You are on page 1of 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL MEMBERI NAFKAH KEPADA BEKAS ISTERI PASCA PERCERAIAN


(STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 8 PP NO. 10 TH. 1983
JO. PP. NO.45 TH.1990)

Nilkhairi
Pengadilan Agama Kota Bengkulu
Email: putilayangseni@gmail.com

Abstract: The formulation of this research is: Firstly, how does Islamic law manage the livelihood obligation given by a
husband to ex-post-divorce wife? Second, how the review of Islamic law against article 8 of Government Regulation no. 10
Year 1983 Jo. PP no. 45 of 1990 on the obligation of Civil Servants to provide for the former post-divorce wives? The method
used is qualitative decriptive, with normative juridical approach. This study concludes that: First, Islamic Law regulates the
obligation of a husband’s livelihood to ex-wife after the divorce of mut’ah that is giving entertainment to his ex-wife and giving
iddah livelihood is the livelihood given by the former husband to the ex-wife during the former wife run the iddah period in
talak raji. Both obligations are tailored to the ability of ex-husbands and the level of propriety prevailing in society so as not to
burden the burden of ex-husband. There is no obligation to provide more for the former husband after the ex-wife past the
iddah period. Second, the obligation of the former civil servant’s husband to give 1/3 of his salary after divorce to his ex-wife
until the former wife is remarried, as regulated in Article 8 PP Number 10 of 1983 jo PP No. 45 of 1990 contrary to and contrary
to the provisions of Islamic Law because in Islam the obligation of the former husband to give a living to the former wife only
in the iddah period because it is the provision of 1/3 salary to the former wife until the former wife married again will cause
mudharat both for the former husband himself and the former family of the former husband.
Keywords: The Provision, Servant Wife, Government Regulation, Islamic Law

Abstrak: Rumusan penelitian ini adalah: Pertama, Bagaimana hukum Islam mengatur kewajiban nafkah yang diberikan
seorang suami terhadap bekas isteri pasca perceraian ? Kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pasal 8 Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang kewajiban Pegawai Negeri Sipil memberi nafkah kepada
bekas isteri pasca percerai ? Metode yang digunakan adalah dekriptif kualitatif, dengan pendekatan yuridis normatif. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa: Pertama, Hukum Islam mengatur tentang kewajiban nafkah yang diberikan seorang suami
terhadap bekas isteri pasca perceraian adanya mut’ah yakni pemberian hiburan kepada bekas isterinya serta memberikan
nafkah iddah yaitu nafkah yang diberikan bekas suami kepada bekas isteri selama bekas isteri menjalankan masa iddah
dalam talak raj’i. Kedua kewajiban tersebut disesuaikan dengan kemampuan bekas suami dan kadar kepantasan yang
berlaku di masyarakat agar tidak memberatkan beban bekas suami. Tidak ada kewajiban memberikan nafkah lagi bagi
bekas suami setelah bekas isteri melewati masa iddah. Kedua, kewajiban bekas suami PNS untuk memberikan 1/3 gajinya
setelah bercerai kepada bekas isterinya sampai bekas isteri tersebut menikah lagi, sebagaimana diatur dalam pasal 8 PP
Nomor 10 tahun 1983 jo PP Nomor 45 tahun 1990 bertentangan dan bertolak-belakang dengan ketentuan Hukum Islam
karena dalam Islam kewajiban bekas suami untuk memberikan nafkah kepada bekas isteri hanya dalam masa iddah karena
memang pemberian 1/3 gaji kepada bekas isteri hingga bekas isteri menikah lagi akan menimbulkan mudharat baik bagi
bekas suami itu sendiri maupun keluarga baru bekas suami tersebut.
Kata kunci: Nafkah, Peraturan Pemerintah, Hukum Islam

Pendahuluan
Nafkah merupakan hak istri dan anak-anak kewajiban dalam ajaran Islam maupun peraturan-
dalam hal makanan, pakaian dan tempat tinggal, peraturan yang berlaku di negara Indonesia
serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan adalah perwujudan dari nilai kemanusian dan
pengobatan, bahkan sekalipun istri adalah seorang keadilan. Perkawinan sebagai perjanjian yang
wanita yang kaya, nafkah dalam bentuk ini wajib suci telah melahirkan hak dan kewajiban antara
hukumnya berdasarkan Al-Qur’an, Hadits dan suami istri. Istri mempunyai kewajiban yang harus
Ijma’Ulama. 1 Ketentuan yang terkait hak dan dipenuhi oleh suami, sebaliknya pada saat yang
sama suami mempunyai kewajiban yang harus
1
Abdul Rahman I, Perkawinan dalam syariat Islam, (Jakarta: dipenuhi oleh istri.
PT Rineka Cipata, 1996), h129

209
210 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

Berkenaan dengan kewajiban suami untuk nafkah selama masa iddah bagi isterinya yang
memberikan nafkah kepada isteri diungkapkan telah dijatuhi talak. Mut’ah adalah pemberian
lebih rinci dalam firman-Nya dalam At-Thalaq bekas suami kepada isteri yang telah dijatuhi
(65) ayat 7 yang berbunyi: talak berupa benda atau uang dan lainnya,

‫ﭶﭷﭸ ﭹ ﭺﭻ ﭼﭽﭾﭿﮀ‬ sebagaimana dalam Kompilasi Hukum Islam


Pasal 149 huruf a mengatur bahwa mut’ah
‫ﮁﮂ ﮃﮄﮅﮆﮇﮈﮉ ﮊ ﮋﮌﮍﮎ‬ adalah pemberian bekas suami kepada isteri,
yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan
‫ﮏﮐﮑ‬ lainnya3.
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah Mut’ah adalah suatu pemberian dari suami
menurut kemampuannya dan orang yang di- kepada istrinya sewaktu dia menceraikannya.
sempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah Pemberian ini diwajibkan atas laki-laki apabila
dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah perceraian itu terjadi karena kehendak suami.
tidak memikulkan beban kepada seseorang Tetapi kalau perceraian itu atas kehendak istri,
melainkan sekedar apa yang Allah berikan pemberian itu tidak wajib.4 Pemberian nafkah
kepadanya. Allah kelak akan memberikan terhadap setiap wanita yang diceraikan, tidak
kelapangan sesudah kesempitan. membatasi masa pemberian nafkah bagi bekas
Ayat di atas menunjukkan bahwa kewajiban isteri yang diceraikan, demikian juga t idak
memberikan nafkah kepada isteri dan keluarga disebutkan berapa besar nafkah dan jangka
erat sekali kaitannya dengan kemampuan waktu pemberiannya. Demikian juga pada Q. S
seseorang. Ayat di atas tidak memberikan at-Talaq (65): 6-7 sebagaimana tersebut di atas,
ketentuan yang jelas dan pasti mengenai berapa dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kewajiban
besarnya ukuran nafkah seorang suami kepada nafkah terhadap isteri baik yang ditalak maupun
isteri baik berupa batas maksimal maupun isteri yang sedang menyusui. kewajiban nafkah
minimal. Tidak adanya ketentuan secara tektual berupa tempat tinggal dan nafkah terhadap isteri
tentang berapa ukuran nafkah yang pasti justru yang hamil dan telah ditalak sampai sang isteri
menunjukkan kelenturan Hukum Islam dalam itu melahirkan.
menetapkan aturan nafkah.2 Ibn Katsir dan al-Qurthubi menjelaskan bahwa
Kewajiban yang melekat kepada suami kelebihan suami atas istri adalah bahwa suami
menjadi hak yang dimiliki isteri, dalam hal nafkah bertangung jawab nafkah pada istrinya. Dasar
suami memiliki beban dan tanggung jawab untuk inilah yang menyebabkan seorang suami berhak
mencukupi kebutuhan hidup isteri dan anak- menjadi pemimpin dalam rumah tangga karena
anaknya bagi isteri nafkah adalah hak yang mesti adanya kewajiban memberikan nafkah itu.
diterima sehingga dia boleh menuntut jika tidak Quraish Shihab menjelaskan bahwa penggunaan
dipenuhi, pemenuhan kewajiban tersebut juga kata kerja lampau (fiil madi/past tense) pada
berimplikasi pada ketaatan. Kewajiban memberi surah an-Nisa (4): 34, yakni anfaqu (telah
nafkah menimbulkan kewajiban taat bagi isteri. menafkahkan) menunjukkan bahwa pemberian
Jika suami tidak memenuhi kewajibannya maka nafkah seorang suami kepada seorang istri
gugurlah haknya untuk memperoleh ketaatan telah menjadi suatu kelaziman dan merupakan
isterinya. kenyataan umum dalam berbagai masyarakat
sejak dahulu hingga kini. 5
Pemberian nafkah tersebut tidak memiliki
batasan waktu. Selama status suami masih Pemberian nafkah tersebut tidak memiliki
disa ndangnya, maka kew ajiban ter se but batasan waktu. Selama status suami masih
tetap melekat, bahkan sesudah terjadinya disandangnnya, maka kewajiban tersebut masih
perceraianpun, jika masih dalam masa iddah, melekat, bahkan sesudah terjadi perceraian pun,
suami masih berkewajiban memberi nafkah
(mut’ah) yang wajar menurut kemampuan dan 3
Departemen R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
kelayakannya kepada istrinya. (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000) h. 69
4
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru
Akibat dari perceraian khususnya cerai talak Algensindo, 2014), h.397
bagi suami adalah wajib memberikan mut’ah dan 5
Zaini Ahmad Noeh, “Pandangan Fiqh tentang Hak dan
Kewajiban Perempuan” dalam Lily Z. Munir, Memposisiskan
Kodrat…., h. 152; Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat…., h.
2
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 7479 157-159.
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 211

jika seorang istri masih dalam masa iddah, Pemerintah No.45 Tahun 1990 yang mengatur
suami masih berkewajiban memberikan nafkah tentang perubahan, penghapusan, dan penegasan
(mut’ah) yang wajar menurut kemampuannya beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah
dan kelayakannya kepada isterinya. Nomor 10 Tahun 1983. Berkaitan dengan ini,
Hukum positif di Indonesia mengatur tentang Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990
ketentuan nafkah kepada bekas isteri dijelaskan menegaskan bahwa pembagian gaji kepada
dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) dan bekas istri tidak diberikan apabila perceraian
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun terjadi karena istri berzina, melakukan kekejaman
1974, tetapi penjelasan lebih rinci diatur dalam atau penganiayaan terhadap suami, pemabuk,
Kompilasi Hukum Islam. Akibat hukum adanya pemadat, penjudi dan atau meninggalkan suami
talak dalam ketentuan pasal 149 KHI dinyatakan tanpa izin selama dua tahun berturut-turut.
bahwa apabila perkawinan putus karena talak, Permasalahan seputar nafkah pernah menjadi
maka bekas suami memiliki kewajiban berikut: sorotan tajam di media massa pada akhir tahun
1. Memberi mut’ah yang layak kepada bekas 2000 ketika terjadi polemik pro-kontra pencabutan
isteri, baik berupa uang atau benda, kecuali Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Seperti
bekas isteri tersebut qobla al-dukhul; dikatakan Nuke Satyani Arafah, akibat perceraian
diatur pasal dalam ayat 2 “gaji PNS yang bercerai
2. Memberi nafkah, maskawin dan kiswah
harus dibagi tiga, sepertiga bagian diterimakan
kepada bekas isteri selama dalam masa iddah,
kepada istri, anak-anak, dan si suami”. Karena itu
kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain
seorang PNS yang bercerai sebaiknya berfikir lebih
atau nusyuz dan tidak dalam keadaan hamil.
cermat, karena kalau PP 10/1983 ditegakkan, suami
Mengenai besarnya mut’ah diterangkan dalam tersebut hanya akan menerima sepertiga gaji saja,
pasal 160 bahwa besarnya mut’ah disesuaikan ketentuan nafkah yang sudah jelas ada peraturan
dengan kepatutan dan kemampuan suami. dan keputusan pengadilan saja, banyak bekas
Dengan demikian, hukum Islam (fiqh) dan suami masih berkilah dan tidak pernah memenuhi
hukum positif di Indonesia sudah mengatur kewajiban hukum.6 Dalam kasus perceraian ini
ketentuan nafkah, khususnya nafkah yang jelas seorang suami yang PNS merasa keberatan
diberikan suami kepada bekas isterinya akibat dan dirugikan dengan adanya ketentuan tersebut
terjadinya perceraian dan ketentuan ini menjadi yang bahkan menyalahi ketentuan hukum positif
pegangan para hakim dalam menyelesaikan yang ada di Indonesia yang dituangkan dalam
kasus perceraian di Pengadilan Agama. Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974
Berbeda halnya dengan ketentuan tersebut, dan Kompilasi Hukum Islam.
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun Lahirnya Peraturan Pemerintah ini dilatar-
1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian belakangi oleh pemikiran bahwa PNS adalah
bagi Pegawai Negeri Sipil—yang juga merupakan unsur aparatur negara serta abdi masyarakat, yang
hukum positif—diatur ketentuan yang sama sekali harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam
berbeda bahkan kontradiktif baik dengan hukum hal tingkah laku serta ketaatan kepada peraturan
Islam maupun dengan hukum positif (Undang- perundang-undangan. Agar kewajibannya sebagai
Undang Perkawinan ) di Indonesia. aparatur pemerintah terlaksana dengan baik, maka
Dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah ini kehidupan PNS harus ditunjang oleh kehidupan
menyebutkan bahwa apabila terjadi perceraian keluarga harmonis.7 Peraturan Pemerintah Nomor
atas kehendak Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) pria, 10 Tahun 1983 pada dasarnya tidak berbeda
maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
untuk penghidupan isteri dan anaknya. Gaji tentang Perkawinan. Ketentuan pada Undang-
tersebut dibagi masing-masing 1/3 (sepertiga) Undng Nomor 1 Tahun1974 juga berlaku bagi
untuk suami, yakni 1/3 untuk bekas isteri dan PNS, namun ada beberapa ketentuan khusus
1/3 untuk anak-anak. Apabila dalam perkawinan bagi PNS dalam Peraturan Pemerintah Nomor
tidak terdapat anak-anak, maka ketentuannya 10 Tahun 1983.
adalah ½ gaji PNS diberikan untuk bekas
isterinya. Ketentuan ini berlaku sampai bekas
6
isterinya nikah lagi dengan pria lain. Kompas, PP 10/1983 Sebaiknya Disempurnakan Saja,
Jakarta: 2 Oktober 2000, h. 10
Untuk memperketat pelaksanaannya, maka 7
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar
pada tahun 1990 dikeluarkan pula Peraturan Baru Van Hoeve, 1997), cet. ke-1, Jilid. VI, h.1869
212 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

Sebagaimana Undang-undang Nomor 1 tahun masalah-masalah tentang nafkah maupun mut’ah


1974, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun istri setelah terjadi perceraian.
1983 juga menganut azas monogami dan kekal. Hukum Islam adalah sebuah hukum yang
Sedangkan ketentuan khusus dan berbeda bersumber dari al-Qur’an dan sunah Nabi,
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ia dinyakini sebagai hukum yang mencakup
di antaranya menyangkut masalah ketentuan seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat
nafkah bekas isteri sebagai akibat terjadinya universal, hukum Islam tersebut juga memiliki
perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan sifat yang elastis dengan beberapa penggerak
nafkah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 atau dasar-dasar pokok yang terus berlaku seiring
Tahun 1983 yang berbeda dan kontradiktif dengan perkembangan dan perubahan zaman.8
ketentuan ajaran hukum Islam merupakan
Tujuan utama perkawinan adalah untuk mem-
permasalahan utama yang menjadi kegelisahan
peroleh kehidupan yang sakinah (ketenangan),
akademik penelitian ini baik dari segi materi
mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang).
maupun segi praktik di lingkungan Peradilan
Setiap pasangan yang melakukan pernikahan
Agama.
pasti berkeinginan mewujudkan tujuan utama
Ketentuan nafkah dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
Nomor 10 Tahun 1983 pasal 8 yang berbeda
Adakalanya sebuah rumah tangga tidak bisa
dengan ketentuan hukum Islam, Undang-
dipertahankan dikarenakan berbagai kendala
undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
atau permasalahan baik dikarenakan perbedaan
Hukum Islam, menarik perhatian penulis untuk
pandangan dalam menjalankan kelangsungan
meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai
rumah tangga mereka atau karena adanya
permasalahan tersebut yang akan dituangkan
pengkhianatan dari salah satu pihak mereka.
kedalam bentuk tesis.
Sebab-sebab terputusnya perkawinan dalam
hukum Islam telah dibahas, diantaranya:
Rumusan Masalah
1) Kematian, kematian suami atau istri
Adapun yang menjadi permasalahan dalam menyebabkan terputusnya perkawinan sejak
penulisan ini adalah: terjadinya kematian. Apabila tidak terdapat
1. Bagaimana hukum Islam mengatur kewajiban halangan syara’, istri atau suami yang ditinggal
nafkah yang diberikan seorang suami terhadap mati berhak mendapatkan peninggalan.
bekas isteri pasca perceraian? 2) Talak (melepaskan ikatan pernikahan), hukum
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Islam menentukan bahwa hak menjatuhkan
pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 Jo. PP No. talak ada pada suami.
45 Tahun 1990 tentang kewajiban Pegawai 3) Khulu’ (tebus talak) yaitu perceraian yang
Negeri Sipil memberi nafkah kepada bekas terjadi atas tuntutan istri disertai tebusan
isteri pasca percerai? atau ‘iwadl atas persetujuan kedua belah
pihak,karena cacat misalnya atau karena sebab
Tujuan Penelitian lainnya. Bisa juga tebusan itu merupakan
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai pengembalian mahar dari istri.
melalui penelitian ini untuk mendeskripsikan: 4) Li’an, yaitu perceraian karena tuduhan berzina
a. Hukum Islam mengatur kewajiban nafkah dari seorang suami atau istri, tetapi tidak
yang diberikan seorang suami terhadap bekas dapat mendatangkan empat orang saksi, dan
isteri pasca perceraian. adanya pengingkaran dari suami terhadap
b. Tinjauan hukum Islam terhadap pasal 8 PP No. anak dalam kandungan atau yang sudah lahir
10 Th.1983 Jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang dari istrinya.9
kewajiban Pegawai Negeri Sipil memberi 5) Terjadinya perselisihan atau percekcokan
nafkah kepada bekas isteri pasca percerai. antara suami dan istri, yang dalam al-Qur’an

Kerangka Teori
8
M. Hasbi, ash-Shiddieqy, Syari’at Islam Menjawab Tantangan
Kerangka teori merupakan landasan teori yang Zaman, (Jakarta: BulanBintang, 1996), h. 31.
digunakan oleh penyusun dan diyakini dapat 9
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:
memecahkan dan menyelesaikan mengenai UII Press, 2000), h. 69
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 213

disebut syiqaq,10 dan ini dapat mengakibatkan Pengertian Nafkah


terputusnya perkawinan dengan melalui Nafkah secara etimologi berasal dari ‫ انھﻘﻔــــﻞ‬yang
peraturan pengadilan (dengan perantaraan berarti belanja, kebutuhan pokok dan juga berarti
hakim). biaya atau pun pengeluaran uang, sekilas bisa
Jika sebuah rumah tangga sudah tidak bisa dipahami kalau nafkah tentu berkaitan dengan
dipertahankan lagi, bahkan dengan segala macam kebutuhan hidup sehari-hari bagi manusia.13
cara untuk mendamaikan dan menyatukan Perbincangan mengenai hak ataupun
kedua belah pihak tidak berhasil dilakukan kewajiban yang bersifat materi, seperti nafkah
maka ditempuhlah jalan keluar yakni perceraian dibahas dalam fiqh sebagai bagian dari kajian
atau talak. Jalan keluar ini hanya sebagai pintu fiqh keluarga (al-ahwal al-syakhshiyah). Secara
darurat yang tidak boleh digunakan kecuali dalam etimologi, nafkah berasal dari bahasa Arab
keadaan yang sangat terpaksa. yakni dari suku kata anfaqa – yunfiqu- infaqan
Putusnya perkawinan dikarenakan talak akan (‫ ااﻗـــــﺎﻓﻦ‬-‫ ﻗﻔــــــﻨﻲ‬-‫)ﻗﻔﻨــــــﺎ‬14 Dalam kamus Arab-Indonesia,
menimbulkan berbagai hak dan kewajiban. secara etimologi kata nafkah diartikan dengan
Terhadap bekas istrinya, seorang wajib “ pembelanjaan15. Syamsuddin Muhammad ibn
memberikan nafkah selama masa ‘iddah, yaitu: Muhammad al-Khatib al-Syarbaini membatasi
nafkah mut’ah, nafkah madliyah atau nafkah yang pengertian nafkah dengan sesuatu yang di-
masih terhutang, nafkah anak, mahar, maupun keluarkan dan tidak dipergunakan kecuali untuk
pembagian harta bersama. sesuatu yang baik.16
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 dijelaskan Mengacu kepada beberapa definisi serta
bahwa apabila terjadi perceraian, suami mempunyai batasan tersebut di atas dapat dipahami bahwa
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhi nafkah itu adalah pengeluaran yang biasanya
kepada bekas istrinya, kewajiban-kewajiban tersebut dipergunakan oleh seseorang untuk orang
diantaranya adalah memberikan biaya penghidupan yang menjadi tanggungannya dalam memenuhi
dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi kebutuhan hidup, baik berupa pangan, sandang
bekas istri. Ketentuan ini dimaksudkan agar ataupun papan dan lainnya dengan sesuatu yang
bekas istri yang telah diceraikan suaminya jangan baik.Sedang menurut Faiz nafkah berarti belanja,
sampai menderita karena tidak mampu memenuhi maksudnya adalah sesuatu yang diberikan oleh
kebutuhan hidupnya,11 sebagaimana bunyi pasalnya: seseorang kepada isteri, kerabat dan miliknya
pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami sebagai keperluan pokok bagi mereka, keperluan
untuk memberikan biaya penghidupan dan atau pokok seperti makanan, pakaian dan tempat
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas suami.12 tinggal. Definisi ini mengandung pengertian
Dalam setiap perkara perdata yang terjadi bahwa nafkah adalah segala macam kebutuhan
adalah sebuah wujud antara teori dan praktek hidup manusia bagi kebutuhan pribadinya
harus dapat dilaksanakan sesuai dengan jalur maupun kebutuhan bagi orang di luar dirinya.
hukum yang berlaku dilingkungannya. Maka Sulaiman Rasyid mendefinisikan nafkah yaitu
dalam hal ini pengadilan ditunjuk sebagai semua hajat dan keperluan yang berlaku menurut
penegak keadilan bagi orang yang mencari keadaan dan tempatnya, sehingga tidak dibatasi
keadilan, bagi perkara orang Islam dalam hal apakah mesti pokok, tidak pokok, atau pun
perdatanya seperti perceraian akibat perkawinan kebutuhan pelengkap, sebab kewajiban nafkah
yang bermasalah, untuk itu hakim Pengadilan menurut beliau yang dimaksud tidak terbatas
Agama diminta untuk mencegah atau bisa pada kebutuhan pokok, sehingga jika masing-
menjadi juru damai (Hakamain) sekaligus masing yang memiliki hak nafkah dan kewajiban
penegak hukum untuk mengadili perkara para nafkah kebutuhan-kebutuhan pokoknya, sudah
pihak, dengan harapan menemukan keadilan.
13
Nur Taufiq Sanusi, Fikih Rumah Tangga, (Jakarta, Elsas,
2011) h. 50
10
Ahmad. Rafiq.Hukum Islam di Indonesia, cet. ke-4 (Jakarta: 14
al-Munjid fi al-Lugat wa al-i`lam , (Beirut, al-Maktabah al –
PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 272 Syirkiyah , 1986) h. 828
11
Amiur Nurudin dan Azhar A Tarigan. Perkembangan Hukum 15
Ahmad Warson Munawir, Kamus al Munawwir, (Yogyakarta,
Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI), cet. ke-3(Jakarta: Pondok Psantren al-Munawwir, 1984) h. 1548.
Kencana,2006), h. 255 16
Syamsuddin Muhammad bin Muhamamd al-Khatin al-
12
Marjiman Prodjohamidjojo. Hukum Perkawinan Indonesia Syarbini, Mugni al-Muhtaj (Beirut: Dar-al-Kutub al-Ilmiyah, tt), Juz
(Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2011) Cet. 3, h. 83 V, h. 151.
214 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

terpenuhi, tetap terkena kewajiban memenuhi Pembahasan


kebutuhan meskipun kebutuhan itu tidak pokok, Kewajiban Membayar Nafkah
artinya kebutuhan itu tergantung dengan keadaan Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir
dan tempatnya.17 batin antara seorang pria dan seorang wanita
Sedang pengertian nafkah dalam perceraian sebagai suami isteri dengan tujuan untuk
sebagaimana terdapat dalam tafsir as-Sabuni, membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang
bahwa nafkah itu diartikan sebagi mut’ah, kekal dan bahagia. Dalam UU No 1 Tahun 1974
yang berarti pemberian seorang suami kepada Pasal 1 disebutkan bahwa “tujuan perkawinan
isterinya yang diceraikan, baik itu berupa uang, adalah membentuk keluarga (rumah tangga)
pakaian atau pembekalan apa saja sebagai yanng bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan
bantuan dan penghormatan kepada isterinya Yang Maha Esa” senada pula dengan bunyi
itu serta menghindari dari kekejaman talak Pasal 3 KHI bahwa tujuan perkawinan adalah”
yang dijatuhkannya itu. Mut’ah juga berarti untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
sesuatu yang dengannya dapat diperoleh suatu yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
(beberapa) manfaat atau kesenangan.18 Begitu indah dan mulia tujuan perkawina itu.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat Mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut
disimpulkan bahwa tujuan pemberian mut’ah tidaklah segampang yang diucapkan, tidaklah
seorang suami terhadap isteri yang telah semudah yang diangankan. Setelah perkawinan
diceraikannya adalah dengan adanya pemberian itu dijalani, banyak permasalahan dihadapi yang
tersebut diharapkan dapat menghibur atau bisa menyebabkan rumahtangga pecah dan
menyenangkan hati isteri yang telah diceraikan bercerai .
dan dapat menjadi bekal hidup bagi mantan isteri Sebuah perkawinan tidak selamanya baik-baik
tersebut, dan juga untuk membersihkan hati saja, tak selalu damai-damai saja, manakala
kaum wanita dan menghilangkan kekhawatiran ikatan cinta kasih sebagai fondasi penting dalam
terhadap penghinaan kaum pria terhadapnya. perkawinan itu sudah terurai dan tidak bisa
dipertahankan lagi, maka perceraian adalah
Metode Penelitian jalan yang kerap diambil suami atau isteri untuk
menyelesaikan permasalahannya. Perceraian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan
adalah pemutusan ikatan perkawinan. Putusnya
metode pendekatan yang digunakan dalam
perkawinan secara yuridis adalah merupakan
penelitian hukum ini adalah yuridis normatif,
suatu peristiwa hukum yang akan membawa
yaitu sesuatu pendekatan masalah dengan
akibat-akibat hukum, baik hukum kekeluargaan
jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan
maupun hukum kebendaan.20
perundang-undangan yang berlaku dan ber-
kompeten untuk digunakan sebagai dasar Mengenai salah satu hak bekas isteri dari PNS
dalam melakukan pemecahan masalah, dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (1) PP 10/1983
sehingga langkah-langkah dalam penelitian ini sebagaimana telah diubah oleh PP 45/1990 yang
menggunakan logika yuridis.19 menyatakan bahwa apabila perceraian terjadi
atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka
Dalam penelitian mengenai analisis terhadap
ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk
nafkah setelah perceraian PNS, penelitian
penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya. Jadi
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif.
kewajiban untuk menyerahkan sebagian gaji
Hal ini disebabkan penelitian hukum ini bertujuan
tersebut hanya timbul apabila perceraian adalah
untuk meneliti mengenai asas-asas hukum, asas-
atas kehendak suami. Apabila perceraian tersebut
asas hukum tersebut merupakan kecenderungan-
berasal dari kehendak isteri, maka bekas isteri
kecenderungan yang memberikan suatu penilaian
tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas
terhadap hukum, yang artinya memberikan suatu
suaminya. Sedangkan mengenai pembagian gaji
penilaian yang bersifat etis.
bekas suami tersebut, dapat dilihat dalam Pasal
8 ayat (2) PP 10/1983 yangmenyatakan bahwa
Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam
17
Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islam, (Jakarta, Dirurais, 2002) h. 88 ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri
18
Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta. Rajagrafindo, 2009) h. 167
19 20
H Abu Ahmad dan Cholid Narbuko, Metodelogi Penelitian, Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta, UI
(Jakarta: Bumi Angkasa 2002), h, 23 Press, 2010) h. 78
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 215

Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk dan anak-anaknya.Pembagian gaji sebagaimana
bekas isterinya dan sepertiga untuk anak atau dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk
anak-anaknya. Dengan demikian, hak isteri yang Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan,
diceraikan oleh suaminya yang berstatus sebagai sepertiga untuk bekas isterinya dan sepertiga
PNS adalah mendapatkan sepertiga dari gaji untuk anak atau anak-anaknya. (2) Apabila dari
bekas suaminya. Akan tetapi, jika bekas isteri perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian
menikah lagi, maka haknya atas gaji bekas gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri
suami menjadi hapus sebagaimana terdapat Sipil pria kepada bekas isterinya ialah setengah
dalam Pasal 8 ayat (7) PP 45/1990. dari gajinya. (3) Apabila perceraian terjadi atas
Mengenai kewajiban suami memberikan kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian
nafkah kepada isteri yang telah diceraikan, penghasilan dari bekas suaminya. (4) Ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai berlaku, apabila isteri meminta cerai karena
Negeri Sipil mengatur bahwa Pasal 8 (1) apabila dimadu. (5) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri
perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya
Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi
gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak- hapus terhitung mulai ia kawin lagi.
anaknya.21 Kemudian PP Nomor 45 tahun1990 Sepertinya hal perkawinan, perceraian
yang merupakan perubahan dari PP Nomor 10 juga mempunyai implikasi hukum yang harus
tahun 1993 hanya mengatur pengecualian dari ditanggung bagi kedua belah pihak. Bagi
kewajiban pemberian nafkah kepada bekas isteri mereka yang beragama Islam implikasi hukum
yang berbunyi: pembagian gaji kepada bekas perceraian telah diatur dalam hukum Islam baik
istri tidak diberikan apabila alasan perceraian yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh karya para
disebabkan karena istri berzinah, dan atau istri intelektual muslim (fuqaha), ataupun hukum
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat Islam yang telah menjadi hukum positif di
baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau Indonesia. Bagi umat Islam bila mematuhi aturan
istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi hukum-hukum tersebut maka tentunya akan
yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah memperoleh kepastian hukum dan keadilan.
meninggalkan suami selama dua tahun berturut- Hukum positif di Indonesia yang bertalian dengan
turut.22 perbuatan hukum bagi umat Islam seharusnya
Ketentuan pada pasal 8 PP Nomor 10 tahun searah dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
1983 dan pasal 4 PP Nomor 45 tahun 1990 di hukum Islam agar tidak terjadi kontradiktif.
atas dengan tegas mewajibkan kepada suami Namun tidak demikian halnya dengan
untuk memberikan sebagian gajinya sebagai Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983
nafkah kepada bekas isteri. Kewajiban itu gugur yang seharusnya searah dengan hukum Islam
jika isteri melakukan perbuatan yang tergolong konvensional yang terdapat pada kitab-kitab
nusyuz. Demikian pula Hukum Islam dengan fikih maupun searah dengan undang-undang
tegas pula menyatakan adanya keharusan bagi perkawinan No. 1 tahun 1974, dan Kompilasi
suami memberi mut’ah kepada isteri yang Hukum Islam (KHI). Peraturan Pemerintah
diceraikannya sebagai suatu konpensasi. Namun No. 10 Tahun 1983 pada di satu sisi mengikuti
dalam kewajiban memberi mut’ah ini dikalangan aturan yang terkandung dalam undang-undang
ulama terjadi perbedaan pendapat. perkawinan No. 1 tahun 1974, namun di sisi lain
berlawanan dengan undang-undang perkawinan
Ketentuan Besar Nafkah no. 1 tahun 1974. Dalam konteks ini, salah satu
di antaranya berkaitan pemberi nafkah kepada
Mengenai ketentuan tentang pemberian
bekas isteri akibat terjadinya perceraian bagi PNS.
nafkah diatur pada Pasal 8 yang berbunyi: (1)
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Terkait dengan analisis topik ini, penulis
Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan akan membahas Peraturan Pemerintah No. 10
sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri Tahun 1983 dengan membandingkan dengan
aturan yang terdapat dalam Hukum Islam (fikih),
undang-undang perkawinan dan Kompilasi
21
Pasal 8 ayat (1) PP Nomor 10 tahun 1983 Hukum Islam.
22
Pasal 4 PP Nomor 45 tahun 1990
216 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

Adapun akibat putusnya perkawinan dalam Dengan batalnya perkawinan tidak memutuskan
hukum positif ada perbedaan antara perceraian hubungan hukum antara anak dan orang tua.27
karena cerai talak di satu sisi, dan cerai talak Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta
di satu sisi, dan cerai gugat di sisi lain. Akibat bersama menjadi hak pasangan yang masih
karena cerai talak adalah: (a) baik ibu atau bapak hidup.28 Demikian juga duda atau janda cerai
tetap berkewajiban memelihara dan mendidik hidup.29
anak-anaknya, (b) Bapak yang bertanggung jawab Sedangkan akibat putusnya perkawinan
atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan karena perceraian adalah: a. anak yang belum
yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah, b.
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih
tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau
ibu ikut memikul biaya tersebut, (c) Pengadilan ibunya, c. Apabila pemegang hadhanah ternyata
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk tidak dapat menjamin keselamatan jasmani
memberikan biaya penghidupan dan/atau dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan
isteri, (d) suami wajib memberi nafkah, tempat kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama
tinggal, (maskan) dan kiswah selama masa iddah, dapat memindahkan hak hadhanah kepada
(f) suami wajib melunasi mahar yang masih kerabat lain, d. Semua biaya hadhanah dan
terutang.23 nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut
Disamping itu, bekas suami berhak melakukan kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai
rujuk kepada bekas isterinya yang masih iddah,24 anak tersebut dewasa dan dapat mengurus
dan bekas isteri selama masa ‘iddah wajib diri sendiri (21 tahun), e. Bilamana terjadi
manjaga diri, tidak menerima pinangan dan perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah
tidak menikah dengan pria lain.25 Pemelihara anak Pengadilan Agama memberikan putusnya
anak yang belum mumayyiz menjadi hak berdasarkan huruf (a), (b), (c), dan (d), d. Harta
ibu. Pemelihara anak yang sudah mumayyiz bersama dibagi dua.
diserahkan kepada anak untuk memilih, dan Adapun akibat putusnya perkawinan bagi PNS
biaya pemeliharaan ditanggung bapaknya. 26 ada dua kemungkinan: pertama, apabila cerai
atas kehendak PNS pria, ia wajib menyerahkan
23
UU No. 1 Tahun 1974 pasal 41, “akibat putusnya sebagaian gajinya untuk bekas isteri dan
perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak anak-anaknya. Kedua, kalau perceraian atas
tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
kehendak isteri, ia tidak berhak mendapat bagian
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan penghasilan dari bekas suaminya, kecuali isteri
memberkan keputusannya, (b) Bapak bertanggung jawab atas minta cerai karena dimadu, dan atau suami
semua biaya pemmeliharaan dan pendidikan yang diperlukan
anak itu, bilamana bapak dalam keyataan tidak dapat memenuhi berzina atau melakukan kekejaman atau
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu penganiayaan berat baik lahir maupun batin
ikut memikul biaya tersebut;(c) pengadilan dapat mewajipkan
bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau
terhadap isteri, dan atau suami meninggalkan
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri’’; khl pasal 149, isteri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin
‘’bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena
wajib a. meberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya
baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla hal lain diluar kemampuannya. Adapun alasan
duhkul; b. Memberi nafka, maskan dan kiswah kepada istri perceraian yang mengakibatkan bekas isteri tetap
selama iddah, kecuali bekas istri tersebut dijatuhi talak bain
atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil, c. Melunasi mahar
berhak mendapat bagian dari penghasilan bekas
yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qalba suami adalah isteri berzina, atau melakukan
al-dukhul, dan d. Memeberikan biaya hadhanah untuk anak- kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun”.
24
maupun batin terhadap suami dan atau isteri
KHI, pasal 150, “Bekas istri berhak melakukan ruju’ kepada
istrinya yang masih dalam masa iddah.
25
KHI, pasal 152, “Bekas istri selama masa iddah, wajib
27
menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan menikah dengan KHI, pasal 76, “Batalnya perkawinan tidak akan memutuskan
pria lain”. hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya”.
28
26
KHI, pasal 105, “Dalam hal terjadi perceraian: a. KHI pasal 96 ayat 1, “Apabila terjadi cerai mati, maka
pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur separoh harta bersama menjadi haka pasangan yang hidup lebih
21 tahun adalah hak ibu, b. Pemeliharaan anak yang sudah lama”.
29
mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah KHI pasal 97, “Janda atau Duda cerai hidup masing-masing
atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya, c. Biaya berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan
pemeliharaan ditanggung ayahnya. lain dalam perjanjian perkawinan”.
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 217

meninggalkan suami selama dua tahun berturut- nafkah isteri dan segala unsur-unsurnya hilang
turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang kalau melakukan nusyuz.
sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat
Adapun pembagian gaji adalah sepertiga untuk ditarik suatu kesimpulan bahwa tidak ada
PNS yang bersangkutan, sepertiga untuk isteri, ketentuan yang pasti kadar nafkah yang harus
dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya. diberikan oleh suami kepada bekas isteri. Kadar
Kalau tidak ada anak, isteri mendapat setengah. nafkah harus disesuiakan dengan kemampuan
Sementara kalau bekas isteri kawin lagi, haknya suami agar tidak menjadi beban baginya. Nafkah
dari bekas suaminya hilang terhitung mulai ia tersebut harus diberikan kepada bekas isteri yang
kawin lagi. masih dalam tanggungan suami, yakni dalam
Dalam perundang-undangan Indonesia masa iddah, karena statusnya masih isteri suami.
tidak ada sub khusus membahas nafkah Dengan demikian tidak ada nafkah bila melewati
dalam kehidupan keluarga. Melainkan hanya masa iddah.
ada beberapa pasal yang dapat ditarik sebagai Dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
bahasan yang berhubungan dengan nafkah. Pasal- 1983 aturan akibat hukum perceraian bagi
pasal dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 PNS yang bertentang dengan hukum Islam
dan Kompilasi Hukum Islam Indonesia (KHI). dan hukum perundang-undangan di Indonesia
Dalam pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-undang adalah bahwa pembrian nafkah kepada bekas
No. 1 Tahun 1974 misalnya disebutkan, “suami isteri ditentukan secara pasti kadarnya, yakni
isteri harus mempunyai tempat kediaman yang setengah dari gaji suami bila tidak ada anak,
tetap, rumah tempat kediaman yang dimaksud dan sepertiga bila ada anak. Pembeian nafkah
dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami berlangsung meskipun masa iddah telah berlalu,
isteri bersama”. dan pemberian nafkah berakhir sampai bekas
Kemudian pada pasal 34 disebutkan, ayat isteri menikah lagi dengan berlalu, dan pembeian
(1) “Suami wajib melindungi isterinya dan nafkah berakhir samapai bekas isteri menikah
memberikan segala sesuatu keperluan hidup lagi dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”. tersebut jelas memberatkan dan merugikan bagi
Ayat (2) “Isteri wajib mengatur urusan rumah bekas suami. Dengan demikian, maka aturan
tangga sesuai dengan kemampuannya”. Ayat Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 yang
(3), “Jika suami atau isteri melalikan kewajiban mengatur tentanng akibat hukum perceraian bagi
masing-masing dapat mengajukan gugatan PNS itu jelas berlawanan dengan hukum Islam
kepada pengadilan”. dan hukum perundang-undangan di Indonesia.
Oleh karena itu aturan tersebut tidaklah relevan
Dari bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat tersebut
dan kontradiktif.
diatas hanya pasal 34 ayat (1) yang secara
langsung berbicara tentang nafkah, yakni dengan Meskipun pengaturan masalah kewajiban
menyebut, suami wajib memberikan segala suami terhadap istri telah diatur sedemikian
sesuatu keperluan hidup rumah tangga. rupa namun pemerintah membuat pula suatu
peraturan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10
Aturan yang sedikit rinci ditemukan dalam
tahun 1983 yang diperkuat dan dipertegas oleh
KHI. Misalnya dalam pasal 80 ayat (4), “Sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990
dengan penghasilnya suami menanggung (a)
tentang izin perkawinan dan perceraian bagi
nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri,
pegawai negeri sipil. Peraturan Pemerintah itu
(b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan
( untuk selanjutnya disebut PP) tersebut khusus
biaya pengobatan bagi isteri dan anak, (c) biaya
diberlakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil di
pendidikan bagi anak. Sedangkan isi pasal 80
samping undang-undang lain yang berlaku bagi
ayat (2), sama dengan isi pasal 34 ayat (1)
rakyat Indonesia . Berbeda dengan ketentuan
undang-undang No. 1 Tahun 1974, “Suami wajib
yang telah ada sebelumnya kedua Peraturan
melindungi isterinya dan memberikan segala
Pemerintah ini memang tidak menamakan
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
kewajiban tersebut dengan sebutan nafkah,
dengan kemampuannya”. Kemudian dalam
namun dengan ungkapan ‘wajib’ seolah-olah
pasal 80 ayat (7) disebutkan, “Kewajiban suami
kewajiban tersebut adalah nafkah.
sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila
isteri nusyuz”. Dapat disimpulkan bahwa hak Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun
218 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

1983 memuat tentang bentuk perceraian dan Pengaturan hak dan kewajiban dalam ajaran
alasan perceraian serta kapan seorang isteri Islam adalah perwujudan dari nilai kemanusian
mendapatkan hak seperdua atau sepertiga gaji, dan keadilan. Perkawinan sebagai perjanjian
disamping itu juga memuat perihal pembatasan istimewa (mitsaqan ghalizha) telah melahirkan
pemberlakuan penerimaan hak tersebut hingga hak dan kewajiban antara suami istri. Istri
janda itu menikah lagi. Kemudian ketentuan mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi oleh
yang dalam Peraturan Pemerintah nomor 10 suami, sebaliknya pada saat yang sama suami
tahun 1983 tersebut diadopsi dalam Peraturan mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi istri.
Pemerintah nomor 45 tahun 1990 dengan Menurut al-Qurthubi ayat ini menjelaskan
penyempurnaan tentang alasan perceraian yang bahwa suami wajib memberi nafkah istri selama
menyebabkan janda tersebut tidak mendapatkan masa iddah talak raj’ i. Selanjutnya al-Qurthubi
hak gaji serta penetapan sanksi tertentu bagi berpendapat bahwa ukuran nafkah ditentukan
Pegawai Negeri Sipil pria yang tidak bersedia menurut keadaan orang yang memberi nafkah,
menyerahkan sebagian gajinya untuk jandanya. sedangkan kebutuhan orang yang diberi nafkah
Mencermati konsideran Peraturan Pemerintah ditentukan menurut kebiasaan setempat. Al-
tersebut terdapat dua hal yang menjadi perhatian Qurthubi menambahkan bahwa perintah untuk
Pemerintah Pemerintah tersebut disatu sisi memberi nafkah tersebut ditujukan kepada suami
menekankan kearah peningkatan disiplin Pegawai bukan terhadap isteri. Dalam ayat juga ditegaskan
Negeri Sipil dalam pelaksanaan rumah tangganya bahwa orang fakir tidak dibebani untuk memberi
sehingga Peraturan Pemerintah ini dianggap nafkah layaknya orang kaya dalam memberi nafkah.
sama seperti peraturan disiplin lainnya yang tidak Ibnu Hazm seperti dikutip oleh Sayyid Sabiq
terkait langsung dengan proses penyelesaian mengatakan bahwa suami berhak menafkahi
perkara di pengadilan. Di samping itu dalam isterinya sejak terjalinnya akad nikah baik suami
konsideran Peraturan Pemerintah ini dikaitkan mengajak hidup serumah atau tidak, baik isteri
pula dengan Undang-Undang Perkawinan dan masih taat atau isteri berbuat nusyuz, kaya atau
Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 yang fakir, masih punya orang tua atau yatim piatu,
menyebabkan Peraturan Pemerintah merupakan gadis atau janda, merdeka atau budak, semua itu
bagian dari hukum materil yang harus menjadi disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan
acuan dalam penyelesaian perkara di pengadilan. suami. Tanggung jawab suami, tidak hanya ketika
Munculnya kedua kenyataan tersebut dalam seorang wanita itu masih menjadi isterinya yang
konsideran Peraturan Pemerintah ini menimbulkan sah, akan tetapi kewajiban untuk memberikan
dua persepsi pula dalam pelaksaan Peraturan nafkah juga pada saat perceraian, karena pada
Pemerintah ini di pengadilan sehingga lahirlah hakekatnya ucapan cerai itu baru berlaku setelah
yurisprudensi yang menyerahkan penyelesaian hak habis masa ‘iddahnya. Terputusnya perkawinan
janda tersebut kepada instansi tempatnya bekerja. dalam Islam membawa akibat-akibat tertentu baik
Penetapan jumlah seperdua dan sepertiga kepada bekas suami atau kepada bekas isteri.
gaji tersebut juga terkesan memberatkan suami, Akibat hukum terputusnya perkawinan karena talak
padahal secara tekstual ayat dan hadis tidak adalah bahwa bekas suami wajib memberikan
satupun yang memberikan batasan minimal atau mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik
maksimal terhadap nafkah isteri tetapi disesuaikan berupa uang atau benda, kecuali qabla ad dukhul;
dengan kemampuan suami. Di samping itu dalam memberikan nafkah, maskan (tempat tinggal)
fikih tidak dikenal adanya kewajiban suami dan kiswah (pakaian) kepada bekas isteri selama
kepada isteri setelah terjadinya perceraian, masa iddah (menunggu), kecuali bekas isteri
kecuali selama masa iddah. Penetapan hak telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz; melunasi
terhadap janda dalam Peraturan Pemerintah mahar yang masih terhutang seluruhnya dan
ini juga terkesan kurang memperhatikan bekas separo apabilaqabla ad-dukhul; memberikan
suami karena selain dibebani menyerahkan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum
seperdua atau sepertiga gaji untuk bekas isterinya mencapai umur 21 tahun. dan memberikan nafkah
juga masih terkait kewajiban lain berupa nafkah iddahnya kepada bekas isterinya, kecuali isterinya
iddah, uang mut’ah atau kewajiban terhadap nusyuz.30
keluarganya yang baru, pada hal penerimaan
gajinya hanya sepertiga dari jumlah yang biasanya 30
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Hasanuddin, (Jakarta,
diterima. Pena, 2006) h. 233
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 219

Kewajiban-kewajiban tersebut melekat pada Suami dihadapkan kepada dua kondisi yang
diri suami dan harus dipenuhi oleh suami karena sangat sulit menyerahkan sebagian gaji dan
merupakan hak-hak isteri sebagai akibat hukum hidup dengan sisa gaji yang ada atau tidak
dari cerai talak, dan tanggung jawab nafkah menyerahkan sebagian gaji dengan mendapat
dalam kasus perceraian itu. Menurut mazhab hukuman disiplin seperti diatur dalam Peraturan
Hanafi, bekas suaminya wajib memberikan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 yang mungkin
nafkah kepada mereka (bekas isteri) secara akan berakhir dengan pemberhentian sebagai
komplit dan utuh baik makanan, pakaian, dan pegawai negeri sipil.
tempat tinggal selama masa ‘iddah, menurut Dalam hal ini Sayuti Thalib berpendapat
ulama Mujtahiddin, bahwa wajib kepada bahwa diwajibkan atas suami memberikan
seseorang untuk menafkahi orang-orang yang belanja kepada isteri yang diceraikan menurut
wajib diberikan nafkah seperti isterinya, ayahnya keadaan suami. Banyaknya menurut hajat dan
serta anaknya yang masih kecil (belum sampai adat yang berlaku di tempat masing-masing.
umur), sedangkan menurut para ulama Maliki Intinya yang menjadi ukuran berapa besar nafkah
suami berkewajiban untuk menyediakan adalah kemampuan suami.32
akomodasi bagi isteri yang dicerainya, bila dia
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas,
telah bercampur dengannya, meskipun demikian,
menurut penulis pemberian nafkah kepada bekas
sang suami tidak wajib memberikan nafkah
isteri setelah perceraian merupakan kewajiban
kepada isteri yang dicerai talak tiga, tetapi
suami terhadap bekas isterinya. Dalam kaitannya
wanita yang hamil tetap mendapatkan nafkahnya
dengan suami yang berstatus sebagai Pegawai
baik talak satu maupun talak tiga. Sedangkan
Negeri Sipil pemberian nafkah kepada bekas isteri
berkaitan dengan ‘iddah bagi bekas isteri yang
telah diatur oleh pemerintah dalam PP Nomor
dicerai suaminya yang masih hidup (cerai
10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
hidup), adalah: a. Jika perempuan itu masih
Perceraian bagi PNS yang telah diubah dengan PP
haid, ‘iddahnya 3 kali sucian; b. Jika perempuan
Nomor 45 tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP
yang ditalak belum/ tidak haid karena belum
Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
saatnya(misalnya: usianya masih sedikit atau
Perceraian Bagi PNS. Antara ketentuan hukum
tidak haid lagi karena sudah tua maka ‘iddahnya
Islam sebagaimana pendapat yang dikemukakan
3 bulan). 31
oleh fuqaha yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Berdasarkan beberapa dalil nash di atas dapat Hadits dan Peraturan Pemerintah memiliki tujuan
dipahami bahwa ada tiga kewajiban yang harus yang sama yaitu melindungi hak-hak perempuan
dipenuhi suami yakni kewajiban menyediakan sebagai bekas isteri berupa nafkah. Hanya saja
kiswah, tempat tinggal, nafkah ,ketiga, kewajiban dalam Islam tidak ada ketentuan pasti mengenai
tersebut berlaku sampai habis masa iddah. jumlah nafkah sedangkan nafkah yang harus
Sedangkan kewajiban mut`ah tidak dibatasi dibayarkan oleh seorang PNS kepada bekas
waktunya karena pemberian tersebut merupakan isterinya sudah ditentukan secara pasti besaran
hiburan bagi isteri yang dicerai. angkanya.
Penulis berpandangan bahwa kedua Peraturan Setelah bercerai, baik Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah ini sepertinya tidak memperhatikan sebagai bekas suami bersangkutan maupun bekas
kemaslahatan kedua belah pihak. Misalnya ketika isteri harus menjalankan kehidupan mereka
suami mengambil inisiatif dalam perceraian masing-masing secara terpisah. Seiring dengan
dimungkinkan suami tersebut tidak sanggup perjalan kehidupannya, bukan tidak mungkin
meneruskan perkawinan karena sikap isteri yang masing-masing menemukan pasangan hidup
kurang baik, dan suami memandang bahwa yang baru dan membangun keluarga barunya
perceraian merupakan satu-satunya jalan untuk itu bersama pasangan masing-masing. Bagi
keluar dari kemelut rumah tangganya. Dalam bekas suami yang berstatus Pegawai Negeri
kondisi seperti ini cukup adilkah penetapan suatu Sipil, di samping harus menafkahi keluarga
kewajiban kepada bekas suami (apalagi kalau barunya, masih harus dibebani dengan
bekas suami tersebut telah berstatus Pegawai kewajiban memberikan nafkah kepada bekas
Negeri Sipil sebelum pernikahan berlangsung). isterinya sebagaimana telah ditentukan dalam

31 32
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, terj. Sayuthi Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta,
Masykur AB, (Jakarta, Lentera, 2011) h. 433 UI Press, 2009) h. 78
220 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

PP Nomor 10 tahun 1983 maupun PP Nomor maka suami dimusuhi dengan sikap
45 tahun 1990 Peraturan Pemerintah tentang tidak mau menjalankan kewajiban isteri
Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS yaitu terhadap suami, suka melawan, tidak mau
kewajiban memberikan nafkah dari gajinya melaksanakan pekerjaan sebagai isteri di
sebesar 1/3 bagian jika perceraian itu atas rumahtangga, selalu memancing keributan
kehendak suami dan 1/3 bagian lagi untuk dan berujung tidak tidur satu kamar.
anak. Jika tidak mempunyai anak maka bekas Pada tanggal 31 Oktober 2103, setelah melalui
suami berkewajiban memberikan 2/3 bagian berbagai proses perceraian di Pengadilan
atau setengah dari gajinya. Jika kemudian bekas Agama, maka Pengadilan Agama memutuskan
isteri mendapatkan pasangan yang baru dan perceraian antara FU dan Est berdasarkan
membina kehidupan keluarga barunya maka Putusan Pengadilan Agama Kelas IA Bengkulu
hak untuk mendapatkan nafkah sebesar 1/3 atau nomor 0455/AC/2013/PA/Bn. Setelah terjadi
2/3 bagian dari gaji bekas suami menjadi hilang perceraian FU selaku bekas suami telah
sehingga suami tidak memiliki kewajiban lagi melaksanakan kewajiban sebagaimana
atas pembagian nafkah tersebut. diatur dalam PP Nomor 10 tahun 1983 jo.
Permasalahannya adalah, di dalam Peraturan PP Nomor 45 tahun 1990 yaitu memberikan
Pemerintah tentang Izin Perkawinan dan nafkah kepada bekas isteri 1/3 bagian dari
Perceraian bagi PNS baik PP nomor 10 tahun gaji dan 1/3 bagian untuk anak.
1983 maupun PP 45 tahun 1990 tidak diatur Pada tanggal 20 Januari tahun 2016, Est
secara jelas dan tegas tentang bagaimana jika mengirimkan surat kepada instansi tempat
bekas isteri pada akhirnya tidak menikah lagi. Hal bekas suaminya bekerja di Jakarta dan
ini tentu saja menimbulkan perbedaan persepsi tembusannya disampaikan kepada Badan
bagi banyak pihak terutama bagi bekas isteri Kepegawaian Negara di Jakarta. Dalam
yang merasa masih terus mendapatkan haknya suratnya, Est menyampaikan bahwa FU
selama ia tidak menikah lagi, perceraiannya atas (bekas suami) sejak bercerai pada tahun 2013
kehendak suami dan ia tidak berbuat nusyuz dan sampai dengan tahun 2016 (saat surat tersebut
pada akhirnya muncul adanya dampak positif dibuat oleh Est) bekas suami tidak pernah
dan negatifnya, sebagaimana dapat dilihat pada memberikan 2/3 gajinya kepada Est sebagai
beberapa contoh kasus sebagai berikut: bekas isteri sedangkan FU sebagai bekas
1. Perceraian antara FU (suami) dengan Est suami telah menandatangi surat pernyataan
(isteri) yang bercerai pada tanggal 31 Oktober bersedia membayar 2/3 gaji. Surat dari Est
2013 berdasarkan Akta Cerai nomor 0455/ tersebut kemudian telah pula ditanggapi oleh
AC/2013/PA Bn. pihak BKN dan Kementerian PUPR tempat
Konfik rumahtangga antara FU dan isterinya FU bekerja, masing-masing memerintahkan
Est terjadi sejak tahun 2013. Dalam kurun kepada FU untuk membayar hak bekas isteri
waktu tersebut, FU sebagai suami sudah sebesar 2/3 gajinya dan jika tidak dibayarkan
melihat gejala bahwa isteri selalu memaksa maka yang bersangkutan akan terkena sanksi
bahwa setiap harta yang dimiliki harus atas disiplin sebagaimana terdapat dalam PP 53
nama isteri sehingga FU sebagai suami merasa tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
bahwa isteri telah merencanakan perceraian Menanggapi hal ini, kemudian bekas suamipun
dan surat menyurat berharga disimpan isteri menyampaikan sanggahan tentang pembagian
tanpa sepengetahuan suami. Kemudian sejak gaji yang harus dibagi kepada bekas isteri.
tahun 2005 isteri pindah tugas ke Puskesmas Menurut FU, seorang PNS selain menerima
Kepahiang. Karena merasa penghasilannya gaji juga mendapatkan tambahan penghasilan
lebih besar dari suami maka Est selaku isteri berupa tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja
menunjukan sikap sombong dan angkuh. FU diberikan berdasarkan capaian kinerja PNS
selaku suami merasa tersiksa batin karena: yang bersangkutan sedangkan gaji diberikan
a. Isteri selalu mengambil semua penghasilan berdasarkan pangkat, golongan dan jabatan
suami dan uang gaji ditabungkan tanpa bukan berdasarkan kinerja sehingga antara
diketahui suami. gaji dan tunjangan kinerja berbeda.
b. Isteri memaksa untuk mendapatkan FU saat surat sanggahan tersebut dibuat telah
uang lebih banyak, jika tidak berhasil mempunyai isteri sah sehingga mempunyai
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 221

tanggungan terhadap keluarga barunya itu. dampak dari penerapan PP Nomor 10 tahun
Selama ini ia merasa telah secara rutin 1983 jo. PP Nomor 45 tahun 1990 tentang Izin
membayar kewajibannya melalui pemotongan Perkawian dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri
gaji tidak termasuk tunjangan kinerja. Jika gaji Sipil.
beserta tunjangan kinerja dibagi kepada bekas Di dalam Islam, seorang bekas suami wajib
isteri sebesar 2/3 (1/3 untuk bekas isteri dan memberikan nafkah kepada bekas isteri selama
1/3 lagi untuk anak) ia merasa sangat kesulitan masa iddah. Dengan kata lain, jika masa iddahnya
untuk membiayai keluarganya. Padahal jika telah selesai maka putus pula kewajiban bekas
gaji saja yang dibagi kepada bekas isteri, isteri untuk memberikah nafkah kepada bekas
maka tunjangan kinerja dirasa cukup untuk isterinya itu, kecuali nafkah untuk anak yang
membiayai kehidupan rumahtangganya masing dalam tanggungan. Tidak adanya aturan
bersama isteri barunya. FU merasa berada khusus secara tektual dalam Islam yang mengatur
dalam posisi dilema, jika tidak memenuhi besaran nafkah yang harus diberikan bekas suami
kewajiban memberikakan gaji 2/3 kepada menunjukan fleksibilitas Hukum Islam. Hal ini
bekas isteri akan terjadi pelanggaran, tetapi dikarenakan perbedaan kemampuan suami
jika yang diberikan tersebut termasuk pula memberi nafkah sangat berbeda sesuai dengan
tunjangan kinerja maka akan berpengaruh kondisi masing-masing.
kepada kehidupan keluarga barunya.
Mengingat Hukum Islam mengatur keharusan
2. Seorang PNS menceraikan isterinya dan oleh memberikan nafkah dalam waktu tertentu
pengadilan diputuskan yang bersangkutan (selama masa iddah) dan putus jika bekas isteri
berkewajiban membayar: telah menikah lagi, maka ketentuan tentang
a. Uang iddah, mut’ah (kiswah dan maskan) pemberian nafkah sebesar 1/3 untuk bekas isteri
dan nafkah lampau yang terhutang. selama isteri tidak menikah lagi sebagaimana
b. Kewajiban berdasarkan pasal 8 PP Nomor diatur dalam PP Nomor 10 tahun 1983 jo. PP
10 tahun 1983 jo. PP Nomor 45 tahun 1990 Nomor 45 tahun 1990 sangatlah bertolak belakang
berupa uang nafkah kepada bekas isteri. dengan ketentuan Hukum Islam.33
Karena bekas suami akhirnya menikah lagi Karena antara hukum PP Nomor 10 tahun 1983
maka ada dua pihak yang harus ia nafkahi jo. PP Nomor 45 tahun 1990 sangatlah bertolak
yaitu bekas isteri dan isteri baru dan inilah belakang dengan ketentuan Hukum Islam, maka
yang menyebabkan isteri baru menjadi menurut hewat penulis diperlukan political
merasa hasil keringat suaminya secara terus will dari pemerintah untuk mengkaji kembali
menerus dinikmati orang lain meskipun itu aturan-aturan tersebut karena pelaksanaanya
bekas isteri sehingga isteri menjadi kecewa dapat menimbulkan dampak negatif terutama
dengan kondisi ini. bagi keluarga baru bekas suami. Tujuannya
adalah agar PNS yang beragama Islam dapat
3. Seorang PNS dan isterinya pisah ranjang
menjalankan aturan Islam dalam kehidupannya
tanpa ada kejelasan status hanya karena
tanpa harus berbenturan dengan aturan-aturan
menghindari PP Nomor 10 tahun 1983 jo.
yang bertolak belakang dengan hukum Islam.
PP Nomor 45 tahun 1990 yang mengharuskan
Jika di dalam pemenuhan kewajiban belas
bekas suami memberikan nafkah kepada
suami memberikan nafkah kepada bekas isteri
belas isteri. Sebaliknya isteri dengan sengaja
sebesar 1/3 bagian dari gajinya akan berdampak
tidak mau menuntut cerai suaminya karena
buruk kepada keluarga baru bekas isteri, maka
takut tidak mendapatkan haknya sebagai belas
ketentuan sebagaimana PP Nomor 10 tahun
isteri.
1983 jo. PP Nomor 45 tahun 1990 tentu tidak
4. Seorang bekas isteri menikah lagi secara siri diperbolehkan dalam Islam. Jika ini terjadi
agar tetap mendapatkan hak nafkahnya dari
maka tujuan perkawinan itu tidak tercapai.
bekas suami. Dengan melakukan nikah siri
Karena Islam mengutamakan kemaslahatan,
maka nafkah tetap diperoleh karena tidak ada
sebagaimana kaidah fikih yang berbunyi:
bukti tertulis yang sah untuk membuktikan
bahwa ia telah menikah lagi dengan laki-laki ‫درء الـمفاسد مقدم ع جلب الـمصالح‬
lain.
Mencermati beberapa contoh kasus di atas 33
Sayuthi Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta,
menurut hemat penulis menunjukan adanya UI Press, 2009) h. 78
222 | QIYAS Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

Menolak kerusakan harus didahulukan daripada BulanBintang


menarik kemaslahatan. 34 Aulawi, Wasil. 1994, Sejarah Perkembangan
Hukum Islam, Dalam Prospek Hukum Islam
Penutup dalam Kerangka Pembangunan Hukum
Nasional di Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan
Berdasarkan pembahasan pada bagian
Hakim Agama
terdahulu, penulis mengambil beberapa
Ayyub, Syaikh Hasan, 2001, Fiqh al-Asrati al-
kesimpulan sebagai berikut:
Muslimati, penterjemah Abdul Ghafar EM,
a. Hukum Islam mengatur tentang kewajiban Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
nafkah yang diberikan seorang suami Azzam, Abdul Aziz Muhammad, 2009, Fikih
terhadap bekas isteri pasca perceraian Munakahat, terj. Abdul Madjid Khon, Jakarta:
adanya mut’ah yakni pemberian hiburan Amzah
kepada bekas isterinya serta memberikan
Basyar ahil, Abd ul Aziz Salim, Tuntunan
nafkah iddah yaitu nafkah yang diberikan
Pernikahan dan Perkawinan, Yogyakarta:
bekas suami kepada bekas isteri selama bekas
Gema Insani
isteri menjalankan masa iddah dalam talak Basyir, Ahmad Azhar, 2000, Hukum Perkawinan
raj’i. Kedua kewajiban tersebut disesuaikan Islam, Yogyakarta: UII Press
dengan kemampuan bekas suami dan kadar Bigha, Mustafa Dibul, 1999, Fiqh Syafi’i,
kepantasan yang berlaku di masyarakat agar Surabaya:Bintang Pelajar
tidak memberatkan beban bekas suami. Tidak Departemen R.I, 2000, Kompilasi Hukum Islam
ada kewajiban memberikan nafkah lagi bagi di Indonesia, Jakarta: Dirjen Pembinaan
bekas suami setelah bekas isteri melewati Kelembagaan Agama Islam
masa iddah. Dewan Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam,
b. Kewajiban bekas suami PNS untuk mem- (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997),
berikan 1/3 gajinya setelah bercerai kepada cet. ke-1, Jilid. VI
bekas isterinya sampai bekas isteri tersebut Dibul Bigha, Mustafa, 1999, Fiqh Syafi’i, terj.
menikah lagi, sebagaimana diatur dalam pasal Sunarto, Surabaya: Bintang Pelajar
8 PP Nomor 10 tahun 1983 jo PP Nomor Faiz, Ahmad, 2002, Cita Keluarga Islam, Jakarta:
45 tahun 1990 bertentangan dan bertolak- Dirurais
belakang dengan ketentuan Hukum Islam Hamid, Warno, 1999, Merajut Perkawinan
karena dalam Islam kewajiban bekas suami Harmonis, Surabaya: Insan Cendikia
untuk memberikan nafkah kepada bekas isteri Hamka, 2003, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka
hanya dalam masa iddah karena memang Nasional
pemberian 1/3 gaji kepada bekas isteri hingga Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi, 2004, Fikih
bekas isteri menikah lagi akan menimbulkan Islam Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta
mudharat baik bagi bekas suami itu sendiri Kelana, Mulya, 1999, Kamus Istilah Islam, Jakarta:
maupun keluarga baru bekas suami tersebut. Bulan Bintang
Marzuki, Peter Mahmud,2010, Peneltian Hukum,
Daftar Pustaka Cet ke-6, Jakarta: Kencana Prenada Media
Adhim, Muhammad Fauzan, 2002, Indahnya Group
Pernikahan Dini, Jakarta: Gema Insani Pers Mughniyah, Muhammad Jawad, 2007, Fiqih Lima
Ahmad, Abu dan Cholid Narbuko, 2002, Mazhab, Jakarta: Lentera
Metodelogi Penelitian, Jakarta: Bumi Angkasa Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,
Al Hamdani, 2002, Risalah Nikah, Pustaka Amani: 2010, Subulus Salam Syarah Bulughul
Jakarta Maram, diterjemahkan oleh Muhammad
Al-Bayan, 2008,Shahih Bukhari Muslim, Bandung: Isnan dkk, Jakarta: Darus Sunnah
Jabal Muhammad Jawad Mughniyah, 2002, Al Fiqh
Al-Hasyimi, 1993, Syaarah Mukhtarul Ahadits, ‘ala Al-Madzahib al-Khamsah, Penerjemah
Bandung: Sinar Baru Masykur AB, Afif Muhammad Idrus Al-Kaff,
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, 1996, Syari’at Islam PT.Lentera Basritama, Jakarta
Menjawab Tantangan Zaman, Jakarta: Muhammad, Al-Ibrahim Jamal, 1994, Fiqh Al-
Mariti Al Muslimati, Penterjemah, Zaid Husain
34
Mukhtar Yahya dan Faturrakhman, Kaidah-kaidah...h. 520.
Al-Hamid, , Jakarta: Pustaka Amani
NILKHAIRI: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Pegawai Negeri Sipil | 223

Muhammad, Syaikh Al-Allamah, Fiqh Empat Prodjohamidjojo. Marjiman, 2011, Hukum


Mazhab, terj. Muhammad Zaki Alkaff, Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia
Bandung: Hasyimi Legal Center Publishing
Muhammad, Syamsuddin bin Muhamamd al- Rafiq, Ahmad, 2000, Hukum Islam di Indonesia,
Khatin al-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, Beirut: cet. ke-4, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Dar-al-Kutub al-Ilmiyah Rahman, Abdul, 1996, Perkawinandalamsyariat
Muktar, Kamal, 1999, Asas-asas Hukum Islam Islam, Jakarta: RinekaCipata
Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang Ramulyo, Idris. 2004. Hukum Perkawinan,
Munawir Ahmad Warson, 1984, Kamus al Kewarisan, Hukum Acara Pidana, Peradilan,
Munawwir, Yogyakarta: Pondok Psantren Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar
al – Munawwir Grafika
Nasution,Khoiruddin, 2009, Hukum Perdata Rasjid,Sulaiman, 2014, FiqhIslam, Bandung:
Islam di Indonesia dan Perbandingan SinarBaruAlgensindo
Hukum Perkawinann Islam di Dunia Rifa’i, Moh, tt, Hukum Fiqih Islam Lengkap, Karya
Muslim, Jakarta: Academia Toha Putra: Semarang
Ni’am Sholeh, Asrorun, 2008, Fatwa-fatwa Rusyd, Ibnu, 2007, Bidajatul Mujtahid, terj. Imam
Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: Ghazali Said, Jakarta: Pustaka Amani
Elsas Sabiq, Sayyid, 1991, Fiqh Sunnah, Jilid 8, alih
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, bahasa Muhammad Thib, Bandung: Al Maarif
2006, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Saebani, Beni Ahmad, 1999, Perkawinan Dalam
Kencana: Jakarta Hukum Islam dan Undang-undang, Jakarta:
Nurudin, Amiur dan Azhar A Tarigan, 2006, Pustaka Setia
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU Sanusi, Nur Taufiq, 2011, Fikih Rumah Tangga,
No.1/1974 sampai KHI), cet. ke-3, Jakarta: Jakarta: Elsas
Kencana Shihab, M.Quraish, 1996, Wawasan Alquran,
Bandung: Mizan

You might also like