You are on page 1of 19

MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT

AKSIOLOGI

Dosen pengampu : Dr. Susanna Vonny Noviana Rante, ST.,M.Pd

Disusun oleh :

 Lilis Biring (222118016)


 Chrismas Tapparan (222118023)
 Yusriani Bondon (222118039)
 Stepanus Paonganan (222118048)

Kelas : A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTUS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat dan penyertaannya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami
sepenuhnya menyadari apa yang kami sajikan pada makalah ini keberadaannya masih
sederhana dan jauh dari kesempurnaan karena sumber bacaan, pengetahuan yang kami
miliki sangatlah terbatas. Disamping itu juga, kami berharap agar ibu selaku dosen mata
kuliah Pengantar Filsafat kiranya memberikan kritik, serta saran yang membangun demi
perbaikan mutu dan bobot karya tulis ini yang lebih baik.

Demikian sepatah kata pengantar yang bisa kami sampaikan dan bila ada hal-hal
yang kurang berkenan, kami minta maaf yang sebesar-besarnya, atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
.2

A. Dimensi aksiologi....................................................................................................2
B. Pengertian aksiologi................................................................................................6
C. Nilai dalam aksiologi...............................................................................................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
15

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada skema besar filsafat terdapat tiga aspek utama yang mendasari
perspektif filsafat dalam memandang setiap problem filsafat yang dihadapi.
Ketiga aspek tersebut adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Masing-
masing aspek ini mengkaji problem filsafat dengan cara pandang yang saling
berbeda.

Aksiologi dalam kema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika.Logika
adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis secara benar dan
tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika merupakan bagian filsafat yang
membicarakan problem nilai-nilai dalam kaitannya dengan baik atau buruknya
tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat. Sementara estetika
sering diidentikan dengan filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan
membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu
sendiri,maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Artinya


pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus di sesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat,sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
di rasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejaterahan
bersama, bukan sebaliknnya malahan menimbulkan bencana.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagi berikut:
 Memahami dimensi aksiologi
 Apa pengertian aksiologi
 Nilai aksiologi
C. Tujuan
 Untuk memahami dimensi aksiologi
 Untuk menjelaskan pengertian aksiologi
 Untuk mengetahui bagimana nilai-nilai dalam aksiologi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dimensi Aksiologi
 Pengertian dimensi aksiologis
Dimensi aksilogi merupakan teori tentang nilai-nilai yang mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.Umumnya aksilogi ini adalah ilmu yang menyelidiki
hakikat nilai untuk menuju sudut pandang kefilsafatan.
Istilah aksiologi berasal dari axsios(Yunani) yang berarti nilai.dan logos yang
berarti ilmu atau teori.Jadi,aksiologi adalah teori tentang nilai.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
 Objek aksiologis
Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi
dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan.
Filsafat ilmu menyelidiki dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut
a. Persepsi manusia akan kenyataan(reality)
b. Pemahaman berbagai dinamika alam
c. Saling keterkaitan antara logika dengan matematika, dan antara logika dan
matematika pada satu sisi dengan kenyataan pada sisi lain.
d. Berbagai keaadaan(states) dari keberadaan-keberadaan(entities) teoritis.
e. Berbagai sumber pengetahuan dan pertanggung jawabannya (liability)
f. Hakikat(the esence)manusia, nilai-nilai, tempat, dan posisinya di tengah-tengah
semua keberadaan lain, paling sedikit yang berada dilingkungan dekatmu.

Dilihat dari jenisnya,terdapat dua bagian umum dari aksiologi dalam


membangun filsafat ilmu.

 Etika

Etika sebagai Kajian tentang hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai).
Etika juga sebagai prinsip atau standar perilaku manusia. Etika adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang baik dan buruk. Cabang filsafat yang menyajikan dan
memperbincangkan tentang istilah-istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan, dan

2
sebaginnya. Istilah-istilah ini merupakan predikat-predikat kesusilaan (etik) dan
merupakan cabang filsafat yang bersangkutan dengan tangkapan-tangkapan mengenai
tingka laku yang betul yang mempergunakan sebutan-sebutan tersebut. Didalam etika
kita berusaha untuk menemukan fakta-fakta mengenai situasi kesusilaan agar dapat
menerapkan norma-norma terhadapa fakta-fakta tersebut. Tetapi yang paling benar ialah
tujuan kita yang pokok didalam etika agaknya ialah menemukan norma-norma untuk
hidup dengan baik. Kita juga berusaha menjaab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah
cara lita melakukan pilihan di antara hal-hal yang baik? Itu tadi merupakan beberapa
saja diantara banyak masalah yang di hadapi dalam etika.

Dalam pandangan para ahli, etika secara garis besar dapat diklasifikasi kedalam tiga
bidang studi yaitu : etika deskriptif, etika normative, dan metaetika.

a. Etika deskriptif, menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral


secara deskriptif yang digolongkan dalam bidang ilmu pengetahuan empiris dan
berkaitan dengan sosiologi.
b. Etika nomative,memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan
yang menyangkut baik dan buruk atau benar dan salah.
c. Metaetika,merupakan studi terhadap disiblin etika yang menyelidiki makna istilah-
istilah normative yang di ungkapkan lewat pernyataan etis yang membenarkan atau
menyalahkan suatu tindakan.
 Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan,dan peranan
keindahan,khususnya didalam seni.Estetika mengalih jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan: apakah keindahanitu? Apakah hubungan antara yang indah dengan yang
benar dn yang baik? Apakah ada ujuran yang dapat dipakai untuk menangapi suatu
karya seni dalam arti yang objektif? Apakah fungsi keindahan dalam hidup kita? Apa
seni itu sendri? Apakah seni itu hanya sekadar reproduksi alam kodrat belaka, ataukah
suatu ungkapan perasaan seseorang, ataukah suatu penglihatan kedalam kenyataan
terdalam?. Istilah estetika berasal dari bahasa yunani,aesthesis yang berarti pencerapan
inderawi, pemahaman intelektual atau pengamatan spiritual.
Wacana aksiologi merupakan salah satu bagian penting dari filsafat yang membahas
dan menerangkan terkait persoalan nilai, mengapa sesuatu itu dinilai baik atau buruk,

3
dan dinilai indah atau tidak indah serta berhubungan dengan nilai-nilai, etika dan
estetika. Jadi ilmu pengetahuan bukan hanya bersifat teoritis semata melainkan juga
berdampak praktis secara fungsional dalam kehidupan umat manusia .
Dalam wacana aksiologi, terdapat tiga macam teori mengenai nilai.
1) Teori objektivitas nilai. Teori ini adalah teori sudut pandang, yang menunjukkan
bahwa nilai adalah objektif dalam arti nilai. Nilai ini dapat secara konsisten didukung
oleh argumentasi yang cermat dan rasional karena merupakan yang terbaik. Nilai,
norma, dan cita-cita adalah elemen yang ada dalam objek, atau ada dalam realitas
objektif, atau diberikan kepada objek melalui daya tarik (Milton D. Hunnex, 2004).
2) Teori subjektivitas nilai, yaitu pandangan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan,
kebenaran, keindahan, tidak ada dalam dunia real objektif tetapi merupakan perasaan-
perasaan, sikap-sikap pribadi dan merupakan penafsiran atas kenyataan (Lorens Bagus,
2002). Pandangan ini mereduksi penentuan nilai ke dalam statemen yang berkaitan
dengan suikap mental terhadap suatu objek atau situasi. Nilai memiliki realitas hanya
sebagai suatu keadaan pikiran terhadap suatu objek. Subjektivisme aksiologi cenderung
mengabsahkan teori etika sebagai hedonisme, naturalisme. Hedonisme yaitu sebuah
teori yang menyatakan kebahagiaan sebagai kriteria nilai. Sedangkan naturalism,
meyakini bahwa suatu nilai dapat direduksi ke dalam sebuah pernyataan psikologis.
Nilai tergantung pada dan hubungan dengan pengalaman manusia tentangnya, nilai
tidak memiliki realitas yang independent (Milton D. Hunnex, 2004).
3) Relativisme nilai. Relativisme nilai adalah pandangan yang memiliki beberapa
prinsip sebagai berikut:
a). bahwa nilai-nilai bersifat relatif karena berhubungan dengan preferensi
(sikap, keinginan, ketidaksukaan, perasaan, selera, kecenderungan dan sebagainya), baik
secara social maupun pribadi yang dikondisikan oleh lingkungan, kebudayaan,
kebudayaan, atau keturunan;
b) bahwa nilai-nilai berbeda secara radikal dalam banyak hal dari suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya;
c) bahwa pernilaian-penilaian seperti benar atau salah, baik atau buruk, tepat
atau tidak tepat, tidak dapat diterapkan padanya; dan
d) bahwa tidak ada, dan tidak dapat ada nilai-nilai universal, mutlak, dan
objektif manapun yang diterapkan pada semua orang pada segala waktu (Lorens Bagus,

4
2002: 718). Teori ini mendapatkan kritik tajam sebab pandangan ini secara keliru
menyamakan nilai objektif dengan penilaian pribadi subjek khususnya dengan perasaan-
perasaan subjek. Oleh karena itu, relativisme jatuh subjektivisme nilai. Menurut teori ini
bahwa setiap individu (subjek) menentukan nilai-nilainya sendiri. Dengan alasan inilah,
sebagian filsuf menyatakan dengan tegas bahwa nilai adalah esensi non temporal dan
hirarki sifatnya. Untuk mengetahui hirarki nilai, Scheler menyuguhkan lima kriteria,
yaitu sebagai berikut.
1) Makin lama sebuah nilai bertahan, makin tringgi kedudukannya. Misalnya,
kebahagiaan bertahan lebih lama daripada rasa nikmat, kesehatan dari rasa kenyang.
2) Semakin tinggi nilai maka ia tidak dapat dan tidak perlu “dibagi” kalau
disampaikan kepada orang lain. Misalnya nilai pengetahuan lebih tinggi daripada
makanan karena pengetahuan dapat disampaikan tanpa harus dibagi sedangkan
makanan tidak. Tetapi pengetahuan dapat disampaikan utuh kepada sekian banyak
orang.
3) Nilai makin tinggi makin ia mendasari nilai-nilai lain dan sendiri tidak
berdasarkan niali lain. Misalnya nilai yang berguna berdasarkan nilai yang
menyenangkan.
4) Makin dalam kepuasan yang dihasilkan oleh sebuah nilai, makin tinggi
kedudukannya. Misalnya, cinta sejati lebih mendalam daripada nikmat seksual; nikmat
seksual tidak membantu orang dalam menghadapi maslah-masalah hidup sedangkan
orang yang mencintai juga lebih kuat dalam segala tantangan.
5) Makin relatif sebuah nilai, makin rendah kedudukannya, makin mutlak,
makin tinggi. Sebuah nilai itu relatif semakin ia hanya masuk akal dalam kaitan dengan
jenis realitas tertentu. Misalnya, nilainilai kesenangan dan vital hanya dapat terwujud
bagi makhluk yang jasmani-indrawi dan bukan bagi roh murni. Sedangkan nilai
kebenaran tidak tergantung dari adanya makhluk jasmani-indrawi. Maka nilai kebenaran
lebih tinggi daripada nilai kesehatan (Zaprulkhan, 2016). Dalam konteks ini, manusia
bertindak dengan etis dan merealisasikan nilai kebaikan moral, apabila ia selalu memilih
nilai yang lebih tinggi terhadap yang lebih rendah. Lebih jauh dalam pandangan
Scheler, manusia bertindak secara moral, apabila berhadapan dengan berbagai
kemungkinan untuk bertindak lalu memilih nilai yang lebih tinggi. Jadi, yang menjadi

5
tujuan kemauan orang bermoral adalah pencapaian nilai-nilai dan nilai-nilai moral
teralisasi apabila manusia memilih nilai yang lebih tinggi.
Sifat-sifat dasar suatu pengetahuan yaitu:
a) Universal
 Universal berlaku umum. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi
suatu ilmu pengetahuan yaitu harus berlaku umum, lintas ruang dan
waktu, paling sedikit di bumi ini.
 Sifat universal memiliki keterbatasan. Misalnya pada ilmu-ilmu
sosial seperti sejarah. Keterbatasan sifat universal berkaitan erat
dengan karakter universalnya. Misalnya perbedaan karakter
universal ilmu-ilmu sosial dengan universal ilmu-ilmu eksakta.
b) Dapat Dikomunikasikan (Communicable)
 Maksudnya, apabila bahasa tidak merupakan kendala, pengetahuan
ilmiah itu bukan saja dimengerti artinya tetapi juga maknanya.
c) Progresif
 Progresif dapat diartikan adanya kemajuan, perkembangan, atau
peningkatan.
 Sifat ini didorong oleh ciri-ciri penalaran filosofis, yaitu skeptis,
menyeluruh(holistic,comprehensive), mendasar (radical), kritis,
dan analistis, yang menyatu dalam semua imajinasi dan penalaran
ilmiah.
B. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat
dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan.

Aksiologi secara etimologis berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori),


yang berarti teori tentang nilai. Aksiologi adalah suatu ilmu cabang filsafat yang
membahas tentang nilai secara teoretis sehingga Aksiologi juga disebut Theory of Value
(Teori Nilai). Aksiologi membahas tentang nilai secara teoretis yang mendasar dan
filsafati, yaitu membahas nilai sampai pada hakikatnya. Oleh karena aksiologi
membahas tentang nilai secara filsafati, maka juga disebut Philosophy of Value (Filsafat

6
nilai). Aksiologi adalah cabang filsafat yang menganalisis tentang hakikat nilai yang
meliputi nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan religius.

Bagus (2005: 33) menjelaskan pengertian Aksiologi adalah sebagai berikut.

a. Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Analisis berarti membatasi arti, ciri-


ciri, tipe, kriteria, dan status epistemologis nilai.
b. Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau
segala yang bernilai.
c. Aksiologi adalah studi filosofis tentang hakikat nilai.

Penjelasan yang lebih terperinci dapat disusun berdasarkan penjelasan Bagus


tersebut bahwa Aksiologi adalah cabang filsafat yang menganalisis tentang hakikat
nilai. Nilai-nilai meliputi nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keindahan, dan religius. Objek
materialnya adalah nilai-nilai kebaikan,kebenaran, keindahan,dan religius. Sudut
pandang atau objek formalnya adalah membahas nilai-nilai sampai ke hakikatnya.
Hakikat nilai dirumuskan dengan metode hermeneutika kefilsafatan berdasarkan arti,
ciri-ciri, tipe, kriteria, dan status epistemologis nilai.

Aksiologi ilmu, membahas mengenai kegunaan ilmu itu bagi kehidupan manusia.
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan
kehidupan sehari-hari yang dihadapi manusia, dan untuk digunakan dalam menawarkan
berbagai kemudahan kepadanya. Dengan demikian, ilmu dapat diibaratkan sebagai alat
bagi manusia dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pemecahan
tersebut pada dasarnya dilakukan dengan meramalkan dan mengontrol gejala alam.
Oleh sebab itulah, sering dikatakan bahwa dengan ilmu, manusia mencoba
memanipulasi dan menguasai alam.

Ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas penyakit, kelaparan,


kemiskinan dan masalah kehidupan lainnya. Namun di pihak lain, ilmu juga bisa
membawa manusia kepada penciptaan yang menimbulkan malapetaka. Etika memegang
peranan penting dalam aksiologi ilmu, karena ilmu tanpa etika membawa kemanusiaan
ke jurang malapetaka. Ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Bahkan dalam
batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau
salahnya suatu pernyataan. Mengenai baik atau buruk, semua pengetahuan (termasuk

7
ilmu) berpaling kepada etika sebagai salah satu sumber moral. Etika ilmu merupakan
acuan moral bagi pengembangan ilmu.

Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:

 Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?


 Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
 Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
 Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral
dan professional? (filsafat etika).
C. Nilai-nilai Dalam Aksiologi
Nilai dan penilaian adalah akibat dari hubungan objek dan subjek sehingga
selalu menampilkan aspek objektif dan subjektif. Pandangan bahwa adanya nilai
bersifat objektif dapat diketahui dengan arti nilai sebagai berikut:
1) Nilai adalah keistimewaan, keunggulan yang dianggap baik sehingga dihormati,
dihargai dan ditinggalkan.
2) Nilai adalah kualitas baik atau benar atau indah yang dapat menimbulkan minat.
3) Nilai adalah kualitas preferensi, yaitu kualitas yang disukai dengan kesepakatan
minat manusia.

Pandangan bahwa adanya nilai bersifat subjektif dapat diketahui dengan arti
nilai sebagai berikut:

1) Nilai disamakan dengan kepuasan, kedinginan dan kenikmatan.


2) Nilai disamakan dengan kegunaan.
3) Nilai disamakan dengan cita-cita atau tujuan bersama.
Dagobert Runes(1963:32) mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan
dengan nilai yang mencakup :
a. Hakikat nilai
b. Tipe nilai
c. Kriteria nilai
d. Status metafisika nilai
Mengenai hakikat nilai banyak teori yang di kemukakannya, diantaranya teori
voluntarisme. Teori voluntarisme menyatakan nilai adalah suatu pemuasan terhadap

8
keinginan atau kemauan.Kaum hedonisme menyatakan, bahwa hakikat nilai adalah
‘pleasure’ atau kesenangan. Semua kegiatan manusia terarah pada pencapaian
kesenangan. Menurut formalisme, nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan
pada akar rasional. Menurut prakmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan
dan memiliki nilai istrumental, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
adalah sebagai alat untuk mencapai nilai intrinsik. Nilai intrinsik adalah sesuatu yang
memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai
contoh, nilai keindahan yang dipancarkan oleh suatu lukisan adalah nilai intrinsik. Di
mana pun dan kapan pun lukisan itu berada akan selalu indah. Sholat lima waktu yang
dilakukan oleh setiap muslim memiliki nilai intrinsik dan sekaligus memiliki nilai
instrumental. Nilai intrinsiknya bahwa sholat merupakan suatu pengabdian kepada
Allah yang menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai instrumentalnya adalah bahwa
dengan melakukan sholat yang ikhlas sebagai pengabdian kepada Allah, orang yang
melaksanakan sholat tersebut bisa mencegah perbuatan jahat dan perbuatan yang
dilarang oleh Allah, yang pada gilirannya manusia akan mendapatkan kebahagian hidup
di dunia dan akhirat, yang merupakan nilai akhris dari kehidupan manusia.
Yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai
tersebut, bagaimana yang di katakan nilai yang baik, dan bagaimana yang di katakan
nilai yang tidak baik. Kaum hedonisme menemukan ukuran nilai dalam sejumlah “
kesenangan” ( pleasure) yang dapat dicapai oleh individu atau masyarakat. Bagi kaum
pragmatis, yang menjadi kriteria nilai adalah “kegunaannya” dalam kehidupan, baik
bagi individu maupun masyarakat.
Yang dimaksud dengan status metafisika nilai adalah bagaimana hubungan nilai-
nilai tersebut dengan realitas.
Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan
dengan pengakaman manusia. Pertimbangan terhadap nilai berbeda antara manusia yang
satu dengan yang lainnya. Menurut objektivisme logis, nilai itu suatu wujud, suatu
kehidupan yang logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya, namun tidak
memiliki status dan gerak didalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik, nilai

9
adalah suatu yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian yang aktif dan realitas
metafisik.
a. Karakteristik nilai
Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:
 Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai, sebaliknya, nilai itu “subjektif” jika esistensinnya, maknanya dan
validitasnnya tergantung pada reaksi subjek yang melalukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psipis ataupun fisik.
Suatu nilai dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa
memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Nilai-nilai baik, benar, cantik,
merupakan realitas alam, yang merupakan bagian-bagian dari sifat-sifat yang dimiliki
oleh benda atau tindakan tersebut. Benda-benda tersebut secara objektif bagus, tindakan
tersebut secara inheren adalah baik. Suatu benda adalah indah, karena memang
keindahan barang tersebut dimiliknya. Pendidikan memiliki nilai objektif, karena tanpa
dinilai oleh manusiapun, pendidikan secara inheren adalah baik, siapapun akan
mengakui bahwa pendidikan adalah sesuatu yang berharga. Hal tersebut sesuai dengan
yang telah di uraikan diatas yaitu dengan nilai intrinsik.
Nilai itu subjektif apabila tersebut memiliki preferensi pribadi, dikatakan baik,
karena dinilai oleh seseorang. Apapun baik atau berharga bukan karena dalam dirinya,
melainkan karena manusia telah menilainya. Pendidikan berharga sebagai hasil
penilaian manusia, atau karena manusia nilainya berharga.
 Nilai absolut atau beruba
Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang
sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta absah sepanjang masa,serta
akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas sosial. Misalnya
nilai kasih sayang dan kemurahan hati adalah untuk semua manusia dimana pun dan
kapanpun manusia hidup. Allah maha pengampu, maha pemberi rezeki, merupakan nilai
absolut yang di milikinya. Karena siapapun tanpa melihat ras maka ia muslim atau
bukan muslim, dimana pun berada manusia akan menerimanya.
Di pihak lain, ada yang berangapan bahwa semua nilai relatif sesuai harapan atau
keinginan manusia. Sebagaimana harapan atau keinginan manusia yang selalu beruba,

10
maka nilai itupun mengungkapkan perubahan-perubahan tersebut. Nilai beruba dalam
bentuk merespon konsisi baru, ajaran baru, agama baru, penemuan-penemuan baru,
dalam sains dan teknologi, kemajuan dalam pendidikan,dan lain-lainnya. Oleh karena
itu, nilai dapat berasal dari pengalaman, dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan
masyarakat. Mungkin juga sebagai hasil dari suatu kreasi akal rasional, dan mungkin
juga sebagai hasil dari suatu kepercayaan yang kuat.
b. Tingkatan (hierarki) nilai
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai, yaitu :
 Kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai
spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (nilai material). Mereka
menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi, karena nilai religi membantu
dalam menemukan tujuan akhir hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai
spiritual
 Kaum realis juga berpandangan bahwa terhadap tingkat nilai dimana mereka
menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan diatas, sebab membantu
manusia menemukan realitas objektif, hukum-hukum alam, dan aturan-aturan,
berfikir logis.
 Kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka, suatu
aktivitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang
penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadapan nilai-
nilai yang menghargai masyarakat,tetapi mereka berkeyakinan akan pentingnnya
pengujian nilai secara impiris daripada merenungkanya secara rasional. Nilai-nilai
pertikuler (khusus) hanyalah merupakan alat(instrumen) untuk mencapai nilai yang
lebih baik.

c. Jenis-jenis nilai
Akasiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi:
 Etika
Istilah etika berasal dari kata”ethos” (yunani) yang berarti adat kebiasan.
Dalam istilah lain, para ahli bergerak dalam bidang etika yang menyebutkan
“moral”, berasal dari bahasa yunani, juga berarti kebiasaan. Walaupun antara etika
dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak membedakannya dengan

11
tegas,bahkan secara praktis cenderung untuk memberi arti yang sama. Etika
merupakan teori tentang nilai pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu
kesusilaan yang memuat dasar-dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral
menunjukkan pelaksanaanya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi merupakan cabang filsafat atau filsafat moral yang membicarakan
perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik. Etika
merupakan filsafat tentang perilaku manusia.
Oleh karena tugas etika adalah menilai perbuatan manusia maka lebih tepat
kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilahan atau
nilai kesusilahan manusia. Etika mempelajari perilaku manusia ditinjauh dari segi
baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Menurut Randall (1942), yang dimaksud kondisi
normatif adalah “conditions of moral conduct” , yaitu perilaku yang memiliki motif
disadari mempengarui arah atau tujuan kehidupan sendiri atau orang lain.
 Estetika
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Kadang-kadang
estetika diartikan sebagai filsafat seni, tetapi kadang-kadang pula prinsip-prinsp
yang berhubungan dinyatakan sebagai hakikat keindahan. Namun, sesunggu konsep
keindahan hanya salah satu dari sejumlah konsep-konsep dalam filsafat seni.
Randall dan Buchler (1942) mengemukan bahwa ada tiga interpersitasi
tentang hakekat seni,yaitu:
 Seni sebagai penebusan (penetasi) terhadap realitas, selain pengalaman.
Dengan merespon terhadapa hasil karya seni, kita dapat menebus
terhadap apa yang kekal dan tidak berubah. Bentuk interprestasi macam
pertama ini, misalnya yang dikemukakan oleh Shcoupnhaur dan plato
sebagai tokoh indealiame. Mereka sepakat bahwa ada suatu bentuk atau
cita-cita absolut dari keindahan dengan sifat-sifat tertentu. Setiap benda
yang di sebut indah harus memiliki sifat kekal, dan tidak
berubah,sedangkan benda-benda indah dalam alam ini adalah fana
sifatnya.

12
 Seni sebagai alat untuk kesenangan. Seni tidak berhubungan dengan
manipulasi alam untuk kepentingan kesenangan kita. Seni tidak hanya
kekurangan nilai kongnitif, tambahan, juga kekurangan nilai praktis. Seni
tidak memiliki nilai apapun kecuali demi kesenangan. Interprestasi
tentang seni seperti ini menekankan pada hedenisme (hedonisme estetis),
yang dinyatakan dalam berbagai bentuk. Salah satu diantaranya yang
dikemukakan Tolstoy. Menurut tolstoy, seni adalah penyebaran atau
penularan emosi pada seniman. Makin luas emosi makin besar jumlah
sistimen moral didalamnya, akan semakin besar seni tersebut
 Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman. Pandangan
ini dikemukakan oleh Santayana dana Jhon Dewey. Seni ini adalah
pengalaman, yaitu pengalaman yang ditranformasikan secara sadar.
Karya seni dihasilkan dari kontribusi seniman dalam hal kepribadianya,
pengetahuannya, daya ingatan, imaginasinya, serta kontribusi lingkungan
dalam hal materi. Seni adalah pengalaman, mencerminkan pengalaman,
dan menambah pengalamanya.

BAB III

13
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dimensi aksilogi merupakan teori tentang nilai-nilai yang mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.Umumnya aksilogi ini adalah ilmu yang menyelidiki
hakikat nilai untuk menuju sudut pandang kefilsafatan.

Istilah aksiologi berasal dari axsios(Yunani) yang berarti nilai.dan logos yang
berarti ilmu atau teori.Jadi,aksiologi adalah teori tentang nilai.

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi adalah cabang filsafat yang
menganalisis tentang hakikat nilai yang meliputi nilai-nilai kebaikan, kebenaran,
keindahan, dan religius.

B. Saran

Seorang pendidik harus hendaknya tahu akan pentingnya hakikat nilai yang akan
di ajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik mengetahui etika keilmuan
yang bermoral dalam ilmu yang di pelajarinya.

Semoga makalah ini menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan
membuat makalah yang semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang
sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutukan saran dan perbaikan dari para
pembaca

DAFTAR PUSTAKA

14
Filsafat ilmu: suatu kajian dalam dimensi antologis, epistemologis, dan Aksiologis/ A.
Susanto; -- Cet. 2. – Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd. Pengantar Filsafat Pendidikan. ALFABETA, cv.
Jirzanah, Aksiologi Sebagai Dasar Pembinaan Kepribadian Bangsa dan Negara
Indonesia, Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/35975
https://www.academia.edu/45603392/Makalah_Aksiologi_Filsafat_Ilmu_
https://id.scribd.com/document/503373349/Makalah-Filsafat-Ilmu-Aksiologi-Mumud
https://maglearning.id/2021/02/14/tentang-nilai-dalam-aksiologi/
https://www.academia.edu/8696210/Dimensi_Aksiologis

15

You might also like