You are on page 1of 13

REFERAT

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Frenstan
Valleria Vallencia

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Hernia Nukleus Pulposus

A. Definisi
----- HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui
robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang atau dorsal menekan medulla spinalis
atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

B. Epidemiologi
Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan salah satu penyakit tersering yang
diderita oleh seorang manusia. Diperkirakan 70-80% dari seluruh manusia akan setidaknya
pernah menderita satu episode nyeri punggung bawah dalam hidupnya.
Prevalensi HNP di Inggris diperkirakan sebesar 1%-3%. HNP diperkirakan
bertanggungjawab terhadap 10% dari seluruh nyeri punggung bawah. Pria dua sampai tiga
kali lebih beresiko menderita HNP dibandingkan wanita. HNP biasanya terjadi pada usia
ecade ke-3 dan ke-4. Angka operasi untuk HNP bervariasi. Di Inggris angka operasi sebesar
100/100,000 , di Finlandia 350/100,000, dan lebih dari 450/100,000 di Amerika Serikat.
Lebih dari 95% operasi dilakukan di area L4-L5 dan L5-S1. Rata-rata usia saat dilakukan
operasi adalah 40-45 tahun.

C. Anatomi
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.

Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang
diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah


bangunan yang tidak peka nyeri.
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif).
Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang
sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis,
abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah,
sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

D. Patofisiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus
pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis
vertebralis menekan radiks.
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang
selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem
saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi.
Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut
saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf.
Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na
dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat
peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan
Laseque.
E. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
· Degenerasi diskus intervertebralis
· Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
· Trauma berat atau terjatuh
· Mengangkat atau menarik benda berat

F. Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-
barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik
yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang
berat
dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan
strain pada punggung bawah.

5. Batuk lama dan berulang

G. Gejala Klinis
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP dapat
terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang pertama ke
arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-tanda
sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah postero-sentral
menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang
perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul
gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
 Nyeri punggung bawah.
 Nyeri daerah bokong.
 Rasa kaku atau tertarik pada punggung bawah.
 Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan
sampai kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit.

Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan, terutama
banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan
mengakibatkan kelemahan anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan
mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles
(APR).
Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen. Kebiasaan penderita perlu diamati,
bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.

H. Diagnosis
1. Anamnesis
- Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik, ataukah spontan.
- Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi,
tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
- Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai menunjukkan
keterlibatan radiks saraf.
- Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang setelah
melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah, mungkin disebabkan
tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan mungkin tumor dalam kanalis
vertebralis; nyeri dan kaku waktu bangun pagi dan berkurang setelah melakukan
gerakan tubuh mungkin disebabkan spondilitis ankilopoetika; batuk, bersin dan
mengejan akan memprovokasi nyeri pada HNP.
- Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan neurogenik, jenis
neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh darah perifer yang normal dan
nyeri berkembang menjadi parestesia dan kelumpuhan.
- Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya infeksi,
misalnya spondilitis.
- Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik; bila progresif
mungkin tumor.
-     Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus haid,
penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah anak.
-     Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
- Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan osteoartritis.

2. Pemeriksaan Fisik umum


 Posisi berdiri:
- Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
- Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis,
lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring
tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
- Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
- Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
- Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi sakroiliaka,
dan lain-lain.
- Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

 Posisi duduk:
- Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
- Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

 Posisi berbaring :
- Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
- Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
- Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.

3. Pemeriksaan neurologik,
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik  dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
- Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes Sicard)
- Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
- Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
- Tes Distraksi dan Tes Kompresi

4. Pemeriksaan penunjang
a. Elektromiografi (EMG)
Bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya,
masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi. Pemeriksaan lain seperti EMG
menunjukkan adanya potensial fibrilasi dari otot yang mengalami denervasi
setelah 1-2 minggu dan hilangnya atau asimetris H-refleks.
b. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
c. Myelogram
Berguna untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi
dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat
protrusi diskus. Juga digunakan untuk membedakan kompresi radiks dari
neuropati perifer.
d. MRI tulang belakang
Dewasa ini, dengan adanya MRI di berbagai fasilitas kesehatan, pemeriksaan
MRI menjadi gold standard untuk pencitraan HNP. Pemeriksaan mielografi dan
caudografi sudah banyak ditinggalkan. MRI lebih unggul dari CT scan dalam hal
kemampuan membedakan jaringan lunak antara material diskus, annulus, nervus,
tulang, dan detil hubungan anatomis yang optimal
Bermanfaat untuk diagnosis kompresi medulla spinalis atau kauda
equina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal mengevaluasi
gangguan radiks saraf. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
e. Pemeriksaan Radiologi
- Foto rontgen tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau
memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata
dan pembentukan osteofit.
f. Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP
g. Pemeriksaan Laboratorium klinik
Pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu diagnosis. Pemeriksaan
LED dapat dilakukan untuk membedakan HNP dengan proses keganasan dimana
LED akan meningkat pada kasus keganasan.
h. Pemeriksaan lain, misalnya; biopsi, termografi, zygapophyseal joint block‘
(melakukan blok langsung pada sendi yang nyeri atau pada saraf yang menuju ke
sana).

I. Diagnosis banding
1. Neuropati diabetika
2. Tumor daerah lumbal
3. Fraktur vertebra lumbal
4. Spondilosis lumbal
5. Proses inflamasi : mis.artritis sakroiliaka, bursitis piriformis
6. Neuritis n.ischiadicus

J. Penanganan
Penanganan penderita HNP dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok konservatif
dan operatif. Sebagian besar pasien dapat ditangani secara konservatif. Pengobatan
konservatif meliputi :
 Tirah baring dengan alas keras
 Traksi : keuntungannya sedikit dan dapat menimbulkan komplikasi tungkai bawah
sehingga banyak ditinggalkan
 Kompres
 Analgesik oral : NSAID
 Rehabilitasi medik
Terapi operatif diindikasikan pada kasus kompresi akut cauda equina oleh herniasi
yang besar dengan akibat hilangnya fungsi sensorimotorik bilateral dan paralisis sphincter.
Terapi operatif juga diindikasikan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi konservatif.
Menurut Spine Patient Outcome Research Trial (SPORT) pada tahun 2006 oleh Weinstein
dkk, Mereka menyimpulkan bahwa pembedahan mempercepat hilangnya nyeri dan kembali
bekerjanya penderita HNP dibandingkan terapi konservatif dengan rehabilitasi medik dan
analgesik. Namun setelah 1 tahun, disabilitas dan nyeri antara kedua kelompok ini adalah
sama.
Operasi HNP meliputi dekompresi dari akar saraf yang terjepit (laminektomi) dan
diseksi dari diskus yang prolaps (discectomy). Pada era sebelumnya, operasi biasanya
dimulai dengan melakukan laminektomi total atau parsial dilanjutkan diseksi diskus yang
herniasi. Saat ini dengan kemajuan teknologi misalnya mikroskop operatif, maka discectomy
dapat dilakukan dengan hanya sedikit merusak tulang lamina pada sisi yang sakit. Kadang
masih tetap dilakukan laminektomi total pada herniasi sentral besar yang menimbulkan
kompresi cauda equina.
Teknik percutaneous lumbar discectomy untuk mengangkat nukleus pulposus kadang-
kadang dianjurkan untuk HNP stadium bulging. Namun HNP stadium bulging masih dapat
diterapi secara konservatif dengan memuaskan dan bukan merupakan indikasi pembedahan.
Percutaneous discectomy tidak dapat membersihkan dengan optimal material diskus yang
ruptur sehingga tidak direkomendasikan untuk diskus yang telah ruptur.

Laminektomi dan laminotomi


Laminektomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat satu atau kedua lamina.
Lamina adalah arkus posterior dari vertebra yang berada di antara processus spinosus,
pedikel, dan prosesus transversus. Lamina bersama dengan processus spinosus membentuk
bagian posterior dari kanalis spinalis. Laminektomi pertama kali dilakukan oleh Vicotr
Alexander Haden Horsley pada 1887, seorang profesor bedah dari University of College
London. Laminektomi dapat dilakukan secara konvensional dan minimal invasif. Pada
laminektomi konvensional, dilakukan operasi terbuka yang tidak hanya mengangkat lamina,
tapi juga mendiseksi banyak otot punggung yang melekat pada lamina, ligament longitudinal
posterior, dan beberapa prosesus spinosus. Laminektomi minimal invasif mengangkat lamina
dengan insisi kecil di kulit, lebih sedikit otot yang dipotong, dan prosesus spinosus tetap
intak.
Laminektomi jarang dilakukan karena tindakan ini merusak kontinuitas bagian
posterior dari kanalis spinalis yang dapat menimbulkan instabilitas vertebra. Laminektomi
paling sering dikerjakan untuk terapi stenosis spinal yang berat. Stenosis spinal ringan dan
sedang tidak dindikasikan untuk laminektomi. Lamina yang diangkat berfungsi untuk
memberikan ruang lebih bagi nervus spinal dan thecal sac (dekompresi), memberikan akses
ke tumor atau massa medula spinalis, dan membantu menyesuaikan kontur kolumna vertebra
pada koreksi deformitas spinal seperti kifosis. Laminektomi dengan pengangkatan lamina
yang banyak memerlukan prosedur tambahan berupa fusi spinal untuk menstabilisasi vertebra
dan tindakan ini menambah waktu pemulihan pasca operasi dibandingkan laminektomi saja.
Laminotomi adalah tindakan mengambil sebagian lamina untuk mendapatkan akses
ke medulla spinalis. Laminotomi hanya mengambil sebagian lamina kiri dan kanan sementara
bagian lamina lain disisakan untuk mempertahankan stabilitas vertebra.

Mobilisasi post operatif


Sebagian besar pasien sudah mulai berjalan pada hari pertama sesudah operasi.
Pasien umumnya dipulangkan pada hari ke-2 atau hari ke-3 pasca operasi. Program
mobilisasi secara bertahap dengan konsultasi pada ahli fisioterapi perlu direncanakan.
Latihan memperkuat punggung secara gentle sudah dapat dilakukan pada hari ke-10 pasca
operasi. Pasien perlu menghindari duduk terlalu lama, mengangkat beban berat, atau
mengejan dalam 4 minggu pertama pasca operasi. Latihan yang lebih intens dapat dimulai
setelah 1 bulan pasca operasi.

K. Prognosis

Sebagian besar pasien membaik dengan terapi konservatif. Prognosis pasien yang
menjalani pembedahan bergantung pada seberapa akurat diagnosis preoperatif. Hasil yang
bagus didapatkan bila :
 Riwayat sciatica yang khas
 Tanda iritasi saraf yang khas
 Pemeriksaan penunjang mendukung herniasi diskus
 Saat operasi, akar saraf teregang oleh diskus yang prolaps
Jika tidak ada kriteria di atas yang terpenuhi, hasil operasi mengecewakan. Terdapat
angka sciatica ulang pasca operasi sebesar 10%. Hal ini terjadi karena prolaps baru dari
diskus, fibrosis perineural di sekeliling akar saraf, atau yang jarang terjadi arachnoiditis
intradural. Fibrosis perineural menimbulkan adhesi pada akar saraf. Bila terjadi sciatica
ulang, dianjurkan bed rest, analgesik, dan latihan yang gentle. Operasi ulang untuk
membebaskan adhesi terkait dengan angka kesuksesan kurang dari 60%.
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi. Pada pasin yang
dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan
adalah 5%.

You might also like