikan Pendidikan
Nelayan Non Nelayan
Pengalaman Pengalaman
Umur Umur
Dependent Variable: Y
Method: ML - Binary Logit (Newton-Raphson)
Date: 01/18/09 Time: 21:54
Sample: 1 68
Included observations: 68
Convergence achieved after 6 iterations
QML (Huber/White) standard errors & covariance
Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
AGE -0.191290 0.150070 -1.274671 0.2024
EDU 0.325258 0.172031 1.890691 0.0587
EXPRNC 0.223034 0.157791 1.413472 0.1575
INCOME 5.19E-06 2.80E-06 1.852262 0.0640
C -0.383106 3.253733 -0.117744 0.9063
Mean dependent var 0.911765 S.D. dependent var 0.285746
S.E. of regression 0.240167 Akaike info criterion 0.552481
Sum squared resid 3.633855 Schwarz criterion 0.715680
Log likelihood -13.78434 Hannan-Quinn criter. 0.617145
Restr. log likelihood -20.29364 Avg. log likelihood -0.202711
LR statistic (4 df) 13.01859 McFadden R-squared 0.320756
Probability(LR stat) 0.011185
Obs with Dep=0 6 Total obs 68
Obs with Dep=1 62
106
Ouput Maple 11
OPTION PRICE,
Seribu Marine Park's coral reef
Model Von Neumann Morgernstern
Expected Utility MPA or No MPA
>
>
>
>
>
>
107
BI Rate
(Berdasarkan hasil dari Rapat Dewan Gubernur)
Tanggal BI Rate
4 Feb 2009 8.25%
7 Jan 2009 8.75%
4 Dec 2008 9.25%
6 Nov 2008 9.50%
7 Oct 2008 9.50%
4 Sept 2008 9.25%
5 Aug 2008 9.00%
3 July 2008 8.75%
5 June 2008 8.50%
6 May 2008 8.25%
3 April 2008 8.00%
6 March 2008 8.00%
Rata-rata 8.75%
Sumber : www.bi.go.id
108
TEV PV
Tahun
(Rp) (Rp)
0 423,339,925,336.04 423,339,925,336.04
1 423,339,925,336.04 389,278,092,263.02
2 423,339,925,336.04 357,956,866,448.76
3 423,339,925,336.04 329,155,739,263.22
4 423,339,925,336.04 302,671,944,150.09
5 423,339,925,336.04 278,319,029,103.53
6 423,339,925,336.04 255,925,544,003.25
7 423,339,925,336.04 235,333,833,566.21
8 423,339,925,336.04 216,398,927,417.20
9 423,339,925,336.04 198,987,519,464.09
10 423,339,925,336.04 182,977,029,392.27
11 423,339,925,336.04 168,254,739,671.05
12 423,339,925,336.04 154,717,001,996.37
13 423,339,925,336.04 142,268,507,582.87
14 423,339,925,336.04 130,821,616,168.16
15 423,339,925,336.04 120,295,739,005.20
16 423,339,925,336.04 110,616,771,499.03
17 423,339,925,336.04 101,716,571,493.37
18 423,339,925,336.04 93,532,479,534.13
19 423,339,925,336.04 86,006,877,732.53
20 423,339,925,336.04 79,086,784,121.87
21 423,339,925,336.04 72,723,479,652.29
22 423,339,925,336.04 66,872,165,197.51
23 423,339,925,336.04 61,491,646,158.63
24 423,339,925,336.04 56,544,042,444.72
25 423,339,925,336.04 51,994,521,788.25
26 423,339,925,336.04 47,811,054,517.93
27 423,339,925,336.04 43,964,188,062.46
28 423,339,925,336.04 40,426,839,597.67
29 423,339,925,336.04 37,174,105,377.16
30 423,339,925,336.04 34,183,085,404.29
31 423,339,925,336.04 31,432,722,210.84
32 423,339,925,336.04 28,903,652,607.67
33 423,339,925,336.04 26,578,071,363.37
34 423,339,925,336.04 24,439,605,851.38
35 423,339,925,336.04 22,473,200,782.88
36 423,339,925,336.04 20,665,012,214.14
37 423,339,925,336.04 19,002,310,081.97
109
TEV PV
Tahun
(Rp) (Rp)
38 423,339,925,336.04 17,473,388,581.12
39 423,339,925,336.04 16,067,483,752.75
40 423,339,925,336.04 14,774,697,703.68
41 423,339,925,336.04 13,585,928,922.93
42 423,339,925,336.04 12,492,808,204.99
43 423,339,925,336.04 11,487,639,728.73
44 423,339,925,336.04 10,563,346,876.99
45 423,339,925,336.04 9,713,422,415.62
46 423,339,925,336.04 8,931,882,681.03
47 423,339,925,336.04 8,213,225,453.82
48 423,339,925,336.04 7,552,391,221.91
49 423,339,925,336.04 6,944,727,560.37
50 423,339,925,336.04 6,385,956,377.35
JUMLAH 5,188,528,142,006.69
110