You are on page 1of 91

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN


KUALITAS TIDUR PASIEN GGK YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI
RUMAH SAKIT X
DENPASAR

KADEK ARI NESILAWATI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN


KUALITAS TIDUR PASIEN GGK YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI
RUMAH SAKIT X
DENPASAR

KADEK ARI NESILAWATI


NIM. C2120060

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021

i
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN
KUALITAS TIDUR PASIEN GGK YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI
RUMAH SAKIT X
DENPASAR

Proposal Penelitian

Diajukan Oleh:

KADEK ARI NESILAWATI


NIM. C2120060

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas

segala anugrahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini

dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pasien GGK

yang Menjalani Hemodialisa di RS X Denpasar”. Proposal ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1

Keperawatan STIKES Bina Usada Bali.

Penyusunan proposal ini telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak. Bersama ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. I Putu Santika, MM selaku Ketua STIKES Bina Usada Bali

yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi peneliti untuk

menempuh pendidikan di STIKES Bina Usada Bali.

2. Bapak Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep. selaku Kaprodi S1

Keperawatan STIKES Bina Usada Bali yang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

3. Bapak Ns. Gede Arya Bagus Arisudhana, S.Kep., M.Kep. selaku

pembimbing utama yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan

semangat dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

4. Bapak I Gede Wirajaya, SE., MM selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan saran dan perhatian.

v
5. Direktur Rumah Sakit X Denpasar yang telah memberi ijin dan

memfasilitasi peneliti.

6. Dr. I Gusti Ayu Indah Ardani Sp.KJ (K) atas sumbangsihnya dalam

memberikan bahan refrensi, masukan, semangat serta dukungan sehingga

peneliti bisa menyelesaikan proposal penelitian ini.

7. Seluruh staf dan teman- teman sejawat perawat Rumah Sakit X denpasar

atas dukungan dan semangat.

8. Keluarga besar dan kedua orang tua yang telah memberikan dukungan,

perhatian dan mendoakan peneliti selama proses penyusunan proposal ini.

9. Rekan-rekan sejawat mahasiswa S1 Keperawatan STIKES Bina Usada Bali

yang telah bersedia memberi saran dan semangat.

Semoga kebaikan yang diberikan kepada Saya mendapatkan balasan terbaik

dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu segenap saran sangat peneliti butuhkan untuk

perbaikan.

Mangupura, 03 Juni 2021

Kadek Ari Nesilawati

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1


HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Keaslian Penelitian ............................................................................ 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep GGK ................................................................................... 10
B. Konsep Hemodialisa ....................................................................... 14
C. Konsep Kecemasan ......................................................................... 19
D. Konsep Tidur................................................................................... 32
E. Mekanisme Kecemasan Mempengaruhi Kualitas Tidur ................. 42
F. Kerangka Teori................................................................................ 46
BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 47
B. Hipotesis .......................................................................................... 48
C. Definisi Operasional........................................................................ 49
BAB IV : METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 50

vii
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 50
C. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 53
D. Etika Penelitian ............................................................................... 53
E. Alat Pengumpulan Data .................................................................. 54
1. Instrument Penelitian .................................................................. 54
2. Validitas dan Reabilitas............................................................... 56
F. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 56
1. Prosedur Administrasi ................................................................. 56
2. Prosedur Teknis........................................................................... 57
G. Pengolahan Data.............................................................................. 58
H. Analisis Data ................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium GGK ..................................................................... 12


Tabel 2.2 Tahapan Siklus Tidur ............................................................................ 33
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian .............................................. 49

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Teori................................................................................. 46


Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................ 47

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian


Lampiran 2 Jadwal Penelitian
Lampiran 3 Inform Concent (Surat Persetujuan Menjadi Responden)
Lampiran 4 Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 5 Kuisioner

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan pola penyakit memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi

epidemologi, dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak

menular (PTM) , salah satunya adalah Gagal Ginjal Kronik (GGK). Penyakit

GGK merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah besar di dunia.

GGK menempati peringkat ke-12 tertinggi setelah tuberculosis (TBC) dengan

angka kematian terbanyak (Sunnaholomi, 2020). Pada GGK stadium lima,

kerusakan ginjal tidak dapat dipulihkan yang mengakibatkan terjadinya

penurunan progresif fungsi jaringan ginjal (Black & Hawks, 2021). Pada

GGK stadium akhir fungsi ginjal hanya dapat digantikan dengan terapi

suportif, salah satunya yaitu dengan hemodialisa (HD) (Susiyanto, 2020).

Menurut World Heath Organization (WHO) tahun 2018, secara global

angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi, sementara

itu pasien GGK yang menjalani HD diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di

seluruh dunia (Jeremi et al., 2020). Prevalensinya diperkirakan meningkat 8%

setiap tahunnya. Data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2018

memperkirakan angka kejadian GGK yang memerlukan dialisis adalah sekitar

499 perjuta penduduk (Pranita, 2020). Menurut Kementrian Kesehatan RI,

(2019) proporsi klien yang pernah dan atau sedang menjalani HD pada

penduduk berumur ≥ 15 tahun yang pernah didiagnosis penyakit GGK adalah

1
2

19,3%. Angka proporsi penderita Chronic Kidney Disease (CKD) yang

menjalani HD di Bali tahun 2018 adalah 38,7 % (Suandewi et al., 2020).

Berdasarkan data laporan tahunan Instalasi Hemodialisis RSUP Sanglah

Denpasar, rata-rata jumlah pasien yang menjalani HD pada tahun 2018

sebanyak 360 pasien setiap bulannya (Mahayundari, 2013) . Di Rumah Sakit

X Denpasar berdasarkan data laporan tahunan di Unit Hemodialisis tindakan

dialisis meningkat tiap tahunnya, tercatat dari tahun 2019 sebanyak 1.823

tindakan hemodialisis, tahun 2020 sebanyak 5.435 tindakan HD, dan tahun

2021 dari bulan Januari sampai April sebanyak 2.278 tindakan HD.

Pasien-pasien yang menjalani hemodialisis akan melakukan 2-3 kali

dialisis per minggu dan dihubungkan ke mesin dialisis beberapa jam banyak

menghadapi permasalahan-permasalahan (Damanik, 2020). Secara umum

permasalahan yang dialami oleh pasien meliputi permasalahan psikologis dan

fisik (Dewi, 2019). Permasalahan psikologis yang banyak dialami antara lain

depresi, perilaku bunuh diri, delirium, gejala panik dan kecemasan.

Sedangkan permasalahan fisik yang sering dialami oleh pasien hemodialisis

meliputi kelelahan, gangguan tidur, disfungsi seksual, hipertensi, penurunan

nafsu makan, anemia, sulit berkonsentrasi, gangguan kulit, nyeri otot dan

tulang, infeksi pada fistula yang merupakan efek dari hemodialisis

(Mahayundari, 2013).

Meskipun hemodialisa memberikan lebih banyak kesempatan hidup

kepada pasien, tetapi menyebabkan ketegangan pada pasien. Keadaan

ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya serta penyesuaian diri


3

terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan

pasien. Perubahan dalam kehidupan, merupakan salah satu pemicu gangguan

tidur yang mempengaruhi. Pasien dengan hemodialisis memiliki masalah

gangguan tidur yang berefek terhadap kualitas tidur pasien hemodialisis

(Damanik, 2020).

Kualitas tidur meliputi beberapa aspek kebiasaan seseorang, termasuk

kuantitas tidur, latensi tidur, efisiensi tidur, dan gangguan tidur. Gangguan

tidur sering terjadi pada pasien GGK bahkan dapat berlangsung lama, hal ini

dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien GGK baik dari segi tercapainya

jumlah atau lamanya tidur yang berdampak pada aktivitas keseharian individu

(Ningrum et al., 2017). Hasil penelitian dari Nurjaman, (2018) menunjukkan

bahwa hampir seluruh pasien GGK yang menjalani HD memiliki kualitas

tidur yang buruk yaitu sebanyak 44 pasien (95,7%) dengan item pertanyan

yang memiliki mean tertinggi yaitu lama waktu untuk tertidur dimalam hari,

lama waktu untuk tidur nyenyak, dapat tertidur dalam waktu lebih dari 30

menit, bangun tengah malam atau pagi-pagi sekali, dan rasa kantuk disiang

hari.

Steven, (2013) kecemasan pasien GGK berdampak pada kualitas

maupun kuantitas tidur salah satu diantaranya adalah kecemasan. Kecemasan

menurut Kaplan, (2010) adalah suatu sinyal yang menyadarkan,

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan

seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan pada

pasien yang menjalani hemodialisis memperingatkan adanya ancaman


4

eksternal, internal, dan memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Pada

penelitian yang dilakukan Nasution, (2017) yang menjalani hemodialisis di

Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan dari 100 responden dikategorikan

kedalam kelompok kualitas tidur buruk, yaitu 67 orang (67.00%). Sedangkan

hasil penelitian Pius et al., (2019) menemukan bahwa 65% pasien GGK yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Tarakan Jakarta mengalami kualitas

tidur buruk.

Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit X Denpasar melalui

pemberian kuisioner dan wawancara yang telah dilakukan peneliti pada 10

pasien yang menjalani hemodialisa, didapatkan didapatkan kualitas tidur lima

orang dalam kualitas tidur baik dan lima orang dalam kualitas tidur buruk.

Adapun beberapa gangguan yang dirasakan seperti sering merasakan sakit

pada tubuhnya sehingga tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa, mereka

mengatakan mudah lelah, pasien mengatakan putus asa, merasa ketakutan

akan kematian dan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba saat menjalani atau

setelah menjalani hemodialisa serta kecemasan.

Pasien yang menjalani HD dengan masalah gangguan tidur yang

diakibatkan oleh kecemasan mengalami tanda-tanda merasa tegang, jantung

berdebar, serta khawatir terhadap efek samping setelah tindakan HD seperti

mual, gatal-gatal, dan kepala terasa pusing. Berdasarkan paparan masalah

dalam latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana penyebab

kualitas tidur pasien terganggu dikaitkan dengan kecemasan, sehingga ditarik

sebuah identifikasi masalah untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan


5

Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pasien GGK yang Menjalani

Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di buat rumusan

masalah penelitian sebagai berikut “apakah ada hubungan tingkat kecemasan

dengan kualitas tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa di Rumah

Sakit X Denpasar ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat

kecemasan dengan kualitas tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa

di Rumah Sakit X Denpasar.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar (umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, lamanya HD).

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani

hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.

c. Mengidentifikasi kualitas tidur pasien GGK yang menjalani

hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.


6

d. Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X

Denpasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi tenaga

profesi keperawatan untuk melakukan pendidikan kesehatan, memberikan

asuhan keperawatan serta meningkatkan pengetahuan, tentang adanya

hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar. Sehingga dapat

digunakan sebagai bahan masukan dan referensi dalam memberikan

pelayanan kesehatan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisa.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pasien,

keluarga dan masyarakat tentang bagaimana hubungan tingkat kecemasan

dan kualitas tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa dan pentingnya

mengendalikan kecemasan selama menjalani hemodialisa sehingga

kualitas tidur menjadi baik.

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna untuk menambah

pengetahuan mahasiswa, tentang pentingnya memahami hal-hal yang


7

menjadi penyebab tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien

hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.

4. Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat mendukung perkembangan ilmu

keperawatan khususnya dibidang Keperawatan Jiwa dan terkait dengan

penatalaksanaan dan pengendalian kecemasan serta peningkatan kualitas

tidur pasien hemodialisa. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi data

pendukung atau sumber untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang

lebih spesifik yang terkait dengan upaya dalam melakukan manajemen

stress untuk mencegah kecemasan pasien GGK dalam menjalani

hemodialisa.

E. Keaslian Penelitian

Sebuah penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Safruddin et al.,

(2014) penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat stres

dengan kualitas tidur pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa.

Penelitian ini dilaksanakan di Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit Universitas

Hasanuddin. Desain penelitian menggunakan rancangan penelitian deskriptif

korelasional dengan pendekatan cross sectional study. Teknik pengambilan

sampel secara total sampling dengan jumlah sampel 57 orang. Data di uji

dengan uji Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat

dengan arah korelasi positif antara tingkat stres dengan kualitas tidur dengan
8

nilai signifikansi (p) 0,001 dan r = +0,662 (r2 : 0,44). Dari nilai r2 dapat

dilihat bahwa tingkat stres menggambarkan 44% variansi kualitas tidur pada

pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Universitas

Hasanuddin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa meningkatnya nilai

stres akan mengakibatkan semakin buruknya kualitas tidur.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Laweru, (2017) tentang

hubungan kecemasan dengan insomnia pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisa, jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan

menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini sebanyak 64 responden dengan tehnik purposive

sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis

menggukan uji kendal tau. Penelitian ini menunjukan mayoritas responden

berusia ≥ 40 tahun sebanyak 52 (81,3%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak

37 (57,8%), lama hemodialisa 1-3 tahun sebanyak 35 (54,7%), dan mayoritas

responden yang mengalami insomnia sedang dengan kecemasan minimal

sebanyak 18 (52,9%). Berdasarkan uji statistik Kendal Tau menunjukan nilai

p value sebesar 0,334 dengan nilai r hitung 0,113, yang artinya Ha diterima

dan H0 ditolak. Yang dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara tingkat kecemasan dengan insomnia pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum et al., (2017) mengenai faktor-

faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pasien GGK dengan terapi

hemodialisa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain


9

survei analitik melalui pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan

sampel menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sampel 52

responden yang dilakukan pada bulan April 2017 dengan menggunakan

kuesioner Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) dan The pittsburgh sleep

quality index (PSQI). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar

responden memiliki kualitas tidur (53,8%) responden. Hasil analisis uji chi

square faktor psikologi (kecemasan) didapatkan nilai p value 0,006 (≤ 0,005).

Sedangkan, untuk kualitas tidur terhadap faktor demografi, faktor gaya hidup,

faktor biologis, dan faktor dialisis didapatkan nilai p value>0,05. Simpulan

penelitian ini adalah faktor psikologis yaitu kecemasan berhubungan dengan

kualitas tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa.

Penelitian Nurjaman, (2018) tentang gambaran kualitas Tidur pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Bandung, penelitian

ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan tekhnik purposive

sampling mendapat 46 sampel dengan kriteria rutin menjalankan Hemodialisa

(HD) minimal lebih dari 1 bulan di RSUD Kota Bandung. Data diambil

dengan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang diadaptasi

pada pasien hemodialisa, lalu dianalisa dengan distribusi frekuensi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memiliki kualitas

tidur yang buruk yaitu sebanyak 44 pasien (95,7%) dengan item pertanyan

yang memiliki mean tertinggi yaitu lama waktu untuk tertidur dimalam hari,

lama waktu untuk tidur nyenyak, dapat tertidur dalam waktu lebih dari 30
10

menit, bangun tengah malam atau pagi-pagi sekali, dan rasa kantuk disiang

hari.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep GGK

1. Definisi

Pada GGK stadium lima, kerusakan ginjal tidak dapat dipulihkan

yang mengakibatkan terjadinya penurunan progresif fungsi jaringan ginjal

(Black & Hawks, 2021). Penyakit ginjal kronis adalah penurunan

progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. Kerusakan ginjal

adalah setiap kelainan patologis atau penanda kerusakan ginjal, termasuk

kelainan darah, urin atau studi pencitraan (Kemenkes RI, 2017).

GGK merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia

(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare,

2014).

Kesimpulan dari definisi GGK adalah suatu keadaan klinis

penurunan fungsi ginjal secara progresif dan irreversible dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia. Pada GGK

stadium lima, kerusakan ginjal tidak dapat dipulihkan yang

mengakibatkan terjadinya penurunan progresif fungsi jaringan ginjal.

11
12

2. Epidemologi

Penyakit GGK merupakan salah satu penyakit yang menjadi

masalah besar di dunia. GGK menempati penyakit kronis dengan angka

kematian tertinggi ke-12 di dunia setelah tuberculosis (TBC)

(Sunnaholomi, 2020). Pada Gagal Ginjal stadium akhir fungsi ginjal

hanya dapat digantikan dengan dialisis atau cuci darah (Susiyanto, 2020).

Menurut World Heath Organization (WHO) tahun 2018, secara global

angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi,

sementara itu pasien GGK yang menjalani HD diperkirakan mencapai 1,5

juta orang di seluruh dunia (Jeremi et al., 2020). Prevalensinya

diperkirakan meningkat 8% setiap tahunnya. Angka proporsi penderita

Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani HD di Bali tahun 2018

adalah 38,7 % (Suandewi et al., 2020).

Berdasarkan National Chronic Kidney Disease Fact Sheet tahun

2017 di Amerika Serikat, terdapat 30 juta orang dewasa (15%) memiliki

penyakit GGK. Berdasarkan Center for Disease Control and prevention,

prevalensi GGK di Amerika Serikat pada tahun 2012 lebih dari 10% atau

lebih dari 20 juta orang (Putri et al., 2020). Di Indonesia dari hasil data

riset kesehatan dasar 2018 menunjukkan insiden penyakit ginjal kronis

meningkat dari 2,0 permil pada tahun 2013 menjadi 3,8 permil pada tahun

2018. Data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2018 memperkirakan

angka kejadian GGK yang memerlukan dialisis adalah sekitar 499 perjuta

penduduk (Pranita, 2020). Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2019)

12
13

proporsi klien yang pernah dan atau sedang menjalani HD pada penduduk

berumur ≥ 15 tahun yang pernah didiagnosis penyakit GGK adalah

19,3%.

Sedangkan prevalensi gagal ginjal menurut umur berada pada umur

65-74 tahun sebesar 0,823 %, umur ≥ 75 tahun sebesar 0,748%, umur 55-

64 tahun sebesar 0,564%, umur 35-44 tahun sebesar 0,331%, umur 25-34

tahun sebesar 0,228%, dan umur 15-24 tahun sebesar 0,133% (Kemenkes

RI, 2017). Hasil Riskesdas, (2013) populasi umur ≥ 15 tahun yang

terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Di Indonesia tindakan

hemodialisis meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan penambahan

penduduk yang mengikuti program kesehatan atau JKN sehingga

mempunyai akses dan pembiayaan penuh untuk hemodialisis kronis

(Kemenkes RI, 2017).

3. Klasifikasi

Berikut adalah klasifikasi stadium GGK berdasarkan (The Renal

Association, 2013) :

Tabel 2.1
Klasifikasi Stadium GGK
Stadium Deskripsi LFG(ml/menit/1,73
m)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan Urin ≥90
abnormalitas struktur atau ciri genetic menunjukkan
adanya penyakit ginjal
Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
2
(seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit ginjal 45-59
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 15-29
4 Penurunan berat fungsi ginjal <15 atau
5 Gagal ginjal dialisis
Sumber : The Renal Association, (2013)
14

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan GGK meliputi (Nasution, 2017) :

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.

c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

f. Terapi pengganti ginjal.

Terapi pengganti ginjal diperlukan pada penderita PGK stadium

terminal, ketika LFG<15ml/mnt/1,73m², dimana ginjal tidak dapat

mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil

metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur

keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan

lingkungan dalam. Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan

kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat

beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila

memungkinkan. Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan:

dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu hemodialisis

dan peritoneal dialisis (Nasution, 2017).


15

B. Hemodialisa

1. Definisi

HD adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. HD merupakan salah satu bentuk terapi

pengganti ginjal dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi

ginjal. HD dilakukan pada penderita GGK stadium V dan pada pasien

dengan Acute Kidney Injury (AKI) yang memerlukan terapi pengganti

ginjal (Smeltzer & Bare, 2014).

HD adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh

penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi

ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam

seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisis paling sedikit tiga

sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi (Smeltzer & Bare, 2014).

HD perlu dilakukan untuk menggantikan fungsi ekresi ginjal

sehingga tidak terjadi gejala uremia yang lebih berat. Pada pasien dengan

fungsi ginjal yang minimal, HD dilakukan untuk mencegah komplikasi

membahayakan yang dapat menyebabkan kematian (IRR, 2017).


16

2. Tujuan Hemodialisis

Menurut Smeltzer & Bare, (2014), tujuan dilakukannya hemodialisis

adalah :

a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan

asam urat. Ini berguna untuk mencegah manifestasi klinik yang

berhubungan dengan retensi dan akumulasi toksik uremia seperti

ensefalopati, perikarditis, uremic lung dan sebagainya.

b. Membuang kelebihan air.

c. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

3. Indikasi Hemodialisis

Indikasi HD dibedakan menjadi HD segera dan HD kronik.

Hemodialisis segera adalah HD yang harus segera dilakukan. Indikasi HD

segera antara lain (Daurgidas & Blake, 2012):

a. Kegawatan ginjal

1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K

>6,5mmol/l)

5) Asidosis berat (pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

6) Uremia (BUN >150 mg/dL)

7) Ensefalopati uremikum
17

8) Neuropati/miopati uremikum

9) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)

10) Hipertermia

b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran

dialisis. HD kronik adalah HD yang dikerjakan berkelanjutan seumur

hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut

Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative (KDOQI) dialisis dimulai

jika LFG<15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai LFG

<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialysis dianggap baru perlu

dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini

(Daurgidas & Blake, 2012) :

1) LFG<15 ml/menit, tergantung gejala klinis

2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan

muntah.

3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

4. Prinsip Kerja Hemodialisis

Menurut Smeltzer & Bare, (2014), tiga prinsip yang mendasari kerja

HD yaitu :

a. Difusi, toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan dengan cara

bergerak dari darah ke cairan dialisat.


18

b. Osmosis, air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh dengan

menciptakan gradien tekanan.

c. Ultrafiltrasi, gradien yang ditingkatkan dengan menambahkan tekanan

negatif pada mesin dialisa.

HD dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung

ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah.

Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi

oleh selaput semi permeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen

dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen,

berisi larutan dengan komposisi elekrtrolit mrip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang

terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut

berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah

sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi).

5. Komplikasi Hemodialisis

HD merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi

ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita GGK stadium lima.

Walaupun tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup

pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat

menjalani HD.

Menurut Smeltzer & Bare, (2014) beberapa komplikasi atau efek

samping hemodialisa antara lain:


19

a. Hipotensi

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD

adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun

dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi

intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler.

Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru

meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau

intradialytic hypertension (HID) (Agarwal, 2013).

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang terjadi namun dapat

terjadi jika udara memasuki system vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah dalam tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis.

f. Malnutrisi terjadi akibat krontrol diet dan kehilangan nutrisi selama

hemodialisis, 60 % pasien yang menjalani hemodialisis mengalami

malnutrisi.

g. Fatigue dan kram.

h. Gangguan tidur.

Gangguan tidur umum terjadi pada pasien yang menjalani

hemodialisis dengan faktor penyebab yang beragam. Penyakit GGK

sendiri bisa menyebabkan gangguan tidur, khususnya akibat dari


20

kondisi uremik yang dialami pasien, sedangkan pada pasien yang

mengalami hemodialisis, insomnia bisa terjadi akibat dari tidak

adekuatnya dialisis dan berbagai faktor lain yang terpengaruh akibat

dari kondisi penyakit dan terapinya (Kuhhlman, 2011).

i. Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang

berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya,

merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien yang

menjalani HD.

C. Konsep Kecemasan

1. Definisi

Menurut Kaplan & Saddock, (2010) kecemasan adalah suatu sinyal

yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam

dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

ancaman.

Kecemasan didefinisikan sebagai gangguan alam perasaan yang

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam

dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,

kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian),

tetapi perilaku dapat terganggu walaupun masih dalam batas-batas normal

(Hawari, 2013).
21

Kecemasan atau yang sering disebut ansietas sangat berkaitan

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak

memiliki objek yang spesifik. Kondisi yang dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan

rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang

berbahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan

hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan

(Stuart, 2012).

Menurut Keliat, (2011) kecemasan adalah perasaan was–was seakan

sesuatu yang buruk akan terjadi dan merasa tidak nyaman seakan ada

ancaman yang disertai gejala–gejala fisik seperti jantung berdebar,

keringat dingin, tangan gemetaran. Kecemasan adalah kekhwatiran yang

tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaaan tidak pasti dan

tidak berdaya.

Menurut beberapa pendapat bahwa kecemasan adalah gangguan

alam perasaan, sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya yang ditandai dengan perasaan was-was seakan sesuatu hal yang

buruk akan terjadi, khwatir, rasa ketakutan yang mendalam dan

ketidakberdayaan. Kecemasan merupakan respon emosional terhadap

penilaian kondisi yang dialami secara subjektif dan dapat

dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.


22

2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Reaksi terhadap kecemasan bervariasi antara orang satu dengan

yang lain, dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Hal ini

disebabkan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan,

yaitu: faktor kondisi individu, faktor emosional/kepribadian, faktor sosial

dan faktor religiusitas (Smet, 1994).

a. Kondisi individu, meliputi usia dan tahap perkembangan, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pengalaman/lama hem, dan lain sebagainya.

1) Usia dan Tahap Perkembangan

Menurut Hurlock, (1978) mengenai tahap perkembangan manusia

dapat dibagi sebagai berikut; masa prenatal (sebelum lahir/masih

dalam kandungan), masa natal yaitu setelah lahir sampai 14 hari,

masa bayi 2 minggu sampai 2 tahun, masa kanak-kanak awal umur

2-6 tahun, masa kanak-kanak akhir umur 6-11 tahun, masa puber

umur 11-13 tahun, masa remaja awal 13-17 tahun, masa remaja

lanjut 17-21 tahun, masa dewasa awal 21-40 tahun, masa dewasa

menengah 40-60 tahun, dan masa dewasa akhir 60-meninggal.

Kematangan dalam proses berpikir pada individu yang lebih dewasa

lebih memungkinkan untuk menggunakan koping yang baik

dibandingkan usia yang lebih muda. Gangguan kecemasan dapat

terjadi pada semua usia, lebih sering dialami pada usia dewasa awal.

Sebagian besar terjadi pada usia 21-40 tahun.


23

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan

orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan

seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, semakin

tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional dan

menangkap informasi baru dalam menyelesaikan masalah. Pada

penderita yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan dan cara pandang yang lebih luas,

sehingga memungkinkan pasien itu mampu mengontrol dirinya

dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan yang

tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang

apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, sehingga dapat

mengurangi kecemasan dan membantu individu tersebut dalam

membuat keputusan. Hal ini didukung dengan teori dimana

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya suatu tindakan, perilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari

pengetahuan (Sapri, 2012).

3) Pengalaman

Pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun

negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan

menggunakan koping. Keberhasilan seseorang dapat membantu


24

individu untuk mengembangkan kekuatan koping, sebaliknya

kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang

menggunakan koping yang maladaptif terhadap stressor tertentu.

4) Dukungan

Dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan

interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang

buruk. Pada umumnya jika seseorang memiliki sistem pendukung

yang kuat, kerentanan terhadap penyakit mental akan rendah.

5) Jenis kelamin

Menurut Myers, (2013) menyebutkan tingkat kecemasan pada pria

dan wanita bahwa perempuan lebih cemas akan

ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, dimana laki-laki

lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitive, laki-

laki lebih rileks dibanding perempuan. Menurut Sunaryo, (2012)

menulis dalam bukunya bahwa pada umumnya seorang laki-laki

dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang

dianggap mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan. Laki-

laki lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan wawasan lebih luas

dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak berinteraksi

dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya

tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah

tangga, sehingga tingkat pengetahuan atau transfer informasi yang

didapatkan terbatas tentang pencegahan penyakit.


25

3. Mekanisme Terjadinya Kecemasan

Mekanisme terjadinya kecemasan dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yang memicu stimulus cemas, dimana stimulus cemas dapat

mengaktifkan sistem saraf simpatis dan hormon atau endokrin (sistem

hipotalamus, pituitary, dan adrenal). Kemudian akan mestimulasi hormon

kortisol dan epineprin di otak, sehingga mampu meningkatan hormon-

hormon tersebut di dalam tubuh.

Kedua hormon ini mampu memicu terjadinya kecemasan dan

menurunkan kadar hormon serotonin dan endorphin dalam tubuh, dimana

hormon serotonin dan endorphin berfungsi sebagai hormon relaksasi dan

juga berpengaruh terhadap sistem limbik, yaitu terjadi perubahan di

amigdala. Amigdala merupakan bagian sistem limbik dimana berfungsi

sebagai pusat emosi di otak. Akibat dari perubahan ini akan

mengakibatkan kecemasan (Corwin, 2011).

4. Gejala Kecemasan

Menurut Hawari, (2013) bahwa keluhan-keluhan yang sering

dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara

lain sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan.


26

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan–keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernan, sakit kepala.

Menurut Maryam, (2012) gejala-gejala umum yang terjadi adalah :

a. Bicara cepat

b. Meremas–remas tangannya

c. Bertanya berulang–ulang

d. Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak mengerti penjelasan

e. Tidak mampu menyimpan informasi- informasi yang diberikan

f. Gelisah

g. Keluhan – keluhan pada tubuh

h. Serta kedinginan pada telapak tangan lembab

Rentang respon tingkat kecemasan menurut Videbeck, (2009) ada

empat tingkat kecemasan yang dialami individu, yaitu:

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan yang dialami

sehari–hari, individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,

menajamkan indra, dapat memotivasi individu untuk belajar dan

mampu memecahkan masalah secara efektif serta menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas. Respon-respon fisiologis orang yang

mengalami kecemasan ringan adalah sesekali mengalami nafas

pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir


27

bergetar, dan mengalmi gejala pada lambung. Respon kognitif orang

yang mengalami kecemasan ringan adalah lapang persepsi melebar,

dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada

masalah dan mampu menjelaskan masalah secara efektif. Adapun

respon perilaku dan emosi dari orang yang mengalami kecemasan

ringan adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,

suara kadang–kadang meninggi. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah kelelahan, irritable, lapangan persepsi meningkat,

kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan

tingkah laku sesuai situasi (Stuart, 2012).

b. Kecemasan Sedang

Dalam kecemasan sedang didapatkan individu terfokus pada pikiran

yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi,

mampu melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Respon

fisiologis dari orang yang mengalami kecemasan sedang adalah

sering nafas pendek, nadi dan tekanan naik, mulut kering, anoreksia,

diare, sembelit, dan gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami

kecemasan sedang adalah lapang persepsi menyempit, ragsangan luar

sulit diterima, berfokus terhadap apa yang menjadi perhatian. Adapun

respon perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak–sentak,

meremas tangan, sulit tidur, dan perasaaan tidak aman.

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang

penting dan mengenyampingkan yang lain, sehingga seseorang


28

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu

yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu,

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung, dan pernafasan

meningkat. Selain itu ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan

bervolume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar

namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian

selecstive dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah

kecemasan. Bahkan cenderung mudah tersinggung, tidak sadar,

mudah lupa, marah dan menangis (Stuart, 2012).

c. Kecemasan Berat

Kecemasan ini sangat mengurangi persepsi individu, individu

cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak

berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak

arahan atau perintah untuk berfokus pada area lain. Individu sulit

berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk

memusatkan perhatian pada area lain. Respon–respon fisiologis

kecemasan berat adalah nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan

mengalami ketegangan. Respon kognitif orang mengalami kecemasan

berat adalah lapangan persepsi yang sangat sempit dan tidak mampu

untuk menyelesaikan masalah. Adapun respon perilaku dan emosinya

terlihat dari perasaan tidak aman, berbicara yang cepat, blocking.


29

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir

tentang hal lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

mengeluh pusing, sakit kepala, tidak dapat tidur (insomnia), sering

kencing, diare, palpitasi. Lahan persepsi menyempit, tidak mau

belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan

untuk menghilangkan kecemasn tinggi, perasaaan tidak berdaya,

binggung dan disorientasi (Stuart, 2012).

d. Panik

Dalam kecemasan fase panik dimana individu kehilangan kendali

diri, hilangnya kontrol, tidak mampu melakukan apapun meskipun

dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi

dan hilangnya pikiran rasional serta tidak mampu berfungsi secara

efektif. Respon-respon fisiologis panik adalah nafas pendek, rasa

tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik yang sangat

rendah. Respon kognitif penderita panik adalah lapangan persepsi

yang sangat sempit sekali dan tidak mampu berfikir logis. Adapun

respon perilaku dan emosinya terlihat yaitu, agitasi, mengamuk, dan

marah–marah, ketakuatan, berteriak–teriak, blocking, kehilangan

kontrol diri, dan memiliki persepsi yang kacau. Panik berhubungan

dengan terperangah, ketakutan dan terror karena mengalami

kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu


30

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala

yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil,

palpitasi, pucat, diaporisis, tidak dapat berespon terhadap perintah

yang sederhana, berteriak, bahkan mengalami halusinasi (Stuart,

2012).

5. Metode Pengukuran Kecemasan

Manifestasi dari kecamasan dapat berupa aspek psikologis maupun

fisiologis. Untuk mengungkapkan atau mengukur gejala kecemasan

beberapa metode yaitu:

a. Self report atau quisioner, merupakan sejumlah pertanyaan–

pertanyaan yang harus dijawab oleh individu berupa skala

kecemasan.

b. Over behaviorial, dengan melakukan observasi terhadap individu,

dapat terlihat dari ekspresi seperti gemetar, pucat, mengigit-gigit kuku

dan sebagainya.

c. Physiological, menggunakan alat-alat pengukuran tertentu, seperti

pengukuran denyut jantung, pernafasan, keluarnya keringat, aktivitas

kelenjar adrenalin dan lain – lain.

Adapun instrument yang digunakan untuk mengukur kecemasan

yaitu salah satunya:

a. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

Hamilton Rating Scale for Anxiety adalah instrument yang

diperkenalkan oleh Max Halmilton pada tahun 1959, digunakan


31

secara luas dan diterima untuk mengukur kecemasan dalam uji klinis

secara internasional yang terdiri dari 14 item pertanyaan terstruktur.

Alat ukur Hamilton Rating for Anxiety (HRS- A) terdiri dari 14 item

masing–masing di tegaskan dengan serangkaian tanda dan gejala (Hawari,

2013). Penilaian kecemasan terdiri atas 14 item, yaitu:

1) Perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung

2) Ketegangan, merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

3) Ketakutan, takut terhadap gelap, terhadap orang asing bila ditinggal

sendiri, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak,

takut pada binatang besar.

4) Gangguan tidur, sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,

tidak tidur nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi

buruk, mimpi menakutkan.

5) Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.

6) Perasaan depresi meliputi, kehilangan minat, sedih, bangun dini hari,

berkurangnya pada hobi, perasaan berubah–ubah sepanjang hari.

7) Gejala somatik meliputi, nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi

gemeretak, suara tidak stabil.

8) Gejala sensorik meliputi, tinitus, pengelihatan kabur, muka merah dan

pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk- tusuk.


32

9) Gejala cardiovaskular meliputi, takhicardi, berdebar–debar, nyeri

dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak

jantung hilang sekejap.

10) Gejala pernapasan meliputi, rasa tertekan atau sempit di dada, rasa

tercekik, sering menarik nafas pendek, sesak.

11) Gejala gastrointestinal meliputi, sulit menelan, perut melilit, nyeri

sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh

atau kembung, mual, muntah, BAB lembek, konstipasi, kehilangan

berat badan.

12) Gejala urogenital meliputi, sering kencing, tidak dapat menahan air

seni.

13) Gejala autonomi meliputi, mulut kering, mudah berkeringat, muka

merah, kepala pusing, kepala terasa berat, sakit kepala, bulu-bulu

berdiri.

14) Tingkah laku atau (sikap) pada wawancara gelisah, tidak tenang, jari–

jari gemetar, kerut kening, muka tegang, atau mengeras, muka merah,

nafas pendek dan cepat.

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)

antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) sama sekali

Nilai 1 = satu dari gejala yang ada

Nilai 2 = separuh dari gejala yang ada

Nilai 3 = lebih dari setengah gejala yang ada


33

Nilai 4 = semua gejala ada

Berdasarkan penilaian tersebut dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1) Tidak ada kecemasan, jika skor 0-13

2) Kecemasan ringan, jika jumlah skor 14-20

3) Kecemasan sedang, jika jumlah skor 21-27

4) Kecemasan berat, jika jumlah skor 28-41

5) Panik, jika skor 42-56.

D. Konsep Tidur

1. Definisi

Tidur merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan

kesadaran, berkurangnya aktivitas pada otot rangka dan penurunan

metabolisme (Swartzendrubber, et. al 2010) . Pada kondisi istirahat dan

tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina

tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan

teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan (Koizer, 2010).

Kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam

tidur (kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur).

2. Tahapan- Tahapan Tidur

Tahapan Tidur terbagi dalam dua fase yaitu : rapid eye movement

(REM) dan tidur non rapid eye movement (NREM). Tidur dimulai dari

status NREM yang terbagi dalam 4 tahap yaitu (Pacheco, 2012):


34

Tabel 2.2
Tahapan Siklus Tidur
Tahapan Siklus Tidur Karakteristik

Tahap 1 NREM  Tahap transisi antara mengantuk


dan tertidur Ditandai dengan
pengurangan aktivitas fisiologis
yang dimulai dengan menutup
mata, pergerakan lambat, otot
berelaksasi serta penurunan
secara bertahap tanda vital dan
metabolisme
 Seorang mudah terbangun dalam
tahap ini
 Berlangsung 5-10 menit
Tahap 2 NREM  Tahap tidur ringan
 Denyut jantung mulai melambat ,
menurunnya suhu tubuh, dan
berhentinya pergerakan mata
 Masih relatif mudah untuk
terbangun
Tahap 3 NREM  Berlangsung 10-20 menit
 Tahap awal dari tidur yang dalam
 Laju pernafasan dan jenyut
jantung terus melambat karena
saraf parasimpatik mulai
mendominasi
 Otot skeletal semakin
berelaksasidan terbatasnya
pergerakan
 Seseorang mulai sulit
dibangunkan
Tahap 4 NREM  pada tahap ini Berlangsung 15-30
menit
 Tahap tidur terdalam
 Tidak ada pergerakan mata dan
otot
 Tanda vital menurun 20-30%
 Ditandai dengan pergerakan mata
Tahap REM secara cepat dari berbagai arah ,
pernafasan cepat tidak teratur dan
dangkal, otot tungkai mulai
lumpuh sementara.
 Pada pria terjadi ereksi penis
sedangkan pada wanita terjadi
sekresi vagina
 Mimpi yang terjadi nampak
hidup dan penuh warna,
terkadang merasa sulit untuk
bergerak.
 Durasi dari tidur REM meningkat
20 menit tiap siklus
Sumber : Pacheco, (2012)
35

3. Gangguan Tidur

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan

dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada

seorang individu. Kuantitas tidur inadekuat adalah durasi tidur yang tidak

adekuat berdasarkan kebutuhan tidur sesuai dengan usia akibat kesulitan

memulai dan kesulitan mempertahankan tidur. Kualitas tidur yang tidak

adekuat adalah fragmentasi dari terputusnya tidur akibat dari periode

singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang Kualitas dan

kuantitas tidur dipengaruhi beberapa faktor, seperti penyakit, lingkungan,

gaya hidup, stres, dan lain-lain (Breslau & Roth , 2010).

4. Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang

melibatkan berbagai domain, antara lain, penilaian terhadap lama waktu

tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari,

efisiensi tidur, kualitas tidur, penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu

dari ketujuh domain tersebut terganggu maka akan mengakibatkan

terjadinya penurunan kualitas tidur (Buysee et. al., 2012).

a. Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu

dari tidur yang sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari.

Penilaian ini dibedakan dengan waktu yang dihabiskan di ranjang.

Pada penilaian terhadap gangguan tidur dinilai apakah seseorang

terbangun tidur pada tengah malam atau bangun pagi terlalu cepat,

bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara nyaman,


36

batuk atau mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan,

mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan alasan lain yang

mengganggu tidur (Buysee et. al., 2012).

b. Penilaian terhadap masa laten tidur dinilai berapa menit yang

dihabiskan seseorang di tempat tidur sebelum akhirnya dapat tertidur

dan apakah orang tersebut tidak dapat tidur selama 30 menit.

Selanjutnya, penilaian terhadap disfungsi tidur pada siang hari dinilai

apakah selama sebulan yang lalu, seberapa sering timbul masalah

yang mengganggu anda tetap terjaga sadar saat mengendarai

kendaraan, makan, dan beraktifitas sosial, serta dinilai juga berapa

banyak masalah yang membuat seseorang tidak antusias untuk

menyelesaikannya dalam sebulan.

c. Pada penilaian terhadap efisiensi tidur dinilai waktu seseorang

biasanya mulai tidur pada malam hari selama sebulan, dan waktu

seseorang biasanya bangun pada pagi hari selama sebulan, serta dinilai

juga waktu seseorang tertidur pulas pada malam hari selama sebulan.

Pada penilaian terhadap kualitas tidur dinilai bagaimana seseorang

menilai rata-rata kualitas tidurnya (Buysee et. al., 2012).

d. Penilaian terhadap penggunaan kualitas tidur hanya ditujukan pada

penilaian seberapa sering seseorang mengkonsumsi obat-obat untuk

membantu tidur dalam sebulan yang lalu (Buysee et. al., 2012)).
37

5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Berbagai faktor diduga memiliki keterkaitan dengan kualitas tidur

yang terjadi pada pasien yang menjalani HD, diantaranya :

a. Faktor Demografi

1) Usia

Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan

atau diadakan). Usia juga erat kaitannya dengan prognosis

penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun

kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang

memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingkan dengan

yang berusia dibawah 40 tahun.34 usia juga berpengaruh dalam

kualitas tidur. Dalam penelitian Vitello et al, disebutkan bahwa

penderita dengan usia yang lebih tua lebih signifikan untuk

mengalami gangguan tidur daripada penderita yang lebih muda

(Vitello, 2013).

2) Jenis Kelamin

Secara umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-

laki maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat

perbedaan frekuensi antara lakilaki dan perempuan. Hal ini antara

lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetik

atau kondisi fisiologis . Perbedaan jenis kelamin berpengaruh

terhadap gangguan tidur setelah onset pubertas. Krishnan dan

Collop, (2016) menyebutkan bahwa jenis kelamin yang berbeda


38

dapat berhubungan dengan gangguan seperti Obstructive Sleep

Apnea, insomnia, restless leg syndrome. Wanita mempunyai

kualitas tidur yang lebih baik bila dibandingkan dengan lelaki

dengan waktu tidur yang lebih panjang, dan kualitas tidur yang

lebih baik. Walaupun demikian, wanita lebih mempunyai masalah

yang berhubungan dengan gangguan tidur daripada lelaki. Hal ini

terjadi karena adanya pubertas,menstruasi, kehamilan, dan

menopause yang dapat mempengaruhi pola tidur (Krishnan, 2016).

3) Pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan

Faktor pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan merupakan

salah satu faktor sosiokultural yang bisa mempengaruhi kualitas

tidur. Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang

kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin

karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau

membayar tranportasi (Notoatmojo, 2010)

b. Faktor gaya hidup

Kebiasaan sebelum tidur dapat mempengaruhi tidur seseorang.

Seseorang akan mudah tertidur jika kebiasaan sebelum tidurnya

sudah terpenuhi, seperti berdoa sebelum tidur, menyikat gigi,

minum susu, dan lain-lain. Pola gaya hidup dapat mempengaruhi

jadwal tidur-bangun seseorang seperti pekerjaan dan aktivitas

lainnya. Waktu tidur dan bangun yang teratur merupakan hal yang
39

sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tidur dan

mensinkronisasikan irama sirkardian (Craven, 2010)

c. Faktor psikologis

Kecemasan dan depresi yang terjadi secara terus menerus dapat

terganggu tidur. Cemas dapat meningkatkan kadar darah

norepinefrin melalui stimulasi sistem saraf simpatik (Ardianto,

2019)

d. Faktor biologis

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan

fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan

masalah pernapasan dapat menggangu tidurnya, napas yang

pendek membuat orang sulit tidur dan orang yang memiliki

kongesti di hidung dan adanya drainase sinus mungkin mengalami

gangguan untuk bernapas dan sulit untuk tertidur (Ardianto, 2019)

e. Faktor Hemodialisis

1) Lama Waktu Hemodialisis

Semakin lama waktu pasien menjalani HD semakin tinggi

resiko mengalami gangguan tidur.

2) Akses Vaskuler

Akses vascular adalah jalan masuk yang menghubungkan

aliran darah dari tubuh menuju ke mesin dialisis. Jika tabung

bermasalah akan menyebabkan infeksi atau bisa terjadi

penggumpalan dan pembekuan darah yang bisa berdampak


40

pada kualitas hidup pasien sehingga pasien bisa saja

mengalami cemas yang berakibat pada gangguan tidur

(Samiadi, 2020)

6. Metode Pengukuran Kualitas Tidur

Pengukuran kualitas tidur dapat dilakukan menggunakan kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI terdiri dari 18 pertanyaan

tergabung dalam 7 domain diantaranya kualitas tidur secara subjektif,

latensi tidur, kecukupan tidur, durasi tidur, gangguan tidur, penggunaan

obat tidur, dan masalah tidur pada siang hari (Buysee et. al., 2012)

a. Kualitas tidur secara subjektif.

Komponen dari kualitas tidurini merujuk pada pertanyaan nomor 6

dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, bagaimana

Anda menilai kualitas tidur Anda secara keseluruhan?”. Kriteria

penilaian disesuaikan dengan pilihan jawaban responden sebagai

berikut. Sangat baik: 0, cukup baik:1, cukup buruk: 2, sangat buruk: 3,

skala: ordinal.

b. Latensi Tidur

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 2

dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, berapa lama

(dalam menit) biasanya waktu yang Anda perlukan untuk dapat jatuh

tertidur setiap malam?”, dan pertanyaan nomor 5a, yang berbunyi:

“Selama sebulan terakhir, seberapa sering Anda mengalami kesulitan

tidur karena Anda tidak dapat tertidur dalam waktu 30 menit setelah
41

pergi ke tempat tidur?” Masing-masing pertanyaan tersebut memiliki

skor 0-3, yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor latensi

tidur. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian

sebagai berikut. Skor latensi tidur 0: 0, skor latensi tidur 1-2: 1, skor

latensi tidur 3-4: 2, skor latensi tidur 5-6: 3, skala: ordinal.

c. Durasi tidur

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor

4dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, berapa jam

Anda benar-benar tidur di malam hari?” Jawaban responden

dikelompokkan dalam 4 kategori dengan kriteria penilaian sebagai

berikut. Durasi tidur >7 jam:0, durasi tidur 6-7 jam:1, durasi tidur 5-6

jam:2, durasi tidur <5 jam: 3, skala: ordinal.

d. Efisiensi tidur sehari-hari

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 1, 3,

dan 4 dalam PSQI mengenai jam tidur malam dan bangun pagi serta

durasi tidur. Jawaban responden kemudian dihitung dengan rumus:

Hasil perhitungan dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori dengan

kriteria penilaian sebagai berikut. Efisiensi tidur >85%: 0, efisiensi

tidur 75-84%: 1, efisiensi tidur 65- 74%: 2, efisiensi tidur <65%: 3,

skala: ordinal.

e. Gangguan tidur

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 5b –

5j dalam PSQI, yang terdiri dari hal-hal yang dapat menyebabkan


42

gangguan tidur. Tiap item memiliki skor 0-3, dengan 0 berarti tidak

pernah sama sekali dan 3 berarti sangat sering dalam sebulan. Skor

kemudian dijumlahkan sehingga dapat diperoleh skor gangguan tidur.

Jumlah skor tersebut dikelompokkan sesuai kriteria penilaian sebagai

berikut. Skor gangguan tidur 0: 0, skor gangguan tidur 1-9: 1, skor

gangguan tidur 10-18: 2, skor gangguan tidur 19-27: 3, skala:ordinal.

f. Penggunaan obat tidur

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 7

dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa

sering Anda mengkonsumsi obat-obatan (dengan atau tanpa resep

dokter) untuk membantu Anda tidur?” Kriteria penilaian disesuaikan

dengan pilihan jawaban responden sebagai berikut. Tidak pernah sama

sekali: 0, kurang dari sekali dalam seminggu: 1, satu atau dua kali

seminggu: 2, tiga kali atau lebih seminggu: 3, skala: ordinal.

g. Disfungsi aktivitas siang hari

Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 8

dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa

sering Anda mengalami kesulitan untuk tetap terjaga ketika sedang

mengemudi, makan, atau melakukan aktivitas sosial?”, dan pertanyaan

nomor 9, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa besar

menjadi masalah bagi Anda untuk menjaga antusiasme yang cukup

dalam menyelesaikan sesuatu?” Setiap pertanyaan memiliki skor 0-3,

yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor disfungsi


43

aktivitas siang hari. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria

penilaian sebagai berikut. Skor disfungsi aktivitas siang hari 0: 0, skor

disfungsi aktivitas siang hari 1-2: 1, skor disfungsi aktivitas siang hari

3-4: 2, skor disfungsi aktivitas siang hari 5-6: 3, skala: ordinal.

PSQI menghasilkan tujuh skor yang berkorenspondensi dengan

domain-domain kualitas tidur. Skor setiap komponen dimulai dari 0 (tidak

sulit) sampai 3 (sangat sulit). Skor dari setiap komponen akan dijumlahkan

untuk mendapatkan skor total (antara 0-21). Bila skor total dari PSQI >5,

maka kualitas tidur dari pasien adalah buruk, demikian sebaliknya. Dalam

menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner PSQI, dibutuhkan waktu 5-

10 menit untuk menyelesaikannya. PSQI ini sendiri telah divalidasi oleh

University of Pittsburgh dengan sensitivitas 89.6% dan spesifisitas 86.5%.

Reliabilitas dari kuesioner ini juga telah diuji dengan nilai cronbach’s alpha

sebesar 0.83.20

E. Mekanisme Kecemasan Berpengaruh Terhadap Kualitas Tidur Pasien

Hemodialisa

Pada orang normal, ada reduksi yang signifikan pada aktivitas otak di

daerah kortikal selama tahap non-REM. Penurunan aktivitas kortikal tahap

sebelum tidur sampai non-REM pada orang normal dikatakan sebagai

penyebab restorasi fungsi kognitif selama tidur. Gangguan mental yang erat

hubungannya dengan gangguan tidur adalah kecemasan. Adanya gangguan

cemas dapat menyebabkan timbulnya gejala psikologis seperti sulit

berkonsentrasi, mudah lupa, pikiran kosong, merasa tegang dan gelisah, cepat
44

marah, sensitif, tidak sabaran, kehilangan kepercayaan diri , cenderung

melakukan sesuatu berulang-ulang, dan kesulitan tidur (Maramis, 2012).

Penelitian Sitorus, (2021) tentang pengaruh gangguan cemas terhadap

kualitas tidur dapat dikatakan semakin tinggi skor tingkat gangguan cemas

maka semakin tinggi pula skor kualitas tidur, dimana semakin tinggi tingkat

gangguan cemas maka semakin buruk kualitas tidurnya.

Pasien-pasien yang menjalani hemodialisis akan melakukan 2-3 kali

dialisis per minggu dan dihubungkan ke mesin dialisis beberapa jam banyak

menghadapi permasalahan-permasalahan (Damanik, 2020). Secara umum

permasalahan yang dialami oleh pasien meliputi permasalahan psikologis dan

fisik (Dewi, 2019). Permasalahan psikologis yang banyak dialami antara lain

depresi, perilaku bunuh diri, delirium, gejala panik dan kecemasan.

Sedangkan permasalahan fisik yang sering dialami oleh pasien hemodialisis

meliputi kelelahan, gangguan tidur, disfungsi seksual, hipertensi, penurunan

nafsu makan, anemia, sulit berkonsentrasi, gangguan kulit, nyeri otot dan

tulang, infeksi pada fistula yang merupakan efek dari hemodialisis

(Mahayundari, 2013). Meskipun hemodialisa memberikan lebih banyak

kesempatan hidup kepada pasien, tetapi menyebabkan ketegangan pada

pasien. Keadaan ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya serta

penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan

dalam kehidupan pasien. Perubahan dalam kehidupan, merupakan salah satu

pemicu gangguan tidur yang mempengaruhi. Pasien dengan hemodialisis


45

memiliki masalah gangguan tidur yang berefek terhadap kualitas tidur pasien

hemodialisis (Damanik, 2020).

Kualitas tidur meliputi beberapa aspek kebiasaan seseorang, termasuk

kuantitas tidur, latensi tidur, efisiensi tidur, dan gangguan tidur. Gangguan

tidur sering terjadi pada pasien GGK bahkan dapat berlangsung lama, hal ini

dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien GGK baik dari segi tercapainya

jumlah atau lamanya tidur yang berdampak pada aktivitas keseharian individu

(Ningrum et al., 2017). Hasil penelitian dari Nurjaman, (2018) menunjukkan

bahwa hampir seluruh pasien GGK yang menjalani HD memiliki kualitas

tidur yang buruk yaitu sebanyak 44 pasien (95,7%) dengan item pertanyan

yang memiliki mean tertinggi yaitu lama waktu untuk tertidur dimalam hari,

lama waktu untuk tidur nyenyak, dapat tertidur dalam waktu lebih dari 30

menit, bangun tengah malam atau pagi-pagi sekali, dan rasa kantuk disiang

hari.

Steven, (2013) kecemasan pasien GGK berdampak pada kualitas dan

kuantitas tidur salah satu diantaranya adalah kecemasan . Kecemasan menurut

Kaplan, (2010) adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan

adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil

tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan pada pasien yang menjalani

hemodialisis memperingatkan adanya ancaman eksternal, internal, dan

memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Doenges, (2010) mengemukakan

kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisis disebabkan oleh krisis

situasional, ancaman kematian, dan tidak mengetahui hasil akhir dari terapi
46

yang dilakukan tersebut. Hal ini menjadi stressor fisik yang berpengaruh pada

berbagai dimensi kehidupan karena adanya keluhan kelemahan fisik. Pasien

GGK yang menjalani hemodialisis akan mengalami kecemasan yang

disebabkan oleh berbagai stressor, diantaranya pengalaman nyeri pada daerah

penusukan saat memulai hemodialisis, masalah finansial, kesulitan dalam

mempertahankan masalah pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang,

depresi akibat penyakit kronis serta ketakutan terhadap kematian (Smeltzer &

Bare, 2014).
47

F. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topik

penelitian. Rumusan kerangka teori paling mudah mengikuti kaedah input,

proses dan output (Saryono, 2010) . Kerangka teori penelitian ini dapat

dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Karakteristik HD:
1. Faktor Demografi
Pasien GGK on HD 2. Gaya hidup
3. Penyakit
4. Hemodialisis

1. Depresi
Psikologis 2. Bunuh diri 1. Tidak Cemas :
3. Delirium 0-13
4. Panik 2. Cemas Ringan
: 14-20
3. Cemas
5. Kecemasan Sedang : 21-
27
4. Cemas Berat :
28-41
5. Panik : 42-56

Kualitas
1. Hipotensi tidur
2. Nyeri
Fisik 3. Pruritus
4. Malnutrisi
5. Fatigue Baik
6. Emboli udara Skor < 5

7. Ganggguan Buruk
tidur Skor > 5

Sumber: Suyono (2011); Stuart (2012); Buysee (2012); Dewi (2019); Mahayundari (2013)

Gambar 2.1
Kerangka Teori Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur pasien GGK yang
Menjalani Hemodialisa
48

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan sesuatu yang abstraksi dari suatu realitas

agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak

diteliti) (Nursalam, 2017).

Variable Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Tingkat Kecemasan Kualitas Tidur

Variabel Confounding :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Lama menjalani terapi
hemodialisa

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pasien GGK yang
Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar

48
49

Variabel penelitian adalah atribut seseorang atau objek, yang

mempunyai variasi antara satu orang atau objek dengan orang atau objek

yang lain (Sugiyono, 2016). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua

variabel yaitu:

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2016). Variabel

bebas pada penelitian ini yaitu tingkat kecemasan.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel terikat pada

penelitian ini yaitu kualitas tidur.

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas rumusan penelitian yang akan

dicari jawabannya dalam penelitian (Nursalam, 2017). Menurut Swarjana,

(2015) dikenal dua jenis hipotesis yaitu alternative hypothesis (Ha) dan null

hypothesis (H0), maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Ha : Ada hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pasien yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.

H0 : Tidak ada hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pasien

yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.


50

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2017). Definisi

operasional variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai

berikut :

Tabel 3.1
Definisi Operasional Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pasien GGK
yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar
Variabel Definisi Operasional Cara/alat Skala Hasil Ukur
Ukur Ukur
Tingkat Kecemasan adalah rasa Wawancara/ Ordinal a. Tidak
Kecemasan kekhawatiran pasien GGK yang Kuisioner Cemas :
disebabkan beberapa stressor Hamilton 0-13
seperti nyeri didaerah penusukan Rating Scale b. Ringan :
saat memulai hemodialisis, masalah for Anxiety 14-20
finansial, depresi akibat penyakit (HARS-A) c. Sedang :
kronis serta ketakutan terhadap 21-27
kematian, yang dapat dinilai dengan d. Berat :
kuisioner HRS-A berisi 14 28-41
indikator meliputi e. Panik :
- perasaan cemas 42-56
- ketegangan
- ketakutan,
- gangguan tidur
- gangguan kesadaran
- depresi
- ketegangan otot
- gejala sensorik
- gejala kardiovaskuler
- gejala pernafasan
- gejala gastrointestinal
- gangguan urogenetalia
- gangguan otonom
- perlaku saat wawancara
Kualitas Gambaran kualitas tidur yang Wawancara/ Ordinal a. Kualitas
Tidur dirasakan klien yang diukur dengan Kuisioner Tidur
kuesioner PSQI yang berisi 7 area Pittsburgh Baik ≤ 5
pengukuran yang meliputi: latensi Sleep Quality b. Kualitas
tidur, durasi tidur, kualitas tidur Index (PSQI) Tidur
subjektif, efesiensi tidur, Buruk
penggunaan obat tidur, disfungsi >5
tidur siang hari
51

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan

descriptive correlational, yang bertujuan untuk mengungkapkan korelasi

antara dua variabel pada suatu kelompok subjek yaitu varabel tingkat

kecemasan dengan kualitas tidur pasien GGK yang menjalani hemodialisa

yang dilakukan dari segi waktu, penelitian menggunakan pendekatan survei

cross sectional, artinya variabel bebas dan terikat pada obyek penelitian

diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu bersamaan)

menggunakan kuisioner (Sugiyono, 2016).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Nursalam, 2017). Populasi terdiri dari populasi target yaitu populasi yang

memenuhi kreteria sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian yaitu

semua pasien GGK yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X

Denpasar. Populasi terjangkau yaitu populasi yang memenuhi kriteria

penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2021 (data

jumlah kunjungan pasien yang melakukan HD bulan Mei 2021) pasien

51
52

yang melakukan tindakan HD di Rumah Sakit X Denpasar sebanyak 60

pasien.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2017). Sampel pada penelitian ini yaitu pasien-pasien GGK di rawat jalan

Unit Hemodialisa yang sedang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X

Denpasar. Penetapan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria sampel sebagai

berikut:

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang diteliti. Dalam penelitian ini yang

termasuk kriteria inklusi adalah :

1) Pasien GGK yang menjalani Hemodialisa dengan kesadaran

composmentis (CM).

2) Pasien GGK yang menjalani hemodialisa umur ≥ 20 tahun sampai

umur ≥ 65 tahun.

3) Pasien GGK yang menjalani hemodialisa reguler

4) Pasien GGK yang menjalani hemodialisa bersedia dijadikan

responden

b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan sampel yang tidak memenuhi

kriteria inklusi diteliti untuk menjadi sampel yaitu:

1) Pasien dengan gangguan pendengaran, tidak bisa baca dan tulis.


53

2) Pasien yang tidak cooperative (emosional dan tidak bersedia

mengisi kuisioner dan diwawancara.

3. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus

sampel Slovin sebagai berikut:

N
n=
1  N (d ) 2

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat kepercayaan/signifikansi ( p= 0,05)

Maka dari total populasi yaitu 60 orang, jadi besarnya sampel adalah :

n= N n= 60 = 60 = 52
1+ N(d2) 1+ 60 (0,052) 1,15

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah 52 orang.

4. Teknik Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi

untuk mewakili populasi. Teknik sampling suatu cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan objek penelitian (Nursalam, 2017). Dalam

penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik

purposive sampling. Purposive sampling merupakan cara memilih sampel


54

diantara populasi yang dikehendaki peneliti (tujuan dan masalah

penelitian) (Nursalam, 2017).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit X

Denpasar. Waktu penelitian di laksanakan selama empat sampai enam

minggu mulai bulan Desember 2021 sampai dengan bulan Januari 2022.

D. Etika Penelitian

Penelitian ini melibatkan pasien hipertensi sebagai subjek penelitian.

Sebelum penelitian dilaksanakan, penelitian ini terlebih dahulu akan

menjalani uji etik yang dilaksanakan oleh Komite Etik STIKES Bina Usada

Bali kemudian akan dilampirkan pada proposal penelitian. Terdapat empat

aspek dalam etika penelitian yang diperhatikan yaitu:

1. Inform Concent (lembar persetujuan menjadi subjek penelitian)

Lembar ini dipahami sebagai bentuk persetujuan antara peneliti

dengan subjek penelitian sebelum pengambilan data dilakukan didahului

dengan penjelasan maksud, tujuan, prosedur dan dampak penelitian.

Hanya sampel yang bersedia selanjutnya perlu menandatangani lembar

tersebut. Peneliti menghargai hak asasi manusia yaitu memberikan pasien

kesempatan untuk menentukan kesediaannya dalam berpartisipasi atau

menolak menjadi subjek penelitian.


55

2. Anonimity (tanpa nama)

Etika ini dimaksudkan untuk menjamin kerahasiaan identitas

lengkap dari sampel penelitian dengan hanya menuliskan kode responden

pada lembar instrumen pengumpulan data maupun data hasil penelitian.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan dimaknai sebagai etika untuk menekankan bahwa

pasien akan dijaga kerahasiaan datanya dan hanya diketahui secara pasti

oleh peneliti dan subjek penelitian. Hanya data tertentu yang menjawab

pertanyaan penelitian yang akan disajikan dalam hasil penelitian.

4. Nonmaleficience (tidak merugikan)

Penelitian ini menekankan pada membebaskan pasien dari

eksploitasi sebab hasil penelitian hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian yang dimaksud serta tidak menimbulkan risiko kesakitan secara

fisik maupun mental.

E. Alat Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, untuk menentukan tingkat kecemasan pasien,

kuisioner kecemasan dari Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A).

Jenis pernyataan yang digunakan adalah closed end items (pernyataan

tertutup) yaitu suatu kuesioner dimana pernyataan-pernyataan yang telah

dituliskan telah disediakan jawaban pilihan, sehingga responden tinggal


56

memilih jawaban yang telah disediakan, dengan memberikan tanda check (

√ ) pada jawaban yang sesuai. Kuesioner tingkat kecemasan terdiri dari 14

pernyataan, masing-masing nomor pernyataan terdiri dari beberapa sub

pernyataan. Setiap sub pernyataan pada masing-masing nomor pernyataan

mempunyai skor 0 – 4. Cara memberi skor jawaban pasien dari masing-

masing nomor pernyataan adalah sebagai berikut:

1. Jika tidak ada gejala sama sekali = 0

2. Satu gejala dari pilihan yang ada = 1

3. Separuh dari gejala yang ada = 2

(untuk pernyataan yang jumlah pilihannya ganjil, cara penghitungannya

tidak ada skor separuh)

1. Lebih dari separuh gejala yang ada = 3

2. Semua gejala yang ada = 4

Setelah itu dilakukan penjumlahan skor dari empat belas pernyataan

tersebut dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang, dengan skoring: tidak terjadi kecemasan (0-13),

kecemasan ringan (14-20), kecemasan sedang (21-27), kecemasan berat

(28-41), panik (42-56).

Sedangkan instrumen kedua yaitu untuk menilai kualitas tidur

berupa lembar kuisioner Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI). Kuisioner

ini terdiri dari 9 poin pertanyaan, yang terdiri dari 7 komponen nilai yaitu

kualitas tidur subjektif, tidur laten, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan

tidur, pemakaian oat tidur, dan disfungsi siang hari. Untuk ketujuh
57

komponennya. Penilaian jawaban berdasarkan Likert dari 0-3,dimana skor

3 menggambarkan hal negatif. Pengkategorian kualitas tidur terbagi

menjadi dua kelompok, yaitu kualitas tidur baik dan kualitas tidur buruk.

Rentang jumlah skor PSQI adalah 0 s.d 21 dari ketujuh komponennya.

Kualitas tidur dikatakan baik apabila jumlah skor penilaian ≤ 5, sedangkan

kualitas tidur dikatakan buruk apabila jumlah skor penilaian > 5.

2. Validitas dan Reliabilitas

Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena

kuesioner tingkat kecemasan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

dan Kuisioner kualitas tidur Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sudah

terstandar internasional dan telah diterbitkan.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek

penelitian dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan

dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini, terdapat

beberapa tahap dalam proses pengumpulan data yaitu:

1. Prosedur Administrasi

a. Setelah proposal dinyatakan lulus dari sidang proposal dan uji etik,

maka peneliti mengajukan surat ijin melakukan penelitian dari

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bina Usada Bali.

b. Mengajukan surat ijin penelitian ke bagian Diklat Rumah Sakit X

untuk memperoleh ijin penelitian.


58

c. Prosedur diawali dengan orientasi dan sosialisasi dengan petugas di

lokasi penelitian.

d. Pendekatan kepada sampel yang akan diteliti dengan cara

memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan penelitian.

e. Melakukan seleksi calon sampel penelitian sesuai kriteria inklusi dan

eksklusi yang telah ditetapkan.

2. Prosedur Teknis

a. Pengambilan data akan langsung dilakukan oleh peneliti terhadap

responden yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi dengan memberikan penjelasan tentang proses penelitian dan

permintaan persetujuan responden terlebih dahulu. Partisipan yang

telah menandatangani inform concent kemudian akan mengisi

Kuisioner tingkat kecemasan Hamilton Rating Scale for Anxiety

(HRS-A) dan Kuisioner kualitas tidur Pitsburg Sleep Quality Index

(PSQI) yang telah disediakan.

b. Selama pengisian instrumen, peneliti akan tetap mendampingi

responden untuk memberi penjelasan jika terdapat kesulitan bagi

responden untuk memahami dan memberi jawaban pada kuisioner

yang diberikan.

c. Apabila selama proses pengumpulan data, pasien mengalami

perubahan kondisi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka

proses pengumpulan data akan dihentikan dan pasien diberikan

perawatan sesuai kebutuhan.


59

d. Setelah pengisian kuisioner sudah lengkap, maka data akan

dimasukkan dalam master tabel dan dianalisis menggunakan program

SPSS.

e. Menyajikan data hasil penelitian dan menetapkan kesimpulan.

G. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses menganalisis data untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Nursalam, 2017).

Langkah-langkah dalam pengolahan data penelitian ini yaitu:

1. Editing

Proses ini adalah upaya uuntuk memeriksa kembali kesesuaian dan

kebenaran data yang dikumpulkan. Editing dapat berlangsung selama

proses pengumpulan data maupun setelah data dikumpulkan.

2. Coding

Proses ini dilakukan dengan cara memberikan kode numerik

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting untuk memudahkan proses pengolahan dan analisis data

pada komputer.

3. Entry data

Kegiatan ini dilakukan dengan memasukkan data yang telah

dikumpulkan secara manual ke dalam master tabel atau computer database

untuk ditampilkan dalam distribusi frekuensi.


60

4. Cleaning

Pembersihan data dilakukan dengan cara megoreksi kembali data

yang telah dilakukan entry untuk memastikan apakah ada kesalahan atau

tidak.

5. Tabulating

Tabulasi ini dilakukan dengan menyusun dan mengelompokkan data

dengan maksud memudahkan proses analisis.

H. Analisis Data

Proses analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan

bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat (deskriptif) menjabarkan distribusi terhadap tiap

variabel dari penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Adapun variabel

yang dianalisis adalah tingkat kecemasan dan kualitas tidur pasien GGK

yang menjalani hemodialisa.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap kedua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Yaitu untuk

mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur

pasien GGK yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.


61

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable

dependen dan independen. Teknik analisa yang dilakukan yaitu dengan Uji

Spearman’s Rho yang merupakan jenis uji statistik yang digunakan untuk

mengukur signifikansi tingkat hubungan pada data berskala ordinal. Selain

itu, data yang terkumpul merupakan data yang berhubungan. Maksudnya,

tingkat kecemasan dan kualitas tidur yang diukur berasal dari sampel yang

sama.

Derajat kepercayaan dalam penelitian ini adalah 95% dengan tingkat

kesalahan (α) 5% atau 0,05. Dengan menggunakan program SPSS, jika

hasil output korelasi berada pada nilai 0 berarti tidak ada korelasi sama

sekali, korelasi <0,5 korelasi lemah, >0,5 korelasi cukup kuat, sedangkan

nilai 1 menunjukkan korelasi sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Agarwal R, and L. R. (2013). Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume


Excess (Excess. Nephrol Dial Transplant)

Ardianto, N. Y. (2019). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur


Pasien Hemodialisa Di Rsud Kraton Kabupaten Pekalongan. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699

Azib Susiyanto, S. (2020). Hijama ODT: Semua Penyakit Insya Allah Sembuh.
Gema Insani. https://books.google.co.id/books?id=vbkSEAAAQBAJ

Badui Laweru, I. (2017). Hubungan Kecemasan dengan Insomnia pasien GGK


yang menjalani therapy Hemodialisa. http://elibrary.almaata.ac.id/1817/

Bart Smet. (1994). Psikologi Kesehatan (Gramedia Widiasarana Indonesia (ed.)

Black & Hawks. (2021). Medical Surgical Nursing: Elimination, Renal and
Urinary Systems Disorders (H. S. & Tutiany (ed.); ke 9). Elsevier Health
Sciences. https://books.google.co.id/books?id=YLIlEAAAQBAJ

Breslau N , Roth T, R. (2010). Sleep Disturbance and Psychiatric disorders : a


longitudinal epidemiological study of young adults. 411

Buysee DJ, Reynolds CF, Monk TH, Berman SR, & K. D. (2012). The Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI): A New Instrument for Psychiatric Research and
Practice ; 1989. Physiciatry Research.

Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi (EGC (ed.); edisi 3)

Craven RF, & H. C. (2010). Fundamental of Nursing: Human Health and


Function (Lippincot (ed. 3)

Damanik, V. A. (2020). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur


Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan Priority,
3(1), 47–57. https://bit.ly/2YexnVc

Daurgidas JT, Blake PG, I. T. (2012). Handbook of Dialysis (Lippincott (ed.4 )

Dewi, A. (2019). Gambaran Kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisa.

Doenges. (2010). Nursing Care Plans : Guidelines For Individualizing Clien Care
Aeeros The Lifespan (8th ed)
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Hurlock, E. B. (1978). Tahap Perkembangan. tahap-perkembangan-elizabeth-b-


hurlock.html

IRR. (2017). 9 th Report Of Indonesian Renal Registry 2016

Jeremi, C., Paath, G., Masi, G., Onibala, F., Kedokteran, F., Sam, U., Kedokteran,
F., Ratulangi, U. S., & Utara, S. (2020). Study Cross Sectional : Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Hemodialisa Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis.
Jurnal Keperawatan, 8(1), 106–112

Kaplan, H. I. e. al. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku


Psikiatri Klinis (Bina Rupa Aksara )

Kemenkes RI. (2017). Info datin ginjal. In Situasi Penyakit Ginjal Kronik

Koizer, B. et al. (2010). Fundamentals Nursing : Conceps ,Proses , and Practice.


(7th Edition). Pearson Prentice Hall.

Krishnan V, C. N. . (2016). Gender Differences in Sleep Problems.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17053485%0D

Kuhhlman MK. (2011). I have had trouble sleeping since starting hemodyalisis.
What causes this and what can I do? (p. 195). AakpRENALIFE.

Mahayundari, N. P. E. (2013). Ni Putu Eka Mahayundari. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699

Maramis, W. F. dan M. A. . (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (ke 2).


Airlangga University Press

Maryam, R. S. & dkk. (2012). Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya.


Mengenal Lanjut Usia Dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika

Muhamad Nurjaman, I. (2018). No Title. Gambaran Kualitas Tidur Pada Pasien


Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUD Kota Bandung.
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/35354

Nasution. (2017). Hubungan Kualitas Tidur dengan Kualitas Hidup Pada Pasien
Hemodialisis. https://library.usu.ac.id

Ningrum, W. A. C., Imardiani, & Rahma, S. (2017). Faktor yang Berhubungan


Dengan Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Terapi
Hemodialisa. Seminar Dan Workshop Nasional Keperawatan “Implikasi
Perawatan Paliatif Pada Bidang Kesehatan,” 279–285.
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/download/1081/700

Notoatmojo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan (Rineka Cipta (ed.)

Nursalam. (2017). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Ilmu


Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian (Edisi 3)
Salemba Medika.

Pacheco, D. (2012). National Sleep Foundation. REM Sleep behavior Disorder.


https://sleepfoundation.org/sleep-disorders-problems/rem-behavior-disorder

Pranita, E. (2020). Penyakit Ginjal di Indonesia, Meningkat 2 Kali Lipat, Bisakah


Dicegah.Kompas.Com.https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/13/1932
00823/penyakit-ginjal-di-indonesia-meningkat-2-kali-lipat-bisakah-dicegah-
?page=all

Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc, D. (2015). Aktivitas Kelompok (Ke
2). EGC

Putri, E., Alini., & Indrawati. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dan
Kebutuhan Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis Di RSUD Bangkinang. JURNAL
NERS Research & Learning in Nursing Science, 4(23), 47–55

Safruddin, S., Ahmad, M., & Rajab, A. P. (2014). Hubungan Tingkat Stres dengan
Kualitas Tidur pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi
Hemodialisa di RS Universitas Hasanuddin Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 4(2), 73–78

Samiadi, L. A. (2020). Hemodialisis, Prosedur Cuci Darah untuk Penyakit Gagal


Ginjal. https://hellosehat.com/urologi/ginjal/hemodialisis/

Saryono, A. (2010). Metodologi Penelitian DIII, D IV, S1 dan S2 (Nuvia Medika).

Sitorus, dr. L. E. (2021). Pengaruh gangguan cemas terhadap kualitas tidur

Stuart, W, G. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa (EGC (ed.5)

Suandewi, D. A. S. A., Sugiarta, I. G. R. M., Astawa, N. T., & Ekariawan, I. P.


(2020). Profil penderita Chronic Kidney Disease (CKD) stadium 5 yang
menjalani hemodialisis reguler di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Klungkung, Bali, Indonesia. Intisari Sains Medis, 11(2), 613.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.624
Subarman Pius, E., Herlina, S., Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jakarta Jalan Limo Raya Kelurahan Limo Kecamatan Limo
Kota, F., Keperawatan Medikal Bedah, K., & Ilmu Kesehatan, F. (2019).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Tarakan
Jakarta. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 3(1).
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/1081

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta

Sunaryo. (2012). Psikologi untuk keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Sunnaholomi. (2020). Fakta Penyakit Ginjal Kronik. Medcom.


https://www.medcom.id/rona/kesehatan/xkEYvppk-fakta-penyakit-ginjal-
kronik

Suzanne C Smeltzer, & Brenda G Bare. (2014). Keperawatan Medikal- Bedah


Edisi 12 (Brunner & Suddarth (ed.); ke 12). Egc.
https://books.google.co.id/books?id=SP3Gj97OJisC

Swarjana, I. K. (2015). Metodologi Dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Andi


Offset

Swartzendrubber, Donna; Smith, Lyle; Peacock, E. M. (2010). Hemodialysis


Procedures and Complications.

The Renal Association. (2013). CKD Stages

Videbeck, S. (2009). Buku Keperawatan Jiwa (EGC (ed; eight). Renata


Komalasari, penerjemah

Vitello, et al. (2013). Biological Barriers in Behavioural Medicine. Biological


Barriers in Behavioural Medicine.
https://books.google.co.id/books?id=k_3pBwAAQBAJ&pg=PA129&lpg=P
A1%0A29&dq=Vitello+et+al+quality+of+sleep&source=bl&ots=93bMBjy6
l1&sig=yF%0AJpGvz33gsQgdta2iLK4l9tts&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwit
wI3DtIfNAhUENo8KHcpjAgUQ6AEIHDA%0AA#v=onepage&q=Vitello
et al quali
Lampiran 1
Lampiran 3
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Judul : Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pasien


GGK yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar.
Peneliti : Kadek Ari Nesilawati

Pembimbing : 1. Ns. Gede Arya Bagus Arisudhana, S.Kep., M.Kep


2. I Gede Wirajaya, SE., MM

Saudara Yang Terhormat,

Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Bina


Usada Bali. Dalam rangka untuk menyelesaikan tugas akhir, saya bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul ”Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Kualitas Tidur Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar”.
Pengumpulan data melalui pengisian instrument penelitian ini, agar tidak
terjadi kesalahan saya mohon petunjuk pengisian dibaca secara seksama.
Hasil penelitian ini sangat tergantung pada jawaban yang saudara berikan,
oleh karena itu saya mohon untuk diisi sesuai dengan keadaan yang saudara
rasakan. Kerahasiaan identitas saudara akan dijaga dan tidak disebarluaskan.
Penulisan identitas pada lembar instrument penelitian cukup dengan initial
saudara, misalnya Dian Ayu ditulis DA
Saya sangat menghargai kesediaan dan perhatian saudara, untuk itu saya
sampaikan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dapat mendukung dalam
pengembangan ilmu keperawatan dan kinerja profesi di masa mendatang.

Mangupura. Agustus 2021


Pembimbing I/II Peneliti

(.......................................................) (Kadek Ari Nesilawati)


Kode responden:

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur
Pasien GGK yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit X Denpasar”

Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi instrument


penelitian dan memberikan jawaban sesuai dengan yang dirasakan serta mengikuti
prosedur intervensi yang diberikan sebagai proses dalam kesembuhan kesehatan
saya, yang memerlukan waktu 15-20 menit. Saya mengerti risiko yang akan
terjadi pada penelitian ini tidak ada. Apabila ada pertanyaan dan intervensi yang
menimbulkan respon emosional, maka penelitian akan dihentikan dan peneliti
akan memberikan dukungan serta berkolaborasi dengan dokter dan tenaga medis
yang terkait untuk mendapatkan terapi lebih lanjut.

Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan


dirahasiakan, dan kerahasiaan ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas saya
tidak akan ditulis pada instrument penelitian dan akan tersimpan secara terpisah
ditempat terkunci.

Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam
penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya
sanksi atau kehilangan hak-hak saya.

Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini


atau mengenai peran serta saya dalam penelitian ini dan telah dijawab serta
dijelaskan secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan
serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan Menjadi
Responden.
Mangupura, Agustus 2021
Peneliti Responden

(Kadek Ari Nesilawati) (…….................................)


Lampiran 5 Kuisioner
KUESIONER
DATA DEMOGRAFI
Petunjuk:
Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban saudara:
No. Responden : ……………….
Tanggal Pengisian : ……………….

A. Karakteristik Responden

1. Nama ( Inisial ) :……………………….


2. Umur : : 1. 20 - 35
: 2. 36 - 51
: 3. 52 - 65

3. Jenis Kelamin
: 1. Laki-laki
: 2. Perempuan
4. Pendidikan
: 1. Tidak sekolah
: 2. SD
: 3. SMP
: 4. SMA
: 5. Sarjana /Akademi/PT
5. Pekerjaan
: 1. Tidak Bekerja
: 2. PNS
: 3. Swasta
: 4. Wiraswasta
: 5. Petani/Buruh

5. Lama Menjalani HD :
Kode responden:

KUISIONER TINGKAT KECEMASAN


HAMILTON RATING SCALE FOR ANNXIETY (HRS-A)

Petunjuk pengisian :
1. Mohon Bapak/Ibu memberikan jawaban yang sejujurnya sesuai dengan
apa yang anda rasakan dan alami selama menjalani hemodialisa.
2. Berilah tanda centang (√) pada kotak atau pilihan jawaban yang telah
disediakan.
3. Jawaban bisa lebih dari satu sesuai dengan apa yang saudara rasakan
dan alami selama menjalani hemodialisa sejak awal sampai saat ini.

1) Perasaan cemas
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2) Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Tidak bisa istirahat tenang
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3) Ketakutan
Terhadap gelap
Terhadap orang asing
Bila ditinggal sendiri
Terhadap kerumunan orang banyak
Terhadap keramaian lau lintas
Terhadap binatang besar
4) Gangguan Tidur
Sukar tidur
Terbangun malam hari
Tidak nyenyak
Bangun dengan lesu
Banyak mimpi-mimpi
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5) Gangguan kesadaran
Sukar berkonsentrasi
Daya ingat buruk
6) Perasaan tertekan (Depresi)
Hilangnya minat
Sedih
Kurangnya kesenagan / Hobi
Bangun dini hari
Perasaan berubah sepanjang hari
7) Otot-otot
Nyeri pada otot
Kaku
Kedutan otot
Gertakan gigi
Suara tidak stabil
8) Gejala Sensorik
Tinitus (telinga berdenging)
Penglihatan kabur
Muka merah / pucat
Perasaan lemah
Perasaan ditusuk-tusuk
9) Gejala Kardiovaskular
Tackikardia (nadi cepat)
Bedebar
Nyeri dada
Denyut nadi meningkat
Rasa lemah seperti mau pingsan
Detak jantung hilang ( berhenti sekejap )
10) Gejala Pernafasan
Rasa tertekan didada
Perasaan tercekik
Sering menarik nafas panjang
Merasa nafas pendek / sesak
11) Gejala Gastrointestinal
Sulit menelan
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
Perasaan terbakar di perut
Perut tersa penuh dan kembung
Mual
Muntah
Buang air besar lembek
Kehilangan berat badan
Konstipasi / tidak dapat buang air besar
12) Gangguan Urogenitalia
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenorhoe / tidak datang bulan
Menorahgi / datang bulan banyak
Frigiditas /menjadi dingin
Ejakulasi Prekok / ejakulasi dini
Ereksi lemah atau tidak dapat ereksi
Impotensi
13) Gangguan Otonom / Vegetatif
Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Pusing / sakit kepala
Bulu roma berdiri
14) Perilaku sewaktu pengisian kuesioner
Gelisah
Tidak tenang
Jari tremor / gemetar
Mengerutkan dahi
Muka tegang
Tonus otot meningkat
Nafas pendek dan cepat
KUISIONER

PITSBURGH SLEEP QUALITY INDEX (PSQI)

Petunjuk :

1. Jawablah pertanyaan pada kolom yang kosong yang sesuai anda rasakan selama
menjalani HD
2. Jika berupa pernyataan berilah tanda (√) pada kolom yang disediakan
3. Jika terdapat pertanyaan dilengkapi jawaban pada kolom silahkan dilingkari

Pernyataan
1. Jam berapa biasanya anda
mulai
tidur malam hari?
2. Berapa lama biasanya anda
baru
bisa tertidur tiap malam?
(dalam
16-30 31-60
Menit <15 menit >60 menit
menit menit
Waktu yang dibutuhkan saat
mulai berbaring hingga
tertidut
3. Jam berapa biasanya anda
bangun pagi?
4. Berapa lama ada tidur di
malam
>7 jam 6-7 jam 5-6 jam <5 jam
hari?
5. Seberapa sering masalah- Tidak 1x 2x >3
masalah di bawah ini pernah seminggu seminggu seminggu
menganggu tidur anda?
a. Tidak mampu tertidur
dalam 30 menit sejak
berbaring
b. Terbangun di tengah
malam atau terlalu dini
Terbangun untuk ke
c. kamar
mandi
d. Tidak mampu bernafas
dengan leluasa
e. Batuk atau mengorok
f. Kedinginan di malam hari
g. Kepanasan di malam hari
h. Mimpi buruk
i. Terasa nyeri
j. Penyebab
lainnya
(jelaskan)
6. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering anda
mengkonsumsi obat tidur

(diresepkan dokter ataupub


obat
bebas) untuk membantu anda
tidur?
7. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering anda merasa
mengantuk ketika mengemudi,
makan, atau kegiatan sosial
sehari-hari?
8. Selama sebulan terakhir,
bagaimana anda menilai Sangat Kurang
Baik Buruk
kualitas tidur anda secara baik Baik
keseluruhan?
9. Selama sebulan terakhir,
adakah
kesulitan mempertahankan
rasa Tidak Sedikit Cukup Sangat
antusias untuk dapat kesulitan kesulitan kesulitan kesulitan
menyelesaikan pekerjaan?

You might also like