You are on page 1of 4

Embun bercahaya matahari kuning emas di daun dan ranting pepohonan lembah Kura-kura yang

rimbun, menghidupkan kembali tumbuhan yang menderita semalaman oleh hawa dingin menusuk.
Perlahan embun yang hampir melumpuhkan tumbuhan mulai lenyap di telan kehangatan cahaya
matahari dan mengusir halimun tebal yang menutupi hampir semua permukaan lembah.

Kokok ayam hutan yang nyaring sekali mulai membangunkan penghuni lembah itu. Pasti dan susul
menyusul dari semua penjuru lembah. Para burung yang masih berselimut tebal hangatnya sayap
mereka, kini mulai bergerak di setiap pohon. Terdengar kicau burung sahut menyahut bercampur
bermacam-macam suara, seakan bersaing namun semuanya memiliki kemerduan yang khas.

Sesosok tubuh manusia berdiri di tempat yang agak tinggi seperti sebuah patung, menghadap ke
timur. Sudah satu jam lebih dia berdiri seperti itu. Matanya yang lebar penuh sinar ketajaman dan
kelembutan, bergerak-gerak seperti mata kanak-kanak yang hidupnya bersih dan bebas. Di antara
kedua matanya, celah di antara alis itu terganggu oleh garis-garis lurus berkeriput.

Anak laki-laki itu pemilik sosok tadi tampak sepasang matanya bersinar-sinar penuh seri kehidupan
ketika melihat munculnya bola merah besar di balik permukaan lembah. Pakaiannya sangat
sederhana dan bersih seperti bersihnya tubuh kanak-kanaknya, dari rambut sampai ke kuku jari
tangannya yang terpelihara dan bersih. Wajahnya sangat tampan di lihat dari dekat.

Lembah Kura-kura sebuah lembah yang terbentuk dari ceruk luas di pertengahan gunung Kura-kura
yang tinggi. Anak itu lalu menanggalkan pakaiannya, satu semi satu dengan gerakan sabar dan tidak
tergesa-gesa,tanpa menengok ke kanan-kiri karena selama ini dia tahu bahwa di pagi hari seperti itu
tidak akan adaseorang pun manusia kecuali dirinya sendiri berada di situ.

Dengan telanjang bulat dia lalu menghampiri sebuah batu dan duduk bersila menghadap matahari.

Duduknya tegak lurus, kedua kakinya bersilang dan napasnya masuk keluar dengan halus tanpa
diatur, tanpa paksaan seperti pernapasan seorang bayi sedang tidur nyenyak. Sudah beberapa tahun
dia melakukan ini setiap hari, duduk sambil mandi cahaya matahari selama dua tiga jam sampai
semua tubuhnya bermandi peluh dan terasa panas barulah dia berhenti.

Juga di waktu malam terang bulan, dia duduk pula di batu itu, telanjang bulat, mandi cahaya bulan

purnama selama tujuh malam, kadang-kadang sampai lupa diri dan duduk bersila sampai setengah
tidur,dan barulah dia berhenti kalau tubuh sudah hampir membeku dan bulan sudah lenyap
bersembunyi di balik puncak barat. Anak yang luar biasa! Tidak lebih dari tujuh tahun usianya.

Penduduk di sekitar lembah Kura-kura menyebutnya Cung Bun (Anak Jenius), demikianlah nama
anak ini yang diketahui orang. Anak Jenius, anak sakti dan lain-lain sebutan lagi. Karena semua orang
menyebutnya Cung Bun dan memang dia sendiri tidak pernah mau menyatakan siapa namanya,
maka anak itu sudah menjadi terbiasa dengan sebutan ini dan menganggap namanya Cung Bun!
Mengapakah orang-orang dusun, penghuni semua dusun di sekitar lembah Kura-kura menyebutnya
Anak Jenius? Hal ini ada sebabnya, yaitu karena anak berusia tujuh tahun itu pandai sekali
mengobati penyakit dengan memberi daun-daun, buah-buah, dan akar-akar obat yang benar-benar
manjur sekali!

Hampir semua penduduk yang terkena penyakit datang ke lereng Kura-kura, yaitu nama hutan di
mana anak itu tinggal karena di antara sekalian hutan di Lereng Kura-kura, hutan inilah yang benar-
benar tepat disebut Lembah Kura-kura dengan tetumbuhan beraneka warna, penuh dengan bunga-
bunga indah. Dan anak ini akan memberi daun atau akar obat dengan hati terbuka, dengan tulus
ikhlas, suka rela dan selalu menolak kalau diberi uang! Maka berduyun-duyun orang dusun datang
kepadanya dan diam-diam memujanya sebagai seorang Anak Jenius, sebagai dewa yang menjelma
menjadi seorang anak yang menolong dusun-dusunitu dari malapetaka.

Bahkan ketika terjangkit penyakit menular, penyakit demam hebat yang menimbulkan banyak
korban tahun lalu, bocah jenius inilah yang membasminya dengan memberi akar-akar tertentu yang
harus diminum airnya setelah dimasak. Dengan akar itu, yang sakit banyak tertolong dan yang belum
terkena penyakit tidak akan ketularan.

Ketika orang-orang dusun itu, terutama yang wanita, datang membawa pakaian baru yang sudah
dijahit rapi, anak itu tak dapat menolak, dan menyatakan terima kasihnya dengan butiran air mata
menetes di kedua pipinya. Akan tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Karena jasa
orang-orang dusun ini, maka anak itu selalu berpakaian sederhana sekali, potongan ‘dusun’.

Siapakah sebetulnya anak kecil jenius yang menjadi penghuni Kura-kura seorang diri saja itu?
Benarkah dia seorang dewa yang turun dari kahyangan menjadi seorang anak-anak untuk menolong
seorang manusia, seperti kepercayaan para penduduk di Lembah Kura-kura.

Anak itu dahulunya adalah anak tunggal dari Keluarga Sung di kota Kei Feng, sebuah kota kecil di
sebelah timur lereng Kura-kura. Dia bernama Sung Cung Bun, dan nama Cung Bun (Jenius) ini
diberikan kepadanya karena ketika mengandungnya, ibunya mimpi melihat Dewi Nuwa beterbangan
di angkasa di antara awan-awan.

Ada pun ayah Cung Bun adalah seorang pedagang obat yang cukup kaya di kota Kei Feng. Akan
tetapi malapetaka menimpa keluarga ini ketika malam hari tiga orang pencuri memasuki rumah
mereka. Tadinya tiga orang penjahat ini hendak melakukan pencurian terhadap keluarga kaya ini,
akan tetapi ketika mereka memasuki kamar, ayah dan ibu Cung Bun mempergoki mereka. Karena
khawatir dikenal, tiga orang itu lalu membunuh ayah-bunda Cung Bun dengan bacokan-bacokan
golok.

Ketika itu Cung Bun baru berusia lima tahun dan di tempat remang-remang itu melihat betapa ayah-
bundanya dihujani bacokan golok dan roboh mandi darah, tewas tanpa sempat berteriak. Saking
ngeri dan takutnya, Cung Bun seperti berubah menjadi gagu, matanya melotot dan dia tidak bisa
mengeluarkan suara. Karena ini, tiga orang pencuri itu tidak melihat anak kecil di kamar yang gelap
itu. Mereka terutama sibuk mengumpulkan barang-barang berharga dan mereka itu juga panik, ingin
lekas-lekas pergi karena mereka telah terpaksa membunuh tuan dan nyonya rumah.

Setelah para penjahat itu keluar dari kamar, barulah Cung Bun dapat menjerit, menjerit sekuat
tenaganya sehingga malam hari itu terkoyak oleh jeritan anak ini. Para tetangga mereka terkejut dan
semua pintu dibuka, semua laki-laki berlari ke luar dan melihat tiga orang yang tidak dikenal keluar
dari rumah keluarga Sung membawa buntalan-buntalan besar.

Segera terdengar teriakan, "Maling…maling!"

Orang-orang itu mengurung tiga penjahat ini. Beberapa orang lari memasuki rumah keluarga Sung
dan dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka melihat suami-isteri itu tewas dalam keadaan
mandi darah. Sedangkan Cung Bun terlihat menangisi kedua orang-tuanya, memeluki mereka
sehingga muka, tangan dan pakaian anak itu penuh dengan darah ayah-bundanya.

"Pembunuh! Mereka membunuh keluarga Sung!" orang yang menyaksikan mayat kedua orang itu
segera lari keluar dan berteriak-teriak.

"Manusia kejam! Tangkap mereka!"

"Tidak! Bunuh saja mereka!"

"Tubuh suami-istri Sung hancur mereka cincang!"

"Bunuh!"
"Serbu...!"

You might also like