You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Agama Islam diyakini dapat mewujudkan kehidupan manusia yang sejahtera
lahir dan batin. Alquran dan Hadis sebagai sumber ajarannya mengandung petunjuk-
petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia. Diantara nilai-nilai yang
diajarkan dalam Islam yakni kehidupan yang dinamis dan progresif, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan material
dan spiritual, mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap
terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan berbagai
sikap positif lainnya.
Kondisi tersebut diatas jika dilihat secara teoritik nampak ideal, namun realitas
yang ada justru terkesan bertolak belakang, karena di dalam Islam ada segelintir orang
yang menganggap agama hanyalah sebuah petunjuk doktrinal melalui ritual-ritual
saja. Terbukti syiar keagamaan nampak semarak, rutin dan tanpa absen, tapi diluar itu
tindakan asusila, kriminalitas, korupusi yang merajalela, pembakaran hutan,
kekerasan antar pelajar, dan masih banyak lagi. Sehingga pertanyaan yang sering
muncul dalam seminar-seminar, simposium atau perkuliahan apakah agamanya yang
salah atau penganut yang keliru memahami.
Sejalan dengan itu sejumlah cendikiawan muslim kontemporer, seperti Fazlur
Rahman, Muhammad Arkoun, dan lain-lainnya mengidentifikasi krisis kesadaran ini
sebagai kegagalan memaknai Islam secara autentik. Dengan kata lain umat Islam
gagal merespon perubahan dengan berangkat dari ajaran Islam yang subtantif dan
pengalaman kebudayaan Islam sendiri.1
Makalah ini akan mengangkat beberapa tokoh-tokoh studi Islam dalam bidang
Interdisipliner dan memahami bagaimana pemikiran-pemikiran mereka utamanya
sumbangsih mereka dalam bidang studi islam interdisipliner.

Ziaudin Sardar, Kembali Ke Masa Depan (Syariat Sebagai Metodologi Pemecahan


1

Masalah), (Jakarta: Serambi, 2003), h.3


B. Rumusan Masalah
1. Siapa sajakah tokoh-tokoh studi islam dalam bidang Interdisipliner?
2. Bagaimana pemikiran tokoh-tokoh studi islam dalam bidang Interdisipliner?

C. Tujuan
1. Untuk mengenal tokoh-tokoh studi islam dalam bidang Interdisipliner.
2. Untuk mengetahui pemikiran tokoh-tokoh studi islam dalam bidang Interdisipliner.
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. TOKOH-TOKOH STUDI ISLAM DALAM BIDANG INTERDISIPLINER
1. Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir di Hazara (sekarang bagian dari Pakistan) pada 21
September 1919. Ia meninggal di Chicago, 26 Juli 1988.1 Rahman adalah sosok yang
yang sangat diperhitungkan dalam reformasi pemikiran Islam abad XX. Pemikiran
reformatifnya memakai pendekatan yang inovatif dengan titik tekan pada persoalan
interpretasi terhadap al-Qur’an. Interpretasinya terhadap al-Qur’an menitikberatkan
pada muatan ethico-legal al-Qur’an.
Hazara, tempat kelahirannya, terkenal dengan pendidikan keislamannya. Ayahnya
bernama Mawlana Shihab al-Din, seorang ilmuan hasil pendidikan Deoband
Seminary India. Atas bimbingan tutorial ayahnya, Rahman mendapatkan pendidikan
agama, Tafsir, Hadis, Hukum dan Teologi serta Filsafat. Atas bimbingan ayahnya,
Rahman menguasai darse-Nizami, muatan kurikulum yang ditawarkan lembaga
pendidikan tradisional Dar al-‘Ulum. Setelah itu dia mendapatkan pendidikan di
Universitas Punjab di Lahore dan mendapatkan gelar sarjana dan magister. Tidak puas
dengan pendidikan magister, ia pergi ke Oxford untuk studi S3 dan menulis disertasi
tentang Filsafat Ibn Sina. Selesai studi, Rahman pindah ke Universitas Durham (UK)
untuk mengajar Filsafat Persia dan Islam (1950 – 1958). Ia meninggalkan Inggris
untuk mengambil posisi Asisten Profesor dalam bidang islamic studies di Universitas
McGill di Montreal selama 3 tahun.2
2. Muhammad Arkoun jahari
Muhammad Arkoun merupakan salah seorang pemikir Islam yang berasal dari
Al-Jazair. Muhammad Arkoun hidup dalam tiga dunia: Arab, Islam dan Eropa. Ia
dilahirkan pada tangal 2 Januari 1928 di kaki bukit desa Berber, Taorirt-Mimoun,
Suku Kabylia. Keluarganya berasal dari masyarakat tingkat bawah. Desanya sendiri
berada di pinggiran budaya dan politik dominan Aljazair, negeri yang jauh dari pusat
dunia Arab dan Islam. Ia merupakan seorang anak pedagang rempah-rempah yang
tumbuh menjadi seorang sarjana dan pemikir internasional yang terbilang sangat
sukses. Dengan bahasa Barber, ia mempelajari bahasa Perancis sebagai bahasa kedua,

2
Ebrahim Moosa, “Introduction”, dalam Fazlur Rahman Revival and Reform in Islam: a Study of
Islamic Fundamentalism (Oxford: Oneworld, 2000), 1.
kemudian bahasa Arab sebagai bahasa ketiga. Ia merupakan seorang sosok pemikir
Islam yang terlibat dalam menafsirkan dan menyusun kembali tardisi-tardisi
keagamaan, Fiqh dan pemikiran filosofis klasik melalui sistem hermeneutis yang
terilhami oleh metodologi kritis Barat kontemporer. Dia memulai studi Bahasa Arab
di negara kelahirannya dan menawarkannya di Paris. Dia bertugas di Sorbone sebagai
propesor sejarah pemikrian Islam dan pernah menjadi Direktur Studi Arab dan Islam.
Kemudian Dia juga menjadi editor jurnal ilmiah berbahasa Prancis, Arabica, selama
bertahun-tahun. Reputasi internasional Arkoun menyebabkan ia diundang untuk
memberikan kuliah di berbagai instutusi akademik di seluruh dunia, termasuk di
Institut Studi Lanjut di Princeton. Negaranya yang kedua, Prancis menganugerahinya
penghargaan Chevalier de la Legion.3
3. Muhammad Ali Syariati
Syari’ati dilahirkan di Desa Mazinan (1933-1977), dekat Kota Sabzavar, tepi
gurun pasir Dasht-i Kavir, di Propinsi Khurasan yang terletak di bagian Timur Laut
Iran. Pandangan dunia Syari’ati dipengaruhi oleh pendidikannya di desa, sebagaimana
tertuang dalam karyanya, Kavir. Dia berasal dari keluarga terpandang yang menurut
garis ayahnya termasuk keturunan para pemuka agama di Masyhad, tempat
pemakaman imam kedelapan, Ali Al-Ridha.
Sedikit sekali informasi yang diketahui mengenai kehidupan-awal Syari’ati.
Dia belajar di sekolah negeri (dan bukan madrasah) di Masyhad, tetapi juga aktif
belajar dari ayahnya. Setelah tamat dari sekolah menengah, tampaknya pada 1949,
Syari’ati belajar selama dua tahun di Sekolah Pendidikan Guru (Darusyalam Tarbiyat-
I Mu’allim) di Kota Masyhad.4
4. Muhammad Sahrur
Muhammad Syahrur Ibn Deyb Ibn Seyb Syahrur dilahirkan pada 11 April
1938 M, di Damaskus Suriah, seorang anak laki-laki yang kelak akan dicatat dalam
dunia pemikiran Islam sebagai figur pemikir yang fenomenal sekaligus kontroversial,
mulai ‚menyejarah‛, sebagai buah perkawinan dari seorang ayah yang bernama Deib
Ibn Deib Syahrur dan ibu yang bernama Siddiqah binti Shalih Filyun. Muhammad
Syahrur al-Dayyub, demikian nama yang disematkan kepadanya.130

3
Dr. Muhamad Arkoun, Rethingking of Islam, (penerjemah) Yudian W. Yasmin dan Lathiful
Khuluq, Yogyakarta, LPMI dan Pustaka Pelajar, 1996, cet. I, p. x.
4
Ali Syari’ati, Makna Haji, (Jakarta: Az-Zahra, 2008), h. 9
Dalam kehidupan pribadinya, Syahrur dapat dinilai telah berhasil membentuk
sebuah keluarga yang bahagia (sakinah). Dari istri tercintanya, Azizah, ia memperoleh
lima anak dan dua cucu. Tiga anaknya yang telah menikah adalah Thariq (beristrikan
Rihab), Layts (beristrikan Olga), dan Rima (bersuamikan Luis), sedangkan dua
lainnya adalah Bashil dan Mashun. Adapun dua cucunya bernama Muhammad dan
Kinan. Kasih sayang Syahrur terhadap keluarganya, diindikasikan dengan selalu
melibatkan mereka dalam lembaran persembahan karya-karyanya. Selain itu, juga
tampak dalam penyelenggaraan pernikahan anak perempuannya, Rima, yang
dirayakan dengan mengundang para tokoh-tokoh agama dan bahkan tokoh politik dari
Partai al-Bath, partai paling berpengaruh di Syiria.5
B. PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH STUDI ISLAM DALAM BIDANG
INTERDISIPLINER
1. Fazlur Rahman
Menurut para pemerhati pemikiran Islam, Fazlur Rahman adalah tokoh yang
pemikirannya dikategorikan sebagai neomodernisme yaitu suatu pola pemikiran yang
menggabungkan antara pemikiran modern dan tradisional. Modernisme menurut pola
ini, bukanlah sesuatu yang harus ditolak, melainkan dengan modernisme bukan pula
berarti alam pemikrian tradisionalisme harus dikesampingkan. Hal ini tentunya
sejalan dengan pemikiran Islam Fazlur Rahman yang senantiasa dalam
mengembangkan pemikirannya melihat perkembangan pemikiran masa lalu.6
Dalam beberapa hal, bahkan kedua alam pemikiran (modernisme dan
tradisionalisme) bisa berjalan seiring. Apabila orang mengkuti jalan pemikiran Fazlur
Rahman dalam seluruh karyanya menurut Syafi'i, Ma'arif, orang akan tahu bahwa ia
sangat berkepentingan mengembangkan kembali kesadaran umat Islam akan tanggung
jawab sejarahnya dengan pondasi moral yang kokoh.
Pondasi ini hanya mungkin diciptakan apabila al-Qur'an sebagai sumber ajaran
moral yang sempurna dipahami secara utuh dan padu. Pemahaman yang benar dan
utuh ini harus dikerjakan melalui suatu metodologi yang dapat
dipertanggungjawabakan secara agama dan secara ilmu. Menurut Rahman, tanpa
suatu metodologi yang akurat dan benar, pemahaman terhadap kandungan al-Qur'an
boleh jadi menyesatkan, apalagi bila didekati secara parsial dan terpisah. Rahman juga
5
Ahmad Zaki Mubarok, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an ‚ala‛ M. Syahrur
(Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), h. 137.
6
Ebrahim Moosa, “Introduction”, dalam Fazlur Rahman Revival and Reform in Islam: a Study of
Islamic Fundamentalism (Oxford: Oneworld, 2000), 1.
menambahkan bahwa Al-Qur'an dan keagamaan Islam (normativitas dan historisitas)
yang sholihun likulli zaman wa makan, harus dilihat dari dua sisi secara utuh sebab
jika tidak demikian akan terjadi proses dominasi yang satu atas yang lain, sehingga
menepikan aspek "historis" kemanusiaan atau sebaliknya akan menepikan aspek
"normativitas" yang dihayati oleh para pemeluk agama.
2. Muhammad Arkoun
Umat Islam menurut M. Arkoun perlu memperdalam Islam melalui
pendekatan ilmu social, antroologi, dan kesusanteraan agar memperoleh pemahaman
yang konperhensif tentang Islam. Islamologi klasik nampaknya perlu dikaji dan
dipahami secara mendalam lagi agar mampu berisnteraksi dengan perubahan zaman.
Arkoun mencoba untuk menjadi pemikir sekaligus juga aktor dilingkungan
Islam sebagai agama yang hidup didalam masyarakat yang berkebudayaan majemuk.
Setidaknya ada empat pendekatan yang menurutnya patut dipertimbangkan untuk
digunakan dalam studi kebudayaan dan peradaban Islam era sekarang, khususnya, dan
era studi agama pada umumnya. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sejarah,
antropologi, sosiologi dan bahasa.7
3. Ali Syariati
Syari’ati menggabungkan sosiologi dengan Islam, ia menyatakan:
“Karena studiku sosiologi agama, aku mencoba menyusun sejenis sosiologi
agama di atas basis Islam yang menggunakan syarat-syarat yang diambil dan
diperoleh dari kandungan Al-Quran…Al-Quran dan Islam memberiku ide, tetapi aku
menemukan tema-tema baru yang bertalian dengan sejarah sosiologi dan ilmu-ilmu
humaniora. Seraya memperhatikan mereka, aku melanjutkan risetku dan aku menjadi
yakin bahwa aku telah mendapat sesuatu yang penting”.8
Terkait dengan sosiologi Islam ini, menarik ketika Syari’ati memberikan
gambaran dinamika masyarakat dengan penjelasan tentang hijrah. Hijrah tidak
sekedar dipandang sebagai perpindahan Nabi dan sahabat-sahabatnya dari Mekkah ke
Madinah untuk menghindari gangguan kaum kafir. Tetapi, ia sesungguhnya
merupakan prinsip penting yang mendorong perubahan masyarakat. Dengan hijrah,
muncullah bentuk peradaban baru di dunia. Justru, sebanyak 27 peradaban suku atau

7
Dr. Muhamad Arkoun, Rethingking of Islam, (penerjemah) Yudian W. Yasmin dan Lathiful
Khuluq, Yogyakarta, LPMI dan Pustaka Pelajar, 1996, cet. I, p. x.
8
Ali Syari’ati, Makna Haji, (Jakarta: Az-Zahra, 2008), h. 9
masyarakat yang dipelajari Syari’ati muncul disebabkan karena perpidahan atau hijrah
ini.
Peradaban mutakhir, seperti Amerika sampai peradaban yang kuno, Sumbernya
muncul akibat dari hijrah atau dalam bahasa sosiologi sering disebut migrasi. Setelah
melakukan migrasi kemudian menetap, muncullah peradaban-peradaban baru. Perang
Salib merupan jalan migrasi orang-orang Barat ke Timur dan ia juga merupakan
penemuan daerah-daerah baru. Migrasi ke Amerika, Asia, Afrika merupakan sebab
pertama mengapa muncul renaissance dan perubahan di Eropa, sekaligus merupakan
faktor dasar dari kemunculan peradaban modern.
4. Muhammad Sahrur
Muhammad Syahrur merupakan tokoh intelektual Islam kontemporer yang
berlatar belakang akademik tehnik, ternyata tidak membuatnya tidak menekuni bidang
keagamaan. Salah satu disiplin yang ditekuni antara lain studi al-Qur’an, bahasa Arab,
filsafat humanisme (al-falsafah al-hadatsah), filsafat bahasa khususnya linguistik
kontemporer, semantik, dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam upaya melakukan pembacaan ulang terhadap al-Qur’an, Syahrur
menggunakan pendekatan hermeneutik yang didasarkan pada pendekatan bentuk
linguistik yang ia sebut dengan manhaj al-Tarikhi. Ia menggabungkan metode
linguistik yang diusung oleh Abu al-Farisi, Ibnu Jinni dan ‘Abdul Qahir al-Jurjani, ia
menyimpulkan tiadanya sinonimitas dalam bahasa Arab, sehingga kamus mu’jam
muqayis al-Lughah adalah rujukan wajibnya.9

9
Ahmad Zaki Mubarok, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an ‚ala‛ M. Syahrur
(Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), h. 137.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari makalah diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tokoh-tokoh studi islam dalam bidang interdisipliner antara lain : Fazlur Rahman,
Fazlur Rahman, Mohammad Arkoun, Ali Syariati, dan Muhammad Sahrur.
2. Pemikiran tokoh-tokoh tersebut dapat diambil intisari sebagai berikut :
a. Fazlur Rahman dikenal memiliki pemikiran neomodernisme yaitu suatu pola
pemikiran yang menggabungkan antara pemikiran modern dan tradisional.
b. Mohammad Arkoun mempunyai pemikiran bahwa ada empat pendekatan yang
patut dipertimbangkan dalam studi Islam era sekarang. Pendekatan tersebut
adalah pendekatan sejarah, antropologi, sosiologi dan bahasa.
c. Ali Syariati memiliki pemikiran menggabungkan sosiologi dengan Islam.
d. Muhammad Sahrur menggunakan pendekatan hermeneutik yang merupakan
salah satu cabang filsafat dalam menasirkan Al-Qur’an.
B. PENUTUP
Sekian makalah yang dapat kami buat. Penulis sadari tentang keterbatasan sebagai
manusia yang tidak luput dari kesalahan yang juga berpengaruh terhadap pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf kepada pembaca yang budiman
atas kekurangan yang jauh dari kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menambah wawasan bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ziaudin Sardar, Kembali Ke Masa Depan (Syariat Sebagai Metodologi Pemecahan Masalah),
(Jakarta: Serambi, 2003), h.3

Ebrahim Moosa, “Introduction”, dalam Fazlur Rahman Revival and Reform in Islam: a Study
of

Islamic Fundamentalism (Oxford: Oneworld, 2000), 1.

Dr. Muhamad Arkoun, Rethingking of Islam, (penerjemah) Yudian W. Yasmin dan Lathiful

Khuluq, Yogyakarta, LPMI dan Pustaka Pelajar, 1996, cet. I, p. x.

Ali Syari’ati, Makna Haji, (Jakarta: Az-Zahra, 2008), h. 9

Ahmad Zaki Mubarok, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an ‚ala‛ M.
Syahrur (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), h. 137.

You might also like