You are on page 1of 15

PENEGAKAN HUKUM YANG TIDAK BERSESUAIAN DENGAN KETENTUAN HUKUM

PIDANA DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN YANG


MENYEBABKAN TIMBULNYA KORBAN
(Dalam Kajian Ilmu Viktimologi)

UNAUTHORIZED LAW ENFORCEMENT WITH CRIMINAL PROVISIONS IN


THE INQUIRY AND INVESTIGATION PROCEDURES CAUSING THE SURVIVAL
OF VICTIMS
(In the Study of Victimology)

Julaiddin
Fakultas Hukum Universitas Ekasakti
e-mail: julaiddinmr@gmail.com
ABSTRAK
Dalam undang-undang tersebut telah dibahas tentang penyidikan UU No. 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai dasar dari proses pijakan di tingkat penyidikan. Untuk itu,
proses yang benar-benar nyata diperlukan untuk menemukan kesalahan yang mungkin tidak
menyebabkan ketidakpercayaan yang disebabkan oleh proses. Dengan demikian proses hukum
dapat ditingkatkan ke penyelidikan untuk menentukan yang utama dan dapat ditemukan oleh pelaku
sesungguhnya

ABSTRACT
In the law has been discussed about the investigation of Law No. 8 of 1981 on the Criminal
Procedure Code (KUHAP) as the basis of the footing process at the level of investigation. For that,
a truly real process is needed to find errors that may not cause the mistrust caused by the process.
Thus the legal process can be upgraded to an investigation to determine the primary and can be
found by the real culprit.

A. Pendahuluan pidana. Dimana dalam peristiwa yang terjadi


Negara kita adalah negara yang selalu ditengah-tengah masyarakat baik yang
menjunjung tinggi peradaban akan adanya dihadapi ataupun yang ditemukan secara
penegakan hukum. Akan tetapi fakta yang pribadi maupun melalui media cetak dan
terjadi selau menebang pilih dari suatu elektronik, pada umumnya kebenarannya
proses penegakan hukum khususnya hukum yang saling berkontradiksi/bertentangan
(paradoks). Hal ini disebabkan karena ikut pidana, karena kriminologi bidang ilmu yang
campurnya oknum-oknum yang tidak dapat memberikan masukan kepada hukum
bertanggungjawab sehingga hukum selalu di pidana, terutama mengapa seseorang itu
jadikan simbol saja oleh sipelaku kejahatan melakukan tindak kejahatan dan faktor-faktor
itu, sehingga aparat yang bertugas sebagai penyebabnya serta upaya apa yang harus
penyidik dalam rangka penegakan hukum dilakukan agar para penegak hukum tidak
tidak lagi kondusif dalam menjalankan melanggar hukum. Kriminologilah yang
tugasnya, ini semua adalah salah satu mempelajari sebab akibat, perbaikan dan
kelemahan dalam pengawasan baik internal pencegahan terhadap kejahatan berbagai ilmu
maupun eksternal dari suatu instansi yang pengetahuan. (Soedjono. D, 1979:5)
memadai sistem penagakan hukum. Banyak Menurut Sutherland, Cressey
tindakan aparatur penegak hukum dalam menyatakan criminology is the body of
menjalankan tugasnya bertentangan dengan knowledge regarding crime as a social
hukum baik dalam proses penyelidikan, phenomenon. (Sutherland, Cressey, 1960:3)
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di Kriminologi merupakan batang tubuh ilmu
sidang pengadilan maupun dalam pengetahuan yang mengandung pengertian
pelaksanaan eksekusi. kejahatan sebagai suatu fenomena sosial.
Dalam undang-undang telah di atur Fenomena ini tergambar di dalam penegakan
tentang porses penyidikan yaitu Undang- hukum yang dilakukan oleh aparatur penegak
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab hukum pidana mulai dari kepolisian,
Undang-Undang Hukum Acara Pidana kejaksaan, pengadilan sampai tingkat
(KUHAP) sebagai landasan berpijaknya eksekusi.
suatu proses di tingkat penyidikan. Untuk itu, Dalam Pasal 362 KUHP yaitu
di harapkan dalam proses penyelidikan harus membahas tentang perbuatan mengambil
sungguh-sungguh sehingga proses untuk atau memindah tangankan sebagaian atau
menetukan tentang adanya kesalahan yang di keseluruhan barang milik orang lain secara
duga tidak menimbulkan ketidakpercayaan melawan hukum akan di ancam dengna
oleh yang di duga dalam suatu proses pidana pencurian selama lima (5) tahun,
tersebut. Dengan demikian proses hukum namun dalam peristiwa sebagaimana yang
dapat di tingkatkan ke penyidikan untuk tertuang dalam Pasal 362 KUHP tersebut
menetukan kebenaran suatu peristiwa dan tidak semuda itu kita harus mendudukan
dapat di temukannya sipelaku yang seseorang sebagai orang yang bersalah
sesungguhnya. namun diperlukan beberapa pembuktian di
Hukum Pidana berkaitan erat dengan antaranya harus ada:
kriminologi dalam proses penegakan hukum a. Adanya saksi,
b. Adanya bukti-bukti,
c. Adanya korban. di tingkat penyidikan yang terduga tidak

Dalam ilmu hukum pidana ada ilmu pernah melakukan akan adanya perbuatan

yang mepelajari tentang pidana dan yang di tuduhkannya, akan tetapi Jaksa

pemidanaan, karena dalam hukum pidana di Penuntut Umum juga tetap menerima hasil

perlukannya pertanggungjawaban atas BAP dari tingkat penyidikan, akan tetapi di

kesalahan yang di perbuat baik itu di sengaja dalam proses persidangan terungkap bahwa

atau tidak sengaja, akan tetapi semuanya itu yang di jadikan tersangka tidak sama sekali

membutuhkan suatu proses yang berbuat apa yang sesunggunya di

sesungguhnya untuk mencari kebenaran tuduhkannya sebagai pelaku sebagaimana

materil maupun kebenaran formilnya. telah di tentukan dalam Pasal 362 KUHP.

Kebenaran materilnya yaitu adanya Mentaati norma-norma hukum yang

perbuatan yang dapat dibuktikan adanya sudah ada merupakan kewajiban bagi seluruh

perbuatan yang dilakukan dengan aparatur penegak hukum. Karena hukum

menunjukan adanya barang bukti, sedangkan tersebut berlaku secara filosofis. Hukum

proses untuk mencari kebenaran formilnya dikatakan fisiologis apabila peraturan hukum

adalah adanya proses penyidikan umtuk tersebut sesuai dengan cita-cita hukum

mencari kepastian hukum yangsesungguhnya (rechts idee) sebagai nilai positif yang

dan dapat ditemukannya tersangka dengan tertinggi. Di Indonesia cita-cita hukum

menghadirkan saksi-saksi serta alat bukti positif yang tertinggi adalah masyarakat yang

lainnya sehingga tidak menjadikan orang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

yang di duga tesebut menjadi korban akan UUD 1945. Kemudian dikaitkan dengan

adanya salah tangkap. Akan tetapi bila tidak peraturan perundang-undangan yang berlaku

terbukti secara melawan hukum maka yang di Indonesia belum satu peraturan pun yang

terduga tersbut harus dilepaskan demi memberikan perlindungan hukum secara

hukum. konkrit terhadap korban (victim),

Dari beberapa kasus yang di proses perlindungan yang ada hanya besifat abstrak.

secara melawan hukum di tingkat penyidikan Hal yang seperti itu penegakkannya

ada yang memaksakan kehendak karena masih bersifat abstrak, bagaimana

tidak menunjukan kebenaran yang perlindungan hukum terhadap korban akibat

sesungguhnya contohnya adalah si Ai diduga perbuatan orang tersebut yang telah

mencuri sedangkan orang yang dituduh atau dirugikan, belum ada aturan hukum yang

di sangka tersebut perbuatan yang memberikan perlindungan terhadap korban.

sesungguhnya adalah tentang Pada hal ini hukum itu sifatnya konkrit,

perselingkuhan, namun dalam proses hukum bukan abstrak, yang abstrak itu adalah orang
yang menegakkannya.
B. Pembahasan hukum tertentu untuk menjamin dan
1. Penegakan Hukum memastikan bahwa suatu aturan hukum
Penegakan hukum adalah suatu usaha berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam
untuk menanggulangi kejahatan secara memastikan tegaknya hukum itu, apabila
rasional, memenuhi rasa keadilan dan diperlukan, aparatur penegak hukum itu
berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi diperkenankan untuk menggunakan daya
kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai paksa. Pengertian penegakan hukum itu
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
hukum pidana, yang dapat diintegrasikan pengertiannya juga mencakup makna yang
satu dengan yang lainnya. Apabila sarana luas dan sempit. (Purnadi Purbacaraka,
pidana dipanggil untuk menanggulangi 1997:34)
kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik Dalam arti luas, penegakan hukum itu
hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang
untuk mencapai hasil perundang-undangan terkandung di dalamnya bunyi aturan formal
pidana yang sesuai dengan keadaan dan maupun nilai-nilai keadilan yang hidup
situasi pada suatu waktu dan untuk masa- dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit,
masa yang akan datang. (Barda Nawawi penegakan hukum itu hanya menyangkut
Arief, 2002:109) Ditinjau dari sudut penegakan peraturan yang formal dan tertulis
subjeknya, penegakan hukum itu dapat saja. (Dellyana, Shant, 1988:34) Karena itu,
dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat penerjemahan perkataan „law enforcement’
pula diartikan sebagai upaya penegakan ke dalam bahasa Indonesia dalam
hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas menggunakan perkataan „penegakan hukum‟
atau sempit. Dalam arti luas, proses dalam arti luas dan dapat pula digunakan
penegakan hukum itu melibatkan semua istilah „penegakan peraturan‟ dalam arti
subjek hukum dalam setiap hubungan sempit. Pembedaan antara formalitas aturan
hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai
normatif atau melakukan sesuatu atau tidak keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri timbul dalam bahasa Inggeris sendiri dengan
pada norma aturan hukum yang berlaku, dikembangkannya istilah „the rule of law’
berarti dia menjalankan atau menegakkan versus ‘the rule of just law’ atau dalam
aturan hukum. istilah ‘the rule of law and not of man’
Dalam arti sempit, dari segi versus istilah „the rule by law’ yang berarti
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya „the rule of man by law’.
diartikan sebagai upaya aparatur penegakan
Dalam istilah „the rule of law’
terkandung makna pemerintahan oleh subjeknya maupun objeknya atau kita batasi

hukum, tetapi bukan dalam artinya yang hanya membahas hal-hal tertentu saja,

formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai misalnya, hanya menelaah aspek-aspek

keadilan yang terkandung di dalamnya. subjektifnya saja. Jurnal ini memang sengaja

(Tamanahan, Brian Z, 2004:92) Karena itu, dibuat untuk memberikan gambaran saja

digunakan istilah ‘the rule of just law‟. mengenai keseluruhan aspek yang terkait

Dalam istilah ‘the rule of law and not of dengan tema penegakan hukum itu.

man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa


2. Ketentuan Hukum Pidana
pada hakikatnya pemerintahan suatu negara
Hukum Pidana adalah keseluruhan
hukum modern itu dilakukan oleh hukum,
dari peraturan-peraturan yang menentukan
bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke
„the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai
dalam tindak pidana, serta menentukan
pemerintahan oleh orang yang menggunakan
hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap
hukum sekedar sebagai alat kekuasaan
yang melakukannya. Untuk itu, penulis
belaka. (Laurensius Arliman. S, 2015:13)
mengutip beberapa pendapat para ahli hukum
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya
pidana serta penjelasannya diantaranya
bahwa yang dimaksud dengan penegakan
adalah;
hukum itu kurang lebih merupakan upaya
Menurut Moeljatno, Hukum Pidana
yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
adalah bagian daripada keseluruhan hukum
baik dalam arti formil yang sempit maupun
yang berlaku di suatu negara, yang
dalam arti materiel yang luas, sebagai
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan
pedomanperilaku dalam setiap perbuatan
untuk: (Moeljatno, 2002:1)
hukum, baik oleh para subjek hukum yang
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana
bersangkutan maupun oleh aparatur yang tidak boleh dilakukan dan yang
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
dan kewenangan oleh undang-undang untuk barang siapa yang melanggar larangan
menjamin berfungsinya norma-norma hukum tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
yang berlaku dalam kehidupan kepada mereka yang telah melanggar
bermasyarakat dan bernegara. Dari larangan-larangan itu dapat dikenakan
atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
pengertian yang luas itu, pembahasan kita telah diancamkan.
tentang penegakan hukum dapat kita c. Menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita apabila ada orang yang disangka telah
akan membahas keseluruhan aspek dan melanggar larangan tersebut.

dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi Sedangkan menurut Sudarsono, pada
prinsipnya Hukum Pidana adalah yang
mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran Yang membedakan hukum pidana
terhadap kepentingan umum dan perbuatan dengan hukum yang lainnya adalah bentuk
tersebut diancam dengan pidana yang sanksinya, bentuk sanksi ini bersifat
merupakan suatu penderitaan. (Sudarsono, hukuman yang memiliki macam-macam
1994:102) bentuk hukuman, seperti perampasan harta
Dengan demikian hukum pidana akibat denda, dirampas kemerdekaanya
bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, karena dipidana kurungan atau penjara,
melainkan sudah terletak pada norma lain bahkan adapula dirampas nyawanya jika
dan sanksi pidana. Diadakan untuk diputuskan atau dijatuhi pidana mati.
menguatkan ditaatinya norma-norma lain Ketentuan hukum positif (KUHP) di
tersebut, misalnya norma agama dan Indonesia saat ini, tidak tercantum suatu
kesusilaan. ketentuan yang menjelaskan mengenai
Di dalam pembagian hukum definisi dari tindak pidana (starfbaarfeit).
konvensional, hukum pidana termasuk Pembentuk undang-undang kita telah
bidang hukum publik. Artinya, hukum menggunakan perkataan “strafbaarfeit”
pidana mengatur hubungan antara warga untuk menyebutkan apa yang kita kenal
dengan negara dan menitikberatkan kepada sebagai “Tindak Pidana” di dalam KUHP
kepentingan umum atau kepentingan publik. tanpa memberikan sesuatu penjelasan
Secara histori hubungan hukum yang pada mengenai apa yang sebenarnya dimaksud
awalnya adalah hubungan pribadi atau dengan perkataan “Strafbaar feit” tersebut.
hubungan private, tetapi dalam perjalanan Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa
waktu terdapat hal-hal yang diambil alih Belanda berarti “sebagian dari suatu
kelompok atau suku dan akhirnya setelah kenyataan” sedangkan “Strafbaar feit” dapat
berdirinya negara diambil alih oleh negara diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu
dan dijadikan kepentingan umum. kenyataan yang dapat di hukum”. (Pipin
Hukum pidana merupakan hukum Syarifin, 2000:46) Sehingga dengan
yang memiliki sifat khusus, yaitu dalam hal demikian dapat diketahui bahwa yang dapat
sanksinya. Setiap kita berhadapan dengan dihukum itu sebenarnya adalah manusia
hukum, pikiran kita menuju kearah sesuatu sebagai pribadi dan bukan kenyataan,
yang mengikat perilaku seseorang di dalam ataupun tindakan.
masyarakat. Di dalamnya terdapat ketentuan Hukum pidana yang berlaku di
tentang apa yang harus dilakukan dan apa Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana
yang tidak boleh dilakukan atau sering kita yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian
sebut sebagai norma, serta akibatnya atau terbesar dan aturan-aturanya telah disusun
sering disebut sanksi. dalam suatu kitab undang-undang yang
dinamakan sebagai Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang dengan ancaman pidana atas
pelanggaranya.
tertentu. Di dalam KUHP itu sendiri tidak 2) Bagian subjektif merupakan kesalahan
terdapat ketentuan atau satu pasal pun yang yang menunjuk kepada pelaku untuk
dipertanggungjawabkan menurut
merumuskan mengenai pengertian tindak hukum. Hukum pidana formal yang
pidana, sehingga tidak ada batasan yang pasti mengatur cara bagaimana hukum
pidana materiil ditegakkan.
mengenai makna dan pengertian istilah
tindak pidana yang sebenar-benarnya. Oleh c. D. Hazewinkel-Suringa, dalam bukunya
membagi hukum pidana dalam arti
karena itu, timbul berbagai pendapat dari objektif (ius poenale), yang meliputi:
beberapa ahli hukum, dimana mereka 1) Perintah dan larangan yang
pelanggarannya diancam dengan sanksi
mencoba untuk menafsirkan sendiri apa itu pidana oleh badan yang berhak.
sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan 2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur
upaya yang dapat digunakan apabila
tindak pidana. Norma itu dilanggar, yang dinamakan
Secara tegas penulis menjelaskan Hukum Penitensier.
3) Subjektif (ius puniendi), yaitu hak
bahwa untuk menemukan dan memahami negara menurut hukum untuk menuntut
tentang pengertian serta makna dari pelanggaran delik dan untuk
menjatuhkan serta melaksanakan
perkataan tindak pidana, maka diteliti pidana.
berdasarkan doktrin-doktrin atau pendapat
d. Vos, meyatakan bahwa hukum pidana
para ahli mengenai makna dan pengertian diberikan dalam arti bekerjanya sebagai:
tindak pidana. Beberapa pendapat pakar 1) Peraturan hukum objektif (ius poenale)
yang dibagi menjadi:
hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum a) Hukum pidana materiil yaitu
Pidana, antara lain sebagai berikut: (Teguh peraturan tentang syarat-syarat
bilamana, siapa dan bagaimana
Prasetyo, 2010:4-9) sesuatu dapat dipidana.
a. Pompe, menyatakan bahwa Hukum b) Hukum pidana formal yaitu hukum
Pidana adalah keseluruhan aturan acara pidana.
ketentuan hukum mengenai perbuatan- 2) Hukum subjektif (ius punaenandi),
perbuatan yang dapat dihukum dan aturan yaitu meliputi hukum yang
pidananya. memberikan kekuasaan untuk
menetapkan ancaman pidana,
b. Apeldoorn, menyatakan bahwa Hukum menetapkan putusan dan melaksanakan
Pidana dibedakan dan diberikan arti: pidana yang hanya dibebankan kepada
Hukum Pidana Materiil yang menunjuk negara atau pejabat yang ditunjuk
pada perbuatan pidana dan yang oleh untuk itu.
sebab perbuatan itu dapat dipidana, 3) Hukum pidana umum (algemene
dimana perbuatan pidana itu mempunyai strafrecht), yaitu dalam bentuknya
dua bagian, yaitu: sebagai ius special seperti hukum
1) Bagian objektif merupakan suatu pidana militer, dan sebagai ius
perbuatan atau sikap yang bertentangan singulare seperti hukum pidana fiskal.
dengan hukum pidana positif, sehingga
bersifat melawan hukum yang e. Algra Jansen, mengatakan bahwa hukum
menyebabkan tuntutan hukuman pidana adalah alat yang dipergunakan oleh
seorang penguasa (hakim) untuk
memperingati mereka yang telah
dicita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari
melakukan suatu perbuatan yang tidak definisi hukum pidana itu dapat
dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut disimpulkan sebagai berikut:
mencabut kembali sebagian dari 1) Hukum pidana sebagai hukum positif
perlindungan yang seharusnya dinikmati 2) Substansi hukum pidana adalah hukum
oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan yang menentukan tentang perbuatan
harta kekayaan, yaitu seandainya ia telah pidana dan menentukan tentang
tidak melakukan suatu tindak pidana. kesalahan bagi pelakunya.

Sedangkan pendapat pakar hukum d. Bambang Poernomo, menyatakan bahwa


hukum pidana adalah hukum sanksi.
Indonesia mengenai Hukum Pidana, antara
Definisi ini diberikan berdasarkan ciri
lain sebagai berikut: hukum pidana yang membedakan dengan
hukum yang lain, yaitu bahwa hukum
a. Satochid Kartanegara, bahwa hukum
pidana sebenarnya tidak mengadakan
pidana dapat dipandang beberapa sudut,
Norma sendiri melainkan sudah terletak
yaitu:
pada lapangan hukum yang lain, dan
1) Hukum pidana dalam arti objektif,
sanksi pidana itu diadakan untuk
yaitu sejumlah peraturan yang
menguatkan ditaatinya norma-norma di
mengandung larangan-larangan atau
luar hukum pidana. Secara tradisional
keharusan-keharusan terhadap
definisi hukum pidana dianggap benar
pelanggarannya diancam dengan
sebelum hukum pidana berkembang
hukuman.
dengan pesat. (Amir Ilyas, 2012:25)
2) Hukum pidana dalam arti subjektif,
yaitu sejumlah peraturan yang
Pidana memiliki unsur-unsur sebagai
mengatur hak negara untuk
menghukum seseorang yang berikut: (Mohammad Ekaputra dan Abul
melakukan perbuatan yang dilarang.
Khair, 2010:4)
(Satochid Kartanegara, 2007:184-186)
a. Pidana itu pada hakekatnya merupakan
b. Soedarto, mengatakan bahwa hukum suatu pengenaan penderitaan atau nestapa
pidana merupakan sistem sanksi yang atau akibat-akibat lain yang tidak
negatif, ia diterapkan jika sarana lain menyenangkan.
sudah tidak memadai, maka hukum pidana b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh
dikatakan mempunyai fungsi yang orang atau badan yang mempunyai
subsider. Pidana juga termasuk tindakan kekuasaan (oleh yang berwenang).
(maatregelen), bagaimanapun juga c. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang
merupakan suatu penderitaan, sesuatu telah melakukan tindak pidana menurut
yang dirasakan tidak enak oleh orang lain undang-undang.
yang dikenai oleh karena itu hakikat dan
tujuan pidana dan pemidanaan untuk Selain itu, Andi Hamzah
memberikan alasan pembenaran
mengemukakan bahwa menurut hukum
(justification) pidana itu. (Sofjan
Sastrawidjaja, 1995:11) positif Indonesia, pidana diatur dalam Pasal
10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
c. Roeslan Saleh, mengatakan bahwa setiap
perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan (KUHP) yang mengatur bahwa pidana terdiri
sebagai perbuatan yang tidak boleh atau
atas pidana pokok dan pidana tambahan.
tidak dapat dilakukan sehingga perlu
adanya penekanan pada perasaan hukum Pidana pokok terdiri dari:
masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu
a. Pidana mati;
perbuatan pidana berarti perbuatan yang
b. Pidana penjara;
menghambat atau bertentangan dengan
tercapainya tatanan dalam pergaulan yang
c. Pidana kurungan;
d. Pidana denda. menunjukkan bukti-bukti bahwa pelaku
tindak pidana telah melakukan perbuatan
Sedangkan pidana tambahan terdiri dari: yang direncakan, maka dengan bukti-bukti
a. Pencabutan hak-hak tertentu; tersebut dapatlah ditahan pelaku dan tidak
b. Perampasan barang-barang tertentu; dapat dicabut laporan dari si pelapor
c. Pengumuman putusan hakim. tersebut, dan pelapor akan menjadi saksi
pada saat proses penyidikan di tingkat
3. Proses Penyelidikan penyidikan sampai dengan proses
persidangan di bawa sumpah untuk
Pengertian Penyelidikan berdasarkan mepertanggungjawabkan laporannya
Pasal 1 butir (5) KUHAP dimana laporan tersebut dilaporkan
apakah di tingkat Polsek ataukah di
adalah suatu tindakan untuk mencari tahu tingkat Polres.
apakah suatu peristiwa atau kasus akibat
b. Pengaduan adalah tidak semua orang
suatu tindak pidana atau bukan. dapat mengadukan terkecuali orang-orang
Yang berwenang melakukan tertentu yang dapat mengadukan suatu
kejadian baik itu keluarganya, korban
Penyelidikan adalah: sendiri ataupun kuasanya karena ada
a. Menurut KUHAP (Pasal 1 butir 4) yaitu: rahasia yang tidak perlu diketahui oleh
Polisi (dari pangkat tertinggi hingga orang banyak. Untuk itu, perlu diketahui
terendah) bahwa pengaduan terbagi dua yaitu
b. Menurut Undang-undang lain yaitu: Jaksa, Relatif dan Absolut (pengaduan yang
Bapepam (Pasar Modal), Tamtamal dibuat oleh orang yang dirugikan, ada
(Angkatan Laut) yang relatif dan ada yang absolut),
pengaduan bisa dicabut kembali dan
Tugas dan Wewenang diatur dalam pengaduan merupakan syarat di prosesnya
suatu masalah. (contoh: delik aduan
Pasal 5 KUHAP didasarkan: seperti pemerkosaan, delik aduan relatif
seperti pengkroyokan dan/atau
a. Karena Wewenang, dan penganiayaan secara massal).
b. Atas perintah Penyidik
c. Tertangkap Tangan yaitu tertangkap
Beberapa jalur diketahuinya suatu tangan pada saat mengambil barang
contohnya (sepeda motor di pekarangan)
tindak pidanan, atas dasar: milik orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan tanpa seizin pemiliknya oleh
a. Laporan: (dapat dilakukan oleh setiap si pelaku kejahatan) sehingga tidak perlu
orang atau pada umumnya adalah adanya penyelidikan
masyarakat) semua anggota masyarakat
dapat melakukan laporan kepada aparat d. Informasi dalam arti khusus (contoh: surat
penegak hukum, semua anggota kaleng, lewat media cetak) tanpa
masyarakat wajib melaporkan adanya mengkonfirmasi kepada kedua belah
rencana suatu tindak pidana, sebab bila pihak atas kebenaran suatu peristiwa
tidak dilaporkan maka rencana adanya tersebut.
perbuatan tindak pidana tersebut tidak
dapat diketahui atau ditemukannya si 4. Proses Penyidikan
pelaku tindak pidana itu. Dan apabila Menurut Penulis Ketentuan yang
masyarakat dapat melaporkan rencana
perbuatan tindak pidana tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan Penyidikan harus
pelakunya dapat ditahan dengan bersesuaian dengan hasil penyelidikan agar
tidak timbul kontrofersi atau tidak
bersesuaian dengan yang sesungguhnya b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik
yang disebut penyidik;
bahwa adanya tindak pidana yang harus
c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan
dilakukan tindakan penyidikan. Penyidikan peraturan perundang-undangan.
d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan
adalah merupakan tahapan penyelesaian
mengumpulkan bukti, yang dengan bukti
perkara pidana setelah penyelidikan yang itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi, dan menemukan tersangkanya.
merupakan tahapan permulaan mencari ada
atau tidaknya tindak pidana dalam suatu Berdasarkan keempat unsur tersebut
peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan
terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat penyidikan, telah diketahui adanya tindak
dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. pidana tetapi tindak pidana itu belum terang
Pada tindakan penyelidikan, penekanannya dan belum diketahui siapa yang
diletakkan pada tindakan “mencari dan melakukannya. Adanya tindak pidana yang
menemukan” suatu “peristiwa” yang belum terang itu diketahui dari
dianggap atau diduga sebagai tindakan penyelidikannya.
pidana. Sedangkan pada penyidikan titik
5. Pengertian Korban dalam Proses
berat penekanannya diletakkan pada tindakan
Penegakan Hukum
“mencari serta mengumpulkan bukti”.
Korban adalah mereka yang
Penyidikan bertujuan membuat terang tindak
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai
pidana yang ditemukan dan juga menentukan
akibat tindakan orang lain yang mencari
pelakunya.
pemenuhan kepentingan diri sendiri atau
Pengertian penyidikan tercantum
orang lain yang bertentangan dengan
dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam
kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.
Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
(Soeharto, 2007:77) Selama beberapa abad,
“Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan pengertian korban menjadi berubah dan
menurut cara yang diatur dalam
memiliki makna yang lebih luas. Ketika
undang-undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang viktimologi pertama kali ditemukan yaitu
dengan bukti itu membuat terang
pada tahun 1940-an, para ahli viktimologi
tentang pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya” seperti Mendelshon, Von Hentig dan
Wolfgang cenderung mengartikan korban
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir
berdasarkan text book dan kamus yaitu
(2) KUHAP, unsur-unsur yang terkandung
”orang lemah yang membuat dirinya sendiri
dalam pengertian penyidikan adalah:
menjadi korban”.
a. Penyidikan merupakan serangkaian
tindakan yang mengandung Pemahaman seperti itu ditentang
tindakantindakan yang antara satu dengan
habis-habisan oleh kaum feminist sekitar
yang lain saling berhubungan;
tahun 1980-an, dan kemudian mengubah
pengertian korban yaitu “setiap orang yang (korban). Seharusnya korban tidak saja

terperangkap dalam suatu hubungan atau dipahami sebagai obyek dari suatu kejahatan

situasi yang asimetris. Asimetris disini yaitu tetapi juga harus dipahami sebagai subyek

segala sesuatu yang tidak imbang, bersifat yang perlu mendapat perlindungan secara

ekploitasi, parasitis (mencari keuntungan sosial dan hukum.

untuk pihak tertentu), merusak, membuat Istilah korban pada saat itu merujuk

orang menjadi terasing, dan menimbulkan pada pengertian “setiap orang, kelompok,

penderitaan yang panjang”. atau apapun yang mengalami luka-luka,

Viktimologi berasal dari kerugian, atau penderitaan akibat tindakan

kata victima (bahasa latin) yang berarti yang bertentangan dengan hukum.

korban dan logos yang berarti ilmu Penderitaan tersebut bisa berbentuk fisik,

pengetahuan. Oleh sebab itu viktimologi psikologi maupun ekonomi. Di dalam Kamus

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari Umum Bahasa Indonesia menyebutkan kata

tentang korban. (Bambang Waluyo, 2011:8) korban mempunyai pengertian sebagai

Pada dasarnya korban adalah orang, berikut : ” korban adalah orang yang

baik individu, kelompok ataupun masyarakat menderita kecelakaan karena perbuatan

yang telah menderita kerugian yang secara (hawa nafsu dan sebagainya) sendiri atau

langsung sebagai akibat dari kejahatan orang lain”.

subyek lain. Bila hendak membicarakan Maka dari itu Penulis mengutip

mengenai korban, maka seyogyanya dilihat Definisi Korban menurut Para Ahli dan

kembali pada budaya dan peradaban Ibrani Undang-undang yang berlaku di Indonesia

kuno. maupun Konvensi-konvensi internasional

Dalam peradaban tersebut, asal mula yang membahas mengenai korban kejahatan

pengertian korban merujuk pada pengertian antara lain:

pengorbanan atau yang dikorbankan yaitu, a. Ralph De Sola


Korban (victim) adalah “person who has
”mengorbankan seseorang atau binatang incured mental or physical suffring, loss
untuk pemujaan atau hirarki of property or death resulting from an
actual or attemp ted criminal offence
kekuasaan”.Berbicara mengenai korban committed by another”. (Orang yang telah
dalam suatu tindak pidana dalam sistim mengalami penderitaan mental atau fisik,
kehilangan harta benda atau kematian
hukum nasional di Indonesia, posisinya akibat dari upaya kejahatan yang
sangatlah tidak menguntungkan. Karena sebenarnya atau yang dilakukan oleh
orang lain). (Ralph de sola, 1998:188)
korban tersebut dalam Sistim Peradilan
Pidana, hanya sebagai figuran, bukan sebagai b. Cohen
Korban (victim) adalah “whose pain and
pemeran utama atau hanya sebagai saksi suffering have been made neglected by the
state while it spends immense resources tu
hunt down and punish the offender who
kekuasaan. (Ainil hadi dan Mukhlis,
responsible for that pain and suffering”. 2012:193)
(yang rasa sakit dan penderitaan yang
telah dibuat diabaikan oleh negara e. Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor
sementara menghabiskan sumber daya 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
yang sangat besar untuk memburu dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006
menghukum pelaku yang bertanggung tentang Perlindungan Saksi dan Korban
jawab atas rasa sakit dan penderitaan). menyebutkan:
“Korban adalah orang yang mengalami
c. Z.P. Separovic penderitaan fisik, mental, dan/atau
Korban (victim) adalah “ the person who kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
are threatended, injured or destroyed by suatu tindak pidana”.
an actor or omission of another (mean,
structure, organitation, or institution) and f. Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor
consequently; a vic tim would be anyone 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
who has suffered from or been threatened Kekerasan Dalam Rumah Tangga
by a punishable act (not only criminal act menyebutkan bahwa:
but also other punishable acts as “Korban adalah orang yang mengalami
misdemeanors, economic offences, non kekerasan dan/atau ancaman kekerasan
fulfillment of work duties) or an accidents. dalam lingkup rumah tangga”.
Suffering may be caused by another man
or another stucture, where people are also g. Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor
involved”. “orang yang diancam, terluka 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran
atau dihancurkan oleh aktor atau dan Rekonsiliasi menyebutkan:
penghilangan orang lain (mean, struktur, “Korban adalah orang perseorangan atau
organisasi, atau lembaga) dan akibatnya; kelompok orang yang mengalami
tim vic adalah siapa saja yang telah penderitaan baik fisik, mental, maupun
menderita atau terancam oleh tindakan emosional, kerugian ekonomi, atau
yang dapat dihukum (tidak hanya tindakan mengalami pengabaian, pengurangan, atau
kriminal tetapi juga tindakan lain yang perampasan hak-hak dasarnya, sebagai
dapat dihukum sebagai pelanggaran akibat pelanggaran hak asasi manusia
ringan, pelanggaran ekonomi, tidak yang berat, termasuk korban adalah ahli
memenuhi tugas pekerjaan) atau warisnya”.
kecelakaan. Penderitaan mungkin
disebabkan oleh pria lain atau struktur h. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah
lain, di mana orang-orang juga terlibat.” Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
Dengan demikian, menurut penulis, itu 2008 tentang Pemberian Kompensasi,
semua harus membutuhkan tindakan Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan
hukum yang lebih konkrit sehingga tidak Korban menyebutkan:
menghukum orang tanpa ada kesalahan “Korban adalah seseorang yang
yang sesungguhnya (Penghukuman Tanpa mengalami penderitaan fisik, mental,
Hakim). (Ainil hadi dan Mukhlis, dan/atau kerugian ekonomi yang
2012:193) diakibatkan oleh suatu tindak pidana”.

d. Muladi i. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah


Korban (victim) adalah orang-orang yang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara
baik secara individual maupun kolektif Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi
telah menderita kerugian, termasuk dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia
kerugian fisik atau mental, emosional, Yang Berat menyebutkan:
ekonomi, atau gangguan subtansial
terhadap hak-haknya yang fundamental,
melalui perbuatan atau komisi yang
melanggar hukum pidana dimasing-
masing negara, termasuk penyalahgunaan
“Korban adalah orang perorangan atau
kelompok orang yang mengalami orang-orang yang mengalami kerugian ketika
penderitaan sebagai akibat pelanggaran
hak asasi manusia yang berat memerlukan membantu korban mengatasi penderitaannya
perlindungan fisik dan mental dari atau untuk mencegah fiktimisasi.
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan
pihak manapun”. Pentingnya pengertian korban
diberikan dalam pembahasan ini adalah
j. Deklarasi PBB dalam The Declaration of
Basic Pribciples of Justice for victims of untuk sekedar membantu dalam menetukan
Crime and Abuse ofPower 1985 secara jelas batas-batas yang dimaksud oleh
Korban (victims) means person who,
individually or collectively, have suffered pengertian tersebut sehingga diperoleh
harm, including physical or mental injury, kesamaan cara pandang. Untuk itu berikut ini
emotional suffering, economic loss or
substantial impairment of their akan dijelaskan lebih jauh lagi mengenai
fundamental rights, throgh acts or Tipilogi kejahatan yang mana dimensinya
omission of criminal laws operative within
Members States, including those laws dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu:
proscribing criminal abuse of power”… a. Ditinjau dari perspektif tingkat
through acts or omissions that do not yet keterlibatan korban dalam terjadinya
constitute violations of national criminal kejahatan. Melalui kajian perspektif ini,
laws but of internationally recognized maka Ezzat Abdel Fattah menyebutkan
norms relating to human rights. (Korban beberapa tipilogi korban, yaitu: (Ainil
berarti orang yang, secara individu atau hadi dan Mukhlis, 2012:193)
secara kolektif, telah menderita kerugian, 1) Nonparticipating victims adalah
termasuk cedera fisik atau mental, mereka yang menyangkal/menolak
penderitaan emosional, kerugian ekonomi kejahatan dan penjahat tetapi tidak
atau kerusakan substansial dari hak-hak turut berpartisipasi dalam
fundamental mereka, melalui tindakan penanggulangan kejahatan.
atau kelalaian hukum pidana yang berlaku 2) Latent or predisposed victims adalah
di Negara Anggota, termasuk undang- mereka yang mempunyai karakter
undang tersebut melarang pelecehan tertentu cenderung menjadi korban
kekuasaan melalui tindakan atau kelalaian pelanggaran tertentu.
yang belum merupakan pelanggaran 3) Provocative victims adalah mereka
hukum pidana nasional tetapi norma- yang menimbulkan kejahatan atau
norma yang diakui secara internasional pemicu kejahatan.
terkait dengan hak asasi manusia). 4) Particapcing victims adalah mereka
yang tidak menyadari atau memiliki
Dengan mengacu pada pengertian perilaku lain sehingga memudahkan
korban diatas, dapat dilihat bahwa korban dirinya menjadi korban.
5) False victims adalah mereka yang
pada dasarnya tidak hanya orang perorangan menjadi korban karena dirinya sendiri.
atau kelompok yang secara langsung
b. Ditinjau dari perspektif tanggung jawab
menderita akibat dari perbuatan-perbuatan korban itu sendiri maka Stepen Schafer
yang menimbulkan kerugian/penderitaan mengemukakan tipilogi korban menjadi
tujuh bentuk yaitu: (Ainil hadi dan
bagi diri/kelompoknya, bahkan, lebih luas Mukhlis, 2012:193)
lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat 1) Unrelated victims adalah mereka yang
tidak ada hubungan dengan si pelaku
atau tanggungan langsung dari korban dan dan menjadi korban karena memang
potensial. Untuk itu, dari aspek
tanggung jawab sepenuhnya berada di dan Wolfgang, yaitu sebagai berikut: (Ainil
pihak korban.
hadi dan Mukhlis, 2012:193)
2) Proactive victims merupakan korban
yang disebabkan peranan korban untuk a. Primary victimization, yaitu korban
memicu terjadinya kejahatan. Karena berupa individu perorangan (bukan
itu, dari aspek tanggung jawab terletak kelompok).
pada diri korban dan pelaku secara b. Secondary victimization, yaitu korban
bersama-sama. kelompok, misalnya badan hukum.
3) Participacing victims hakikatnya c. Tertiary victimization, yaitu korban
perbuatan korban tidak disadari dapat masyarakat luas.
mendorong pelaku melakukan d. No victimiazation, yaitu korban yang tidak
kejahatan. Misalnya, mengambil uang dapat diketahui, misalnya konsumen yang
di bank dalam jumlah besar yan tanpa tertipu dalam menggunakan produksi.
pengawalan, kemudian dibungkus
dengan tas plastik sehingga mendorong Daftar Kepustakaan
orang untuk merampasnya. Aspek ini
pertanggungjawaban sepenuhnya ada A. Buku-buku
pada pelaku.
4) Biologically weak victim adalah
kejahatan disebabkan adanya keadaan Ainil hadi dan Mukhlis. Kriminologi dan
fisik korban seperti wanita, anak-anak, Viktimologi. Universitas Syiah Kuala,
dan manusia lanjut usia (manula) Banda Aceh. 2012.
merupakan potensial korban kejahatan.
Ditinjau dari pertanggungjawabannya Amir Ilyas, SH., MH. Asas-Asas Hukum
terletak pada masyarakat atau Pidana Memahami Tindak Pidana Dan
pemerintah setempat karena tidak dapat Pertanggungjawaban Pidana Sebagai
memberi perlindungan kepada korban Syarat Pemidanaan (Disertai teori-
yang tidak berdaya. teori pengantar dan beberapa
5) Socially weak victims adalah korban komentar). Mahakarya Rangkang,
yang tidak diperhatikan oleh Yogyakarta. 2012.
masyarakat bersangkutan seperti
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan
gelandangan dengan kedudukan sosial
Korban, Sinar Grafika, Jakarta. 2011.
yang lemah. Untuk itu,
pertanggungjawabannya secara penuh Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum
terletak pada penjahat atau masyarakat. Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
6) Self victimizing victims adalah koran Bandung, 2002.
kejahatan yang dilakukan sendiri
(korban semu) atau kejahatan tanpa Dellyana,Shant. Konsep Penegakan Hukum.
korban. Untuk itu Yogyakarta: Liberty, Yogyakarta,
pertanggungjawabannya sepenuhnya 1988.
terletak pada korban sekaligus sebagai
pelaku kejahatan. Laurensius Arliman. S. Penegakan Hukum
7) Political victims adalah korban karena dan Kesadaran Masyarakat, CV. Budi
lawan polotiknya. Secara sosiologis, Utama, Yogyakarta. 2015.
korban ini tidak dapat
dipertnggungjawabkan kecuali adanya Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,
perubahan konstelasi politik. Rineka Cipta, Jakarta. 2002.

Selain pengelompokan diatas, masih Mohammad Ekaputra dan Abul Khair. Sistem
Pidana di dalam KUHP dan
ada pengelompokan korban menurut Sellin Pengaturannya Menurut Konsep
KUHP Baru. USU Press, Medan. 2010.
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia,
Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan


Mensukseskan Pembangunan, Alumni,
Bandung, 1977.

Ralph de sola, Crime Dictiniory , Facts On


File Publication, New York, 1998.

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana


Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa,
Balai lektur Mahasiswa, Jakarta, 2007.

Soeharto. Perlindungan Hak Tersangka,


Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana
Terorisme, Refika Aditama, Bandung,
2007.

Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana: Asas


Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan
Peniadaan Pidana, Armico, Bandung,
1995.

Soedjono. D. Konsepsi Kriminologi dalam


usaha penanggulangan kejahatan
(Crime Prevention), Alumni, Bandung,
1979.

Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan


Tinggi, MA dan Peradilan Tata Usaha
Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.

Sutherland, Cressey, Principles of


Criminology, Sixth Edition, J.B.
Lippincott Company, Chicago, 1960.

Tamanahan, Brian Z, On The Rule Of Law,


History, Politics, Theory, Cambridge
University Press, United.Kingdom,
2004.

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT. Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

You might also like