You are on page 1of 4

1.

Itihasa dan Purana memiliki beberapa manfaat:


a. Pustaka (literary significance), dari sudut pandang pustaka, kitab-kitab Itihasa dan
Purana mengandung makna yang sangat penting. Hampir semua rakavi
(pengarang) sangat tergantung dan mendapat inspirasi dari karya tersebut.
Barangkali semua karya Sansekerta juga termasuk Jawa Kuno, tidak ada yang
terlepas dari karya tersebut. Semua karya tidak terlepas dari karakter Itihasa dan
Purana.
b. Sebagai ensiklopedi, Mahabharata sebagai bagian dari Itihasa dan Purana
merupakan ensiklopedi abadi, dan merupakan ensiklopedi hari atau masa tertentu
seperti halnya ensiklopedi dewasa ini. Di dalamnya ditemukan semua
pengetahuan dan sains pada masa yang amat tua (relevan hingga kini), hukum,
pandangan hidup, sejarah, mitologi, fable dan legenda, kepercayaan (agama) yang
sangat popular, tradisi dan praktek kehidupan sosial, doktrin-doktrin tentang
pengetahuan umat manusia dan ajaran suci.

2. Yang terpenting dapat kita pelajari dari ketentuan ini adalah penambahan ketentuan
ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari dari kitab Itihasa dan Purana. Kitab-kitab
Itihasa adalah seperti; kitab Mahabharata dan Ramayana, sedangkan Purana adalah
merupakan kitab-kitab yang termasuk kuno, misalnya babad-babad, yang memuat
sejarah keturunan, dinasti raja-raja Hindu. Jadi secara ilmu hukum modern kedua
jenis buku ini merupakan buku tambahan yang memuat ajaran-ajaran hukum yang
bersifat doktrinisasi, memuat sumber keterangan mengenai jurisprudensi dalam
bidang Hukum Hindu.

3. Ilmu pengetahuan menurut kitab agni dibagi menjadi dua yaitu atman dan brahman:
Atman adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui tiga langkah, yaitu
mendengar, berpikir, dan pngalihan. mendengar yakni mendengarkan ucapan dari
orang bijak dan kitab suci. berpikir yakni, awalnya atman adalah berupa konsep
kosong yang diubah menjadi kenyataan penting. pengalihan yakni diidentifkasikan
dengan dirinya yang menjadi roh abadi dengan memcoba dirinya membayangkan
menjadi roh abadi itu. ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang lain karena
memang dirinya adalah fana dan hanya atman yang nyata. Brahman adalah penguasa
tertinggi dalam konsep ketuhanan hindu. bersifat kekal dan tidak terwujud tak terbatas
tak berawal dan berakhir. dengan konsep ilmu pengetahuan artinya segala sesuatu
harus didasari pada konsep ketuhanan. bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
dicuptakan semata-mata untuk mencapai konsep ketuhanan yang hakiki.

4. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:

 Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta


 Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
 Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
 Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
 Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
 Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk

5. Tuhan dalam agama Hindu disebut Brahman ("bukan Dewa Brahma") atau di Bali
biasa disebut Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang artinya Tuhan yang maha besar dan
tahu segalanya. Segala sesuatu tentang Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak
secara gampang bisa kita pahami kecuali kita sudah memiliki hati yang tulus,
bijaksana dan tidak memiliki keterikatan terhadap apapun masalah keduniawian
dikarenakan sifat-sifat beliau. Sifat-sifat Beliau banyak disebutkan dalam kitab suci.
Dalam Weda disebutkan 4 sifat kemahakuasaan dari Tuhan yang disebut Cadu Sakti
yang diantaranya :
a. Wibhu Sakti : Tuhan Maha Ada yang memenuhi dan meresapi seluruh
bhuana/dunia dan berada dimana-mana, tidak terpengaruh dan tidak berubah
("Wyapi Wyapaka Nir Wikara") dan tidak ada tempat yang kosong bagi
Beliau karena beliau memenuhi segalanya. Beliau ada di dalam dan di luar
ciptaan-Nya.
b. Prabhu Sakti : Tuhan Maha Kuasa yang menjadi raja dari segala raja (Raja
Diraja), yang menguasai segalanya baik dalam hal penciptaan (Utpetti),
pemeliharaan (Stiti), dan Pelebur (Prelina).
c. Jnana Sakti : Tuhan Maha Tahu yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi
baik di alam nyata maupun tidak nyata, yang terjadi di masa lampau(Atita),
yang sedang terjadi (Nagata), ataupun yang akan terjadi (Wartamana).
d. Krya Sakti : Tuhan Maha Karya yang setiap saat tidak pernah berhenti
melakukan aktifitas baik dalam penciptaan, pemeliharaan, pelebur,
pengawasan, penjagaan, sutradara dalam sandiwara kehidupan (demi
memberikan pembelajaran dan pengetahuan) dan segala aktifitas lainnya.

6. Panca Sradha dan contohnya :

a. Rancangan atau gagasan ide yang tersusun dalam ajaran agama Hindu. Umat
Hindu sangat yakin dengan adanya Tuhan, umat Hindu selalu menyembah
sujud dan taat dengan ajaran-ajaran suci melalui kitab-kitab suci. Oleh karena
itu, umat Hindu memiliki rasa yang bakti kepada kemahakuasaan Tuhan
sebagai pencipta alam semesta ini (Widhi Tattwa).

b. Keyakinan terhadap atma. Keyakinan umat Hindu terhadap atma ini disebut
dengan Atma Tattwa. Keyakinan ini dimaksudkan bahwa umat manusia
memiliki konsep bahwa makhluk hidup ini yang menjiwainya adalah atma.

c. Karmaphala Tattwa, yaitu keyakinan pada Karmaphala yang merupakan


hukum sebab akibat. Pada konsep ini, umat Hindu memiliki konsep berpikir
bahwa dalam setiap makhluk di dunia ini akan mendapatkan sebab dan akibat
dari perbuatan atau tingkah lakunya selama hidup di dunia ini.

d. Punarbhawa, yaitu keyakinan pada kelahiran kembali. Pada konsep ini, umat
Hindu memiliki keyakinan bahwa setelah kematian aka nada kesempatan
kelahiran kembali. Kelahiran kembali ini merupakan kesempatan untuk
memperbaiki kehidupan sebelumnya.

e. Moksha, yaitu keyakinan akan bersatunya atman dengan Brahman. Konsep ini
tentunya didasari oleh adanya pemikiran umat yang menyatakan bahwa betapa
lelahnya sang atma, ia harus berulang kali mengalami lahir kembali. Oleh
karena itu, kemudian ada harapan umat untuk mendapatkan kebahagiaan yang
kekal

7. Catur Purusa Artha dan Catur Asrama bagi umat Hindu adalah suatu elemen yang
sangat penting dan saling berkaitan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena Catur
Purusa Artha menjadi pedoman bagi umat Hindu dalam mewujudkan Catur
Asrama.Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa untuk mewujudkan tujuan
hidup dan agama, maka manusia perlu menjalin hubungan dengan Catur Purusa Artha
dan Catur Asrama. Catur Purusa Artha merupakan fondasi moral dalam melakukan
Catur Asrama. Tanpa Catur Purusa Artha sebagai landasannya, maka tujuan Catur
Asrama akan sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan. Catur Purusa Artha
sebaiknya disikapi sebagai satu kesatuan dengan unsur agama Hindu lainnya,
sehingga tidak terpisahkan.

8. Purana terdiri atas lima topik Utama (Panca Laksana) 1. Tentang Penciptaan


semesta (pratisarga, sarga dan Pralaya), 2.Geografi 3. kisah kisah Para Dewa dan
berbagai kisah lainnya 4.Manvantara (waktu, jaman yuga dan Manu) 5.Silsilah
(Suryawamsa dan Chandrawamsa) Keseluruhan Mahapurana terdiri atas ± empat
Laksa (400.000) Sloka Pada garis besarnya, pokok-pokok Kitab Purana dapat dibagi
menjadi 5 kelompok sebagai berikut.
• Sarga berisi tentang penciptaan alam semesta yang pertama.
• Pratisarga berisi tentang penciptaan alam semesta untuk yang kedua.
• Wamsa berisi tentang keturunan dewa-dewa, raja-raja, atau dan rsi-rsi.
• Manwantara berisi tentang perubahan manu-manu.
• Wamsanucarita berisi tentang diskripsi keturunan yang akan datang.

9. Kitab Purana berisi tentang pokok-pokok ajaran yang menguraikan cerita kejadian
alam semesta, doa-doa, mantra, dan lain sebagainya yang dilakukan untuk
menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Selain itu, Kitab Purana juga berisi
tentang tata cara pelaksanaan puasa, upacara keagamaan, dan Tirtayatra, maupun
Dharmayatra di tempat suci. Purana juga berisi pokok-pokok ajaran ketuhanan yang
dilaksanakan menurut keyakinan Hindu. Dengan demikian keterkaitan Kitab Purana
dengan Pendidikan Agama Hindu sebagai dasar untuk mempelajari tentang pokok-
pokok ajaran Agama Hindu

10. Tri Kerangka Agama Hindu di atas semakin jelas bahwa ketiganya memang tidak
dapat dipisahkan. Tattwa menjadi landasan teologis dari semua bentuk pelaksanaan
ajaran agama Hindu. Susila menjadi landasan etis dari semua perilaku umat Hindu
dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan dengan alam
lingkungannya. Sedangkan ācāra menjadi landasan prilaku keagamaan, tradisi, dan
kebudayaan religius. Ācāramengimplementasikan tattwa dan susila dalam wujud tata
keberagamaan yang lebih riil dalam dimensi kebudayaan. Tanpa adanya ācāra, agama
hanyalah seperangkat ajaran yang tidak akan nampak dalam dunia fenomenal. Secara
sosio-antropologis, ācāra menjadi identitas suatu agama karena ia melembaga dalam
sebuah sistem tindakan. Sebaliknya, tattwa (ketuhanan) sangat abstrak sifatnya,
demikian halnya dengan susila yang tidak hanya dibentuk oleh agama, melainkan juga
oleh tradisi, adat, kebiasaan, tata nilai dan norma-norma sosial.

You might also like