Professional Documents
Culture Documents
Wiyatmi
Universitas Negeri Yogyakarta
email: wiyatmi@uny.ac.id
Abstract
(Title: Understanding The Motif of Midwifery With Earth Men as The Spirit of
Feminism in the Indonesian Folklore). Folklore is one of the intellectual works that was
born as an expression of the world view of a community. One of the folklore motifs found
in several ethnic groups in Indonesia is about the marriage between earth men and angels
from heaven. Among these folklore are Jaka Tarub (Java), Putri Surga (Papua), Cerita
Air Tukang (Maluku), Betawol (Miraculous North Kalimantan), Malim Deman and Puti
Bungsu (Riau), Tomanurun (Toraja), and Si Lanang and Punai (South Kalimantan). This
study tries to compare and understand the motif of marriage between men of the earth
and deities using the perspective of feminism. The results showed that the deities had
higher positions and abilities than men of the earth who married him. This means that the
upper world (heaven or heaven) the place of origin of the deities in social stratification
is considered higher than the underworld, even though the two complement each other.
The existence of the motif of marriage between men of the earth and deities found in
some ethnic groups in Indonesia shows a high appreciation for the figure of the mother
as an ancestor who inherited certain ethnicities, which is a manifestation of the spirit of
feminism.
41
42
Tabel 1. Perbandingan Motif Index Urutan Peristiwa Forlklore yang Mengisahkan Perkawinan
Bidadari dengan Laki-laki Bumi
No Urutan Peristiwa Folklore
Jaka Tarub dan
Putri Surga Tomanurun
Nawangwulan
1 Bidadari turun mandi Tujuh bidadari mandi dan Tujuh bidadari dari Tiga bidadari turun dari langit
(F265: Bathing fairy) bersendau gurau di telaga Surga turun ke bumi menuju ladangnya Polo Padang
untuk mandi di sungai. untuk bersenda gurau sambal
memetik buah-buahan.
2 Pencurian baju Jaka Tarub menemukan Yokaga yang sedang Polo Padang marah dan
terbang (H1151.22: mereka, kemudian berburu menemukan menyembunyikan pakaian
task stealing beautiful menyembunyikan pakaian mereka dan salah satu bidadari.
clothing of witch) salah satu bidadari di menyembunyikan salah
lumbung padi satu pakaian mereka
yang berupa sayap
burung
3 Manusia menikah Karena kehilangan pakaian Putri Sulung (Epa Polo Padang akan
dengan bidadari terbangnya bidadari bungsu Wadoka Yagamo) yang mengembalikan selendang Putri
(T110: unussual (Nawangwulan) tidak dapat kehilangan pakiannya Bungsu dengan syarat dia mau
marriage) pulang kekayangan, akhinya menikah dengan Yokaga menikah dengan Polo Padang
menikah dengan Jaka Tarub
4 Bidadari melarang Nawangwulan melarang Jaka - Putri Bungsu mau menikah
suaminya melakukan Tarub masuk ke dapur ketika dengan Polo Padang, dengan
perbuatan terentu; dirinya sedang menanak nasi syarat Polo Padang tdak boleh
(T110: unussual berkata kasar kepadanya
marriage)
5 Benda sakti yang Padi di lumbung tidak - -
diterima dari bidadari/ pernah berkurang sehingga
istri (D81210: magic kehidupan Nawangwulan dan
object received from Jaka Tarub makmur.
angel (angel helper),
D815.8: magic object
received from wife)
6 Akibat dari suami Jaka Tarub melanggar pesan - Ketika sedang bermain, tanpa
melanggar janji istrinya yang melarangnya sengaja gasing Pairunan
(F348.0.1: fairy gift masuk ke dapur dan memuka melukai kepala ayahnya,
disappears or is turned tutup kukusan saat menanak sehingga tanpa disadari Polo
to something worthless nasi, akibatnya padi di Padang mengupat, yang berrati
when taboo is broken); lumbung menipis melanggar perjanjian dengan
istrinya
7 asal-usul menanak Nawangwulan dapat - -
nasi (A1415: origin menanak nasi hanya dari
of cooking (cooking sebutir beras
of rice);
8 Bidadari Nawangwulan kembali ke Putri Sulung kembali ke Karena suaminya melanggar
meninggalkan kayangan istana para bidadari perjanjian Putri Bungsu
suaminya ketika membawa anaknya kembali ke
larangan dilanggar kayangan.
(F302.6: fairy mistress
leaves man when he
breaks taboo)
9 larangan harus ditaati - Lalat hijau hinggap di Kerbau putih mau membantu
jika mengunjungi tangan Putri Sulung Polo Padang menemukan
kayangan (F378: sehingga dia dibuang istrinya di kayangan dengan
taboos connected with dari istana para bidadari perjanjian Polo Padang dan
trip to fairy land) dan kembali tinggal di keturunannya tidak akan
bumi. memakan daging kerbau putih
dan keturunannya.
Dari perbandingan peristiwa tiga Tempat apa di bumi yang menarik bagi para
folklore tersebut tampak adanya persaman dan bidadari? Mengapa laki-laki bumi berusaha
perbedaan motif cerita. Persamaan dari ketiga untuk dapat menikah dengan bidadari? Apa
folklore tersebut adalah motif 1: para bidadari makna dari perkawinan tersebut? Sejumlah
turun ke bumi untuk mandi atau bersenang- pertanyaan tersebut akan dijawab dalam
senang di ladang buah, motif 2: salah satu dari pembahasan berikut.
mereka kehilangan pakaian terbangnya karena Dalam Jaka Tarub dan Nawangwulan
dicuri laki-laki bumi, motif 3: bidadari menikah para bidadari bersenang-senang di telaga.
dengan laki-laki bumi, motif 8: Bidadari Dalam Putri Surga para bidadari mandi dan
meninggalkan suaminya ketika larangan bersenang-senang di sungai, dalam Tomanurun
dilanggar. Perbedaan terdapat pada motif para bidadari bersenang-senang di kebun
4: bidadari melarang suaminya melakukan buah. Telaga, air, dan kebun buah merupakan
perbuatan terentu, yang tidak terdapat dalam tempat-tempat yang indah dan menyenangkan,
Putri Surga, motif 5: benda sakti yang diterima termasuk bagi para bidadari yang hidup di
dari bidadari/ istri yang hanya da dalam Jaka kayangan. Dalam masyarakat agraris tempat-
Tarub dan Nawangwulan, motif 6: akibat tempat tersebut merupakan sumber kehidupan.
suami melanggal janji yang tida terdapat dalam Telaga dan sungai yang digunakan para
Putri Surga, motif 7: asal usul menanak nasi bidadari mandi dan bersenang-senang ada di
yang hanya terdapat dalam Jaja Tarub dan hutan. Jaka tarub maupun Yokaga menemukan
Nawangwulan, dan motif 9: larangan harus para bidadari ketika sedang berburu di hutan.
ditaati jika mengunjungi kayangan yang tidak Dari kisah tersebut juga tampak bahwa
terdapat dalam Jaka Tarub dan Nawangwulan. kemampuan para bidadari untuk terbang dari
Selain itu, jumlah bidadari pada Tomarunun kayangan ke bumi atau sebaliknya dari bumi
hanya tiga, sementara dalam Jaka Tarub dan ke kayangan tergantung dari alat terbang,
Putri Surga jumlah bidadari ada tujuh. yang berupa pakaian terbang, selendang,
atau sayap. Tanpa alat tersebut mereka tidak
Persamaan Peristiwa dalam Motif bisa terbang. Munculnya para laki-laki yang
Perkawinan Bidadari dengan Laki-laki menyembunyikan pakaiannya, sehingga sang
Bumi dalam Tiga Folklore Indonesia bidadari tidak dapat kembali ke kayangan,
Persamaan yang terdapat dalam bahkan terpaksa harus tinggal di bumi dan
ketiga folklore yang dikaji adalah motif 1: menikah dengan laki-laki bumi, menunjukkan
para bidadari turun ke bumi untuk mandi adanya kuasa patriarki yang membatasi otonomi
atau bersenang-senang di ladang buah, motif bidadari tersebut. Namun ternyata kekuasaan
2: salah satu dari mereka kehilangan pakaian patriarki yang dijalankan secara tidak jujur,
terbangnya karena dicuri laki-laki bumi, motif mencuri dan meyembunyikan pakaian bidadari
3: bidadari menikah dengan laki-laki bumi, tidak abadi. Setelah menemukan kembali
motif 8: Bidadari meninggalkan suaminya pakaiannya, mereka pergi mengginggalkan
ketika larangan dilanggar. suami dan dan anaknya untuk kembali
Motif 1 terdapat dalam ketiga folklore. ke kayangan. Dalam Tomanurun terdapat
Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan pebedaan, sang anak dibawa ke kayangan oleh
dari masyarakat (Jawa, Papua, dan Toraja) ibunya. Kembalinya para bidadari ke kayangan
yang melahirkan folklore tersebut, yaitu menunjukkan adanya perbedaan dunia
bahwa selain kehidupan manusia di bumi ada dan strata sosial manusia dengan bidadari.
kehidupan para bidadari di kayangan (Surga), Perbedaan dunia dan strata sosial antara
yang terletak di langit atau tempat yang tinggi. bidadari dengan laki-laki bumi mempengaruhi
Kedua dunia tersebut dapat saling berhubungan, relasi gender antarkeduanya. Dalam relasi
bahkan dalam ikatan perlawinan. Mengapa gender, bidadari berada dalam posisi superior
para bidadari yang tinggal di kayangan tertarik dari pada suaminya. Hal ini tampak dari kuasa
untuk turun dan bersenang-senang ke bumi? sang bidadari yang ditunjukkan pada adanya
Bungsu. “Aku bersumpah tidak akan Al Qur’an ditemukan sejumlah ayat yang
berkata berkata kasar,” sahut Polo Padang menyebutkan bidadari dalam hubungannya
dengan bersungguh-sungguh…(Khairiah, dengan pasangan untuk laki-laki beriman yang
2016:9). mendapatkan pahala surga di akhirat kelak,
antara lain QS al-Waqi’ah: 22-23, 35-37; QS
Seperti halnya Nawangwulan, Putri ar-Rahman: 56, 58, 70, dan 72). Pencitraan
Bungsu juga meninggalkan suaminya karena bidadari dalam sejumlah ayat tersebut
sang suami telah melangar perjanjian untuk menggambarkan kesempurnaan perempuan
tidak berkata kasar di depan istrinya. Di penghuni surga yang akan menjadi pendamping
sini tampak adanya perlawanan terhadap laki-laki. Pencitraan bidadari dalam ayat-ayat
kuasa patriatki yang dilakukan oleh bidadari tersebut antara lain. “dan ada bidadari-bidadari
terhadap manusia bumi. Dalam hubungannya bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan
dengan laki=laki bumi, para bidadari memiliki baik.” (QS al-Waqi’ah: 22-23), “Di dalam
barbagining potition, selain berasal dari kelas syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik-
sosial yang lebih tinggi, juga kekuasaan yang baik lagi cantik-cantik.” (QS ar-Rahman: 70),
memaksa laki-laki bumi agar patuh mematuhi “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih,
perjanjian yang ditawarkannya. Selain itu, dipingit dalam rumah.”(QS ar-Rahman: 72).
kekuasaan juga disimbolkan dalam pakaian Walaupun Saidah (2013), yang menggunakan
terbang yang dimilikinya. Setelah mendapatkan perspektif gender Amina Wadud, menyatakan
pakaian terbangnya, para bidadari pergi bahwa kehadiran bidadari dalam Al Qur’an
menggalkan suami dan anaknya untuk kembali sebagai pendamping kaum laki-laki di surga
ke kayangan. Dalam cerita dari Toraja, sang bias gender, namun dari kajian tersebut tampak
anak dibawa ke kayangan. bahwa sosok bidadari digambarkan sebagai
Temuan tersebut menunjukkan bahwa sosok perempuan dengan kualitas femininitas
dalam relasi gender, bidadari yang berasal sempurna. Hanya laki-laki sempurna (beriman
dari kayangan menempati posisi yang lebih dan sholeh) yang berhak mendapatkannya
tinggi daripada laki-laki bumi. Di sini tampak di surga kelak. Bidadari yang ada dalam
adanya pengaruh kepercayaan Hindu yang folklore yang dikaji, adalah bidadari yang
mengenal adanya kehidupan para dewa dan bias bergaul dan menikah dengan manusia,
bidadari. Selain percaya terhadap Tuhan Yang laki-laki bumi dalam kehidupan dunia, bukan
Maha Esa, agama Hindu juga memiliki dua kehidupan akhirat seperti dikaisahkan dalam
konsep ketuhanan yaitu Nirguna Brahman Al Qur’an. Artinya, sosok bidadari yang ada
(Tuhan yang tanpa wujud) yang disebut dengan dalam sejumlah folklore di Indonesia, lebih
Brahman dan Saguna Brahman (Tuhan dalam sesuai dengan konsep bidadari yang ada dalam
bentuk pribadi) yang merupakan dasar konsep kepercayaan Hindu daripada Islam, sebagai
Trimurti (Khotimah, 2013:41). Kepercayaan makhluk yang berasal dari kayangan, dunia
terhadap dewa Trimurti berhubungan dengan para dewa dan dewi.
tiga guna dalam permainan kosmis dalam
penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan Perbedaan Peristiwa dalam Motif
dan pengembalikan ciptaannya ke asalnya), Perkawinan Bidadari dengan Laki-laki
yaitu Wisnu melambangkan sattavaguna, Siwa Bumi dalam Tiga Folklore Indonesia
melambangkan sifat tammas, dan Brahma Beberapa motif yang berbeda pada
berdiri antara keduanya ini dan melambangkan ketifa folklore yang dikaji adalah motif 4:
sifat rajas (Khotimah, 2013:41). Selain itu, bidadari melarang suaminya melakukan
juga dikenal para dewi yang sering disebut perbuatan tertentu, yang tidak terdapat dalam
sebagai bidadari, sebagai istri (sakti) para dewa Putri Surga, motif 5: benda sakti yang diterima
(Marwinara, 1999:15). dari bidadari/ istri yang tidak tedapat dalam
Sosok bidadari juga ditemukan dalam Putri Surga dan Tomarunun, motif 6: akibat
ajaran Islam. Hasil penelitian yang dilakukan suami melanggar janji tidak terdapat dalam
Saidah (2013) menunjukkan bahwa dalam
Putri Surga, motif 7: asal usul menanak masyarakat mengenai angka tertentu. Seperti
nasi tidak tedapat dalam Putri Surga dan dijelaskan oleh Schimmel dalam The Mystery
Tomarunun, dan motif 9: larangan harus ditaati of Numbers (1993: 6) bahwa setiap peradaban
jika mengunjungi kayangan yang tidak terdapat memiliki angka-angka tertentu yang memiliki
dalam Jaka Tarub dan Nawangwulan. makna khusus. Angka tujuh, misalnya
Dari perbedaan motif yang terdapat merupakan angka penting yang ada dalam
dalam ketiga karya tersebut dapat dikatakan kepercayaan Mesopotamia, Arab, Kristen, dan
bahwa Putri Surga memiliki motif yang paling Islam (Schimmel. 1993:9).
sederhana, hanya ada lima motif. Motif yang Pada akhir cerita, Jaka Tarub dan
tidak ada adalah melarang suaminya melakukan Nawangwulan memilik perbedaan dengan
perbuatan tertentu, benda sakti yang diterima kedua karya lainnya. Setelah kembali ke
dari bidadari, bidadari meinggalkan suaminya kayangan Jaka Tarub dan Nawangwulan benar-
karena suami melanggar janji, dan asal usul benar berpisah. Bahkan, ketika Nawangwulan
menanak nasi (makanan pokok). Empat motif ditolak tinggal di kayangan dan harus kembali
yang tidak terdapat dalam Putri Surga dapat ke bumi, dia tidak kembali kepada suami dan
dikatakan berhubungan dengan keunggulan anaknya, seperti yang terjadi pada Putri Surga
(kesaktian) yang dimiliki oleh bidadari. Dalam dan Tomarunun, tetapi tinggal dan menjadi
Putri Sorga tidak begitu tampak keunggulan Nyai Roro Kidul sbagai penguasa lautan
bidadari dibandingkan laki-laki bumi. Bahkan, selatan. Pada Putri Surga dan Tomarunun
akhirnya sang bidadari dapat diajak tinggal di sang suami mencari istrinya ke kayangan dan
bumi setelah suaminya berhasil menyusulnya mengajaknya kembali hidup di bumi. Ending
ke kayangan. yang berbeda menunjukkan bahwa dalam
versi Jawa (Jaka Tarub dan Nawangwulan)
Demikianlah, setelah keduanya resmi hubungan perkawinan tersebut hanyalah
menikah Yokaga dan Putri Sulung telah sementara, terjadi karena tidak diinginkan oleh
resmi menjadi suami istri. Keduanya sang bidadari. Relasi antara Nawangwulan
hidup rukun, saling membantu, dan dengan Jaka Tarub tidak setara. Tampak dari
saling mengasihi. Tidak pernah sekalipun
kesaktian yang dimiliki Nawangwulan yang
terdengar pertengkaran di antara keduanya.
Hanya terdengar suara canda tawa mereka. dapat menanak nasi dari sebutir beras, motif
Itu pertanda bahwa kehidupan rumah yang tidak terdapat versi Toraja dan Papua.
tangga mereka bahagia. (Winahyu, 2017: Ketika akhirnya dia tidak diperbolehkan tinggal
33). kembali di kayangan, sebagai perempuan yang
memiliki kelebihan dia tinggal di laut selatan
Pada ketiga folkolore yang dikaji dan bergelar menjadi Nyo Rara Kidul yang
terdapat tiga perbedaan peristiwa, yaitu jumlah kelak dalam kisah selanjutnya (Babat Tanah
dan posisi bidadari dalam keluarga, akhir cerita Jawi) menikah dengan Penembahan Senapati
setelah bidadari kembali ke kayangan, dan sang pendiri Kerajaan Mataram.
perjajian yang tidak boleh dilanggar. Dalam Kembalinya sang bidadari ke bumi
Jaka Tarub dan Timarunun jumlah bidadari ada dalam Tomarunun dan Putri Sorga dapat
tujuh, sementara dalam Putri Bungsu jumlah diinterpretasikan untuk meneguhkan asal usul
bidadai hanya tiga. Demikian juga posisi kedua suku bangsa tersebut sebagai keturunan
bidadari dalam keluarga dari bidadari yang bidadari yang berasal kayangan. Di akhir cerita
kehilangan pakaian dan harus menikah dengan Tomarunun dinyatakan bahwa ayah Putri
laki-laki bumi bidadari dalam yang bungsu Sulung (Baginda Raja Kayangan) mengizinkan
Jaka Tarub dan Timarunun, sementara dalam anaknya kembali ke bumi bersama suaminya
Putri Surga, bidadari sulung (Putri Sulung). dalam perintah: Kembalilah kau bersama anak
Perbedaan jumlah tersebut kemungkinan dan istrimu ke bumi sebagai tomanurun!”
hanyalah variasi saja, tetapi baik angka tiga sabda Baginda Raja. Polo Padang menyembah
atau tujuh berhubungan engan kepercayaan takzim. Tomarunun adalah bahasa Toraja
yang bermakna orang-orang yang diturunkan Yokaga kembali berjalan ke arah hulu
ke bumi. Dalam buku berjudul Tongkonan sungai. Yokaga berjalan dengan langkah
Mahakarya Arsitektur Suku Toraja (Rahayu, dengan sangat berhati-hati. Ia berjingkat-
2017: 3) dikemukakan adanya salah satu mitos jingkat sambil menahan napas. Daun-daun
kering dan dahan-dahan yang diinjaknya
asal usul suku Toraja yang menyatakan bahwa
pun tidak bersuara. Seolah-olah benda
kata Toraja berasal dari kata tau raja, yang itu ikut mendukung rencana Yokaga.
berarti orang raja atau keturunan raja. Para Yokaga berjalan semakin dekat dengan
bangsawan Toraja (tana’ bulaan) beranggapan hulu sungai. Suara gemercik air sungai
bahwa mereka adalah keturunan para dewa di terdengar jelas. Di antara gemercik suara
kayangan. Nenek moyang mereka yang pertama itu, terdengar sayup-sayup suara kepakan-
adalah keturunan atau titisan dari Puang Matua kepakan sayap burung. Yokaga makin
(dewa tertinggi/Tuhan). Kemudian, ia diangkat bertanya-tanya, suara apakah itu?.... //
menjadi raja di bumi (di Tondok Lepongan Tidak ada putri cantik yang dijumpainya
Bulan atau Tana Matarik Allo). Sampai saat mandi di sungai. Akan tetapi, tujuh
ekor burung yang berbulu sangat indah.
ini kepercayaan tersebut masih hidup dan
Ketujuh ekor burung itu melompat-lompat
dideklamasikan dalam pernikahan antara para dengan riangnya di tepi sungai. Bulu-bulu
bangsawan (tana’ bulaan). Dalam Mengenal sayapnya yang indah mengepak-ngepak
Lebih Dekat Tana Toraja (Rahim, 2017L5-6), air sungai. Busa yang didapatinya di hilir
juga dikemukakan adanya mitos bahwa leluhur tadi rupanya tercipta dari kepakan sayap
orang Toraja adalah manusia yang berasal dari burung-burung itu. (Winahyu, 2017:9,
nirwana. Menurut kepercayaan masyarakat 10).
Toraja, nenek moyang merekalah yang pertama
kali menggunakan “tangga dari langit” untuk Dalam folklore lainnya, Cendrawasih
turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi Si Burung Bidadari (Pratiwi, 2016:48) juga
sebagai media komunikasi dengan Puang dikisahkan bahwa masyarakat Papua percaya
Matua (Tuhan Yang Mahakuasa). bahwa burung cenderawasih adalah titisan
Folklore Putri Surga juga mengisahkan bidadari dari surga. Selain itu, menurut
bahwa keturunan sang bidadari (Putri Surga) Mansoben (2003:5) dalam tradisi lisan di
dan laki-laki bumi (Yokaga) menjadi cikal Papua ada kelompok-kelompok etnik tertentu
bakal penduduk Papua yang tersebar di yang percaya bahwa mereka adalah keturunan
sejumlah wilayah: dari burung atau jenis hewan tertentu
lainnya. Dalam perspektif feminisme, motif
Yokaga dan Epa Wadoka Yagamo atau cerita perkawinan bidadari dengan laki-laki
Putri Surga. Keturunan Yokaga dan bumi yang terdapat dalam Putri Surga dan
istrinya itu semakin bertambah banyak. Tomarunun yang berhubungan dengan asal
Mereka membentuk keluarga-keluarga usul nenek moyang etnik Papua dan Toraja,
baru yang tersebar di lembah-lembah di berfungsi untuk memberikan penghormatan
antara gunung-gunung yang menjulang.
yang tinggi terhadap etnik tertentu. Hal ini
Demikianlah, keturunan mereka tersebut
dapat menguasai alam sekitarnya sebagai
karena perempuan (bidadari) yang menurunkan
peladang dan pemburu-pemburu tangguh generasi berikutnya di etnik tersebut berasal
(Winahyu, 2017:49). dari dunia atas (kayangan. surga) tempat
para dewa dan demi tinggal. Selain itu dalam
Di bagian awal Putri Surga juga hubungannya dengan laki-laki bumi sebagai
dikisahkan bahwa para bidadari yang turun ke suaminya, selain memiliki sejumlah kelebihan
bumi dan mandi di sunga, ketika ditemukan (kesaktian) bidadari juga memegang kembali
pertama kali oleh Yokaga berupa tujuh ekor atas perjanjian dan pengambilan keputusan
burung dengan bulu-bulu yang sangat indah, yang dalam kehidupan perkawinan mereka.
yang dikenal sebagai burung cendrawasih. Dari Tomarunun dan Putri Surga
motif perkawinan bidadari dengan laki-laki
bumi yang berkaitan dengan asal usul nenek Diunduh dari https://mfy724lad04.
moyang menjadikan folklore tersebut sebagai storage.googleapis.com.
mitos, yaitu cerita yang bersifat simbolik dan Khairiah, D. (2016). Tomarunun. Jakarta:
suci tentang dewa dan pahlawan pada zaman Pusat Bahasa, Depertemen Pendidikan
dahulu, mengandung penafsiran tentang asal- Nasional.
usul semesta alam, manusia, dan masyarakat Khotimah. (2013). Agama Hindu dan Ajaran-
tertentu (Danandjaya, 2007:2; Hamilton, ajarannya. Pekanbaru-Riau: Daulat
1942), yang berfungsi untuk mengungkapkan, Riau.
mengangkat, dan merumuskan kepercayaan, Mardiyanto. (2007). Kalarahu Kumpulan
melindungi dan memperkuat moralitas, Cerita Rakyat Jawa. Jakarta: Pusat
menjamin efisiensi ritus, serta memberikan Bahasa, Depertemen Pendidikan
peraturan-peraturan praktis untuk menuntun Nasional.
manusia (Malinowski, via Roibin, 2019: Mansoben, J. R. (2003). Konservasi Sumber
86). Dalam hal ini Tomarunun dan Putri Daya Alam Papua Ditinjau dari Aspek
Surga berfungsi untuk menungkapkan asal- Budaya. Antropologi Papua, Vol. 2
usul nenek moyang Toraja dan Suku Mee di No. 4, Agustus 2003.
Papua yang berasal dari kayangan, negeri Maswinara, I W. (1999). Dewa Dewi Hindu.
para bidadari tempat dewa dan dewi tinggal. Surabaya: Paramita.
Selain meninggikan asal usul nenek moyang Pratiwi, D. (2016). Cendrawasih si
suku tersebut, mitos tersebut juga mengandung Burung Bidadari. Jakarta: Badan
spirit feminisme. Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa.
SIMPULAN Rahayu, W. (2017). Tongkonan Mahakarya
Hasil penelitian menunjukkan Arsitektur Tradisional Suku Toraja,
bahwa para bidadari memiliki kedudukan Jakarta: Badan Pengembangan dan
dan kemampuan yang lebih tinggi dari laki- Pembinaan Bahasa.
laki bumi yang menikah dengannya. Artinya Rahim, A. R. (2017). Mengenal Lebih
dunia atas (langit atau Surga) tempat asal para Dekat Tana Toraja. Jakarta: Badan
bidadari dalam stratifikasi sosial dianggap lebih Pengembangan dan Pembinaan
tinggi dari pada dunia bawah, walaupun kedua Bahasa.
saling melengkapi. Adanya motif perkawinan Roibin. (2010). Agama dan Mitos: Dari
laki-laki bumi dengan bidadari yang terdapat Imajinasi Kreatif Menuju Realitas
di sejumlah etnik di Indonesia menunjukkan yang Dinamis. el-Harakah, Vol. 12,
adanya penghargaan yang tinggi terhadap sosok No.2, Tahun 2010.
ibu sebagai nenek moyang yang menurunkan Saidah, N. (2013). “Bidadari dalam Konstruksi
etnik tertentu, yang merupakan wujud dari Tafsir al qur’an: Analisis Gender atas
spirit feminisme dalam sejumlah folklore di PemikiranAmina Wadud Muhsin dalam
Indonesia. Penafsiran Al Qur’an.” Palastren, Vol.
6, No. 2, Desember 2013
DAFTAR PUSTAKA Sudibyo. (1994). Mitos Hirogami dalam Langit
Atisah. (2015). Jalan Belek: Cerita Bidadari dan Bumi dalam Cerita Pelipur Lara.
dari Rejang, Bengkulu: Kajian Motif. Humaniora, Vol 1, hlm. 58-62.
Metasastra , Vol. 8 No. 2, Desember. Thompson, S. (2016). Motif Index of Folk
Pp. 239- 248. Literature: a Mythological Motifs.
Danandjaja, J. (2007). Folklor Indonesia Ilmu Bloomington and Indianapolis:
Gosip Dongeng dan Lain Lain. Jakarta: Indiana University Press. Diunduh
Grafiti Pers. dari https://archive.org/details/
Hamilton, E. (1942). Mythology: Timeless Thompson2016MotifIndex/page/n1.
Tales of Gods and Heroes, Intro.
Tong, Rosemary Putnan. (2006). Feminist Winahyu, Sri Kusuma. 2017. Putri Surga.
Thought: A More Comprehensive Jakarta: Pusat Bahasa, Depertemen
Introduction. Diterjemahkan dalam Pendidikan Nasional.
Bahasa Indonesia oleh Aquaini Priyatna
Prabasmara. Bandung: Jalasutra.