You are on page 1of 18

JAWABAN PENASIHAT HUKUM (D U P L

I K)
ATAS TANGGAPAN PENUNTUT UMUM
Dengan Nomor Reg. Perkara :
PDM – 123 / Ep.1 / XI / 2019
Atas Nama Terdakwa
Misha Pravira Alias Icha
Jakarta Barat, 2 Januari 2020
Kepada Yth.
Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Perkara Pidana
Reg. Perkara No. : PDM -123 / Ep.1 / XI / 2019
Atas Nama Terdakwa : Misha Pravira alias Icha
Di Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Jl. Letjen S. Parman No. Kav. 71, RT.10/RW.3, Slipi, Kec. Palmerah, Kota Jakarta
Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
 1. Renaldy Nicholas, S.H., M.H.
 2. Patricia Louise, S.H., M.H.
 3. Vincent Stanly, S.H., M.H.
 4. Gracia Kamarov, S.H., M.H.
Para Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Advokat MONISMUS &
ASSOCIATES, beralamat di Jalan Sudirman Kav 29-31, RT.8/RW.3, Kuningan,
Karet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu kota Jakarta 12920,
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Terdakwa :

Nama
: Misha Pravira
Lengkap

Tempat
Jakarta
Lahir :

Umur /
: 57 Tahun / 29 Januari 1962
Tanggal Lahir

Jenis Kelamin
Perempuan
:
Kebangsaan : Indonesia

Tempat : Jalan Sultan Mansyur Blok A10 No 09, RT.4/RW.5, Kel. Rawa
Tinggal Buaya, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Pendidikan : S2

--------Sebelum kami menyampaikan Jawaban atas Tanggapan Penuntut Umum


terhadap Pembelaan kami, perkenankanlah kami Tim Penasihat Hukum dari MISHA
PRAVIRA, panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nya kami dapat diberikan kesempatan untuk membacakan Jawaban kami
pada sidang yang mulia ini.----------------------------------Selanjutnya izinkanlah kami
menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Ketua dan Majelis
Hakim yang mulia, yang telah memberikan
kesempatan kembali kepada kami untuk menyampaikan tanggapan/Duplik atas
Replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum, dalam rangka untuk memperoleh
kebenaran materiil dalam mengungkapkan perkara yang kini berada diujung
persidangan, sebagaimana yang didakwakan dan dituntut terhadap diri
terdakwa.------------------------------------------------------------------
--------Tibalah kini kesempatan yang diberikan bagi kami guna kepentingan
Terdakwa untuk mengajukan atas Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan
kami, sebagai suatu bentuk kepedulian terhadap pencarian kebenaran dan keadilan.
Sejak awal persidangan ini, kami berterima kasih kepada Majelis Hakim yang telah
memimpin jalannya sidang dengan kebijaksanaannya, tidak lupa juga bagi Penuntut
Umum yang mempunyai tujuan yang sama dengan kami, yaitu mencari kebenaran
dan keadilan meskipun memiliki perbedaan cara dengan kami dalam
mempertimbangkan fakta-
fakta.--------------------------------------------------------------------------------
--------Pada saat ini pula kami tidak sama sekali bermaksud untuk memperlama
jalannya persidangan. Namun, kesempatan yang disediakan oleh Hukum Acara
Pidana ini, kami tujukan semata-mata untuk menemukan kebenaran sejati dan
menegakan hukum serta keadilan terhadap Terdakwa dalam perkara ini.-------
--------Tibalah kini kesempatan bagi kami guna kepentingan Terdakwa untuk
mengajukan Jawaban atas Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan kami,
sebagai suatu bentuk kepedulian terhadap pencarian kebenaran dan keadilan. Sejak
awal persidangan ini, kami berterima kasih kepada Majelis
Hakim yang telah memimpin jalannya sidang dengan kebijaksanaanya, kemudian
bagi Penuntut Umum yang mempunya tujuan yang sama dengan kami, yaitu
mencari kebenaran dan keadilan meskipun berbeda dengan kami yang
mempertimbangkan fakta-fakta.-------------------------------------------------
--------Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan kami seharusnya adalah
suatu tanggapan terhadap uraian fakta di dalam Pembelaan yang diajukan oleh Tim
Penasihat Hukum, namun tampaknya malah menjadi suatu jiplakan kesalahan fakta
yang sama, penggunaan sampel-sampel yang sama dan tak bermakna dan lagi-lagi
penerapan ilmu yang salah.-----------------------
--------Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan kami ini tidak lebih dari
suatu formalitas buatan yang kosong yang tidak mengandung substansi dan jiwa
yang menjunjung hukum serta keadilan. Nyatalah dari posisi Penuntut Umum,
bahwa satu-satunya hal yang ingin mereka lakukan adalah menyelesaikan dan
melewati tugas yang melelahkan mereka, yang telah mereka pahami dalam waktu
yang cukup lama. Tujuan dari proses pemeriksaan pidana ini adalah untuk mencari
kebenaran mengenai apakah suatu Tindak Pidana telah dilakukan, dan hal ini dapat
ditemukan apabila bukti yang sah dan meyakinkan diajukan pada persidangan
pidana. Oleh karena itu, bukti tidak bisa hanya didasarkan pada sebentuk barang
bukti yang belum tentu Terdakwa menghendaki untuk
itu.----------------------------------------------
--------Bahwa apa yang akan kami sampaikan dalam Jawaban atas Tanggapan
Penuntut Umum terhadap Pembelaan kami ini merupakan upaya kami untuk
mencoba menjelaskan kebenaran fakta, dengan harapan tidak ada pihak yang
tersesat dalam mengikuti maupun mengamati proses persidangan ini. Kami juga
mengharapkan Majelis Hakim tidak terpengaruh dari permintaan-permintaan dan
desakan-desakan dari pihak lain yang hendak melemparkan tanggung jawab. Berani
mengambil keputusan untuk menyatakan kebenaran yang benar hakiki dan
bersandar pada keadilan yang berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan kami yang telah disampaikan oleh
Penuntut Umum pada dasarnya Jawaban atas Tanggapan Penuntut Umum
terhadap Pembelaan kami yang diajukan oleh Penuntut
Umum.--------------------------------------------------------------------------
Majelis Hakim Yang Mulia,
--------Bahwa dalam persidangan perkara a quo akhirnya terdapat perbedaan
perbedaan pendapat dan pandangan, terutama antara kami Penasihat Hukum
Terdakwa dengan Penuntut Umum dalam perkara ini, hendaknya harus ditinjau
semata-mata sebagai aspek peninjauan yuridis terhadap perkara yang sedang kita
hadapi sekarang ini, karena memang kenyataannya sudut pandang antara Jaksa
Penuntut Umum dengan Penasihat Hukum Terdakwa memang sejak awal telah
berbeda dan bertentangan dalam memandang perkara a quo.------
--------Jaksa Penuntut Umum hanya memandang secara yuridis formal atau legalistik
saja guna berusaha menjerat dan/atau mengkait-kaitkan Terdakwa saja dalam
perkara ini, sedangkan kami memandang perkara a quo secara lebih komprehensif
demi mencari kebenaran sejati, serta juga mempertimbangkan dan
mengkombinasikan unsur/hal secara simultan, yaitu asas kemanfaatan hukum, asas
keadilan hukum dan asas kepastian hukum bagi diri Terdakwa.--
--------kami Penasihat Hukum terdakwa memandang perkara a quo secara lebih
komprehensif, guna mencari keberanan sejati, serta juga mempertimbangkan dan
mengkombinasikan 3 unsur secara simultan, yaitu asas kemanfaatan hukum, asas
keadilan hukum dan asas kepastian hukum bagi diri
terdakwa.--------------------------------------------------------------------------------Kami juga
mengharapkan Majelis Hakim tidak terpengaruh dengan permintaan-permintaan dan
desakan-desakan dari pihak-pihak yang hendak melemparkan tanggung jawab.
Berani mengambil keputusan untuk menyatakan kebenaran hakiki dan bersandar
pada keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tanggapan Penuntut
Umum terhadap Pembelaan kami, yang disampaikan oleh Penuntut Umum pada
dasarnya merupakan jawaban Penuntut Umum terhadap Pembelaan yang kami
ajukan atas Keberatan yang disampaikan oleh Penuntut
Umum.--------------------------------

I. PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati,
Serta Sidang yang kami muliakan,
--------Suatu image dan precedent yang menghambat laju dan perkembangan hukum
di Negara tercinta ini, adalah Subyektifitas orang-orang tertentu yang memandangan
bahwa setiap orang yang diajukan ke persidangan perkara pidana adalah pasti
bersalah dan harus dihukum. Image dan Precedent tersebut harus disingkirkan
karena bertentangan dengan hakikat Pasal 8 Undang-undang Kekuasan Kehakiman
yang menyatakan:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, dan/atau dihadapkan di persidangan, wajib
dianggap TIDAK BERSALAH sebelum adanya putusan Pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan berkekuatan hukum tetap.”
--------Jawaban ini merupakan penutup dan kesempatan terakhir yang diberikan oleh
KITAB UNDANG-UNDANG ACARA HUKUM PIDANA kepada Terdakwa untuk
membela diri demi menemukan kebenaran materil dan mengindarkan perkara ini
dari Miscarriage of Justice. Persoalan ini merupakan isu penting karena menyangkut
beberapa pihak karena melakukan penuntutan yang dapat menhancurkan nama
baik yang menyangkut dalam masalah Pemalsuan
Surat.---------------------------------------------------------------
--------Seperti dalam kasus ini, dimana Terdakwa Misha Pravira dianggap melakukan
Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan Pencucian Uang. PADAHAL sebenarnya
segala perbuatan pidana yang terjadi dalam perkara ini TIDAK PERNAH dilakukan
oleh Terdakwa.------------------------------------------
--------Sangat menyedihkan jika seseorang dipersalahkan dalam perkara ini. Karena
sesungguhnya bahwa Terdakwa BUKANLAH orang yang patut dipersalahkan.
Terdakwa hanyalah korban dari kesalahpahaman, bahwa Miscarriage of Justice
adalah kemunduran bagi para penegak hukum. Karena tanpa adanya keadilan
dalam kasus pidana, maka matilah penegakan hukum yang
ada.-----------------------------------------------------------------------------------
--------Sebelum masuk ke dalam uraian Jawaban yang akan menjawab Tanggapan
dari Penuntut Umum, izinkanlah kami terlebih dahulu menyampaikan beberapa
adagium hukum yang menggambarkan posisi kami dalam situasi ini:
“Hukum tidak membatasi dengan pasti, melainkan menjamin kebebasan bagi
setiap orang yang baik.”
(Orang harus percaya untuk mengerti)
-Credo ut intellegam-
--------Berdasarkan adagium di atas, posisi kami disini adalah sebagai pihak yang
sedang berusaha membebaskan seseorang “terzolimi” oleh hukum sebagaimana
adagium yang menyatakan:
“Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati.”
-Dormiunt Aliquando Leges, Nunquam Moriuntur-
--------Kami yakin hukum yang tidak pernah mati dalam mengungkap kebenaran
yang ada. Selain itu, ada baiknya Yang Mulia Majelis Hakim mempertimbangkan
Jawaban kami dalam memutus perkara ini dengan memperhatikan adagium berikut
ini:
“Sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus
mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.”
-Fiat Justitia Ruat Coelum-
Majelis Hakim yang Mulia,
--------Adagium-adagium tersebut diatas mungkin hanya sebuah “postulat” yang
bahkan tidak ada hubungannya dengan perkara ini, Namun yang ingin kami
tunjukkan adalah posisi klien Misha Pravira alias Icha sebagai Walikota Jakarta
Barat dalam kasus ini yaitu sebagai sosok yang baik hati dan jujur namun disalahkan
oleh pihak Penuntut Umum.

II. JAWABAN MENGENAI KECACATAN ALAT BUKTI


Majelis Hakim Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati,
Serta Sidang yang kami muliakan,
--------Bahwa setelah membaca dan memahami keseluruhan isi Jawaban Penuntut
Umum terhadap Pembelaan kami, pada kesempatan kali ini kami akan memberikan
Jawaban atas Tanggapan Penuntut Umum terkait kecacatan alat bukti yakni:
A. KETIDAKABSAHAN PENGHADIRAN SAKSI MAHKOTA
(KROONGETUIE)
B. ALAT BUKTI WHATSAPP DAN REKAMAN SEBAGAI ALAT BUKTI YANG
MASIH DIPERTANYAKAN VALIDITAS YURIDISNYA

 A. KETIDAKABSAHAAN PENGHADIRAN SAKSI MAHKOTA


(KROONGETUIE)
Kami Penasihat Hukum Terdakwa TIDAK SEPENDAPAT dengan Penuntut
Umum yang menyatakan bahwa Penuntut Umum memperbolehkan untuk
mengajukan rekan kerja Terdakwa yang ikut kerja dalam melakukan perbuatan
pidana tersebut sebagai saksi di dalam persidangan A quo. Jelas bahwa
penghadiran rekan kerja Terdakwa dipersidangan menciderai asas non self
incrimination.

Menurut Drs. M . Sofyan Lubis, SH. Menjelaskan bahwa


Sedangkan istilah ’saksi mahkota’ tidak terdapat dalam KUHAP. Walaupun dalam
KUHAP tidak ada definisi otentik mengenai ’saksi mahkota’ (kroongetuie) namun
dalam praktik dan berdasarkan perspektif empiris saksi mahkota itu ada. Di sini
yang dimaksud ”saksi mahkota” didefinisikan adalah; ”saksi yang berasal
dan/atau diambil dari salah seorang atau lebih tersangka atau terdakwa lainnya
yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana dan dalam hal mana kepada
saksi tersebut diberikan mahkota.
Dalam pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum materil KUHAP sebagai
hukum formil telah memiliki sistem pembuktian

M O N I S M U S & A S S O C I A T E S L A W F I R M | 11

tersendiri mengacu pada alat bukti yang sah sebagaimana diterangkkan dalam pasal
184 KUHAP tentang alat bukti yang sah, yaitu:
 a. Keterangan saksi
 b. Keterangan ahi
 c. Surat
 d. Petunjuk
 e. Keterangan Terdakwa
Pengaturan mengenai ’saksi mahkota’ ini pada awalnya diatur di dalam pasal 168
KUHAP, yang prinsipnya menjelaskan bahwa pihak yang bersama-sama sebagai
terdakwa tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai
saksi. Kemudian dalam perkembangannya, maka tinjauan pemahaman (rekoqnisi)
tentang saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor: 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990
dijelaskan bahwa tidak melarang apabila Penuntut Umum mengajukan Saksi
Mahkota dengan syarat
bahwa saksi dalam kedudukannya sebagai Terdakwa yang diberikan kesaksian.
Dan dalam Yurisprudensi tersebut juga ditekankan definisi Saksi Mahkota adalah,
“Teman Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana bersama-sama diajukan untuk
membuktikan Dakwaan Penuntut Umum yang perkaranya di pisah karena
kurangnya, alat bukti”. Dari Yurisprudensi ini dapatlah disimpulkan bahwa hanya
pada saat kurang / ketidakadanya suatu alat bukti dalam suatu perkara, barulah
Teman Terdakwa/Saksi Mahkota bisa diajukan dalam suatu pengadilan.
Jadi disini penggunaan saksi mahkota ”dibenarkan” didasarkan pada prinsip-prinsip
tertentu yaitu, 1) dalam perkara delik penyertaan ; 2) terdapat kekurangan alat bukti;
dan 3) Diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing); adapun dalam
perkembangannya terbaru Mahkamah Agung RI memperbaiki kekeliruannya dengan
mengeluarkan pendapat terbaru tentang penggunaan ’saksi mahkota’ dalam suatu
perkara pidana, dalam hal mana Mahkamah Agung RI kembali menjelaskan bahwa
”penggunaan saksi mahkota adalah bertentangan dengan KUHAP yang menjunjung
tinggi HAM” (lihat : Yurisprudensi : MARI, No. 1174 K/Pid/1994 tanggal 3 Mei 1995 ;
MARI, No.1952 K/Pid/1994, tanggal 29 April 1995 ; MARI, No. 1950 K/Pid/1995,
tanggal 3 Mei 1995 ; dan MARI, No. 1592 K/Pid/1995, tanggal 3 Mei 1995.
Penggunaan saksi mahkota yang terus berlangsung sampai sekarang ini harus
segera dihentikan, karena pasti menimbulkan permasalahan yuridis. Adanya alasan
klasik yang dikemukakan Penuntut Umum, bahwa untuk memenuhi dan mencapai
rasa keadilan publik sebagai dasar argumentasi diajukannya saksi mahkota bukan
merupakan hal yang menjustifikasi penggunaan
saksi mahkota sebagai alat bukti sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Secara normatif penggunaan saksi mahkota merupakan hal yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial) dan juga
merupakan pelanggaran kaidah HAM secara universal sebagaimana yang diatur
dalam KUHAP itu sendiri, khususnya hak ingkar yang dimiliki terdakwa dan hak
terdakwa untuk tidak dibebankan kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP), di
samping itu juga penggunaan ’saksi mahkota’ oleh Penuntut Umum selama ini jelas
melanggar instrumen hak asasi manusia secara internasional (International
Covenant on Civil and Political Right).
Putusan Mahkamah AgungNo. 2437 K/Pid.Sus/2011 yang menyebutkan bahwa:
“Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai Saksi
mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empiris maka Saksi
mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang
tersangka atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana,
dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut diberikan mahkota. Adapun mahkota
yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa tersebut adalah dalam
bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan
yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan atau dimaafkan
atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Oleh karena itu, Penuntut Umum tidak dapat begitu saja menghadirkan Saksi
Mahkota di muka persidangan. Kehadiran saksi Mahkota melalui mekanisme
(splitsing) dalam peradilan pidana di Indonesia dewasa ini pada hakikatnya
melanggar asas non self incrimination sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk
memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai saksi mahkota agar kedepannya
hak untuk tidak mempermasalahkan diri sendiri (the privilege againts self
incrimination) dapat dihormati dan dijunjung tinggi oleh para aparat penegak hukum,
seperti yang telah diamanatkan dalam KUHAP di atas. Memaksakan akan kehadiran
Saksi Mahkota melalui pemecahan berkas perkara tidak mengubah fakta bahwa
saksi Mahkota tetap merupakan Terdakwa yang hak-haknya dilindungi oleh hukum,
sebagaimana disebutkan dalam KUHAP.
Jadi, seharusnya dalam penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam
perkara pidana terlebih khusus pada perkara ini, haruslah ditinjau oleh pihak
Penuntut Umum kembali untuk segera diakhiri, karena bertentangan dengan esensi
Hak Asasi manusia (HAM), khususnya hak asasi Terdakwa. Marilah kita mendukung
implementasi prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial) dengan
berupaya mencari solusi untuk menggantikan penggunaan alat bukti ’saksi mahkota’
demi mewujudkan proses peradilan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang
terdapat dalam KUHAP dan mewujudkan rasa keadilan masyarakat luas (publik).
Apabila Penuntut Umum melakukan pengajuan terhadap saksi Mahkota dalam
pengadilan tanpa melepaskan tuntutan saksi Mahkota tersebut maka, keterangan
saksi Mahkota itu tidak dapat dikatakan sebagai keterangan yang sebenar-
benarnya.
B. ALAT BUKTI WHATSAPP DAN REKAMAN SEBAGAI ALAT BUKTI
YANG MASIH DIPERTANYAKAN VALIDITAS YURIDISNYA.
Bahwa kami TIDAK SEPENDAPAT dengan Penuntut Umum yang menyatakan
bahwa alat bukti Elektronik memiliki dasar yuridis yang kuat. Penghadiran alat bukti
whatsapp dan rekaman dalam pengadilan sebagai alat bukti yang sah memang
perlu dikaji ulang secara mendalam karena bertentangan dengan HAM khususnya
HAM Terdakwa.Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP alat bukti yang sah ialah:
 a. Keterangan Saksi;
 b. Keterangan Ahli ;
 c. Surat;
 d. Petunjuk;
 e. Keterangan Terdakwa;
Dalam hal ini keyakinan dari Hakim juga merupakan suatu alat bukti. Yaitu pada
pasal 184 KUHAP secara eksplisit tidak mengakui data elektronik sebagai alat bukti
yang sah di pengadilan.
Oleh karena itu, kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa mengambil kesimpulan.
Bahwa alat bukti berupa Whatsapp dan rekamantidak dapat dipastikan
keontetikannya, karena alat bukti Whatsapp dan rekaman jika di jadikan sebagai alat
bukti yang sah harus memenuhi syarat formil dan materilnya sesuai dengan
Undang-Undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik.
Adapun syarat formil yang sudah disebutkan diatas yaitu yang diatur dalam Pasal 5
ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Tranksaksi
Elektronik menyebutkan bahwa dokumen elektronik bukanlah dokumen atas surat
yang menurut Undang-Undang harus dalam bentuk tertulis. Dan yang
termasuk syarat materiil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-
Undang Nomor 11/ 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang pada
intinya infromasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya,
keutuhannya, dan ketersediannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan
materil yang dimaksud dalam banyak hal dibutuhkan digital forensik.
Selain itu juga diatur dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang
terdapat ketentuan mengenai tidak boleh siapapun mencampuri permasalahan
pribadi seseorang. Sehingga pada intinya menerangkan bahwa Hak Pribadi tidak
dicampuri atau diganggu urusan pribadi seperti kerahasiaan, keluarga , kerabat,
aatu rumah tangga, kehormatan, surat menyurat atau komunikasi pribadi). Maka
berdasarkan ketentuan tersebut tidak ada satu orangpun yang berhak untuk
mencampuri masalah pribadi seorang.

III. JAWABAN MENGENAI UNSUR


Majelis Hakim Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati,
Serta Sidang yang kami muliakan,
--------Adapun penjabaran unsur yang akan kami lakukan akan mengikuti sistematika
Tanggapan Penuntut Umum atas Tindak Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pemalsuan Surat Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 3 Undang-
undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.---------------------------------------------------------
Adapun unsur-unsur di Dakwaan Kesatu dan Kedua, yakni sebagai berikut :
1. UNSUR “BARANG SIAPA”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
--------Berdasarkan Surat Tuntutan Nomor Reg. Perkara: PDM -123 / Ep.1 / XI /
2019, Saudara Penuntut Umum menjelaskan bahwa unsur setiap orang terbukti
hanya dengan mendalilkan identitas orang yang diajukan di persidangan. Oleh
karena itu, Kami selaku Penasihat Hukum memandang bahwa hal tersebut
merupakan suatu kekeliruan Penuntut Umum dalam menyusun Surat
Tuntutan.-------------------------------------
--------Bahwa rumusan “Barang Siapa” dalam hukum pidana adalah untuk
menunjukan subjek hukum pelaku tindak pidana. Adapun yang dimaksud dengan
pengertian barang siapa dalam hukum pidana adalah siapa saja, dimana setiap
orang, baik laki-laki atau perempuan tanpa membedakan jenis kelamin dapat
merupakan subjek hukum atau pelaku tindak pidana, yang sehat akal pikirannya
serta mampu dipertanggung jawabkan atas
perbuatan--------------------------------------------------------
--------yang didakwakan kepadanya, berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana
ditentukan KITAB UNDANG-UNDANG ACARA HUKUM
PIDANA.--------------------------------------------------------------
--------Unsur barang siapa tercantum pada Pasal 263 ayat 1 jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1
Kitab Undang – undang Hukum Pidana, sesungguhnya bukanlah merupakan delik
yang harus terpenuhi oleh Penuntut Umum dalam pembuktian tindak pidana yang
didakwakan melainkan merupakan elemen delik (element delict). Sehingga
pembuktian terhadap unsur ini hanya dapat dibuktikan apabila unsur yang
merupakan delik ini terbukti, yaitu mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki, secara melawan
hukum.-----------------------------------------------
--------Berangkat dari penjabaran diatas, Penuntut Umum harus terlebih dahulu
membuktikan unsur yang merupakan bestandelen delict dalam pasal ini, bukan serta
merta menyatakan unsur barang siapa terbukti hanya dengan dihadirkannya
seseorang ke muka persidangan. Lebih lanjut perlu ditegaskan bahwa kualifikasi dari
bestandelen delict itu akan mempunyai nilai nyata ketika ada pertanggungjawaban
pidana yang melekat pada subjek hukum. Penjabaran dalam unsur barang siapa ini
sudah seharusnya menjadi suatu media pembuktian bahwa subjek hukum dalam
perkara a quo telah sesuai dengan siapakah yang dituju dari norma ( addresast
norm) suatu tindak pidana. Perihal ini sangat
penting mengingat apakah benar Terdakwa ini benar orang yang dapat dimintai
pertanggungjawaban (toerekenigvatbaar atau schuldfahig) atas perbuatan yang
dituduhkan kepadanya.--------------------------------
--------Berdasarkan hal yang telah dijabarkan diatas, unsur setiap orang tidak dapat
ditujukan kepada Terdakwa karena dalam menentukan unsur ini terbukti atau tidak
cukup hanya dengan menghubungkan Terdakwa sebagai perseorangan
sebagaimana manusia pribadi, akan tetapi orang yang telah secara sah dan
meyakinkan terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana dalam bestandel delict
Pasal 362 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA.------------------------------------------
--------Perihal ini bersesuaian dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 238/pid.b/2012/PN.TTD atas nama Terdakwa Johan Cassandi
Lubis alias Jo, yang menerangkan bahwa kebenaran identitas Terdakwa tidak serta
merta membuktikan bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya. Sedangkan, untuk membuktikan bahwa Terdakwa terbukti
melakukan perbuatan dan dapat dituntut secara pidana atas perbuatannya tersebut,
harus dipertimbangkan terlebih dahulu unsur-unsur meteriil dari Dakwaan. Oleh
karena itu, terbuktinya unsur setiap orang akan ditentukan setelah seluruh unsur
materiil dalam Dakwaan dipertimbangkan nantinya.------------------------------------------
--------Benarkah Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Saudara Penuntut Umum
didasarkan pada “UNTUK KEADILAN”, ataukah hanya didasarkan pada nafsu untuk
menuntut dan menghukum Terdakwa, karena sejak semula memang Terdakwa yang
telah ditargetkan untuk dihukum?
--------Bahwa Saudara Penuntut Umum telah sangat prematur dalam mengambil
kesimpulan di atas, sebab:
Pembuktian unsur “barang siapa”, yaitu subyek hukum yang diduga atau didakwa
melakukan tindak pidana adalah bergantung pada pembuktian delik intinya, sebab
unsur “barang siapa” merupakan suatu elemen delik yang tidak dapat berdiri sendiri
dan tidak dapat ditempatkan sebagai unsur Pertama atas perbuatan sebagaimana
yang dimaksudkan oleh Saudara Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan.
Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung RI No: 951K/Pid/1982, tanggal 10
Agustus 1983 dalam perkara YOJIRO KITAJIMA, yang antara lain menerangkan
bahwa unsur “barang siapa“ hanya merupakan kata ganti orang, dimana unsur ini
baru mempunyai makna jika dikaitkan dengan unsur-unsur pidana lainnya, oleh
karenanya haruslah dibuktikan secara bersamaan dengan unsur-unsur lain dalam
perbuatan yang didakwakan dalam kaitan dengan “barang siapa.”
--------Berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat bahwa Unsur “Barang siapa”
dalam Dakwaan Kesatu TIDAK TERBUKTI karena untuk membuktikan unsur
“barang siapa“ haruslah dibuktikan terlebih dahulu seluruh unsur-unsur lainnya dari
tindak pidana yang didakwakan dan apabila salah satu unsur tidak terbukti maka
Dakwaan dan Tuntutan harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.
2 UNSUR “MEMBUAT SURAT PALSU ATAU MEMALSUKAN SURAT”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Membuat adalah melakukan atau menerbitkan suatu objek hukum atau tujuan hukum
yang dipakai dalam pembuatan berkas.
  Arti kata membuat adalah menyebabkan. Membuat juga berarti mendatangkan.
  Berdasarkan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Surat Palsu adalah “Surat
yang isinya bertentangan dengan kebenaran”, baik mengenai tandatangannya
maupunmengenai isinya, hingga sepucuk surat itu baik seluruhnya maupun hanya sebagian
yang berkenaan dengan tandatangannya saja atau yang berkenaan dengan isinya, secara palsu
telah dibuat seolah-olah berasal dari orang yang hanya tertulis di bawah surat tersebut.
(Putusan Mahkamah Agung No. 2050 K/Pid/2009)
  Menurut Widi Widyarto, Surat Palsu adalah kumpulan data-data yang dimanipulasi
tanpa sepengetahuan orang yang dituju.
  Memalsukan berasal dari kata dasar palsu. Memalsukan memiliki arti dalam kelas verba
atau kata kerja sehingga memalsukan dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan,
pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.
  Perbuatan “memalsu surat/ membuat surat palsu” dalam delik ini adalah sebagai
perbuatan dilarang. Perbuatan membuat surat palsu adalah perbuatan membuat sebuah surat
yang sebelumnya
tidak ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat yang dihasilkan
dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu. Perbuatan memalsu, adalah segala
wujud perbuatan apapun yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan
cara menghapus, mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga
berbeda dengan surat semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsu.
--------Bahwa Terdakwa tidak memenuhi unsur memalsukan surat dikarenakan
Misha Pravira alias Icha tidak memiliki niat / maksud atau melakukan perbuatan
jahat untuk memalsukan surat tanah yang sebagaimana dilakukan oleh Calvin Edgar
alias Edi.-------------------------
--------Berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat bahwa Unsur “Membuat Surat
Atau Memalsukan Surat” dalam Dakwaan Kesatu TIDAK TERBUKTI karena untuk
membuktikan unsur “Membuat Surat Atau Memalsukan Surat” haruslah dibuktikan
terlebih dahulu seluruh unsur-unsur lainnya dari tindak pidana yang didakwakan dan
apabila salah satu unsur tidak terbukti maka Dakwaan dan Tuntutan harus
dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.
3. UNSUR “YANG DAPAT MENIMBULKAN SESUATU
HAK,PERIKATAN ATAU BUKTI DARIPADA SESUATU HAL”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Menurut Prof. Dahlan Siregar bahwa Menimbulkan merupakan suatu cara upaya agar
memunculkan sesuatu, “Timbul” yang
menunjukkan bahwa adanya suatu tindakan dalam melakukan suatu hukum yang mempunyai
sifat sistematis.
  Menurut Prof. Dr. Notonegoro bahwa Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan
tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
olehnya.
  Menurut John Salmond pengertian Hak dapat dikelompokkan menjadi empat bagian
diantaranya yaitu:
Dalam arti sempit, hak berpasangan dengan kewajiban.
Hak yang melekat pada seseorang sebagai pemilik;
 1. Hak yang tertuju kepada orang lain sebagai pemegang kewajiban antara hak dan
kewajiban berkorelatif;
 2. Hak dapat berisikan untuk kewajiban kepada pihak lain agar melakukan perbuatan
(comission) atau tidak melakukan (omission) suatu perbuatan;
 3. Hak dapat memiliki objek yang timbul dari comission dan omission;
 4. Hak memiliki titel ialah suatu peristiwa yang menjadi dasar sehingga hak itu melekat
pada pemiliknya.
  Perikatan adalah aturan yang mengatur hubungan hukum dalam harta kekayaan antara
dua pihak atau lebih, yang memberi hak pada salah satu pihak (kreditur) dan menuntut
sesuatu dari pihak lain (debitur) atas suatu prestasi. Perikatan bersumber pada Undang-
Undang, dimana hak dan kewajiban yang muncul karena Undang-Undang mengaturnya
demikian.
  Menurut Prof. Subekti, Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
  Arti kata bukti adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Bukti juga
berarti keterangan nyata.
--------Dalam kasus ini pada 12 Juli 2018 Misha Pravira alias Icha baru mulai
melakukan diskusi dengan pertemuan dengan Calvin Edgar alias Edi namun belum
ada bukti otentik karena saat itu baru melakukan diskusi untuk membicarakan
perihal bisnis properti.----------
--------Dengan demikian unsur “yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
bukti daripada sesuatu hal” TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN.
4. UNSUR “DENGAN MAKSUD UNTUK MEMAKAI ATAU MENYURUH
ORANG LAIN MEMAKAI SURAT TERSEBUT SEOLAH OLAH ISINYA
BENAR DAN TIDAK DIPALSUKAN”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Menurut KBBI, Arti kata memakai adalah menggunakan. Memakai juga berarti
mempergunakan (dalam arti yang luas).
  unsur “menyuruh” adalah memerintah (supaya melakukan sesuatu).
  menyuruh orang lain adalah suatu tindakan yang diperintahkan kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu
  Memakai Surat adalah menggunakan surat untuk menjadi komunikasi.
  Surat adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak
kepada pihak lain dengan tujuan memberitahukan maksud pesan dari si pengirim.
Fungsinya mencakup lima hal: sarana pemberitahuan, permintaan, buah pikiran, dan gagasan;
alat bukti tertulis; alat pengingat; bukti historis; dan pedoman kerja.
  Seolah olah adalah hampir benar atau mengandai ngandai menjadi benar.
  Seolah olah isinya benar adalah apa yang dilakukan hampir benar dan sesuai apa yang
diharapkan.
Analisa Fakta :
--------Bahwa Misha Pravira alias Icha hanya menyuruh Calvin Edgar alias Edi untuk
membantunya mengurus Segala dokumen atau sertifikat tanah guna menggantikan
ia, kemudian Calvin Edgar alias Edi disarankan untuk mengunakan seorang
kenalannya yang bernama Adam Haidar Chandra alias Idar untuk mengurus segala
dokumen dan memastikan tidak ada sengketa
tanah.---------------------------------------------------------------------------------------
--------bahwa terdakwa tidak melakukan pemalsuan surat tanah tersebut , bahwa
diketahui yang membuat surat tersebut adalah Calvin Edgar alias Edi. Dimana
TERDAKWA hanya meminta Calvin Edgar alias Edi untuk membuat surat tanah dan
bukan membuat Surat Tanah Palsu.-------------------------------
--------Dengan Demikian Unsur “Yang Dapat Menimbulkan Sesuatu Hak, Perikatan
Atau Bukti Daripada Sesuatu Hal” TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN-------
5. UNSUR “MELAKUKAN, MENYURUH MELAKUKAN ATAU TURUT
SERTA MELAKUKAN”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Melakukan menurut KBBI edisi III Melakukan artinya mengerjakan (menjalankan),
mengadakan (suatu perbuatan, tindakan).
  Pasal 55 KUHP:
 1. Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:
 1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan
itu;
 2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh,
kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau
keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.
 2. Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh
dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh
mereka itu, serta dengan akibatnya.
  Sedangkan mengenai Pasal 56 KUHP, R. Soesilo menjelaskan bahwa orang “membantu
melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi
tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu
dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar
Pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam Pasal 221 KUHP.
--------Dalam analisis fakta Misha Pravira alias Icha menyuruh Calvin Edgar alias Edi
untuk mengurus sertifikat tanah dan tidak ada unsur untuk memalsukan sertifikat
tersebut.----------------------------------------------------
--------Berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat bahwa Unsur “Melakukan,
Menyuruh Melakukan Atau Turut Serta Melakukan” dalam Dakwaan TIDAK
TERBUKTI karena untuk membuktikan unsur “melakukan, menyuruh melakukan
atau turut serta melakukan “ haruslah dibuktikan terlebih dahulu seluruh unsur-unsur
lainnya dari tindak pidana yang didakwakan dan apabila salah satu unsur tidak
terbukti maka Dakwaan dan Tuntutan harus dinyatakan BATAL DEMI
HUKUM.-----------------------
6. UNSUR “SETIAP ORANG”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Unsur setiap orang adalah yang mempunyai kewenangan. Jadi perbuatan seseorang bisa
saja bersifat melawan hukum, tapi belum tentu menyalahgunakan kewenangan.
  Unsur Setiap Orang belum tentu terbukti meskipun unsur-unsur lainnya telah terpenuhi.
Hal ini dikarenakan unsur tersebut berkaitan dengan sifat subyek pelaku Tindak Pidana,
kesalahan, kesengajaan, dan kemampuan bertanggung jawab menurut hemat kami, Penuntut
Umum seharusnya mengidentfiikasi hal-hal tersebut terlebih dahulu guna menemukan
pemahaman yang tepat.
  Dalam Perkara ini Misha Pravira alias Icha adalah sosok yang baik dalam melakukan
pekerjaannya, dalam setiap melakukan pekerjaan selalu melakukan yang terbaik.
  Selain itu, Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menjelaskan mengenai
pertanggungjawaban pidana ini yang pada umumnya disebut sebagai doktrin vicarious
liability:
 1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
 2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya
  Dalam perkara ini Terdakwa sudah melakukan Tugasnya dengan baik.
--------Dengan Demikian Unsur “Setiap Orang” TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN Karena
Tidak Terkait Dalam Diri Terdakwa Tersebut.---------------------------
7. UNSUR “DIKETAHUI” DAN “PATUT DIDUGANYA”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Menurut KBBI arti kata diketahui adalah kedapatan, didapati, diketahui, ditemukan,
kelihatan, ketahuan, tapak, terdapat, terlihat, terselip, tersua, kebabaran, tepergok, terkejar,
tertangkap basah, tertangkap tangan, terbongkar, bocor, terbuka, terburai, terdedah,
tersingkap.
  Diketahui mempunyai “Tahu” artinya mengerti, dalam segala aspek tau semuanya.
  Istilah “patut diduganya” atau istilah-istilah lain yang mempunyai makna serupa seperti
“patut diduga”, “menduga”, “menduga-duga”, “selayaknya dapat menduga”, “sepatutnya
menduga”, kesemuanya semula merupakan istilah yang dalam Hukum Pidana digunakan
sebagai ukuran adanya “kelalaian”, yaitu salah satu indicator of blame dari pembuat tindak
pidana. Dalam hal ini dipandang terdapat kelalaian, apabila pembuat mengabaikan suatu
“kewajiban hukum” terhadap suatu hal, yaitu: “menduga-duga sebagaimana diwajibkan orang
lain menduga-duga”. Pengabaian kewajiban hukum tersebut dapat dipandang suatu bentuk
“kelalaian”, jika menimbulkan kejadian tertentu yang dilarang.
  Penggunaan istilah “patut diduganya” dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1),
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, yang menimbulkan kesan bahwa harta kekayaan
dimaksud tidak perlu benar-benar merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, tetapi cukup sebagai harta
kekayaan yang “diduga” sebagai hasil tindak pidana-tindak pidana tersebut. Padahal
sebenarnya tidaklah demikian.
  Tindak Pidana Pencucian Uang memang tidak berdiri sendiri, tetapi harus ada kaitannya
dengan tindak pidana asal. Bagaimana mungkin ada tindak pidana pencucian uang kalau
tidak ada tindak pidana asalnya. Apabila tindak pidana asalnya tidak bisa dibuktikan terlebih
dahulu, maka tidak menjadi halangan untuk mengadili tindak pidana pencucian uang.
--------Dengan Demikian Unsur “Diketahui” Dan “Patut Diduganya” TIDAK DAPAT
DIBUKTIKANN Pada Diri Terdakwa.-------------------------------------------
8. UNSUR “MERUPAKAN HASIL TINDAK PIDANA”
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang kami hormati.
  Hasil adalah suatu usaha/tujuan yang sudah tercapai dengan ketentuan yang kompleks.
  Pengertian tindak pidana menurut Bambang Purnomo dalam bukunya Asas-Asas
Hukum Pidana, yang isinya perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung
suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana sebagai istilah yang dibentuk dengan
kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana, perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa
konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti
yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah
yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
  Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang
dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak
pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi
pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar
bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.
--------Dalam analisis fakta bahwa Misha Pravira alias Icha tidak ada sama sekali
Unsur kejahatan, hanya Misha Pravira alias Icha menjadi korban dalam Tindak
Pidana Pemalsuan Surat yang dilakukan oleh Calvin Edgar alias Edi
tersebut.-------------------------------------------------------------------------------
--------Berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat bahwa Unsur “Merupakan Hasil
Tindak Pidana” dalam Dakwaan Kedua TIDAK TERBUKTI karena untuk
membuktikan unsur “Merupakan Hasil Tindak Pidana” haruslah dibuktikan terlebih
dahulu seluruh unsur-unsur lainnya dari tindak pidana yang didakwakan dan apabila
salah satu unsur tidak terbukti maka Dakwaan dan Tuntutan harus dinyatakan
BATAL DEMI HUKUM.---------------------------

IV. PERMOHONAN
Majelis Hakim Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati,
Serta Sidang yang kami muliakan,
--------Berdasarkan hal-hal yang Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa uraikan
diatas, menyampaikan Permohonan kepada Majelis Hakim yang kami Muliakan,
yang memeriksa dan mengadili perkara ini. Akan tetapi sebelumnya perkenankanlah
kami dengan segala kerendahan hati meyampaikan di persidangan ini, bahwa
penegakan hukum secara benar tanpa pandang bulu sangat dipengaruhi oleh
Penegak Hukumnya. Ada sebuah ungkapan dalam dunia penegakan hukum dikenal
dengan “QUID LEGES SINE MORIBUS” yang apabila diartikan kurang lebih memiliki
makna apalah artinya suatu peraturan perundang-undangan kalau tidak disertai
dengan moralitas. Jadi, makna penting keberadaan perundang-undangan ditujukan
pada tercapainya moralitas, dimana moralitas utama dalam penegakan hukum
adalah tercapainya rasa keadilan, baik itu keadilan bagi Terdakwa yang dihadapkan
dimuka persidangan maupun keadilan bagi masyarakat lainnya.Hal tersebut tentu
saja untuk mencapai tujuan hukum yaitu keadilan dan kepastian hukum.-
--------Sebelum kami memasuki inti dari duplik kami, perkenankanlah kami
menyampaikan hal-hal yang MERINGANKAN diri Terdakwa, diantara lain:
 1) Terdakwa tidak pernah mengetahui bahwa surat tanah yang diperoleh Gladys Natalie
alias Iis adalah surat palsu.
 2) Terdakwa memberikan rekomendasi kenalan Notaris dan PPAT yang berkompeten
dibidangnya untuk mengurus surat tanah yang akan berikan ke Gladys Natalie alias Iis.
 3) Tidak adanya niat jahat Terdakwa untuk melakukan tindak pidana Pemalsuan Surat
sebagaimana yang telah Penuntut Umum uraikan dalam dakwaan dan tuntutannya.
 4) Terdakwa tidak pernah megetahui bahwa Calvin Edgar alias Edi merencanakan
pemalsuan surat untuk Gladys Natalie.
 5) Terdakwa adalah orang tua satu satunya.
 6) Terdakwa adalah seorang Walikota yang dimata rakyatnya adalah seseorang yang
mengerti kondisi rakyat dan baik hati.
--------Berdasarkan seluruh fakta hukum yang terungkap di persidangan yang mulia
ini, kami mengajukan permohonan agar kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Barat. Yang Mulia, yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo,
berkenan untuk memberikan putusan dengan amar sebagai berikut:
 1) Menyatakan Terdakwa Misha Pravira alias Icha TIDAK TERBUKTI melakukan tindak
pidana yang didakwakan yaitu :
KESATU
Pasal 263 ayat (1) tentang Pemalsuan Surat Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
DAN
KEDUA
 Pasal 3 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
 2) Mohon agar Majelis Hakim MEMBEBASKAN Terdakwa Misha Pravira alias Icha dari
segala Tuntutan Penuntut Umum (vrijspraak) sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-
undang
Acara Hukum Pidana atau setidak-tidaknya MELEPASKAN Terdakwa Misha Pravira alias
Icha dari segala tuntutan hukum ( ontslag van alle rechtvervolging) sesuai dengan Pasal 191
ayat (2) Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana.
 3) Memerintahkan agar Terdakwa Misha Pravira alias Icha segera dikeluarkan dari
tahanan.
 4) Memerintakan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepada yang
berhak darimana barang bukti tersebut disita.
 5) Memulihkan nama baik, harkat, dan martabat Terdakwa Misha Pravira alias Icha ke
dalam segala kedudukannya semula.
 6) Membebankan biaya perkara kepada Negara.
DAN
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain maka kami mohon agar diberikan putusan
yang seadil-adilnya, demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan asas
kepatutan dan asas kelayakan (Ex a quo Et bono) dan atas dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Pada akhir duplik ini, kami yang bertindak untuk dan atas nama Terdakwa
mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang telah memimpin persidangan
ini sehingga asas praduga tak bersalah selalu hadir pada persidangan ini hingga
putusan akhir nanti.
Kiranya Tuhan Yang Maha Adil memberkati dan memberikan bimbingan kepada
Majelis Hakim agar dapat mengambil putusan yang seadil adilnya atas perkara ini

V. PENUTUP
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum yang Terhormat,
--------Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa yakin bahwa tidak diperlukan lagi
perdebatan mengenai unsur-unsur dan uraian unsur-unsur yang dinyatakan
Penuntut Umum dalam perkara a quo kepada Terdakwa dalam persidangan
sebelumnya. Oleh karena telah nyata apa yang kami ungkapkan dari Fakta-Fakta
Yuridis yang kita lihat bersama dalam Fakta Perisidangan dan Analisa Yuridis kami
terdahulu yang dapat ditarik kesimpulannya secara hukum yakni,
“Tidak ada Satupun, baik UNSUR dan URAIAN Penuntut Umum dalam seluruh isi
Dakwaan Penuntut Umum yang TERBUKTI dilakukan oleh Terdakwa dalam Perkara
a quo.”
--------Oleh karena-nya kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa dengan ini tetap
menyatakan MENOLAK seluruh Tanggapan Penuntut Umum terhadap Pembelaan
Tim Penasihat Hukum Terdakwa Dalam perkara ini.------------------
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi
kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”
(Surat An-Nahl: 90)
--------Demikian Jawaban Tim Penasihat Hukum atas Tanggapan Penuntut Umum
terhadap Pembelaan Tim Penasihat Hukum Terdakwa Misha Pravira alias Icha ini
kami sampaikan. Kami meyakini sikap arif dan bijaksana Majelis Hakim yang adil
sehingga tidak adanya keraguan ataupun kebimbangan Majelis Hakim dalam
mempertimbangkan putusannya di perkara ini dan kami Tim
Penasihat Hukum berharap akan proses pengadilan ini akan berujung pada putusan
yang seadil-adilnya.

“FIAT IUSTITIA, ET PEREAT MUNDUS.”


Keadilan akan tetap ada meskipun dunia akan musnah~
(Philipp Melanchthon)
Jakarta Barat, 4 Januari 2020
Hormat Kami,
Tim Penasihat Hukum
Misha Pravira alias Icha

MONISMUS & ASSOCIATES LAW FIRM

PATRICIA LOUISE, S.H., M.H.

GRACIA KAMAROV, S.H., M.H.


VINCENT STANLY , S.H., M.H

You might also like