Professional Documents
Culture Documents
Referat Anes
Referat Anes
Disusun oleh:
Valleria Vallencia – 01073180069
Pembimbing:
dr. Tjangeta Liempy, SpAn
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
2.1.1 Nefron........................................................................................3
2.2.1 Epidemiologi.............................................................................10
2.2.3 Etiologi......................................................................................10
2.3.1 Epidemiologi.............................................................................13
2.3.3 Patofisiologi...............................................................................17
2.3.4 Manifestasi................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................37
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada negara berkembang, acute kidney injury (AKI) banyak disebabkan oleh
beberapa faktor seperti iskemik renal, sepsis dan obat-obatan nefrotoksik.
Terdapat sebuah studi obersavsional multisenter yang meneliti sebesar 29,269
sampel pasien critically ill. Sebanyak 5.7% pasien mengalami AKI dengan tingkat
mortalitas 60.3%. Sedangkan berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013
terdapat 12.5% populasi Indonesia mengalami penyakit ginjal kronis (PGK).1–3
Berdasarkan fisiologi, ginjal memiliki peran dalam eliminasi obat-obatan
serta regulasi berbagai mekanisme lainnya seperti regulasi volum dan komposisi
cairan tubuh dan hormon seperti renin, eritropoietin dan vitamin. Terdapat
beberapa faktor direk dan indirek yang berhubungan dengan anestesi pada pasien
dengan gagal ginjal. Sebagian besar obat anestetik intravena seperti propofol,
barbiturat, ketamin, benzodiazepin, opioid, penyekat kolinesterase, relaksan otot
dan antikolinergik dikeluarkan oleh tubuh dengan eliminasi melalui ginjal.
Begitupun obat inhalasi seperti enflurane, desflurane dan sevoflurane yang
sebagian memiliki efek terhadap fungsi ginjal.4–7
Oleh karena itu, pada topik ini akan dilakukan pembahasan mencakup
anestesi terhadap pasien dengan gagal ginjal melalui penjelasan mengenai
fisiologis & anatomi ginjal, AKI, PGK, evaluasi fungsi ginjal, agen anestesi yang
mempengaruhi ginjal serta manajemen preoperatif hingga perioperatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parenkim ginjal terdiri dari 3 area yaitu korteks, medula dan pelvik.
Korteks merupakan bagian terluar yang mengandung glomerulus dan 85%
tubulus nefron. Korteks juga aktif secara metabolik sehingga metabolisme
aerobik terjadi disini begitupula glukosa dan amonia. Medula merupakan
bagian tengah dari ginjal yang terdiri atas 8-18 piramid ginjal. Piramid
merupakan kumpulan dari tubulus kolektvus, loop of Henle dan duktus
kolektivus. Kolum ginjal memanjang dari korteks hingga medula di antara
piramid dan terdiri atas pembuluh darah serta saraf. Pelvis berada di dalam
sinus ginjal dan terdiri atas cup-like structure yang disebut sebagai kalises.
Pelvis ginjal berfungsi untuk drainase urin dari duktus kolektivus hingga
ureter.8
4
Ginjal berperan penting dalam regulasi volum dan komposisi cairan tubuh,
eliminasi toksin dan regulasi hormon seperti renin, eritropoietin dan vitamin
D. Faktor direk dan indirek berhubungan dengan prosedur operasi dan
manajemen anestetik dapat mengubah fisiologis dan fungsi ginjal yang
menyebabkan kelebihan cairan perioperatif, hipovolemia dan acute kidney
injury (AKI).4
5
2.1.1 Nefron
Nefron terdiri atas renal corpuscle, tubulus kontortus proksimal, loop of
Henle, tubulus kontortus distal, tubulus kolektivus dan aparatus
juxtaglomerular (Gambar 2).4,7
Renal Corpuscle
6
mengatur tekanan filtrasi glomerular. Nilai tekanan filtrasi sejajar
dengan tonus arteriol eferen namun berbanding terbalik dengan
tonus aferen.4,7
Tubulus Proksimal
8
stimulasi sekresi aldosteron di korteks adrenal serta menghambat
sekresi renin melalui mekanisme negatif umpan balik.4,7
9
Autoregulasi RBF secara normal terjadi pada MAP antara 80-180
mmHg dan akibat respon miogenik terhadap arteriol aferen
glomerulus untuk perubahan tekanan darah. Melalui respon ini,
RBF dan GFR akan selalu konstan dengan penyesuaian
vasokontriksi dan vasodilatasi arteriol aferen. Di luar limit
autoregulasi, RBF akan diatur melalui tekanan. Filtrasi glomerulus
akan terganggu jika MAP kurang dari 40-50 mmHg.4,7
Keseimbangan dan Umpan Balik Tubuloglomerular
2.2.1 Epidemiologi
2.2.3 Etiologi
Acute kidney injury terjadi karena gangguan distribusi nutrisi dan oksigen
(gangguan mikrosirkulasi) ke nefron dan peningkatan konsumsi energi
(stress selular). Etiologi dibagi menjadi tiga kategori meliputi pre- renal,
intrinsik dan paska renal.1
Pada AKI pre-renal terjadi hipoperfusi ginjal yang menyebabkan
penurunan GFR (tanpa merusak parenkim ginjal). Menjaga fungsi GFR
normal memerlukan perfusi ginjal yang adekuat. Ginjal menerima hingga
25% cardiac output sehingga kegagalan apapun yang terjadi pada
sirkulasi sistemik dapat mengganggu perfusi.1,10
Klasifikasi berikutnya, AKI intrinsik meliputi empat struktur ginjal
seperti tubulus, glomerulus, interstitial dan pembuluh darah intra-renal.
Acute tubular necrosis (ATN) merupakan AKI yang terjadi akibat
kerusakan tubulus. Bentuk ini adalah jenis AKI tersering pada klasifikasi
intrinsik. Jika AKI merusak glomerulus dapat terjadi glomerulonefritis
akut. Pada gangguan vaskular menyebabkan penurunan perfusi ginjal dan
12
GFR sedangkan kerusakan interstitial terjadi karena reaksi alergi terhadap
beberapa obat atau infeksi.1
Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal
yang menetap >3 bulan. Kerusakan ginjal mengacu pada bentuk kelainan yang
luas saat pemeriksaan, yang mungkin kurang sensitif dan spesifik untuk
mengetahui penyebab tetapi dapat memberikan sugestif reduksi fungsi ginjal
(Tabel 4). Glomerular filtration rate (GFR) secara luas diterima sebagai
13
pacuan index fungsi ginjal. Dikatakan penurunan GFR jika ditemukan GFR
<60 ml/min/1.73m2 dan pada saat GFR < 15 ml/min/1.73m2, seseorang
dikatakan mengalami end stage renal disease (ESRD). Pada kondisi ESRD,
fungsi ginjal tidak dapat berfungsi mengatur tubuh secara jangka panjang
sehingga pilihan untuk pengobatan yaitu renal replacement therapy (RRT)
dalam bentuk dialisis atau transplantasi ginjal dan pilihan kedua adalah
penanganan konservatif (disebut juga paliatif atau penanganan non-
dialisis).13,14
2.3.1 Epidemiologi
14
petani/nelayan/buruh (0,3%). Di DKI Jakarta, terdapat 0,1% pasien
terdiagnosis penyakit ginjal kronik. Namun, provinsi dengan prevalensi
tertinggi adalah Sulawesi Tengah 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo dan
Sulawesi Utara dengan angka 0,4%.3
15
2.3.2 Stadium dan Kriteria Penyakit Ginjal Kronis
16
Penggunaan obat anti inflamatorik non-steroidal (OAINS) juga
berhubungan dengan progresivitas PGK dan penggunaan yang sering
dapat menurunkan GFR secara reversibel.13
Tabel 4. Kriteria untuk definisi PGK13,16
17
2.1.1 Patofisiologi
18
kerusakan menetap dan kronik pada ginjal, dengan ciri-ciri seperti
glomerulosklerosis, atrofi tubular dan fibrosis interstitial.15
19
mempengaruhi fungsi sel sehat yang biasanya terlibat dalam degradasi
kolagen yang disintesis (dan didegradasi oleh matriks metaloproteinase,
protease serin dan ezim lisosom) oleh ginjal sehat. Kolagen (kolagen
fibrilar I & II), protein membran basal, proteoglikan dan glikoprotein
menjadi terdeposit secara kronik di ginjal yang rusak.15
2.3.3 Manifestasi
20
mengikat oksigen. Retensi sodium dan gangguan sistem renin-
angiotensin mengakibatkan hipertensi arterial sistemik. Hipertrofi
ventrikel kiri sering dijumpai pada PGK. Kelebihan cairan ekstraselular
dari retensi sodium, serta peningkatan kebutuhan jantung akibat anemia
dan hipertensi membuat pasien PGK cenderung memiliki gagal jantung
kongestif dan edema pulmonal. Aritmia termasuk gangguan konduksi
sering terjadi dan berhubungan dengan abnormalitas metabolik seperti
deposisi kalsium di sistem konduksi.5,6
21
Gejala yang ditimbulkan (Gambar 8) dapat berupa pucat karena
anemia, hipertensi, sesak nafas yang disebabkan penumpukan cairan,
gatal dan keram, gangguan kognitif, nafsu makan menurun, muntah,
polyuria/oligouria, hematuria dan edema perifer.14
Gambar 8. Tanda dan gejala pada PGK14
Gangguan ginjal dapat ditemukan secara tidak sengaja saat evaluasi kesehatan
rutin atau saat pasien memiliki gejala disfungsi ginjal seperti hipertensi, edema,
mual dan hematuria. Evaluasi gangguan ginjal meliputi estimasi durasi penyakit,
urinalisis dan GFR.6
22
Tabel 5. Tes Rutin Pemeriksaan Fungsi Ginjal6
Sumber utama urea pada tubuh adalah hepar. Saat katabolisme protein,
ammonia diproduksi dari deaminasi asam amino. Hepar melakukan konversi
ammonia menjadi urea untuk mencegah akumulasi level ammonia yang
toksik. Blood urea nitrogen (BUN) beruhubungan dengan katabolisme
protein dan filtrasi glomerulus. Sebanyak 40-50% urea yang terfiltrasi ginjal
akan direasorpsi secara pasif oleh tubulus ginjal. Konsentrasi normal BUN
adalah 10-20 mg/dL. Jika BUN di bawah nilai normal berarti terdapat
kerusakan hepar sedangkan peningkatannya dapat terjadi karena penurunan
GFR atau peningkatkan protein katabolisme (trauma atau sepsis). Konsentasi
BUN yang melebihi 50 mg/dL sangat berhubungan dengan kerusakan fungsi
ginjal. Namun, BUN tidak akan meningkat pada gangguan ginjal jika GFR
belum menurun 75% dari normal.5,6,9
23
Gambar 9. Alur Diagnostik AKI5,10
Cara mudah dan murah dalam memantau fungsi ginjal dapat menggunakan
metode perhitungan GFR melalui algoritme yaitu estimated GFR (eGFR).
Penggunaan eGFR sangat presisi dan akurat dibandingkan menggunakan acuan
lainnya. Biomarker yang sering digunakan dalam memperkirakan GFR adalah
kreatinin, cystatin C dan eGFR.14 Berikut rumus dalam perhitungan eGFR:15
25
Jika menunjukkan hasil di atas 150 mg/hari maka menggambarkan kerusakan
ginjal. Sedimen urin dengan mikroskopik mendeteksi sel darah merah, putih,
bakteri dan kristal. Sel darah merah dapat menjadi indikasi terjadi perdarahan
seperti tumor, batu, infeksi, koagulopati atau trauma. Sedangkan sel darah
putih menggambarkan proses infeksi yang terjadi. Kristal menggambarkan
abnormalitas asam oksalat, asam urat dan metabolisme sistin.1,5
26
Beberapa agen anestesi yang mempengaruhi fungsi ginjal, seperti:
1. Agen Intravena
27
jika dikombinasikan dengan 30-50% nitrous oxide, akan terjadi
penurunan durasi efektivitas. Namun, Diazepam harus diberikan secara
hati-hati jika terdapat kerusakan ginjal karena berpotensi akumulasi
metabolik aktif.5,6
Opioid
Agen antikolinergik
Semua penyekat reseptor H2 bergantung pada ekskresi ginjal dan dosis harus diturunkan
pada pasien dengan gangguan ginjal. Penghambat pompa proton tidak perlu modifikasi
dosis obat untuk pasien dengan gangguan ginjal. Metoklopramid sebagian dibuang
melalui urin dan dapat berakumulasi di ginjal.5
1. Agen Inhalasi
1. Pelemas Otot
Succinylcholine
31
Tabel 9. Data farmakokinetik nondepolarizing muscle relaxants pada
pasien normal dan anefrik6
32
Pasien dengan CKD datang ke ruang operasi dengan rencana tindakan pembentukan atau
revisi fistula dialisis arteriovenous. Anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan
terutama fungsi jantung dan paru.
33
2.6.2 Manajemen Intraoperatif
35
BAB III
KESIMPULAN
Ginjal memiliki peran penting dalam regulasi volum dan komposisi cairan
tubuh, regulasi hormon serta eliminasi beberapa obat anestetik. Gangguan ginjal
seperti AKI dan PGK dapat menyebabkan perubahan durasi kerja obat-obatan
yang digunakan. Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan secara teliti mencakup
anamnesis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang (urinalisis, serum
kreatinin, BUN, GFR dan modalitas radiografi) untuk menentukan obat anestesi
dan pengaruhnya terhadap ginjal.
Agen anestesi yang mempengaruhi fungsi ginjal meliputi agen intravena dan
inhalasi. Beberapa obat intravena anestetik bergantung parsial terhadap eliminasi
urin seperti barbiturat, pancuronium, atropin, neostigmine, porpofol,
benzodiazepin dan opioid namun memiliki pengaruh terhadap ginjal yang
berbeda-beda. Agen inhalasi relatif aman untuk pasien dengan gagal ginjal akibat
mekanisme eliminasi Hofmann.
Manajemen preoperatif hingga intraoperatif perlu dilakukan penyesuaian
sehingga agen anestetik dapat digunakan pada pasien dengan gagal ginjal dalam
batas yang aman.
DAFTAR PUSTAKA
36
4. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Kidney physiology &
anesthesia. In: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, editors. Morgan
& Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hiil
Education; 2018. p. 1033–68.
5. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Anesthesia for patients with
kidney disease. In: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, editors.
Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc
Graw-Hiil Education; 2018. p. 1073–104.
6. Malhotra V, Sudheendra V, O’Hara J. Anesthesia and the renal and
genitourinary systems. In: Miller RD, Cohen NH, Eriksson LI, editors.
Miller’s Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015. p. 2217–29.
7. Mcilroy D, Sladen RN. Renal physiology, pathophysiology and
pharmacology. In: Miller RD, Cohen NH, Eriksson LI, editors. Miller’s
Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015. p. 545–85.
8. Maryniak K, Constantine L. Renal and urinary anatomy and physiology.
AMN Healthc Educ Serv. 2016;1–24.
9. Moore PK, Hsu RK, Liu KD. Mangement of acute kidney injury: core
curriculum 2018. Am J Kidney Dis. 2018;136–48.
10. Ostermann M, Joannidis M. Acute kidney injury 2016: diagnosis and
diagnostic workup. Ostermann Joannidis Crit Care. 2016;1–13.
11. Kellum J a, Lameire N, Aspelin P. Kdigo clinical practice guideline for
acute kidney injury. Kidney Int Suppl. 2012;1–138.
12. Thomas ME, Blaine C, Dawnay A. The definition of acute kidney
injury and its use in practice. Kidney Int. 2015;62–73.
13. Eknoyan G, Lameire N. Kdigo 2012 clinical practice guidelines for the
evaluation and management of chronic kidney disease. Kidney Int Suppl.
2013;1–136.
14. Webster AC, Nagler E V., Morton RL. Chronic kidney disease. Lancet.
2017;1238–52.
15. Bragman M J, Skorecki K. Chronic kidney disease. In: Kasper D, Hauser S,
Jameson J, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th ed.
New York: Mc-Graw Hills; 2015. p. 1811–21.
16. National Kidney Foundation. Clinical practice guidelines for chronic
37
kidney disease: evaluation, classification and stratification. Am J Kidney
Dis. 2002. 1–266 p.
17. Olivero JJ, Jose Olivero J. Administration of anesthesia to patients with
renal failure. Debakey J. 2015;2015.
18. Goren O, Matot I. Perioperative acute kidney injury. Br J Anaesth. 2015;1–
12.
19. Gross JL, Prowle JR. Perioperative acute kidney injury. Updat Anaesth.
2016;24–30.
20. Zarbock A, Koyner JL, Hoste EAJ. Update on perioperative acute kidney
injury. Anesth Analg. 2018;1236–45.
21. Kanda H, Hirasaki Y, Iida T. Perioperative management of patients
with end-stage renal disease. J Cardiothorac Vasc Anesth. 2017;2251–
67.
38
39