You are on page 1of 87

i

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI BENIH

Disusun oleh :

Kelompok IA

Intan Pratami Putri 23020218120006


Novia Rahmawati 23020218120022
Lifta Nuraini 23020218120027
Darto 23020218120038
Sabiqah Aulia Raka 23020218140043
Zahra Millaty 23020218140049

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
praktikum Teknologi Benih. Laporan Praktikum ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Benih Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Florentina Kusmiyati,
M.Sc selaku Koordinator Praktikum Teknologi Benih dan Ratna Dwi Kartikasari
selaku Asisten Pembimbing Praktikum Teknologi Benih, yang telah membimbing
kami selama praktikum berlangsung sampai penyusunan laporan Praktikum
Teknologi Benih ini selesai.
Kami menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruksif sangat diharapkan oleh
penulis. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan
koreksi dari berbagai pihak. Harapan kami adalah Laporan Praktikum Teknologi
Benih yang telah disusun dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Mei 2019

Penulis

ii
iii

iii
iv

RINGKASAN

Kelompok I AgroekoteknologiA. 2019. Laporan Resmi Praktikum Teknologi


Benih. (ASISTEN : Ratna Dwi Kartikasari).

Praktikum Teknologi Benih dilaksanakan tanggal 25 Maret 2019 penentuan


bahan kering kecambah normal dan metode dormansi benih, 28 Maret 2019
tentang pengujian daya kecambah benih dan uji vigor benih dengan NaCl, 1 April
2019 struktur benih dan uji cepat viabilitas benih dengan tetrazolium, 4 April
2019 penetapan kadar air benih, 8 April 2019 proses pembersihan benih dan alat
pembagi benih dan 11 Mei 2019 subkultur eksplan in vitro atau produksi bibit
anggrek dengan teknik kultur jaringan, di Laboratorium Ekologi dan Produksi
Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Materi yang digunakan dalam Praktikum Teknologi Benih meliputi alat
yaitu pengecambah benih, kertas tisu dan plastik, karet, label, sprayer, oven,
timbangan, mortar dan alu, steinlite moisture tester, amplas, cawan petri, cutter,
seed divider, cawan porselein, blender, amplop, erlenmeyer, stirrer, autoklaf,
botol kultur, plastik wraping, laminar airflow, gelas baker dan air, pinset, bunsen,
alumunium foil serta bahan yang dibutuhkan adalah benih (kacang kedelai, jagung
hibrida, gamal, padi,mentimun dan cabai), larutan KNO3 0,2%, air panas (60oC),
dan H2SO4 96%, larutan NaCl 1%, larutan tetrazolium, alkohol, agar, gula,
aquades, stok (makro, mikro, vitamin, 24 D, dan FeSO3NaSO4), plantet anggrek
dan betadine. Metode yang digunakan dalam praktikum penentuan bahan kering
kecambah normal yaitu kecambah benih dioven. Acara penetapan kadar air benih
yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Acara pematahan dormansi
benih yaitu dengan uji fisik dan fisiologis pada benih. Acara pengujian daya
kecambah benih yaitu metode udk pada benih cabai dan ukddp pada benih
mentimun. Acara uji vigor benih dengan NaCl yaitu metode ukddp pada benih
kedelai. Acara struktur benih yaitu mengamati struktur benih jagung dan kedelai.
Acara uji cepat viabilitas benih dengan tetrazolium yaitu merendam benih jagung
dengan tetrazolium. Acara proses pembersihan benih yaitu benih kedelai
dipisahkan dari kotoran. Acara alat pembagi benih yaitu benih kedelai
dimasukkan ke dalam seed divider. Acara subkultur explan in vitro anggrek
adalah mengkultur benih anggrek bulan pada teknik in vitro.
Hasil praktikum teknologi benih adalah bobot bahan kering Dena 0,313 g,
Gepak Kuning 0,139 g. Kadar air benih jagung memenuhi standar yaitu 5,79%.
Pematahan dormansi benih padi pada perlakuan air panas dan KNO3 100%
memenuhi standar, sedangkan benih jagung tidak memenuhi standar. Daya
berkecambah benih cabai dan mentimun 95%. Daya kecambah perlakuan NaCl
12%. Struktur benih kedelai yaitu kulit benih, epikotil, hipokotil, radikula dan
kotiledon, sedangkan struktur benih jagung yaitu kulit biji, kotiledon, endosperm,
epikotil, dan radikula. Benih viabel 4 pasang, semi viabel 3 pasang, dan non
viabel 3 pasang. Kemurnian benih kedelai 82%. Benih terbagi menjadi dua bagian
yaitu 5,01 g dan 4, 98 g. Subkultur anggrek mengalami kontaminasi di hari ke-5.

Kata kunci: benih, dormansi, kadar air, viabilitas dan vigor.

iv
v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
RINGKASAN ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii
DAFTAR ILUSTRASI ............................................................................. ix
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2
2.1. Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal....................... 2
2.2. Penetapan Kadar Air Benih ................................................. 3
2.3. Metode Pematahan Dormansi Benih .................................... 4
2.4. Pengujian Daya Kecambah Benih ........................................ 6
2.5. Uji Vigor Benih dengan NaCl ............................................. 7
2.6. Struktur Benih ..................................................................... 9
2.7. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium ................. 11
2.8. Proses Pembersihan Benih .................................................. 12
2.9. Alat Pembagi Benih ............................................................. 14
2.10. Subkultur Eksplan In Vitro ................................................... 14

BAB III. MATERI DAN METODE ....................................................... 19

3.1. Materi ...................................................................................... 19


3.2. Metode .................................................................................... 20
3.2.1. Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal ............. 20
3.2.2. Penetapan Kadar Air Benih ........................................ 21
3.2.3. Metode Pematahan Dormansi Benih .......................... 21
3.2.4. Pengujian Daya Kecambah Benih .............................. 22
3.2.5. Uji Vigor Benih dengan NaCl ................................... 22
3.2.6. Sruktur Benih ............................................................. 23
3.2.7. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium ....... 23
3.2.8. Proses Pembersihan Benih.......................................... 23
3.2.9. Alat Pembagi Benih .................................................... 24
3.2.10. Subkultur Eksplan In Vitro ......................................... 24

v
vi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 25


4.1. Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal....................... 25
4.2. Penetapan Kadar Air Benih ................................................. 27
4.3. Metode Pematahan Dormansi Benih .................................... 29
4.4. Pengujian Daya Kecambah Benih ........................................ 32
4.5. Uji Vigor Benih dengan NaCl ............................................. 35
4.6. Sruktur Benih ...................................................................... 36
4.7. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium ................. 39
4.8. Proses Pembersihan Benih ................................................... 41
4.9. Alat Pembagi Benih ............................................................. 42
4.10. Subkultur Eksplan In Vitro ................................................... 43

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 48


5.1. Simpulan ................................................................................. 48
5.2. Saran ....................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 49


LAMPIRAN ............................................................................................ 58

vi
vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal ............... 25


Tabel 2. Kadar Air Benih Dengan Metode Langsung .......................... 27
Tabel 3. Kadar Air Benih Dengan Metode Tidak Langsung ............... 27
Tabel 4. Hasil Pengamatan Dormansi Fisiologi Benih Padi ................ 29
Tabel 5. Hasil Pengamatan Dormansi Fisik Benih Gamal ................... 30
Tabel 6. Hasil Perhitungan Daya Kecambah Benih Cabai ................... 32
Tabel 7. Hasil Perhitungan Daya Kecambah Benih Mentimun ........... 33
Tabel 8. Hasil Uji Vigor Benih Kedelai (Glycine max L.) ................... 35
Tabel 9. Hasil Pengujian Benih Dengan Tetrazolium .......................... 39
Tabel 10. Efisiensi Pemilahan Benih ..................................................... 41
Tabel 11. Hasil Berat Benih Setelah Dimasukkan Alat Seed Divider.... 42

vii
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Bahan Kering Kecambah ................................ 58

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Air Benih (Metode Langsung) ............. 61

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Air Benih (Metode Tidak Langsung) .. 62

Lampiran 4. Pengamatan Dormansi Fisiologis Benih Padi .. .................. 63

Lampiran 5. Pengamatan Dormansi Fisik Benih Gamal.... ..................... 65

Lampiran 6. Perhitungan Uji Vigor Benih dengan NaCl ........................ 67

Lampiran 7. Perhitungan Daya Kecambah Benih ................................... 68

Lampiran 8. Dokumentasi Praktikum Struktur Benih ............................. 71

Lampiran 9. Perhitungan Uji Kemurnian Benih ..... ............................... 72

Lampiran 10. Dokumentasi Praktikum Alat Pembagi Benih .................. 74

Lampiran 11. Komposisi Media Kultur Jaringan ................ ................... 75

viii
ix

DAFTAR ILUSTRASI

Halaman
Ilustrasi 1. Gambar Tipe Perkecambahan Benih.... ................................. 34
Ilustrasi 2. Gambar Struktur Benih Jagung (Zea mays L.) .................... 36
Ilustrasi 3. Gambar Struktur Benih Kedelai (Glycine max L.) .............. 38
Ilustrasi 3. Kultur Jaringan Anggrek Bulan .......... .................................. 43
Ilustrasi 5. Media Kultur Jaringan Anggrek ........................................... 44
Ilustrasi 6. Transplantasi Eksplan Anggrek.......................................... .. 45
Ilustrasi 7. Kultur Jaringan Anggrek Bulan hari ke-5 ............................ 46

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

Teknologi benih adalah ilmu mengenai cara-cara memperbaiki sifat genetik


dan sifat fisik benih. Teknologi benih mencakup kegiatan-kegiatan seperti
pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih,
pengolahan benih, penyimpanan benih, pengujian benih serta sertifikasi benih.
Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak
tanaman. Benih bermutu tinggi harus mampu menghasilkan tanaman yang
berproduksi maksimal dengan sarana teknologi yang maju. Benih memiliki 3
macam mutu benih yaitu mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu fisik. Mutu
genetik benih yaitu sifat yang mempengaruhi persentase kemurnian benih meliputi
kemurnian benih sesuai genetik dan kebenaran varietas, mulai dari benih penjenis,
benih dasar, benih pokok dan benih sebar. Mutu fisiologis meliputi viabilitas
benih yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih serta benih
bebas dari hama dan penyakit . Mutu fisik merupakan penampilan benih secara
prima bila dilihat secara fisk meliputi kebersihan benih, bernas, ukuran yang
homogen, warna cerah dan tidak rusak mekanik.
Tujuan mempelajari ilmu teknologi benih yaitu untuk mengetahui cara
memperoleh benih dari suatu tanaman dengan beberapa metode yang
memudahkan untuk mendapatkan benih, serta untuk memahaminya. Mengetahui
tentang pengolahan benih sehingga ketika tumbuh mampu menghasilkan
tumbuhan atau tanaman yang berkualitas dengan tata cara penyimpanan atau
pengepakan benih sehingga kualitas tetap terjaga dan mampu meningkatkan hasil
produksi tanaman ketika benih itu tumbuh. Manfaat mempelajari ilmu teknologi
benih yaitu dapat menghasilkan benih yang berlipat ganda dengan cepat untuk
meningkatkan produksi pertanian, pasokan benih tersedia tepat waktu dengan
varietas benih baru dapat tersedia kapan saja, menghasilkan benih yang terjamin
mutunya sehingga lebih tahan lama dan berkualitas tinggi serta mengahasilkan
benih berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi para petani.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal

Kedelai merupakan komoditas yang memiliki nilai komersial dan prospek


yang baik untuk dikembangkan karena sangat dibutuhkan oleh penduduk
Indonesia sebagai sumber protein nabati (Ratnasari, 2015). Tanaman kedelai
memiliki banyak varietas benih, setiap varietas memiliki sifat genetik yang tidak
sama. Varietas gepak kuning mempunyai daya kecambah tinggi yaitu 92,5% dan
varietas dena mempunyai rata-rata daya kecamabah 52,4 % (Zahrah, 2011).
Kecambah dikatakan normal apabila semua bagiannya akar, hipokotil atau
skutelum, plumula, kotiledon menunjukkan kesempurnaan dan lengkap tanpa
kerusakkan, kecambah dinyatakan abnormal apabila salah satu bagiannya tidak
muncul atau tidak sempurna, dan benih dinyatakan mati apabila sampai akhir
periode pengujian tidak menunjukkan gejala perkecambahan benih dan bukan
merupakan benih keras (Sutopo, 2010). Pengujian mutu benih merupakan
pengujian yang dilakukan dalam proses sertifikasi, pengujian rutin yang
dilakukan adalah pengujian daya yang berkecambah. Pengujian daya
berkecambah memerlukan kondisi optimum pada media perkecambahan, suhu dan
kelembaban (Rahayu dan Suharsi, 2015). Bahan kering merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan menentukan hasil tanaman. Bahan
kering rendah menunjukkan rendahnya cadangan makanan benih dan bobot kering
menunjukkan aktivitas benih pada masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang mengubah energi matahari menjadi kimia (Saleh dan Fathurrahman, 2011).
Uji daya kecambah dilakukan untuk mengetahui potensi benih yang dapat
berkecambah dari suatu kelompok benih pada suatu varietas atau satuan berat
pada benih (Mulyana dan Asmarahman, 2012). Pengujian daya kecambah adalah
mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan
perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya.
3

Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah


menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu dengan
pengujian secara langsung agar benih mudah berkecambah (Gunawan, 2011).
Daya kecambah benih memiliki standar untuk ketentuan benih yang baik yaitu
diatas 85 % (Rahayu dkk., 2009).
Kadar air kecambah merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi daya simpan benih. Kadar benih yang terlalu tinggi dapat memacu
respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh (Sutopo, 2010). Faktor yang
mempengaruhi daya kecambah benih kedelai selama penyimpanan adalah mutu
dan daya kecambah sebelum disimpan, kadar air benih, kelembapan ruangan
penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, hama dan penyakit di tempat
penyimpanan dan lama penyimpanan (Samuel dkk., 2012). Kadar air dan lama
penyimpanan terjadi hubungan interaksi, apabila benih kedelai kadar air tinggi
disimpan dalam waktu yang lama akan mempengaruhi nilai tingkat kemunduran
rata-rata daya kecambah (Samuel dkk., 2012).

2.2. Penetapan Kadar Air Benih

Kadar air benih merupakan pengurangan air akibat proses pengeringan pada
benih. Kadar air benih adalah kuantitas air yang hilang karena pengeringan yang
diukur dengan metode oven secara tidak langsung dan dinyatakan dalam persen
terhadap berat basah (awal) contoh benih (Pratama, 2014).Benih jagung dan padi
termasuk dalam benih yang dapat dikurangi kadar airnya dan dapat disimpan
lama. Benih jagung dan benih padi termasuk benih jenis ortodoks yaitu benih
yang dapat diturunkan kadar airnya dan dapat disimpan pada suhu rendah
sehingga dapat bertahan lama (Tefa dkk., 2019).Kadar air benih ortodoks yaitu
kurang dari 12%. Benih ortodoks seperti padi dapat disimpan pada kadar air
kurang dari 12% (Febriyanti dan Surahman, 2015). Jagung memiliki kadar air saat
pemipilan berkisar antara 20 – 30% dan mengalami penurunan sebesar 10 – 20%.
Benih jagung yang merupakan benih ortodoks mempunyai kadar air yang berkisar
8,98-10,45% (Landeng dkk., 2017). Kadar benih sangat menentukan mutu benih,
4

tingkat kerusakan mekanis saat pengolahan, kemampuan benih dalam


mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan. Kadar air merupakan faktor
yang paling mempengaruhi kemunduran benih dengan menurunnya vigor dan
viabilitas benih (Dinarto, 2010). Kadar air juga menentukan bahwa benih tersebut
sudah masak secara fisiologis. Kadar air merupakan salah satu tolok ukur yang
dapat menentukan benih tersebut sudah mencapai masak fisiologi (Hakim dan
Suhartanto, 2015).
Kadar air benih pada waktu pemanenan umumnya berkisar antara 10 – 20%.
Kandungan kadar air benih 10- 20% pada waktu pemanenan adalah normal pada
kebanyakan benih dan benih yang belum masak fisiologi mempunyai kandungan
air sangat tinggi yang dapat mencapai 30-40% (Hakim dan Suhartanto, 2015).
Steinlite Moisture Tester adalah alat untuk mengukur kadar air benih secara tidak
langsung. Alat untuk pengujian kadar benih serta mendapatkan hasil yang falid
yaitu dengan menggunakan Steinlite Moisture Tester (Pratama, 2014).
Metode langsung pada perhitungan kadar air benih yaitu dengan melakukan
pengovenan benih selama 24 jam. Kadar air benih suatu tanaman diukur dengan
metode langsung yakni melalui proses pengovenan dengan suhu 103°C selama 24
jam (Suryanto, 2013). Metode tidak langsung pada perhitungan kadar air benih
menggunakan alat Steinlite Moisture Tester. Perhitungan kadar air benih dengan
metode tidak langsung menggunakan alat Moisture Tester atau alat digital dalam
perhitungan kadar air benih (Pratama, 2014).

2.3. Metode Pematahan Dormansi Benih

Dormansi benih adalah suatu kondisi dimana benih tidak berkecambah


walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Dormansi benih nerupakan
ketidakmampuan suatu benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran
keadaan tertentu yang luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tanaman
tersebut (Kartika dkk., 2015). After rippening merupakan proses dormansi yang
terdapat pada benih padi. Benih yang baru dipanen pada umumnya mengalami
dormansi walaupun embrio telah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan
5

mendukung untuk berkecambah dan dapat dipecah jika benih mengalami


penyimpanan kering yang disebut dengan after-rippening (Tefa, 2017).
Skarifikasi adalah proses untuk mematahkan dormansi pada benih.
Skarifikasi adalah salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada
benih keras karena meningkatkan imbibisi benih (Dharma dkk., 2015). Metode
pematahan dormansi pada benih ada 3 cara yaitu secara kimia, mekanik, dan fisik.
Skarifikasi mekanik seperti pengamplasan, pengikiran, pemotongan, peretakkan,
penusukan bagian tertentu pada benih agar memudahkan difusi air, skarifikasi
fisik dilakukan dengan perendaman menggunakan air dan skarifikasi kimiawi
untuk melunakkan kulit benih dan pada dormansi endogenus disebabkan oleh
sifat-sifat tertentu pada benih, dilakukan dengan penggunaan hormon seperti
KNO3 (Yuniarti, 2013).
Fungsi KNO3 pada dormansi benih digunakan untuk menghambat oksigen
yang masuk untuk proses perkecambahan benih. KNO3 berfungsi mempercepat
penerimaan oksigen yang berhubungan dengan aktivitas lintasan pentosa fosfat,
dimana ketersediaan O2 terbatas mengakibatkan lintasan menjadi tidak aktif
karena digunakan untuk aktivitas respirasi melalui lintasan lain (Rori dkk., 2018).
Air panas berfungsi untuk mematahkan dormansi pada benih. Perendalam benih
dalam air panas diduga dapat mematahkan dormansi benih (Oben dkk., 2014).
Lartutan H2SO4 digunakan untuk melunakkan kulit luar benih.Perlakuan
dengan menggunakan bahan kimia sering digunakan untuk memecah dormansi
pada benih dan menjadikan kulit benih atau biji menjadi lebih mudah untuk
diserap air pada proses imbibisi dan larutan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4)
sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat, sehingga kulit
biji menjadi lunak (Fitri, 2015). Proses pengamplasan pada benih bertujuan untuk
melemahkan kulit benih yang keras. Menggosok benih dengan kertas amplas akan
melemahkan kulit benih yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air dan
gas dan penyerapannya lebih optimum (Sutopo, 2010).
6

2.4. Pengujian Daya Kecambah Benih

Viabilitas benih adalah daya kecambah benih yang dapat ditunjukkan


melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan pada benih tanaman.
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang bisa diamati melalui fenomena
pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom, atau garis viabilitas saat
kondisi optimum (Utami, 2013). Komoditas benih tanaman pertanian dikatakan
memiliki tingkat viabilitas benih yang dikatagorikan tinggi apabila daya
berkecambahnya > 85% dan viabilitas benih dikatagorikan rendah apabila daya
kecambahnya < 75% (Suwarno dan Hapsari, 2009). Daya kecambah benih
merupakan tolak ukur kemampuan benih untuk dapat tumbuh normal yang dapat
menjabarkan parameter viabilitas potensial benih (Suyita dan Syamsuwida, 2017).
Faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas benih itu sendiri yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi viabilitas
suatu benih yaitu kadar air, viabilitas awal, sifat genetik, dan ketersediaan
cadangan makanan yang cukup, sedangkan faktor eksternal mempengaruhi
viabilitas benih yaitu kemasan benih, mikroorganisme, perlakuan manusia, suhu
dan kelembaban ruang simpan benih (Paramita dkk., 2018). Benih-benih yang
mengalami keterlambatan dalam berkecambah dapat dipacu perkecambahannya
dengan perlakuan-perlakuan tertentu, seperti merendam benih dalam suatu larutan
yang mengandung unsur-unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang diharapkan
benih-benih yang memiliki viabilitas yang rendah dapat ditingkatkan tingkat
viabilitasnya (Surtinah, 2010).
Pengujian daya kecambah untuk mengetahui viabiltas benih dilakukan
dengan dua macam metode yaitu Uji diatas Kertas/Tissue atau UDK dan Uji
Kertas Digulung dalam plastik atau UKDdp. Uji Diatas Kertas/tissue merupakan
penanaman benih diatas kertas/tissue (Amanah dkk., 2016). Metode kedua yang
digunakan adalah dengan metode Uji Kertas/tissue Digulung dalam plastik.
Metode UKDdp atau Uji Kertas Digulung dalam plastik adalah metode
penanaman benih yang dilakukan diatas kertas/tissue yang kemudian digulung
dengan plastik (Rahayu dan Suharsi, 2015).
7

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak


dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Cabai merupakan salah satu komoditas
sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia (Syukur dkk., 2009).
Cabai adalah sayuran yang banyak tumbuh dan dimanfaatkan di Indonesia sebagai
bumbu, bahan makanan serta obat-obatan. Cabai yang baik memiliki standar daya
tumbuh 60% (Astutik dkk., 2017). Tanaman mentimun juga memiliki presentase
sendiri acuan bahwa mentimun memiliki daya berkecambah yang baik atau tidak.
Daya kecambah benih mentimun mempunyai standar nasional di Indonesia adalah
75% (Lesilolo dkk., 2012). Standar Nasional Indonesia (SNI) daya kecambah
benih tanaman cabai dan mentimun sebesar 75% (Ningsih dkk., 2018).
Tipe perkecambahan hipogeal yaitu perkecambahan yang kotiledonnya
tertinggal di dalam tanah. Perkecambahan hipogeal adalah perkecambahan dengan
hipokotilnya tidak mengalami pemanjangan sehingga kotiledon tidak terangkat
atau tertinggal di dalam tanah (Wisnuwati dan Nugroho 2018). Tipe
perkecambahan epigeal yaitu perkecambahan dengan kotiledon terangkat ke atas
dan hipokotil mengalami pemanjangan hipokotil. Perkecambahan epigeal
merupakan perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon yang
muncul diatas tanah (Marthen dkk., 2013).
Kecambah normal memiliki ciri utama yaitu berupa akarnya yang panjang,
daunnya tumbuh hijau dan batangnya tumbuh dengan baik. Ciri tipe kecambah
normal yaitu akar panjang, daun tegak, epikotil batang tumbuh baik, dan kuncup
ujung utuh (Hayati dkk., 2011). Kecambah abnormal memiliki struktur yang rusak
dan biasanya berwarna cokelat. Tipe kecambah yang abnormal umunmnya
kehilangan sebagian besar bagian struktur pentingnya sehingga struktur kecambah
tidak proporsional (Husain dan Tuiyo, 2012).

2.5. Uji Vigor Benih dengan NaCl

Uji vigor adalah keadaan dimana benih mempunyai sifat sehat dan
perkecambahannya akan memberikan kualitas kecambah yang kuat, seragam dan
mudah beradaptasi pada keadaan setiap lingkungan.Vigor diartikan sebagai
8

kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi lingkungan yang


suboptimal (Immawati dkk., 2013). Kondisi sub optimum adalah suatu kondisi
lapang yang tidak menguntungkan seperti kondisi kekeringan, tanah salinitas,
tanah asam dan tanah berpenyakit (Hidayati dkk., 2013).
Benih yang memiliki vigor tinggi dapat bertahan hidup dengan baik pada
kondisi ekstrem. Lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan mampu bertahan
pada kondisi yang ekstrem dan proses penuaan lambat dibandingkan dengan lot
benih yang mempunyai vigor rendah (Sutopo, 2010). Tanaman yang memiliki
vigor tinggi dapat berproduksi dengan baik pada lingkungan yang optimal dan sub
optimal. Vigor benih yang tinggi memiliki ciri-ciri antara lain tahan disimpan
lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta
mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam
keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal (Yuniarti dkk., 2014). Benih yang
baik memiliki standar daya kecambah diatas 85% (Rahayu dkk., 2009).
Faktor yang mempengaruhi vigor benih antara lain adalah faktor genetik dan
faktor fisiologis. Faktor genetik yang mempengaruhi vigor benih adalah pola
dasar perkecambahan dan pertumbuhan,sedangkan faktor fisiologis adalah semua
proses fisiologis yang merupakan hasil kerja komponen pada sistem biokimia
benih (Sutopo, 2010). Faktor eksternal yang mempengaruhi vigor benih adalah
kondisi lingkungan pada saat memproduksi benih, saat panen, pengolahan,
penyimpanan, dan penanaman kembali (Palupi, 2012).
Salinitas menunjukkan kadar garam terlarut yang ada dalam air maupun
tanah. Salinitas adalah hasil konsentrasi rata-rata zat garam yang terkandung
dalam air (Kristono, 2013). Cekaman osmotik akibat meningkatnya salinitas
disebabkan potensial air meningkat sehingga mengurangi penyerapan air yang
menyebabkan penurunan kandungan air relatif daun yang selanjutnya
menyebabkan dehidrasi sel (Ondrasek dkk., 2009).
Konsentrasi garam yang tinggi dalam tanah berpengaruh pada penyerapan
air dan unsur hara tanaman. Konsentrasi garam di dalam tanah yang tinggi,
terutama garam dari Natrium (Na+) dan Khlor (Cl- ), merusak struktur tanah,
meningkatkan tekanan osmotik sehingga penyerapan air dan unsur hara oleh
9

tanaman terganggu (Koyro dkk., 2011). Konsentrasi NaCl sangat berpengaruh


bagi pertumbuhan. Kandungan NaCl yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, semakin tinggi konsentrasi NaCl maka daya kecambah
akan semakin turun (Dianawati dkk., 2013).

2.6. Struktur Benih

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam jenis
tanaman berbunga dengan keadaan struktur biji tertutup. Jagung (Zea mays L.)
merupakan tanaman yang termasuk kedalam kelas tanaman monokotil atau
berkeping satu (Melwita dan Kurniadi, 2014). Jagung (Zea mays L.) adalah
tanaman yang tergolong kedalam tanaman yang memiliki bunga atau
spermatophyta dengan keadaan struktur biji tertutup atau termasuk kelas
angiospermae (Prasiddha dkk., 2016). Biji jagung biasanya berwarna kuning
karena di dalamnaya mengandung pigmen karotenoid (Ekafitri, 2010). Benih
jagung memiliki kulit benih yang menyatu dengan kulit buahnya. Kulit buah dan
kulit biji pada butir jagung saling melekat erat (Sastrapradja, 2012).
Stuktur benih jagung terdiri dari kulit benih atau perikarp, embrio yang
meliputi epikotil dan radikula, kotiledon serta endosperm. Kulit luar pada benih
jagung yang berwarna kuning atau jingga saling menyatu ini biasa disebut dengan
perikarp. Jagung mempunyai kulit biji tipis seperti kulit mengandung serat yang
disebut perikarp (Kristiari dkk., 2013). Kulit benih berfungsi untuk melindungi
embrio dan mengatur masuknya air kedalam benih. Kulit benih melindungi
embrio benih agar tidak mengalami kerusakan serta mengatur difusi keluar
masuknya air dan gas (Indriana, 2016).
Struktur utama embrio jagung terdiri atas epikotil dan radikula. Epikotil
merupakan bakal embrio yang akan menjadi batang bagian atas serta daun.
Embrio tanaman memiliki sumbu dengan dua buah kutub, yaitu calon akar atau
radikula dan juga calon batang atau epikotil (Mulyani, 2010). Radikula
merupakan bagian embrio yang akan menjadi akar tanaman sehingga radikula
10

sering disebut sebagai bakal akar.Radikula yang merupakan bagian utama dari
embrio yang menjadi bakal akar tanaman (Walida dkk., 2016).
Benih tanaman jagung memiliki cadangan makanan berupa endosperma dan
jadi bagian terbesar struktur benih jagung. Endosperma merupakan jaringan
triploid yang terdapat pada biji, berasal dari penyatuan dua inti polar gametofit
betina dengan satu inti gamet jantan (Sukamto, 2010). Endosperma merupakan
cadangan makanan bagi benih yang berfungsi untuk menyuplai makanan bagi
benih saat proses perkecambahan (Pratama dkk., 2014). Benih yang mempunyai
cadangan makanan berupa endosperm disebut sebagai benih endospermik. Benih
endospermik merupakan benih mempunyai cadangan makanan berupa
endosperma (Hindaningrum dkk., 2014).
Kedelai merupakan tanaman yang termasuk ke dalam jenis tanaman
berbunga serta memiliki biji berkeping dua. Kedelai adalah tanaman yang
termasuk ke dalam tanaman berbunga termasuk ke dalam kelas tanaman
berkeping dua atau dikotil (Binardi, 2014). Kulit benih benih kedelai biasanya
terpisah dari kulit buahnya dan mempunyai warna yang beragam bisa berwarna
hitam ataupun kuning teragantung jenis kedelainya. Kulit benih pada kedelai ada
yang berwarna hitam karena memiliki kandungan lignin yang tinggi,
dibandingkan kulit benih yang berwarna kuning (Hasbianto dan Yasin, 2014)
Struktur benih kedelai terdiri atas kulit benih (testa), embrio (meliputi
epikotil, hipokotil), radikula dan kotiledon. Kulit benih kedelai berupa testa
merupakan lapisan yang berasal dari integumen. Kulit benih umumnya disebut
testa yang berkembang dari satu atau dua integumen (Jayasumarta, 2012). Kulit
benih berfungsi untuk melindungi embrio dan mengatur masuknya air kedalam
benih.Kulit benih (testa) merupakan karakter morfologi yang penting untuk benih
kedelai karena menentukan proses fisiologis embrio, sekaligus dapat menjadi
penutup dan pelindung embrio (Hasbianto dan Yasin, 2014).
Struktur utama embrio kedelai terdiri atas radikula, epikotil dan hipokotil.
Radikula akan berkembang menjadi akar sehingga radikula sering disebut sebagai
bakal akar.Epikotil ialah bakal embrio yang akan berkembang menjadi batang
bagian atas serta daun. Epikotil akan memanjang sehingga plumula keluar
11

menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah (Setyaningsih, 2018).
Hipokotil merupakan bakal embrio yang akan berkembang menjadi batang bagian
bawah kotiledon, sehingga disebut sebagai bakal batang.Hipokotil merupakan
ruas batang yang berkembang dibawah kotiledon (Fadjryani, 2016).
Benih tanaman kedelai memiliki cadangan makanan berupa kotiledon,
karena benih kedelai biasanya tidak mempunyai endosperm sehingga disebut
sebgai benih non-endospemik. Fungsi kotiledon menggantikan fungsi daun yang
mengandung banyak zat amilum sebagai cadangan makanan yang akan dirombak
oleh enzim dan hormon perkecambahan (Haryanti dan Budihastuti, 2015).
Kotiledon merupakan bagian dari embrio menjadi bagian terbesar dari struktur
benih kedelai.Kotiledon memiliki berat sekitar 90% dari bobot benih yang
menjadi cadangan makanan dan akan digunakan oleh embrio untuk tumbuh
danberkembang (Hartawan dkk., 2011).

2.7. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium

Uji tetrazolium adalah metode pewarnaan untuk menguji viabilitas benih


secara cepat menggunakan bahan kimia garam tetrazolium yang dapat
memberikan warna merah sel dan tidak beracun. Uji tetrazolium merupakan uji
aktivitas enzim dehidrogenase jaringan biji untuk mengetahui jaringan tersebut
hidup atau mati pada embrio (Subantoro dan Prabowo, 2013). Viabilitas benih
adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme
dengan gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolak ukur
parameter viabilitas potensial benih. Viabilitas benih diartikan sebagai
kemampuan benih untuk menjadi kecambah normal (Ridha dkk., 2017).
Uji pada viabilitas benih dengan tetrazolium dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi viabilitas benih yaitu kadar air, sifat genetik, viabilitas awal dan
faktor eksternal yaitu suhu dan kelembaban ruang simpan, kemasan,
mikroorganisme, dan manusia (Paramita dkk., 2018). Pola pewarnaan benih
dikategorikan viable bilaembrio terwarnai merah seluruhnya. Benih dikategorikan
12

semi viable apabila sebagian embrio yang berdekatan dengan poros embrio
berwarna merah muda sedangkan benih dikategorikan non-viablebila embrio tidak
terwarnai seluruhnya dan terjadi kerusakan yang menyebabkan benih tidak
berkecambah normal dan termasuk benih mati (Fatmawati dkk., 2018).
Prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari benih
setelah direndam dalam larutan tetrazolium karena adanya pemecahan garam
tetrazolium oleh enzim suksinat reduktase yang intensitasnya dapat mengetahui
mana benih hidup dan benih mati (Romualdo dkk., 2010). Tujuan pengujian
tetrazolium pada viabilitas benih yaitu memperoleh prosedur perlakuan yang
sesuai untuk pengujian tetrazolium benih jagung, mengetahui metode
pengusangan yang sesuai untuk benih jagung serta memperoleh pola pewarnaan
pada embrio sebagai indikasi tidak langsung untuk mendeteksi viabilitas pada
benih jagung (Fatmawati dkk., 2018). Manfaat dari pengujian tetrazolium ini yaitu
membantu perkecambahan untuk benih-benih yang dorman dan lambat untuk
melakukan perkecambahan (Prabowo dan Subantoro, 2013).

2.8. Proses Pembersihan Benih

Kedelai merupakan tanaman pangan yang dikenal luas oleh masyarakat


karena merupakan sumber protein nabati dengan harga terjangkau oleh sebagian
besar masyarakat. Kedelai adalah salah satu contoh tanaman anggota kacang-
kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan (Purwaningsih dkk.,2012). Kedelai
memiliki peran penting sebagai sumber protein, karbohidrat dan minyak nabati.
Kedelai memiliki 100 g biji kedelai mengandung 18% lemak, 35% karbohidrat,
8% air, 330 kalori, dan 35% protein serta 5,25% mineral (Marliah dkk., 2012).
Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Kedelai merupakan komoditas
strategis dalam sistem ketahanan pangan nasional karena telah menjadi bagian
penting dari menu makanan sebagian besar masyarakat di Indonesia, baik di
perkotaan maupun perdesaan (Krisdiana, 2013). Benih kedelai merupakan salah
13

satu contoh benih yang cepat mengalami deteriorasi atau penurunan viabilitas dan
vigor terutama jika disimpan pada kondisi ruang penyimpanan yang kurang
optimum (Yulyatin dan Diratmaja, 2015).
Kemurnian benih adalah presentase berat benih yang terdapat dari suatu
sampel benih. Kemurnian benih merupakan indikator seberapa besar campuran
bahan yang terikat selain benih (Sundari dkk., 2017). Benih bermutu yaitu
varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetis dari tanaman induknya, mutu
fisiologis yaitu kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang mencakup daya
kecambah dan kekuatan tumbuh benih dan mutu fisik benih yaitu penampilan
benih secara prima dilihat secara fisik seperti ukuran homogen, bernas, bersih dari
campuran, bebas hama dan penyakit, dan kemasan menarik, Benih bermutu
sangaat tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah) lebih dari
80%(tergantung jenis dan kelas benih) dan nilai kadar air dibawah
13%(tergantung jenis benih) (Darwis, 2016).
Benih murni suatu jenis dan banyaknya kotoran dan benih lain yang
terkandung di dalamnya. Benih murni berarti benih tersebut tidak tercampur
dengan jenis lain baik sesame varietasnya (Sujianto dan Wahyudi, 2015). Ciri
benih murni yaitu benih bersih, benih murni dan benih sehat. Benih bersih dan
terbebas dari kotoran, seperti potongan tangkai, biji- bijian lain, debu dan kerikil,
benih murni tidak tercampur dengan varietas lain, warna benih terang dan tidak
kusam, benih mulus tidak bebercak, kulit tidak terkelupas, benih sehat tidak
keriput, ukurannya normal dan seragam (Megananto dan Dhito, 2018).
Benih sehat yang berdaya tumbuh tinggi, benih yang sehat akan
menghasilkan tanaman yang sehat pula. Tanaman yang sehat mampu
mempertahankan diri dari serangan hama, dengan kemampuan tumbuh kembali
(recovery) yang lebih cepat. Benih sehat tersebut bebas dari bakteri
mikroorganisme,bakteri,cendawan, maupun virus (Saylendra, 2010). Kemurnian
benih adalah tingkat kebersihan benih dari materi non benih atau benih varietas
lain yang diharapkan dan biasanya kemurnian benih dinyatakan dalam presentase
dengan standar kemurnian benih itu sendiri minimal 98,0% (Prasekti, 2015)
14

2.9. Alat Pembagi Benih

Seed divider adalah salah satu alat yang dapat membantu dalam pemisahan
dan pemilahan benih yang diciptakan oleh Boerner, sehingga sering disebut
sebagai seed divider tipe Boerner. Alat seed divider Boerner cocok digunakan
untuk membagi benih menjadi dua bagian hampir sama besar (AOSA, 2011).
Seed divider terdiri atas beberapa bagian diantaranya hopper, valve atau katup
serta panci yang terletak di bagian bawahnya untuk menampung benih yang sudah
terpisah (Kozlowski, 2012).
Alat pembagi benih seed divider menggunakan prinsip kerja gravitasi
sehingga benih jatuh ke bawah. Seed divider merupakan alat pemisah serta
pemilah benih dengan menggunakan prinsip kerja berdasarkan gravitasi yaitu
benih yang di tuang pada corong terbalik akan jatuh setelah valve dibuka
kemudian masuk ruang dan meluncur melalui saluran kemudian jatuh pada wadah
dibawahnya (Yuniarti, 2016). Pembagian benih menggunakan seed divider
biasanya kurang tepat atau tidak merata. Ukuran benih yang terlalu kecil atau
tidak seragam akan tersangkut atau tertinggal sehingga pembagiannya kurang
tepat (Marie dkk., 2012).
Tujuan utama dari menggunakan alat pembagi benih seed divider tipe
Boerner yaitu untuk membagi benih tanaman menjadi dua bagian dengan cepat
sehingga memudahkan proses pembagian benih tanaman. Tujuan penggunaan
seed divider adalah untuk membagi benih menjadi dua bagian sama besar dengan
cepat (Shepherd, 2012). Alat pembagi benih seed divider dapat juga digunakan
untuk menghomogenkan sampel sebelum nantinya sampel dikurangi untuk
subsampel (Bahadur dkk., 2012).

2.10. Subkultur Eksplan In Vitro atau Kultur Jaringan Anggrek

Anggrek bulan (Phalaeopnosis amabilis) merupakan salah satu tanaman


hias yang sangat populer di Indonesia. Jenis anggrek ini sangat disukai karena
lama mekar bunga Phalaenopsis dapat berlangsung beberapa bulan, sehingga
15

bunga Phalaenopsis sangat tahan lama (Djajanegara, 2010). Bunga anggrek


Phalaenopsis amabilis memiliki ukuran bunga besar, mekar serentak, serta
daya tahan bunga yang cukup lama sehingga bunga ini sering dijadikan
induk silangan (Raynalta dan Sukma, 2015).
Anggrek termasuk ke dalam spesies tanaman langka sehingga harus
dikonservasi agar tetap lestari. Kultur in vitro dilakukan untuk konservasi, karena
biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan, sehingga di alam memerlukan
bersimbiose dengan fungi tertentu untuk berkecambah dengan pertumbuhan yang
sangat lambat (Rindang dkk., 2012). Potensi ekonomi anggrek sebagai salah satu
komoditas tanaman yang memiliki peran penting dalam industri hortikultura
sebagai tanaman hias maupun bunga potong ( Priyadi dan Ema, 2016).
Produksi bibit anggrek tergolong sulit karena keterbatasan benih berkualitas
di sisi lain, konsumen menginginkan tanaman dengan warna bunga yang
seragam. Perbanyakan anggrek dengan konvensional membutuhkan waktu yang
lama dan bunganya tidak seragam , karena itu dibutuhkan alternatif lain yaitu
perbanyakan vegetatif dengan teknik kultur jaringan (Fithriyandini dkk., 2015).
Perkembangbiakan anggrek sulit karena keterbatasan benih yang berkualitas
sehingga dilakukannya kultur jaringan pada anggrek (Widiastotety, 2014).
Perbanyakan tanaman anggrek dapat dilakukan dengan teknik kultur
jaringan. Kultur jaringan merupakan metode yang digunakan untuk perbanyakan
tanaman, dengan teknik sel atau jaringan tanaman diisolasikan dari melalui
tanaman yang disebut dengan eksplan dan distimulasi menggunakan media yang
sesuai sehingga tumbuh tanaman baru (Sutriana dkk., 2012). Kultur jaringan
adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman dan ditumbuhkan dalam medium buatan serta dilakukan di tempat
steril ( Ningrum dkk., 2017).
Kultur jaringan dilakukan terhadap suatu tanaman yang umumnya dengan
berbagai alasan yang melatar belakangi. Alasan kultur jaringan dilakukan secara
in vitro karena ada umumnya lingkungan ex vitro dicirikan dengan kelembaban
nisbi udara lebih rendah dan intensitas cahaya lebih tinggi dibandingkan kondisi
in vitro, yang pada akhirnya sering menyebabkan kegagalan pada pertumbuhan
16

plantlet ( Priyadi dan Ema, 2016 ). Manfaat optimal yang didapatkan dari teknik
ini yaitu dengan penguasaan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan dan
perkembangan anggrek secara in vitro ( Tuhuteru dkk., 2012).
Teknik kultur jaringan atau kultur in vitro mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan dengan teknik konvensional. Teknik kultur in vitro dapat
memperbanyak eksplan secara cepat dan mudah memperbanyak tanaman yang
sulit diperbanyak secara konvensional (Zulkarnain, 2009). Sifat kultur in vitro
yang relatif menguntungkan dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan tujuan
konversi maupun komersil karena mampu menghasilkan tanaman baru dengan
sifat yang sama dengan induknya (Hendaryono dan Wijayani, 2012).
Keberhasilan dan kegagalan dalam kultur jaringan disebabkan oleh berbagai
faktor. Keberhasilan kultur jaringan disebabkan oleh pemilihan eksplan yang
berkualitas sehingga kalus yang dihasilkan tumbuh dengan baik, media yang
cocok untuk kalus, kandungan gula cukup untuk sumber energi dan keadaan
eksplan dan media yang aseptik (Sutriana dkk., 2012). Kegagalan dalam kultur
jaringan dikarenakan eksplan dan media yang tidak aseptik, tempat penyimpanan
yang lembab serta pembuatan media yang tidak sesuai (Yasmin dkk., 2018).
Kesterilan saat melakukan transplantasi perlu diperhatikan. Sterilisasi yang
kurang sempurna kemungkinan besar terjadi pada saat pemindahan tunas anggrek
dalam botol kultur berikutnya, apabila pemindahan tunas terlalu lama, maka
mikroba yang ada di udara kemungkinan terbawa sehingga peristiwa kontaminasi
tidak dapat dihindarkan (Rio dkk., 2015). Kontaminasi oleh jamur disebabkan
oleh sterilisasi yang kurang baik terhadap alat, bahan dan pelaku kultur itu sendiri
sehingga mikroba-mikroba yang ada di udara berkembangbiak di dalam media
kultur (Yuliarti, 2010).
Sterilisasi kembali alat-alat transplantasi sangat diperlukan. Sterilisasi
kembali alat-alat saat transplantasi membantu mencegah adanya serangan jamur
Phytum sp. yang menyerang pada saat transplantasi (Sukmadijaja dkk., 2017).
Proses aklimatisasi biasanya terjadi penyerapan CO2 ke dalam daun menurun dan
laju fotosintesisnya juga menurun, Keadaan seperti ini yang sering menyebabkan
17

tanaman dalam proses aklimatisasi memiliki keberhasilan yang rendah dan


persentase hidup yang rendah (Zulkarnain, 2009).
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada
kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Tuhuterudkk., 2012).
Media kultur yang diperlukan harus mengandung unsur hara makro dan mikro,
gula sebagai sumber karbon atau bahan organic lainnya (Djajanegara, 2010 ).
Media tumbuh pada kultur jaringan memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya.
Medium Murashige and Skoog merupakan media yang sering digunakan dalam
kultur jaringan tumbuhan. Medium Murashige and Skoog digunakan karena
mengandung nutrisi makro anorganik, nutrisi mikro anorganik, nutrisi Fe,
vitamin, organik dan zat pengatur tumbuh tanaman (Annatje dkk., 2016).
Komposisi yang digunakan dalam pembuatan media terdiri atas agar sebagai
pemadat dan akuades sebagai pengencer (Purwanitasari dan Hastuti, 2009).
Kandungan masing-masing media mempunyai peranan tersendiri bagi
plantet. Gula sebagai sumber karbon, vitamin berupa tiamin dan hormon untuk
memacu pertumbuhan dan perkembangannya serta pemberian sukrosa dapat
mendorong pertumbuhan vegetatif plantlet sumber energi bagi pertumbuhan dan
perkembangan jaringan yang dikulturkan (Djajanegara, 2010). Ammonium
nitrat, kalsium nitrat dan magnesium nitrat berfungsi sebagai sumber nitrat
sedangkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) berfungsi meningkatkan pembelahan sel,
proliferasi pucuk dan morfogenesis pucuk (Zulkarnain, 2009).
Transplantasi merupakan teknik memindahkan suatu sel atau jaringan suatu
tanaman ke media baru secara steril. Penanaman eksplan dilakukan secara aseptik
di dalam In-Case dengan menggunakan peralatan diseksi (pinset dan gunting),
setiap membuka botol kultur permukaan botol dipanaskan diatas api bunzen dan
peralatan yang akan digunakan, sebelum dimasukkan ke dalam In-case terlebih
dahulu disemprot dengan alkohol 70% ( Tuhuterudkk., 2012). Teknik penanaman
18

secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami banyak tanaman
anggrek dapat mengurangi resiko kematian tanaman anggrek yang sedang
diaklimatisasi, tetapi kemungkinan akan terjadi persaingan dalam mendapatkan
unsur hara antara tanaman satu dengan yang lainnya (Adi dkk., 2014).
Eksplan kemudian dimasukkan kedalam cawan petri (tempat media) yang
berisi campuran air steril dan betadine. Penanaman dilakukan dengan
membenamkan bagian pangkal dari eksplan 5 mm ke dalam media. Selesai
melakukan penanaman, botol kultur yang telah berisi eksplan ditutup dengan
penutup plastic dan dibalut dengan plastik wrap, dengan tujuan menghindari
masuknya cedawan dan bakteri melalui celah botol dan penutup. Pelabelan
dilakukan dalam kultur jaringan, lalu dilakukan pelabelan yang memuat informasi
waktu penanaman, jenis media dan jenis tanaman (Djajanegara, 2010 ). Faktor
lingkugan dalam kultur in vitro dikontrol sedemikian rupa sehingga ideal bagi
pertumbuhan plantet (Priyadi dan Ema, 2016).
Aklimatisasi adalah proses pemindahan bibit dari botol kultur dan
penyesuaian bibit tanaman dengan lingkungan . Aklimatisasi merupakan tahapan
adaptasi plantet dari kondisi lingkungan terkendali in vitro ke kondisi lingkungan
ex vitro yang tidak terkendali (Priyadi dan Ema, 2016). Aklimatisasi dilakukan
dengan cara eksplan dikeluarkan dari botol kultur tanpa merusak akarnya dan
dibersihkan dari sisa-sisa media dengan air mengalir kemudian selanjutnya
eksplan ditanam di lingkungan ex vitro (Priyadi dan Ema, 2016).
19

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Teknologi Benih telah dilaksanakan mulai hari Senin 25 Maret


2019, Senin 25 Maret 2019 tentang Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal
dan Metode Dormansi Benih, Kamis 28 Maret 2019 tentang Pengujian Daya
Kecambah Benih dan Uji Vigor Benih dengan NaCl, Senin 1 April 2019 tentang
Struktur Benih dan Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium, Kamis 4 April
2019 tentang Penetapan Kadar Air Benih, Senin 8 April 2019 tentang Proses
Pembersihan Benih dan Alat Pembagi Benih dan Sabtu 11 Mei 2019 tentang
Subkultur Eksplan In Vitro atau Produksi Bibit Anggrek dengan Teknik Kultur
Jaringan, di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan
dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum teknologi benih adalah benih


kacang kedelai (Gepak kuning, Dena), benih jagung hibrida, benih gamal, benih
padi, benih mentimun, benih cabai, larutan KNO3 0,2%, air panas (60oC), dan
H2SO4 96%, larutan NaCl 1%, larutan tetrazolium, alkohol, agar, gula, aquades,
stok (makro, mikro, vitamin, 24 D, dan FeSO3NaSO4), dan kultur anggrek serta
betadine. Alat yang digunakan dalam praktikum teknologi benih adalah
pengecambah benih untuk mengoptimalkan suhu dan kelembaban di sekitar benih,
kertas tisu dan plastik untuk media tumbuh benih, karet untuk mengikat benih
label untuk memberi keterangan, sprayer untuk menyemprokan aquades, oven
untuk memanaskan dan mengeringkan benih, timbangan untuk menimbang hasil
benih yang telah diujikan, mortar untuk menghancurkan benih, alat steinlite
moisture tester, amplas untuk mengamplas permukaan benih, cawan petri sebagai
media tumbuh benih, cutter untuk membelah benih, gelas ukur, beaker glass,
pengaduk gelas, alat tulis, kamera untuk mendokumentasikan struktur benih, seed
20

divider untuk memisahkan benih, cawan porselein, blender untuk menghancurkan


benih, amplop, semprotan berisi alkohol untuk menyemprotkan alkohol,
erlenmeyer sebagai tempat larutan dicampurkan, stirer untuk menghomogenkan
larutan, autoklaf untuk sterilisasi basah media, botol kultur sebagai tempat media
dan tempat tumbuh kultur anggrek, plastik wraping untuk menutup botol kultur,
plastik dan gelang karet untuk menutup botol kultu, laminar airflow digunakan
sebagai tempat steril proses aklimatisasi, sapu tangan lateks untuk menjaga agar
proses aklimatisasi tidak terkontaminasi tangan langsung,gelas baker untuk wadah
alkohol dan air biasa, pinset untuk mengambil planlet dari botol kultur, bunsen
untuk mensterilkan pinset dan leher botol pot try, alumunium foil untuk menutup
botol dan plastik digunakan untuk merapatkan botol.

3.2. Metode

3.2.1.Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal

Metode yang diterapkan dalam praktikum tentang ini adalah benih kacang
kedelai ditanam dengan metode UKD (Uji Kertas Digulung), 25 butir setiap
gululng dan dikecambahkan dalam alat pengecambah benih, daya perkecambahan
benih dihitung pada hari ke-5. Setelah pengamatan daya berkecambah, lakukan
pengukuran bahan kering kecambah normal dengan cara kantong ditimbang
terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal (Ko), kotiledon dibung dengan hati-
hati, kecambah yang sudah dibuang kotiledonnya dimasukkan kedalam amplop,
amplop berisi kecambah dimasukkan dalam oven 60˚C selama 2 x 24 jam,
selanjutnya ditunggu sampai amplop dingin dan ditimbang (Ka), kantong yang
berisi kecambah dimasukkan kembali dalam oven selama 2 jam, setelah itu
ditunggu sampai dingin, bahan kering kecambah dihitung dengan rumus = bahan
kering kecambah (K1) – bobot awal (Ko).
21

3.2.2. Penetapan Kadar Air Benih

Metode langsung yaitu dengan benih jagung hibrida diambil untuk masing-
masing lot 5 g sebanyak 2 ulangan, kemudian dihancurkan dengan menggunakan
mortar dan alu, kemudian cawan (B1) ditimbang, kemudian benih yang sudah
dihancurkan dimasukkan ke dalam cawan dan menimbang kembali (B2),
selanjutnya memasukkan cawan ersebut ke dalam oven 60℃ selama 1 x 24 jam,
kemudian setelah 1 hari cawan di oven kemudian dikeluarkan dari oven,
selanjutnya ditunggu hingga dingin. Benih ditimbang dengan cawan yang telah di
oven tadi dan mencatat beratnya. Metode tidak langsung yaitu dengan
menggunaan alat Steinlite moisture tester dan melakukan sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat untuk masing-masing lot benih padi dan jagung.

3.2.3. Metode Pematahan Dormansi Benih

Metode yang digunakan pada praktikum pematahan dormansi benih yaitu


pada dormansi fisiologi benih padi diberi 3 perlakuan P0 (kontrol), P1
(perendaman KNO3 0,2% selama 24 jam), dan P2 (perendaman dengan air panas
selama 24 jam) masing-masing perlakuan 2 ulangan x 25 butir benih, setelah
perlakuan menanam benih padi dengan metode Uji Kertas Digulung dalam plastik
(UKDdp). Dormansi fisik yaitu dengan benih gamal yang diberi 3 perlakuan D0
(kontrol), D1 (perendaman dengan air panas selama 10 menit (secara fisik)), D2
(perendaman H2SO4 1% selama 2 – 3 menit (secara kimiawi), setelah itu mencuci
dengan air mengalir), D3 (diamplas (secara mekanik)), masing-masing perlakuan
2 ulangan x 25 butir benih, setelah perlakuan menanam benih dengan metode Uji
Kertas Digulung dalam plastik (UKDdp) dan diamati selama 14 hari.
22

3.2.4. Pengujian Daya Berkecambah Benih

Metode yang digunakan dalam praktikum tentang penggujian daya


beerkecambah benih adalah metode Uji Diatas Kertas (UDK) dan Uji Kertas
Digulung Dalam Plastik (UKDdp). Metode Uji Diatas Kertas (UDK) dilakukan
dengan disiapkan cawan petri dan dilapisi kertas tissue. Benih cabai ditanam di
atas tissue. Benih disiram dengan air dan ditutup dengan cawan petri. Kemudian
cawan petri diletakkan pada suhu ruang dan buka tutup cawan petri jika benih
sudar berkecambah. Lalu dimati jumlah kecambah normal pada 7 hari setelah
tanam.
Metode Uji Kertas Digulung Dalam Plastik (UKDdp) dilakukan dengan
disiapkan plastik sebagai alas. Selanjutnya diletakkan 5 lembar tissue di atas
plastik. Benih mentimun ditanam, benih ditutup dengan 3 lembar tissue dan
disiram dengan air. Selanjutnya kertas tissue digulung dan diikat kedua ujungnya
dengan karet. Kecambah normal diamati pada 14 hari setelah tanam.

3.2.5.Uji Vigor Dengan NaCl

Metode yang digunakan dalam praktikum tentang uji vigor dengan NaCl
adalah masing-masing lot benih ditanam sebanyak 25 butir pada kertas tissue yang
sudah dilembabkan dengan larutan NaCl 1%. Perkecambahan dilakukan dengan
metode UKDdp dan metode kontrol. Metode UKDdp yaitu benih kedelai disusun
pada 5 lembar tisu yang dilapisi plastik dan sudah dibasahi dengan air. Metode
kontrol yaitu tissue dilembabkan dengan aquades. Perkecambahan di simpan pada
tempat pengecambah, di rawat setiap hari sesuai dengan perlakuannya. Setelah 7
hari tanaman dilakukan pengamatan. Parameter yang diamati berupa kecambah
normal, kecambah abnormal, dan kecambah mati. Pertumbuhan kedua perlakuan
dibandingkan. Setiap parameter didokumentasikan.
23

3.2.6.Sruktur Benih

Metode yang digunakan pada praktikum struktur benih dimulai dengan


benih direndam selama 24 jam supaya lunak dan mudah untuk diiris, kemudian
benih diiris menggunakan cutter dengan arah vertikal sehingga seluruh bagian
internalnya dapat diamati, benih yang telah diiris tersebut diamati strukturnya
mulai dari kulit benih, embrio dan cadangan makanannya, terakhir benih
digambar secara utuh dan struktur internalnya dan diberi keterangan masing-
masing bagian benih serta benih difoto untuk dibandingkan hasilnya.
Metode yang digunakan pada praktikum proses pembersihan benih adalah
campuran benih ditimbang sebanyak 50 gr, benih dipisahkan secara manual antara
benih kedelai, kotoran daun-daun kering, batuan kecil, dan benih lain, masing-
masing benih ditimbang, dihitung persentase kemurnian benih.

3.2.7.Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium

Metode yang digunakan dalam praktikum pemisahan dan pemilihan benih


adalah dengan cara benih jagung direndam dalam air selama 24 jam tau selama 1
malam agar benih lunak. Bagian embrio benih jagung diiris secara veritkal
menjadi 2 bagian. Benih yang telah diiris diletakkan pada cawan yang telah diisi
oleh larutan tetrazolium selama 15 menit hingga warna benih berubah merah.
Benih diamati perubahan warnanya dan dikelompokkan sesuai dengan
viabilitasnya.

3.2.8.Pembersihan Benih

Metode yang digunakan dalam praktikum pembersihan benih adalah dengan


cara benih kedelai yang belum dibersihkan atau dicampur dengan biji lain, daun
kering, dan batu kerikil. Campuran benih disebut berat benih awal seberat 50 g
gram. Campuran benih dipisahkan dengan alat clipper sehingga kembali menjadi
24

komponen masing masing seperti sebelum dicampur. Berat benih murni dan berat
serasah dicatat untuk dijadikan sebagai data.

3.2.9.Alat Pembagi Benih

Metode yang digunakan pada praktikum alat pembagi benih dimulai dengan
benih kedelai gepak kuning ditimbang seberat 100 g dengan menggunakan
timbangan analitik sebanyak 3 kali ulangan, kemudian benih yang sudah
ditimbang dimasukkan ke dalam alat pembagi benih atau seed divider, lalu benih
yang ada pada masing-masing pintu ditimbang kembali, terakhir hasil beratnya
dirata-rata dan dibuat perbandingan berat benih pada pintu 1 dengan berat benih
pada pintu 2.

3.2.10. Subkultur Eksplan In Vitro atau Kultur Jaringan Anggrek

Metode yang dilakukan pada Praktikum Kultur Jaringan Anggrek adalah


bahan ditimbang sesuai anjuran. Larutan gula dan agar dibuat dan diaduk dengan
hot plate stirer pada suhu 175o C bersama dengan bahan stok sebanyak 500 ml.
Larutan dimasukkan dalam botol kultur kemudian ditutup dengan plastik dan
diberi karet. Larutan disterilisasi basah menggunakan autoklaf selama 1 jam.
Kultur anggrek diinkubasi dalam botol kultur dan diletakkan dalam kultur selama
2 minggu. Kultur jaringan diamati setiap minggu selama 2 minggu dan
pertumbuhan kultur pada media didokumentasi.
Transplantasi eksplan pada media perlakuan dilakukan secara aseptik di
dalam In-case dengan menggunakan pinset, setiap botol kultur dibuka permukaan
botol dipanaskan diatas api bunzen, eksplan kemudian dimasukkan ke botol kultur
baru, penanaman dilakukan dengan bagian pangkal dari eksplan dbenamkan 5 mm
ke dalam media. Selesai melakukan penanaman, botol kultur yang telah berisi
eksplan leher botolnya dilumuri antiseptik lalu ditutup dengan dibalut dengan
plastik wrap kemudian dilapisi lagi dengan alumunium foil, lalu dilakukan
pelabelan. Eksplan diamati pada hari ke-5 dan ke-7.
25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal

Berdasarkan praktikum Penetuan Bahan Kering Kecambah, diperoleh


hasil sebagai berikut :

Tabel 1.Hasil Penentuan Bahan Kering Kecambah Normal


Benih Varietas Daya Bahan kering per Kadar air
Berkecambah kecambah (g) per
(%) kecambah
(%)
Dena1 56% 0,358 88%
Dena 2 72% 0,209 84%
Dena 3 28% 0,373 88%
Kedelai Rata-rata 52% 0,313 87%
Gepak Kuning 1 32% 0,144 87%
Gepak Kuning 2 16% 0,011 96%
Gepak Kuning 3 72% 0,262 59%
Rata-rata 40% 0,139 81%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa daya berkecambah dena


menghasilkan rata-rata 52% sedangkan rata-rata kecambah pada gepak kuning
sebesar 40% yang manandakan bahwa benih kedelai varietas dena dan gepak
kuning memiliki daya berkecambah rendah dan belum memenuhi standar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahayu dkk. (2009) yang menyatakan bahwa standar daya
kecambah benih yang baik untuk benih yaitu di atas 85%.Hal ini sesuai dengan
pendapat Mulyana dan Asmarahman (2012) yang menyatakan bahwa uji daya
kecambah dilakukan untuk mengetahui potensi benih yang dapat berkecambahdari
suatu kelompok atau satuan berat benih.
Rata-rata pada bahan kering kecambah dena yaitu 0,313 dan rata-rata pada
bahan kering gepak kuning yaitu 0,139 yang menunjukkan bahwa bahan kering
26

kecambah dena lebih besar dibandingkan bahan kering kecambah gepak kuning
yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tipe benih, ukuran benih, dan lama
penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Samuel (2011) yang
menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih
kedelai selama penyimpanan adalah mutu dan daya kecambah sebelum disimpan,
kadar air benih,kelembaban ruangan penyimpanan, suhu tempat penyimpanan,
hama dan penyakitdi tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Bahan kering
kecambah merupakan faktor yang menentukan hasil tanaman dan rata-rata bahan
kering yang rendah menunjukkan bahwa tanaman tersebut mempunyai cadangan
makanan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh dan Fathurrahman (2011)
yang menyatakan bahwa bahan kering merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan menentukan hasil tanaman.bahan kering rendah
menunjukkan rendahnya cadangan makanan benih dan bobot kering menunjukkan
aktivitas benih pada masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
mungubah energi matahari menjadi kimia.
Kadar air kecambah benih kedelai didapatkan stabil, memiliki rata-rata
diatas 80%, dengan rata-rata dena 87% dan rata-rata gepak kuning 81% namun
terdapat benih yang tumbuh jamur. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2010)
yang menyatakan bahwa kadar benih yang terlalu tinggi dapat memacu respirasi
dan berbagai cendawan dapat tumbuh. Lama penyimpanan benih yaitu 5 hari yang
merupakan waktu yang tidak terlalu panjang dan menghasilkan kadar air
kecambah yang stabil karena tidak disimpan terlalu lamajadi antara kadar air dan
lama penyimpanan tidak terjadi hubungan interaksi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Samuel dkk (2012) yang menyatakan bahwa kadar air dan lama
penyimpanan akan terjadi hubungan interaksi, apabila benih kedelai disimpan
dalam waktu lama akan mempengaruhi tingkat kemunduran rata-rata daya
kecambah.
27

4.2. Penetapan Kadar Air Benih

Berdasarkan praktikum Penetapan Kadar Air Benih diperoleh hasil sebagai


berikut:

Tabel 2. Kadar Air Benih Dengan Metode Langsung


Benih Kadar air benih langsung (%)
Jagung 5,79%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar air benih jagung
hibrida dengan metode langsung yaitu 5,79% yang tergolong memenuhi standar
kadar air benih ortodoks. Hal ini sesuai dengan pendapat Landeng (2017) yang
menyatakan bahwa kadar air pada jagung yang memenuhi standar berkisar antara
8,98-10,45% dan dapat disimpan pada kadar air dibawah 12%. Metode
pengukuran kadar air benih antara lain metode langsung dan metode tidak
langsung. Kadar air benih pada metode langsung menggunakan cara pemanasan
menggunakan oven suhu konstan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryanto (2013)
yang menyatakan bahwa kadar air benih diukur dengan metode langsung yakni
melalui proses pengovenan dengan suhu 103°C selama 24 jam.

Tabel 3. Kadar Air Benih Dengan Metode Tidak Langsung


Benih Kadar air benih tidak langsung (%)
Padi 11,4
Jagung 12,5
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar air benih padi dengan
metode tidak langsung diperoleh sebesar 11,4% yangtergolong memenuhi standar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bobihoe dkk. (2015) yang menyatakan bahwa
padi dipanen setelah malai menguning 95% dengan kadar air gabah setelah
pengeringan yaitu 12-14% dan sangat mempengaruhi kualitas. Kadar benih padi
saat panen sebelum tahap pengeringan kurang dari 12%. Hal ini sesuai dengan
28

pendapat Febriyanti dan Surahman (2015) yang menyatakan bahwa benih padi
ortodoks atau gabah saat panen mempunyai kadar air berkisar kurang dari 12%.
Kadar air benih jagung hibrida dengan metode tidak langsung diperoleh
12,5% yang melampaui standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Landeng (2017)
yang menyatakan bahwa kadar air pada jagung berkisar antara 12%. Benih jagung
yang merupakan benih ortodosk dapat disimpan pada kadar air yang berkisar 5%.
Hal ini sesuai dengan pendapat Maemunah (2010) yang menyatakan bahwa benih
ortodoks seperti jagung dan padi dapat disimpan lama pada kadar air sekitar 5%.
Benih jagung dan padi termasuk dalam benih yang dapat dikurangi kadar
airnya dan dapat disimpan lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Tefa dkk. (2019)
yang menyatakan bahwa benih jagung dan benih padi termasuk benih ortodoks
yaitu benih yang dapat disimpan lama, dapat diturunkan kadar airnya dan dapat
disimpan pada suhu rendah. Kadar air benih jagung hibrida dengan metode
langsung berbeda dengan kadar air benih jagung hibrida dengan metode tidak
langsung, karena proses penghalusan benih yang kurang maksimal/kurang halus.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Basri (2010) yang menyatakan bahwa
perbedaan kadar air biji disebabkan oleh perbedaan intensitas dan lama
penyinaran matahari yang berlangsung pada saat pengeringan biji.
Perhitungan kadar air benih dengan metode tidak langsung yaitu kadar air
benih diukur tanpa mengeluarkan air dari dalam benih, tetapi dengan
memanfaatkan hambatan listrik dalam benih yang kemudian dikorelasikan dengan
kadar air. Alat yang digunakan dalam metode tidak langsung ini adalah Steinlite
Moisture Tester. Hal ini sesuai dengan pendapat Pratama (2014) yang menyatakan
bahwa pada metode tidak langsung pengujian kadar air benih menggunakan alat
moisture tester. Metode tidak langsung disebut juga metode uji cepat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Setyono (2010) yang menyatakan bahwa metode tidak
langsung sering disebut uji cepat dan penggunaan metode ini lebih praktis namun
hasil pengujian dengan metode ini kurang tepat jika dibandingkan dengan metode
langsung.
29

4.3. Metode Pematahan Dormansi Benih

Berdasarkan praktikum Pematahan Dormansi Benih diperoleh hasil sebagai


berikut:

Tabel 4. Hasil Pengamatan Dormansi Fisiologis Benih Padi (Oryza sativa).


Jumlah benih yang berkecambah pada
Paramater Jumlah benih
perlakuan
(14 HST) yang ditanam
Kontrol KNO3 Air panas
Total kecambah 12 50 50
125
Daya berkecambah 48% 100% 100%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa persentase daya kecambah


pada benih padi yang diberi perlakuan kontrol yaitu 50% yang kurang memenuhi
standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Octavia dan Devi (2018) yang
menyatakan bahwa daya berkecambah normal yang baik pada benih minimal
80%. Perlakuan KNO3 100% yang memenuhi standar daya kecambah benih yang
baik pada padi. Hal ini sesuai dengan pendapat Octavia dan Devi (2018) yang
menyatakan bahwa daya berkecambah normal yang baik pada benih minimal
80%. Perlakuan air panas yaitu 100% yang memen uhi standar daya kecambah
benih yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Octavia dan Devi (2018) yang
menyatakan bahwa daya berkecambah normal yang baik pada benih minimal
80%.
Perlakuan kontrol mempunyai presentase lebih kecil dibanding perlakuan
KNO3 dan air panas karena dormansitidak dapat dipatahkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yuniarti (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan kontrol pada
dormansi benih presentasenya kecil karena pada kontrol tidak dilakukan
perendaman maupun peretakan sehingga dormansi tidak bisa dipatahkan.
Perlakuan KNO3 pada benih mengalami pematahan dormansi yang sempurna
karenaKNO3 mempercepat penerimaan oksigen pada benih sehingga
meningkatkan aktivitas hormon pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat
30

Kasi dkk. (2017) yang menyatakan bahwa KNO3 berfungsi untuk mempercepat
penerimaan benih akan oksigen sehingga benih berkecambah dengan baik.
Perlakuan benih dengan air panas juga mematahakan dormansi sehingga
berkecambah dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Oben dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa perendaman benih dalam air panas diduga dapat mematahkan
dormansi benih. After rippening biasanya dijumpai pada benih padi yang ditandai
dengan benih yang tidak mau berkecmabah ketika baru panen dan baru
berkecambah setelah penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tefa, (2017)
yang menyatakan bahwa After rippening dalam benih yaitu jenis benih yang tidak
mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah
melampaui periode penyimpanan kering. Benih yang baru dipanen pada umumnya
mengalami dormansi walaupun embrio telah terbentuk sempurna dan kondisi
lingkungan mendukung untuk berkecambah dan dapat dipecah jika benih
mengalami penyimpanan kering yang disebut dengan after-rippening dan
biasanya dijumpai pada benih padi.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Dormansi Fisik Benih Gamal(Gliricidia sepium).


Jumlah Jumlah benih yang berkecambah pada
Paramater
benih yang perlakuan
(14 HST)
ditanam Kontrol Fisik Kimia Mekanik
Total kecambah 12 39 35 10
175
Daya berkecambah 48% 78% 70% 20%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa persentase daya


berkecambah pada gamal yang diberi perlakuan kontrol yaitu 48% yang berarti
daya berkecambah benih gamal tidak memenuhi standar dengan beberapa
perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Octavia dan Devi (2018) yang
menyatakan bahwa daya berkecambah normal yang baik pada benih minimal
80%. Perlakuan fisik 78% dengan direndam air panas hasilnya tidak memenuhi
standar daya kecambah normal benih gamal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Octavia dan Devi (2018) yang menyatakan bahwa daya berkecambah normal pada
benih gamal minimal 80%.
31

Perlakuan kimia 70% dengan perendaman pada larutan H2SO4 yang tidak
memenuhi standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Octavia dan Devi (2018) yang
menyatakan bahwa daya berkecambah normal pada benih gamal minimal 80%.
Perlakuan mekanik 20% dengan cara menggosok benih menggunakan amplas
hasilnya juga tidak memenuhi standar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Octavia dan Devi (2018) yang menyatakan bahwa daya
berkecambah normal pada benih gamal minimal 80%.
Presentase daya berkecambah pada benih gamal dengan perlakuan kimia
lebih banyak dibanding dengan perlakuan yang lainnya karena pengaruh asam
sulfat sehingga efektif untuk mematahkan dormansi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Latue dkk. (2019) yang menyatakan bahwa asam kuat sangat efektif
untuk mematahkan dormansi pada biji yang memiliki struktur kulit keras dan
asam sulfat sebagai asam kuat dapat melunakan kulit biji yang keras sehingga
dapat dilalui oleh air dengan mudah dan proses perkecambahan menjadi lebih
cepat. Perlakuan mekanik pada benih juga memiliki presentase yang tinggi karena
dapat mematahan dormansi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo, (2010) yang
menyatakan bahwa menggosok benih dengan kertas amplas akan melemahkan
kulit benih yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas dan
penyerapannya lebih optimum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pematahan dormansi pada benih
dikatakan berhasil yaitu meliputi faktor internal berupa nutrisi dan faktor eksternal
yang berupa suhu. Hal ini sesuai dengan pendapat Latue dkk. (2019) yang
menyatakan bahwa keberhasilan berkecambah saat dormansi benih meliputi faktor
internal yang mendukung perkecambahan biji tersebut serta faktor eksternal yang
meliputi suhu, kadar air, oksigen, dan cahaya. Faktor yang menyebabkan
dormansi pada benih yaitu tidak sempurnanya embrio pada benih atau belum
masak secara fisiologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Husein dan Tuiyo (2012)
yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji
adalah tidak sempurnanya embrio (rudimetery embrio), embrio yang belum
matang secara fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis),
32

kulit biji impermeable dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk


perkecambahan.

4.4. Pengujian Daya Berkecambah Benih

Berdasarkan praktikum Pengujian Daya Kecambah Benih diperoleh hasil


sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Perhitungan Daya Berkecambah Benih Cabai (Capsicum


frustescens L.)
Benih Daya Berkecambah (%) Tipe Perkecambahan
Cabai 95% Epigeal
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan pada tabel 6. diketahui bahwa daya berkecambah benih cabai


sebesar 95% dengan 11 kecambah normal, 8 kecambah abnormal, dan 1 benih
yang mati, artinya benih cabai memiliki daya kecambah yang optimal sudah
memenuhi standar kelulusan benih tanaman pangan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Astutik dkk. (2017) yang menyatakan bahwa
cabai yang baik memiliki standar daya tumbuh sebesar 60%. Hasil ini juga di
dukung oleh pendapat yang dikemukakan Ningsih dkk. (2018) bahwa Standar
Nasional Indonesia (SNI) daya kecambah benih tanaman cabai sebesar 75%.
Jumlah kecambah normal benih cabai berjumlah 11 kecambah dengan
morfologi akar panjang, daun tumbuh tegak, epikotil terlihat jelas, dan disertai
kuncup yang utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayati dkk. (2011) yang
menyatakan bahwa ciri kecambah normal yaitu akar panjang, daun tegak, epikotil
batang tumbuh baik, dan kuncup ujung utuh. Jumlah kecambah abnormal 8
kecambah dengan morfologi akar pendek dan menggulung yang tidak
proporsional. Hal ini sesuai dengan pendapat Husain dan Tuiyo (2012) yang
menyatakan bahwa kecambah abnormal kehilangan bagian struktur pentingnya
sehingga tidak proporsional.
33

Tabel 7. Hasil Perhitungan Daya Berkecambah Benih Mentimun (Cucumis satifus


L.)
Benih Daya Berkecambah (%) Tipe Perkecambahan
Mentimun 95% Hipogeal
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan pada tabel 7. dapat diketahui bahwa daya berkecambah benih


mentimun sebesar 95% dengan 17 kecambah normal, 2 kecambah abnormal, dan
1 benih yang mati, artinya benih memtimun memiliki daya kecambah yang
optimal sudah memenuhi standar kelulusan benih tanaman pangan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lesilolo dkk. (2012) yang menyatakan bahwa standar daya
kecambah mentimun yang baik sebesar 75%. Hal ini di dukung oleh pendapat
yang dikemukakan Ningsih dkk. (2018) yang menyatakan bahwa Standar
Nasional Indonesia (SNI) daya kecambah benih tanaman mentimun memiliki nilai
75%.
Jumlah kecambah normal benih mentimun berjumlah 17 kecambah ditandai
dengan bentuk akar panjang, daun muda dan epikotil terlihat jelas serta kuncup
kecambah utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayati dkk. (2011) yang
menyatakan bahwa kecambah normal memiliki ciri akar panjang, daun tegak,
epikotil batang tumbuh baik, dan kuncup ujung utuh. Daya perkecambahan suatu
benih disebabkan oleh kadar air, sifat genetik, dan ketersediaan cadangan
makanan yang cukup, sedangkan faktor eksternal mempengaruhi viabilitas benih
yaitu kemasan benih, mikroorganisme, perlakuan manusia, suhu dan kelembaban
ruang simpan benih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Paramita dkk. (2018) yang
menyatakan bahwa faktor internal dan ekternal berpengaruh nyata terhadap
viabilitas suatu benih.
Benih cabai dan benih mentimun memiliki viabilitas tinggi, hal ini dapat
diketahui dari daya kecambahnya menunjukkan angka 95% yang artinya benih
tersebut sudah memenuhi standar mutu benih. Hal ini sesuai pendapat yang
dikemukakan oleh Utami (2013) bahwa viabilitas benih merupakan daya hidup
benih yang dapat diamati dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme,
kinerja kromosom, atau garis viabilitas pada kondisi optimum. Angka 95%
34

menunjukkan viabilitas benih yang tinggi. Hal ini sesuai pendapat yang
dikemukakan oleh Suwarno dan Hapsari (2009) bahwa benih tanaman pertanian
mempunyai tingkat viabilitas benih dikategorikan tinggi jika daya berkecambah >
85% dan rendah < 75%.

Benih Cabai (Capsicum frustescens Benih Mentimun (Cucumis satifus L.)


L.)
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019
Ilustrasi 1. Tipe Perkecambahan Benih

Berdasarkan pada ilustrasi 1. diketahui bahwa perkecambahan pada benih


cabai adalah tipe perkecambahan epigeal yaitu perkecambahan dengan kotiledon
terangkat ke atas dengan hipokotil yang mengalami pemanjangan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Marthen dkk. (2013) yang menyatakan bahwa perkecambahan
epigeal merupakan tipe perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan
kotiledon yang muncul diatas tanah. Benih mentimun memiliki tipe
perkecambahan hipogeal yaitu tipe perkecambahan yang kotiledonnya tertinggal
di dalam tanah atau tidak muncul ke permukaan tanah. Hal sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Wisnuwati dan Nugroho (2018) yang
menyatakan bahwa tipe perkecambahan hipogeal adalah perkecambahan dengan
hipokotilnya tidak mengalami pemanjangan sehingga kotiledon tidak terangkat
atau tertinggal di dalam tanah.
35

4.5 Uji Vigor Benih dengan NaCl

Berdasarkan praktikum Uji Vigor Benih dengan NaCl diperoleh hasil


sebagai berikut:

Tabel 8. Uji Vigor Benih Kedelai dengan NaCl


Σ Daya
Σ Kecambah
Perlakuan Kecambah Σbenih mati Berkecambah
abnormal
normal (%)
Kontrol 9 5 22 56%
NaCl - 3 12 12%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel praktikum uji vigor diatas dapat diperoleh data


perlakukan daya berkecambah benih kontrol sebesar 56% dan daya berkecambah
NaCl sebesar 12%, artinya benih kedelai tersebut memiliki daya kecambah yang
rendah sehingga vigornya rendah. Hal ini sesuai pendapat Rahayu dkk. (2009)
yang menyatakan bahwa benih yang baik memiliki daya kecambah diatas 85%.
Perlakuan NaCl memiliki daya kecambah yang lebih rendah daripada perlakuan
control, hal ini disebabkan garam NaCl dapat menghambat keseimbangan hormon
tumbuh sehingga benih mengalami penurunan daya perkecambahan. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Simbolon dkk. (2013) yang menyatakan bahwa garam
NaCl dapat menghambat keseimbangan hormon tumbuh. Uji vigor dapat
memberikan petunjuk mutu benih mengenai mutu fisiologis, fisik lot benih, dan
memberikan keterangan tentang pertumbuhan serta daya simpan suatu lot benih.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Immawati dkk. (2014) yang menyatakan
bahwa vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada
kondisi lingkungan yang suboptimal.
Faktor genetik dan faktor fisiologis dapat mempengaruhi vigor benih. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2010) yang menyatakan bahwa factor genetik
yang mempengaruhi vigor benih adalah pola dasar perkecambahan dan
pertumbuhan, sedangkan faktor fisiologis yang mempengaruhi vigor benih adalah
semua proses fisiologis yang merupakan hasil kerja komponen pada sistem
36

biokimia benih. Salinitas menyebabkan cekaman terhadap tanaman yang


mencakup cekaman osmotik, ketidak-seimbangan hara, dan cekaman oksidatif.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Koyro dkk. (2011) yang menyatakan bahwa
konsentrasi garam di dalam tanah yang tinggi, terutama garam dari Natrium dan
Khlor, merusak struktur tanah, meningkatkan tekanan osmotik sehingga
penyerapan air dan unsur hara oleh tanaman terganggu.

4.6. Struktur Benih

Berdasarkan Praktikum Struktur Benih diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1

2 2

3 3

4
4
5
5

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Data Primer Praktikum


Teknologi Benih, 2019. Teknologi Benih, 2019.
Ilustrasi 2. Gambar Struktur Benih Jagung (Zea mays L.)

Keterangan: 1. Perikarp (Kulit Benih)


2. Kotiledon
3. Endosperm
4. Epikotil
5. Radikula

Berdasarkan ilustrasi 3. dapat diketahui bahwa struktur benih jagung terdiri


atas perikarp (kulit benih), kotiledon, endosperm dan embrio (meliputi epikotil
37

dan radikula). Kulit benih jagung yang berwarna kuning ataupun jingga menyatu
erat dengan kulit buahnya biasa disebut sebagai perikarp. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kristiari dkk. (2013) yang menyatakan bahwa jagung memiliki kulit
benih yang disebut dengan perikarp. Kulit benih berfungsi untuk melindungi
embrio dari kerusakan luar serta mengatur masuknya air dan gas kedalam benih.
Hal ini sesuai dengan pendapat Indriana (2016) yang menyatakan bahwa kulit
benih berfungsi melindungi embrio benih supaya tidak mengalami kerusakan
sekaligus mengatur difusi keluar masuknya air dan gas.
Benih tanaman jagung memiliki endosperma sebagai cadangan makanan.
Endosperma berperan untuk menyuplai makanan selama proses perkecambahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Pratama dkk. (2014) yang menyatakan bahwa
endosperma merupakan cadangan makanan dan berfungsi sebagai penyuplai
makanan bagi benih saat proses perkecambahan. Endosperma menjadi bagian
terbesar dalam struktur benih jagung. Benih yang mempunyai cadangan makanan
berupa endosperm disebut sebagai benih endospermik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hindaningrum dkk. (2014) yang menyatakan bahwa benih endospermik
memiliki endosperm sebagai cadangan makanannya.
Struktur utama embrio pada benih jagung terdiri atas dua buah kutub yaitu
radikula atau calon akar dan epikotil atau calon batang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mulyani (2010) yang menyatakan bahwa embrio memiliki sumbu
dengan dua buah kutub, yaitu calon akar dan calon batang. Epikotil adalah bakal
embrio yang akan berkembang menjadi batang bagian atas serta daun. Radikula
merupakan bagian embrio yang akan berkembang menjadi akar sehingga disebut
sebagai bakal akar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang Walida dkk. (2016) yang
menyatakan bahwa radikula merupakan bakal akar dari tanaman.
38

1 1
2 2
3 3
4
4

5 5

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Data Primer Praktikum


Teknologi Benih, 2019. Teknologi Benih, 2019.
Ilustrasi 3. Gambar Struktur Benih Kedelai (Glycine max L.)

Keterangan: 1. Testa (Kulit Benih)


2. Epikotil
3. Hipokotil
4. Radikula
5. Kotiledon

Berdasarkan ilustrasi 4. diatas dapat diketahui bahwa benih kedelai terdiri


atas kulit benih (testa), embrio (meliputi epikotil, hipokotil), radikula dan
kotiledon. Benih kedelai dan memiliki lapisan kulit luar berupa testa yang
berasal dari integumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Jayasumarta (2012) yang
menyatakan bahwa kulit benih umumnya disebut testa yang berkembang dari satu
atau dua integumen. Kulit benih (testa) menjadi karakter morfologi penting untuk
benih kedelai karena berfungsi untuk melindungi embrio benih dari kerusakan
mekanis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasbianto dan Yasin (2014) yang
menyatakan bahwa kulit benih berfungsi menentukan proses fisiologis embrio,
sekaligus dapat menjadi penutup dan pelindung embrio.
Struktur embrio benih kedelai terdiri atas radikula, epikotil dan hipokotil.
Radikula disebut sebagai bakal akar, epikotil nantinya akan menjadi batang bagian
atas serta daun karena epikotil menjadi bagian yang muncul ke permukaan tanah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setyaningsih (2018) yang menyatakan bahwa
39

epikotil memanjang sehingga plumula keluar menembus testa dan muncul di atas
permukaan tanah. Hipokotil merupakan bakal embrio yang selanjutnya akan
berkembang menjadi batang bagian bawah kotiledon sehingga disebut sebagai
bakal batang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadjryani (2016) yang menyatakan
bahwa hipokotil merupakan ruas batang benih yang berkembang dibawah
kotiledon.
Benih tanaman kedelai mempunyai cadangan makanan berupa kotiledon,
karena benih kedelai biasanya tidak mempunyai endosperm. Hal ini sesuai dengan
pendapat Haryanti dan Budihastuti (2015) yang menyatakan bahwa kotiledon
menggantikan fungsi daun yang mengandung banyak zat amilum sebagai
cadangan makanan kemudian akan dirombak oleh hormon dan enzim
perkecambahan. Kotiledon yaitu bagian dari embrio yang menjadi bagian terbesar
dari struktur benih kedelai. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartawan dkk. ( 2011)
yang menyatakan bahwa kotiledon mempunyai berat sekitar 90% dari bobot benih
berperan sebagai cadangan makanan dan akan digunakan oleh embrio dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan pada perkecambahan

4.7. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium

Berdasarkan praktikum Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium


diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 9. Hasil Pengujian Benih dengan Tetrazolium


Benih Jumlah benih Jumlah benih semi Benih non viabel
viabel viabel
Jagung 4 pasang 3 pasang 3 pasang
Sumber: Data Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah benih jagung yang
viabel terdapat 4 pasang karena embrionya terwarnai merah, biji yang semi viabel
terdapat 3 pasang ditandai dengan embrio berwarna merah muda pudar dan non
viabel terdapat 3 pasang merupakan benih yang memiliki sel putih dan tidak
40

berwarna merah sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Fatmawati dkk. (2018)
yang menyatakan bahwa pola pewarnaan benih dikategorikan viable bila
terwarnai merah seluruhnya, benih dikategorikan semi viable embrio berwarna
merah muda tapi tidak terlalu jelas sedangkan benihnon-viableembrionya
berwarna putih. Benih jagung berwarna merah setelah direndam dalam larutan
tetrazolium, menandakan bahwa pada benih jagung memiliki kondisi yang sehat
dan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Prabowo dan Subantoro (2013) yang
menyatakan bahwa pada biji jagung yang masih sehat, kotiledon dan embrionya
berwarna merah, dan biji ini memberikan persentase perkecambahan yang tinggi
dan benih tumbuh dengan baik dan cepat.
Perbedaan warna pada biji benih yang direndam larutan tertrazolium terjadi
karena pemecahan garam pada tetrazolium yang menghasilkan warna merah dan
putih. Hal ini sesuai dengan pendapat Rumualdo dkk. (2010) yang menyatakan
bahwa prinsip kerja uji Tetrazolium adalah berdasarkan perbedaan warna dari
benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium karena adanya pemecahan
garam tetrazolium oleh enzim suksinat reduktase yang intensitasnya dapat
mengetahui mana benih hidup dan benih mati. Metode pewarnaan yang dihasilkan
pada uji tetrazolium merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase pada jaringan
biji yang dibedakan warna yang dihasilkan pada biji embrio. Hal ini sesuai dengan
pendapat Subantoro dan Prabowo (2013) yang menyatakan bahwa uji tetrazolium
adalah metode pewarnaan yang digunakan untuk menguji viabilitas benih secara
cepat dan merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase pada jaringan biji untuk
mengetahui jaringan tersebut hidup atau mati pada embrio.
41

4.8. Proses Pembersihan Benih

Berdasarkan praktikum Proses Pembersihan Benih, diperoleh hasil sebagai


berikut :

Tabel 10. Efisiensi Pemilahan Benih


Fraksi kemurnian benih Berat (g) Persentase (%)
Benih kedelai murni 41 gr 82%
Benih padi 4 gr 8%
Kotoran 5 gr 10%
Total 50 gr 100%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa benih kedelai total semua
benih 50 g, yang terdiri dari benih kedelai murni 41 gr, benih padi 4 g, dan benih
kotoran lainnya 5 g, sehingga menghasilkan persentase kemurnian sebesar 82 %.
Pengujian kemurnian benih menghasilkan benih kedelai dengan tingkat
kemurnian dibawah standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasekti (2015) yang
menyatakan bahwa standar kemurnian untuk kelas benih minimal 98%. Ciri benih
murni yaitu benih bersih, benih murni dan benih sehat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Megananto dan Dhito (2018) yang menyatakan bahwa benih bersih dan
terbebas dari kotoran, seperti potongan tangkai, biji- bijian lain, debu dan kerikil,
benih murni tidak tercampur dengan varietas lain, warna benih terang dan tidak
kusam, benih mulus tidak bebercak, kulit tidak terkelupas, benih sehat tidak
keriput, ukurannya normal dan seragam.
Benih sehat didefinisikan sebagai benih yang secara fisiologis mempunyai
daya tumbuh dan vigor yang tinggi, serta tidak terkontaminasi atau terinfeksi
pathogen. Hal Ini sesuai dengan pendapat Saleh (2018) benih sehat memiliki ciri
antara lain terlihat dari warna kulit biji mengkilat, bernas (tidak keriput), ukuran
biji normal, kulit biji utuh (tidak retak/pecah), tidak terjadi perubahan warna
(discolorisation) atau busuk, dan tidak terdapat organ patogen berupa hifa dan
badan buah jamur.
42

4.9. Alat Pembagi Benih


Berdasarkan hasil praktikum Alat Pembagi Benih, diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 11. Hasil Berat Benih Setelah Dimasukkan Alat Seed Devider
Ulangan Berat benih Berat benih Perbandingan berat
Benih pada pintu 1 pada pintu 2 benih pintu 1 : pintu
(g) (g) 2
1. 49,5 50,5 4,95 : 5,05
Kedelai 2. 51,5 48,5 5,15 :4,85
Gepak 3. 49,5 50,5 4,95 : 5,05
Kuning Rata-rata 50,17 49,83 5,017 : 4,983
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Berdasarkan tabel di atas diperoleh rata- rata hasil benih pada pintu 1 adalah
50,17 dan rata-rata benih pada pintu 2 adalah 49,83, artinya alat tersebut dapat
memisahkan benih menjadi 2 bagian hampir sama besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat AOSA (2011) yang menyatakan bahwa seed divider digunakan untuk
membagi benih jadi dua bagian. Alat pembagi benih seed divider bekerja sesuai
prinsip gravitasi sehingga benih yang di tuang pada corong terbalik akan jatuh
setelah valve dibuka lalu masuk ke ruang dan meluncur melalui saluran kemudian
jatuh pada wadah dibawahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniarti (2016)
yang menyatakan bahwa seed divider menggunakan prinsip kerja berdasarkan
gravitasi sehingga benih jatuh kebawah.
Alat pembagi benih seed divider terdiri atas beberapa bagian yaitu hopper,
valve atau katup serta panci yang terdapat di bagian bawahnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kozlowski (2012) yang menyatakan bahwa alat seed devider
bagian-bagiannya terdiri dari hopper, valve, dan panci. Tujuan dari menggunakan
alat seed divider yaitu untuk membagi benih tanaman menjadi dua bagian sama
besar secara cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Shepherd (2012) yang
menyatakan bahwa penggunaan seed divider bertujuan untuk membagi benih
menjadi dua bagian dengan cepat.
43

4.10. Subkultur Eksplan In Vitro atau Kultur Jaringan Anggrek

Berdasarkan praktkum Bibit Tanaman Anggrek dengan Media Kultur


Jaringannya telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi


Benih, 2019
Ilustrasi 4. Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)

Berdasarkan ilustrasi diatas produksi bibit anggrek dilakukan melalui teknik


kultur jaringan karena bijinya yang sangat kecil dan tidak memiliki cadangan
makanan sehingga sulit berkecambah dan pertumbuhannya lambat apabila
ditumbuhkan secara konvensional. Hal ini sesuai pendapat Rindang dkk. (2012)
yang menyatakan bahwa untuk konservasi anggrek dapat dilakukan kultur in vitro
sehingga dapat mempercepat pertumbuhan. Kultur jaringan merupakan suatu
teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman tatau
eksplan ke media tumbuh yang sesuai secara aseptik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ningrum dkk. (2017) yang menyatakan bahwa kultur jaringan ialah
metode perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif suatu tanaman yang
ditumbuhkan dalam media buatan dan dilakukan di tempat steril.
44

Teknik kultur jaringan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan


perbanyakan tanaman dengan teknik konvensional karena mampu mengasilkan
bibit tanaman lebih cepat dan ukurannya relatif seragam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zulkarnain (2009) yang menyatakan bahwa teknik kultur in vitro dapat
memproduksi eksplan dengan cepat, dibandingkan dengan teknik perbanyakan
secara konvensional. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat
manghasilkan tanaman baru dengan sifat sama seperti induknya. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hendaryono dan Wijayani, (2012)
bahwa perbanyakan dengan kultur in vitro lebih menguntungkan, karena bibit
yang dihasilkan banyak sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan konversi
maupun komersil.

Sumber: Data Praktikum Teknologi Benih,


2019.
Ilustrasi 5. Media Kultur Jaringan Murashige and skoog

Berdasarkan ilustrasi diatas diperoleh hasil bahwa medium kultur jaringan


yang digunakan adalah Medium Murashige and Skoog karena mengandung nutrisi
yang dibutuhkan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Annatje dkk. (2016)
yang menyatakan bahwa Medium Murashige and skoog digunakan karena
mengandung nutrisi berupa nutrisi makro anorganik, mikro anorganik, Fe,
45

vitamin, bahan organik dan ZPT. Kandungan masing-masing media mempunyai


peranan tersendiri bagi plantet gula sebagai sumber karbon dan energi, sedangkan
vitamin untuk mamacu pertumbuhan plantaet. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Djajanegara (2010) bahwa gula berperan sebagai sumber
karbon, vitamin berupa tiamin dan hormon untuk memacu pertumbuhan serta
pemberian sukrosa mendorong pertumbuhan vegetatif plantlet.
Komposisi agar dalam media berfungsi sebagai pemadat media sedangkan
akuades berfungsi sebagai pengencer media tumbuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Purwanitasari dan Hastuti, (2009) yang menyatakan bahwa komposisi
yang digunakan untuk pembuatan media terdiri dari agar sebagai pemadat dan
akuades sebagai pengencer. Pemberian unsur makro dan mikro pada media
berfungsi sebagai penyedia kebutuhan nitrat dan hormon pertumbuhan yang
mendukung perkembangan plantet. Hal ini sesuai pendapat Zulkarnain (2009)
yang menyatakan bahwa NH4NO3 dan KNO3 berperan sebagai sumber nitrat
sedangkan ZPT membantu meningkatkan pembelahan sel, proliferasi pucuk
tanaman serta morfogenesis pucuk.

Sumber: Data Praktikum Teknologi Benih,


2019
Ilustrasi 6. Tranplantasi Eksplan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)
46

Berdasarkan iustrasi diatas diperoleh hasil bahwa transplantasi atau


pemindahan eksplan bunga anggrek ditanaman pada media perlakuan dilakukan
secara aseptik di dalam In-case dengan memakai peralatan pinset. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tuhuteru dkk. (2012) yang menyatakan bahwa saat membuka
botol kultur permukaan botol harus dipanaskan di atas api bunzen dan peralatan
yang akan digunakan sebelum dimasukkan ke dalam In-case disemprot terlebih
dahulu dengan alkohol 70%. Eksplan yang dikeluarkan dari media juga harus
ditangani secara khusus. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyadi dan Ema (2016)
yang menyatakan bahwa sebelum ditanam, eksplan terrlebih dulu dikeluarkan dari
botol kultur tanpa merusak akarnya serta dibersihkan dari sisa media dengan air.

Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi


Benih, 2019
Ilustrasi 7. Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Hari ke-5

Berdasarkan ilustrasi diatas diperoleh hasil bahwa subkultur tanaman


anggrek berhasil ditumbuhkan dan mengalami kontaminasi karena terdapat jamur
di dalamnya serta eksplan yang dipilih tidak berkualitas dan media tumbuhnya
tidak menyediakan nutrisi yang tepat bagi tanaman sehingga plantet anggrek dapa
tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutriana dkk. (2012) yang
menyatakan bahwa kultur jaringan mengalami kegagalan apabila eksplan tidak
47

berkualitas sehingga kalus yang dihasilkan tumbuh tidak tumbuh baik dan media
tanam tidak cocok untuk kalus. Strerilisasi alat dan media juga menunjang
keberhasilan ini sehingga plantet tidak terkontaminasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sukmadijaja dkk. (2017) yang menyatakan bahwa kesterilan alat dapat
mencegah kontaminasi jamur.
Kegagalan dalam kultur jaringan juga dapat terjadi apabila kondisi
lingkungan penyimpanan yang lembab dan komposisi media yang tidak sesuai.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yasmin dkk. (2018) yang menyatakan bahwa
tempat penyimpanan dan pembuatan komposisi media yang tidak sesuai dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan dalam kultur jaringan. Kondisi peralatan,
bahan serta media yang tidak streril juga dapat menyebabkan plantet
terkontaminasi oleh mokroorganisme berupa jamur. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yuliarti (2010) yang menyatakan bahwa kontaminasi jamur terjadi
karena sterilisasi alat dan bahan yang kurang baik sehingga mikroba-mikroba
yang terdapat di udara dapat berkembangbiak di media kultur.
Aklimatisasi ialah proses pemindahan bibit dari botol kultur dan
penyesuaian bibit tanaman dengan suhu lingkungan atau iklim pada suatu wilayah
tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyadi dan Ema, (2016) yang
menyatakan bahwa aklimatisasi merupakan tahapan adaptasi plantet dari kondisi
lingkungan in-vitro ke ex-vitro. Aklimatisasi dilakukan dengan cara
mengeluarkan eksplan dari botol kultur dengan tidak merusak akar dan
dibersihkan dari sisa-sisa media menggunakan air mengalir , selanjutnya eksplan
ditanam di lingkungan ex vitro. Hal ini esuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Priyadi dan Ema (2016) bahwa pemindahan eksplan dari lingkungan in-vitro
dan ex-vitro tanpa merusak akar tanaman.
48

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum teknologi benih, dapat disimpulkan bahwa bobot


bahan kering Dena lebih besar dari Gepak Kuning yang menandakan bahwa kedua
benih tersebut memiliki daya berkecambah rendah dan belum memenuhi standar.
Kadar air benih jagung pada metode langsung dan tidak langsung memenuhi
standar benih ortodoks. Pematahan dormansi benih padi pada perlakuan air panas
dan KNO3 memenuhi standar sedangkan pada kontrol kurang memenuhi standar.
Daya berkecambah benih cabai dan benih mentimun tinggi. Kecambah perlakuan
NaCl lebih rendah daripada perlakuan kontrol. Struktur benih kedelai yaitu kulit
benih, epikotil, hipokotil, radikula dan kotiledon, sedangkan struktur benih jagung
yaitu kulit biji, kotiledon, endosperm, epikotil, dan radikula. Benih viabel, semi
viabel, dan non viabel dilihat dari perubahan warna merah pada embrio.
Kemurnian benih kedelai rendah. Benih terbagi menjadi dua bagian sama besar
menggunakan seed divider. Subkultur anggrek mengalami kontaminasi.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu persiapkan bahan dengan baik


agar bahan yang dibutuhkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan, berhati-hati
dalam menggunakan alat dan penggunaan bahan, dan perawatan benih pada masa
penyimpanan dan kerjakan secara teliti sehingga mendapatkan hasil yang optimal
dan akurat. Praktikan juga diharapkan tidak banyak berbicara untuk menghindari
kontaminasi bakteri dari dalam mulut saat melakukan transplantasi.
49

DAFTAR PUSTAKA

Adi, N.K.A.P. I. A. Astarini. dan N. P. A. Astiti. 2014. Aklimatisasi anggrek


hitam (coelogyne pandurata lindl.) hasil perbanyakan in vitro pada media
berbeda. Jurnal Simbiosis 2(2 ): 203- 214.
Amanah, A., M. Sari, dan A. Qadir. 2016. Metode pengusangan cepat dengan
larutan etanol untuk pengujian vigor daya simpan benih caisin (Brassica
rapa L. cv. grup Caisin). J. Hort. Indonesia 7 (3) : 165 – 175.
Annatje, E. B. I., J. Mandangdan S. Runtunuwu. 2016. Substitusi media
murashige dan skoog/MS dengan air kelapa dan pupuk daun majemuk pada
pertumbuhan anggrek dendrobium secara in vitro. J. Bioslogos, 6 (1) : 15
19.
AOSA. 2011. Rules for Testing Seeds – Section 2: Preparation of
WorkingSamples Vol.1 Principles and Procedures : 137 – 142.
Astutik, W., D. Rahmawati, dan N. Sjamsijah. 2017. Uji daya hasil galur mg1012
dengan tiga varietas pembanding tanaman cabai keriting (Capsicum annum
L.). J. Agriprima, 1 (2) : 163 – 173.
Bahadur B., M. V. Rajam, L. Sahijram, K.V. Krishnamurthy. 2015. Plant Biology
and Biotechnology : Vol. I. Springer, India.
Basri, Z. 2010. Mutu biji kakao hasil sambung samping. J. Media Litbang
Sulteng, 3 (2) : 112 – 118.
Birnadi, S. 2014. Pengaruh pengolahan tanah dan pupuk organik bokashi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.) kultivar Wilis. J.
Istek, 8 (1) : 29 – 43 .
Bobihoe, J., N. Asni., dan Endrizal. 2015. Kajian teknologi mina padi di Rawa
Lebak di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. J. Lahan Suboptimal, 4 (1):
47 – 56.
Darwis, V. 2016. Implementasi legislasi benih dalam mensukseskan swasembada
pangan. J. Sepa, 12 (2) : 135 – 145.
Dharma, I. P. S., S. Samudin. dan Adrianton. 2015. Perkecambahan benih pala
(Myristica fragrans Houtt.) dengan metode skarifikasi dan perendaman zpt
alami. J. Agrobis, 3 (2) : 158 – 167.
Dianawati, M., D. Handayani, Y. Matana, dan S. Belo. 2013. Pengaruh cekaman
salinitas terhadap viabilitas dan vigor benih dua varietas kedelai (Glycine
max. L.). J. Agrotrop, 3 (2) : 35 – 41.
50

Dinarto, W. 2010. Pengaruh kadar air dan wadah simpan terhadap viabilitas benih
kacang hijau dan populasi hama kumbang bubuk kacang hijau
callosobruchus chinensis L. J. AgriSains, 1 (1) : 68 – 78.
Djajanegara, I. 2010. Pemanfaatan limbah buah pisang dan air kelapa sebagai
bahan media kultur jaringan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) TIPE
229. J. Teknik Lingkungan, 11 (3) : 373 – 380.

Ekafitri, R. 2010. Teknologi pengolahan mie jagung: upaya menunjang ketahanan


pangan Indonesia. J. Pangan, 19 (3) : 283 – 293.
Fadjryani. 2016. Rancangan percobaan pengamatan berulang untuk analisis
pengaruh interaksi cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan dan
perkembangan perkecambahan kacang hijau. J. Ilmiah Matematika dan
Terapan, 13 (1) : 81 – 95.
Fatmawati, L. I., T. K. Suharsi dan A. Qodir. 2018. Uji tetrazolium pada benih
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) sebagai tolok ukur viabilitas. J.
Agrohorti, 6 (2) : 231 – 240.
Fautisna, E., P. Yudono, dan R. Rabaniyah. 2013. Pengaruh cara pelepasan aril
dan konsentrasi KNO3 terhadap pematahan dormansi benih pepaya (Carica
papaya L.). J. Vegetalika, 1(1) : 1 – 11.
Febriyanti dan M. Surahman. 2015. Viabilitas benih koro (Canavalia ensiformis
(L.) dc.) yang disimpan pada beberapa jenis kemasan dan periode simpan. J.
Bul. Agrohorti, 3 (1) : 119 – 126.
Fithriyandini, A., M. D. Maghfoer, dan T. Wardiyati. 2015. Pengaruh media dasar
dan 6-benzylaminopurine (BAP) terhadap pertumbuhan dan perkembangan
nodus tangkai bunga Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) dalam
perbanyakan secara in vitro. J. Produksi Tanaman, 3 (1) : 43 – 49.

Fitri, N. 2015. Pengaruh skarifikasi dengan perendaman dalam aquades, air panas,
dan asam sulfat terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal
lamtoro (Leucaena Leucocephala). (Skripsi). Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Gunawan. 2011. Untung Besar dari Usaha Pembibitan Kayu. Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Hakim, M.A.R., M. R. Suhartanto. 2015. Penentuan masak fisiologi dan
ketahanan benih kenikir (cosmos caudatus kunth) terhadap desikasi. J. Hort.
Indonesia, 6 (2): 84 – 90.
Halimursyadah, S. Imran, dan A. Rahmat. 2018. Model simulasi pengujian vigor
dua varietas kedelai pada kondisi media tumbuh bersalinitas tinggi. J.
Agrotek Lestari, 2 (1): 1 – 10.
51

Hartawan, R., Z. R. Djafar., Z. P. Negara., M. Hasmeda., dan Zulkarnain. 2011.


Pengaruh panjang hari, asam indol asetat, dan fosfor terhadap tanaman
kedelai dan kualitas benih dalam penyimpanan. J. Agronomi Indonesia, 39
(1) : 7 – 12.
Hasbianto, A. dan M. Yasin. 2014. Simulasi vigor daya simpan benih kedelai
menggunakan model sistem dinamik. Buletin Palawija, 27 : 52 – 64.
Hayati, R., Z. A. Pian, dan AS. Syahril. 2011. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah
Dan Cara Penyimpanan Terhadap ViabilitasDan Vigor Benih Kakao
(TheobromacacaoL.). J. Floratek, 6 (1) : 114 – 123.
Hendaryono, D. P. S. dan A. Wijayani. 2012. Teknik Kultur Jaringan.
Kanisius.Yogyakarta.

Hindaningrum, I. F., N. M. A. Wiendi., dan W. D. Widodo. 2014. Pembentukan


embrio endospermik sekunder mangga (Mangifera indica L.) gedong gincu
klon 289. J. Agronomi Indonesia, 42 (2) : 150 – 157.
Husein, I., dan R. Tuiyo. 2012. Pematahan dormansi benih kemiri (Aleurites
moluccana, L. Willd) yang direndam dengan zat pengatur tumbuh organik
basmingro dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih. J. JATT :
Agroteknotropika, 1 (2) : 95 – 100.
Immawati, R., S. Purwanti, dan D. Prajitno. 2013. Daya simpan benih kedelai
hitam (Glycine max (L) Merrill) hasil tumpangsari dengan sorgum manis
(Shorgum bicolor (L) Moench). J. Vegetalika 2(4):25-34.
Indriana, K. R. 2016. Pengaruh waktu penyimpanan benih dan konsentrasi larutan
asam sulfat terhadap viabilitas dan vigor benihjarak (Jatropha Curcas Linn)
di persemaian. J. Paspalum, 5 (2) : 23 – 30.
Jayasumarta, D. 2012. Respon pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis
hypogaea L) terhadap jarak tanam dan asal biji pada polong. J. Agrium, 17
(2) : 136 – 143.
Kartika., M. Surahman. dan M. Susanti. 2015. Pematahan dormansi benih kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) menggunakan KNO3 dan skarifikasi. J.
Pertanian dan Lingkungan, 8 (2) : 48 – 55.
Kartono, A., R. D. Purwaningrahayu, dan A. Taufiq. 2013. Respons tanaman
kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau terhadap cekaman salinitas. J.
Palawija, 26 (1) : 1 – 16.
Kasi, S. R. M., Y. Lewar., dan A. Hasan. 2017. Pengaruh perlakuan kimiawi
terhadap perkecambahan benih palem putri. J. Partner, 22 (2 ): 542 – 553.
Koyro H.W., M.A. Khan and L. Helmuth. 2011. Halophytic crops: A resource for
the future to reduce the water crisis. J. Food Agric. 23 (1) :1–16.
52

Kozlowski, T. T. 2012. Seed Biology. Vol.III. Elsevier, New York.


Krisdiana, R. 2014. Penyebaran varietas unggul kedelai dan dampaknya terhadap
ekonomi perdesaan. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 33 (1) : 61 –
69.
Kristiari, D., N. Kendarini dan A. N. Sugiharto. 2013. Seleksi tongkol ke baris
jagung ungu (Zea mays varCeratina Kulesh). J. Produksi Tanaman, 1 (5) :
408 – 414 .
Landeng, P.J., E. Suryanto., dan L. I. Moumuat. 2017. Komposisi proksimat dan
potensi antioskidan dari biji jagung manado kuning (Zea mays L.). J. Chem,
Prog. 10 (1) : 36 – 44.
Latue, P. C., H. L. Rampe., dan M. Rumondor. 2019. Uji pematahan dormansi
menggunakan asam sulfat berdasarkan viabilitas dan vigor benih pala
(Myristica fragrans Houtt.). J. Ilmiah Sains, 19 (1) : 13 – 21.
Lesilolo, M., J. Riry, dan E. A. Matalula. 2012. Pengujian viabilitas dan vigor
benih beberapa jenis tanaman yang beredar di pasar kota ambon. J.
Agrologia, 2 (1) : 1 – 9.
Lestari, A., E. Amelia dan P. Marianingsih. 2017. Pembangunan lembar kerja
siswa berbasis CTL (contextual teaching and learning) sub konsep kultur in
vitro. J. Pendidikan Biologi. 10 (1) : 32 – 44.
Maemunah. 2010. Viabilitas dan vigor benih bawang merah pada beberapa
varietas setelah penyimpanan. J. Agroland, 17 (1) : 18 – 22.
Marie., E., Berube., dan A. Vanasse. 2012. Effect of glyphosate on fusarium head
blight in wheat and barley under different soil tillages. Journal Of Plant
Disease, 96 (3) : 338 – 344.
Marliah, A., T. Hidayat. , dan N. Husna. 2012. Pengaruh varietas dan jarak Tanam
terhadap pertumbuhan kedelai. J. Agrista, 16 (1) : 22 – 28.
Marthen, E. Kaya, dan Rehatta. 2013. Pengaruh perlakuan pencelupan dan
perendaman terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes
falcataria L.). J. Agrologia, 2 (1) : 1 – 9.
Megananto, dan Dhito. 2018. Pemanfaatan bubuk buah bintaro untuk pengelolaan
hama sitophilus pada benih jagung. (Skripsi).Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.
Melwita, E. Dan E. Kurniadi. 2014. Pengaruh waktu hidrolisis dan konsentrasi
H2SO4 pada pembuatan asam oksalat dari tongkol jagung. J. Teknik Kimia,
2(20): 55 – 63 .
Mulyana dan Asmarahman. 2012. Untung Besar dari Bertanam Sengon. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
53

Mulyani, E. S. S. 2010. Anatomi Tumbuhan cet ke-5. Kanisius, Yogyakarta.


Ningrum, E. F. C., I. N. Rosyidi., R. R. Puspasari, dan E. Semiarti. 2017.
Perkembangan awal protocorm anggrek Phalaenopsis amabilis secara in
vitro setelah penambahan zat pengatur tumbuh α-naphtaleneacetic acid dan
thidiazuron. J. BIOSFERA: A Scientific Journal, 34 (1) : 9 – 14.

Ningsih, N. N. D. R., I. G. N. Raka., I. K. S. Gusti, dan N. A. Susanta Wirya.


2018. Pengujian mutu benih beberapa jenis tanaman hortikultura yang
beredar di Bali. J. Agroekoteknologi Tropika, 7 (1) : 64 – 72.
Oben., A. Bintoro., dan M, Riniarti. 2014. Pengaruh perendaman benih pada
berbagai suhu awal air terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis
eminii). J. Sylva Lestari, 2 (1) : 101 – 108.

Octavia dan S. Devi. 2018.Efektivitas Biopestisida Ekstrak Daun Gamal terhadap


Callosobruchus Chinensis L pada Penyimpanan Benih Kedelai. (Skripsi).
Fakultas Agroindustri. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Ondrasek, G., D. Romic,Z. Rengel,M. Romic and M. Zovko. 2009. Cadmium
accumulation by muskmelon under salt stress in contaminated organic soil.
Sci. Tot. Enviro, 407: 2175 –2182.
Palupi, T., S. Ilyas., M. Machmud, dan E. Widajati. 2012. Pengaruh formula
coating terhadap viabilitas dan vigor serta daya simpan benih padi (Oryza
sativa L.). J. Agronomi, 40 (1) : 1 – 8.
Paramita, K. E., T. K.Suharsi dan M. Surahman. 2018. Optimasi pengujian daya
berkecambah dan faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigor benih
kelor ( Moringa Oleifera Lam.) dalam penyimpanan. J. Agrohorti, 6 (2) :
221 – 230.
Prasekti, Y. H. 2015. Analisa ekonomi usaha penangkar benih padi ciherang (di
Kelurahan Tamanan Kec. Tulunganggung Kab. Tulunganggung). J.
Agribisnis Fakultas Pertanian, 11 (13) : 1 – 11.
Prasiddha, I. J., R. A. Laeliocattleya., T. Estiasih., dan J. M. Maligan. 2016.
Potensi senyawa bioaktif rambut jagung untuk tabir surya alami. J. Pangan
dan Agroindustri, 4 (1) : 40 – 45 .
Pratama, E.Y. 2014. Pengujian mutu benih cabai (Capsicum annuum L.) hibrida
di laboratorium Bpsbtph Provinsi Jawa Barat. (Skripsi). Program Keahlian
Teknologi Industri Benih. IPB.
Pratama, H. W., M. Baskara dan B. Guritno. 2014. Pengaruh ukuran biji dan
kedalaman tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis
(Zea mays saccharata turt) . J. Produksi Tanaman, 2(7) : 576 – 582 .
54

Priyadi, A dan Ema, H. 2016. Karakte rmorfo-fisiologi daun tiga jenis plantlet
anggrek pada tahapan aklimatisasi. J. Hort, 26 (2) : 143-152.

Purwaningsih, O., D. Indradewa., S. Kabirun. , D. Shiddiq. 2012. Tanggapan


tanaman kedelai terhadap inokulasi rhizobium. J. Agrotop, 2 (1) : 25 – 33.
Purwanitasari, S., dan R. B. Hastuti. 2009. Isolasi dan Identifikasi Indigenous
Rhizofer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa
Pakis, Magelang. J. Bioma, 11 (2) : 45 – 53.
Purwanto dan Agustono T. 2010. Kajian fisologi tanaman kedelai pada berbagai
kepadatan gulma teki dalam kondisi cekaman. J. Agroland, 17 (2) : 85 – 90.
Rahayu, A. D., dan T. K. Suharsi. 2015. Pengamatan uji daya berkecambah dan
optimalisasi susbtrat perkecambahan benih kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L.(DC). Bul. Agrohorti. 3 (1) : 18 – 27.
Rahayu, M., K. Sudarto., Puspadi, dan M. Irma. 2009. Paket Teknologi Produksi
Benih Kedelai, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. NTB.
Ratnasari, D., Bangun, M.K. dan Damanik, R.I.M. 2015. Respons Dua Varietas
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada Pemberian Pupuk Hayati dan NPK
Majemuk. J. Agroekoteknologi, 3 (1) : 276 – 282.
Raynalta, E. dan D. Sukma. 2015. Pengaruh komposisi media dalam perbanyakan
protocorm like bodies, pertumbuhan planlet, dan aklimatisasi Phalaenopsis
amabilis. J. Hortikultura Indonesia, 4 (3) : 131 – 139.

Ridha, R., M. Syahril., dan B.R.Juanda, 2017. Viabilitas dan vigoritas benih
kedelai (Glycine max (L.) Merrill) akibat perendaman dalam ekstrak telur
keong mas. J. Penelitian, 4 (1) : 84 - 90.
Rio, F., Suwirmen dan Syamsuardi. 2015. Aklimatisasi Planlet Kantong Semar
(Nepenthes gracilis Korth.)pada berbagai Campuran Media Tanam Tanah
Ultisol. J. Biologi Universitas Andalas, 4(2): 96 – 101.
Romoaldo, A., Wuryanti., dan Suprihati. 2010. Uji aktivitas isolat L-
Asparaginase dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
terhadap sel hela. J. Kimia Sains dan Aplikasi, 13 (2) : 41 – 45.
Rori, H. F., H. L. Rampe., dan M. Rumondor. 2018. Uji viabilitas dan vigor biji
sirsak (Annona muricata L.) setelah aplikasi kalium nitrat (KNO3). J.
Ilmiah Sains, 18 (2) : 80 – 84.
Saleh, M. S., dan Fathurrahman. 2011. Pertumbuhan kecambah aren (Arenga
pinnata (Wurmb.) Merr) dari pohon induk berbeda ketinggian dengan
pemberian pupuk organik. J. Agronomi Indonesia, 39 (1) : 68 – 72.
55

Saleh, N. 2018. Penggunaan benih sehat sebagai sarana utama optimasi


pencapaian produktivitas kedelai. J. Iptek Tanaman Pangan, 3 (2) : 230 –
243.
Samuel. Purnamaningsing, S.L. dan Kendarini, N. 2011. Pengaruh Kadar Air
Terhadap Penurunan Mutu Fisiologis BenihKedelai (Glycine max (L)
Merill) Varietas Gepak Kuning Selama dalam Penyimpanan. J. Ilmu-Ilmu
Pertanian, 4 (2) : 507 – 514.
Sastrapradja, S. D. 2012. Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Saylendra, A. 2010. Identifikasi cendawan terbawa benihpPadi drai kecamatan
Serang Banten.J. Agroekotek, 2 (2) :24-27.
Setyaningsih, D. W. 2018. Pengaruh lama perendaman terhadap perkecambahan
dan pertumbuhan tanaman palem raja . Jurnal Ilmu Pertanian,Kehutanan dan
Agroteknologi, 19 (2) : 70 – 75 .
Setyono, A. 2010. Pengembangan metodologi untuk penekanan susut hasil pada
proses pemipilan jagung. J. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3 (3) : 212 –
226.
Shepherd., K. R. 2012. Plantation Silviculture. Springer Science & Business
Media, New York.
Sri Haryanti, S. dan R. Budihastuti. 2015. Morfoanatomi,berat basah kotiledon
dan ketebalan daun kecambah kacang hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada
naungan yang berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 23 (1) : 47 – 56 .
Subantoro, R dan R. Prabowo. 2013. Pengkajian viabilitas benih dengan
tetrazolium test pada jagung dan kedelai. J. Ilmu-Ilmu Pertanian, 9 (2) : 1 –
8.
Suita, E., dan D. Syamsuwida. 2017. Karakteristik fisik dan metode pengujian
perkecambahan benih turi (Sesbania grandiflora L.). J. Perbenihan
Tanaman Hutan, 5 (2) : 125 – 135.
Sujianto dan A. Wahyudi. 2015. Analisis kelayakan dan finansial dalam
penyediaan benih bermutu jahe merah.Bul. Littro, 26 (1): 84 – 86.
Sukamto, L.A. 2010. Kultur in vitro endosperma, protokol yang efisien untuk
mendapatkan tanaman triploid secara langsung. J. Agronomi Biogen, 6: 107
– 112.
Sukmadijaya, D., D. Dinarti , dan Y. Isnaini, 2013. Pertumbuhan planlet kantong
semar (nepenthes rafflesiana jack.) pada beberapa media tanam selama
tahap aklimatisasi. Jurnal Hort. Indonesia. 4(3): 124-130.
56

Sundari, T. dan R. T. Hapsari. 2017. Pengawalan mutu benih kedelai. J. Bunga


Rampai, 4 (1) : 29 – 42.
Surtinah. 2010. Pengujian pupuk hantu terhadap perkecambahan benih selada
(Lactuca sativa, L). Jurnal Ilmiah Pertanian 7 (2) : 30 – 37.
Suryanto, H. 2013. Pengaruh beberapa perlakuan penyimpanan terhadap
perkecambahan benih suren (toona sureni). J. Penelitian Kehutanan
Wallacea, 2 (1) : 26 – 40.
Susilowati, E. 2015. Seleksi planlet angrek bulan dengan asam salisilat secara in
vitro terhadap aktivitas enzim peroksidase dan kandungan klorofil. Skripsi.
Universitas Lampung

Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Sutriana, S., H. B. Jumin dan H. Gultom. 2012. Interaksi BAP (Benzil Amino
Purin) dan IAA (Iddole Acetic Acid) pada eksplan anthurium (Anthurium
sp) dalam kultur jaringan. J. Dinamika Pertanian. 27(3) : 131 – 140.
Suwarno, F. C. dan I. Hapsari. 2009. Studi alternatif substrat kertas untuk
pengujian viabilitas benih dengan metode uji UKDdp. Bul. Agron, 36 (1) :
84 – 91.
Tefa, A., A. K. Klau., dan O. B. Kapitan. 2019. Viabilitas benih jagung lokal yang
diberi tepung daun tembelekan (lantana camara linn) dalam pencegahan
serangan Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera:Curculionidae) selama
penyimpanan. J. Savana Cendana, 4 (1) : 26 – 27.
Tuhuteru, S.M.L., Hehanussa, S.H.T., dan Raharjo. 2012. Pertumbuhan dan
perkembangan anggrek dendrodium anosmumpada media kultur in vitro
dengan beberapa konsentrasi air kelapa. J. Agrologi, 1 (1) : 1 - 2.

Utami, S. 2013. Uji Viabilitas dan Vigoritas Benih Padi Lokal Ramos Adaptif
Deli Serdang dengan Berbagai Tingkat Dosis Irradiasi Sinar Gamma di
Persemaian. J. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian,18 (2) : 158 – 161.
Walida, H., P. Alviani dan J. B. Panjaitan. 2016. Daya kecambah benih sawi
(Brassica juncea) dan cabai (Capsicum frutescens L) dengan aplikasi pupuk
hayati PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). J. Agroplasma
(STIPER) Labuhanbatu, 3 (2) : 1 – 6.
Widiastoety, D. 2014. Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan
planlet anggrek mokara. J. Hortikultura. 24(3) : 230 – 238.
Widiastoety, D., N. 2010. Solviadan M. Soedarjo. Potensi anggrek dendronium
dalam meningkatkan variasi dan kualitas aanggrek bunga potong. J. Litbang
pertanian, 29 (3) : 101 - 106.
57

Wisnuwati., dan C. P. Nugroho. 2018. Modul Pengembangan Keprofesian


Berkelanjutan. Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Yasmin, Z. F., S. I. Aisyah dan D. Sukma. 2018. Pembibitan (kultur jaringan
hingga pembesaran) Anggrek Phalaenopsis di Hasanudin orchids, Jawa
Timur. 6(2) : 430 – 439.
Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Lily Publisher.
Yogyakarta.
Yulyatin, A. dan Diratmaja. IGP. A. 2015. Pengaruh ukuran benih kedelai
terhadap kualitas benih effect of soybean seed size on seed. J. Agros, 17(2) :
167 – 172.
Yuniarti, N. 2013. Peningkatan viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii
Engl.) dengan berbagai perlakuan pendahuluan. J. Perbenihan Tanaman
Hutan, 1 (1) : 15 – 23.
Yuniarti, N., M. Zanzibar,Megawati, dan B. Leksono. 2014. Perbandingan
vigoritas benih Acacia mangium hasil pemuliaan dan yang belum
dimuliakan. J. Penelitian Kehutanan Wallacea, 3 (1) : 57 – 64.
Yuniarti., N. 2016. Penentuan metode ekstraksi dan sortasi terbaik untuk benih
mangium(Acacia mangium). Jurnal Biodiv Indon, 2 (1) : 32 – 36.
Zahrah, S., 2011. Respons Berbagai Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merril)
terhadap Pemberian Pupuk NPK Organik. J. Teknobiol, 2 (1): 65 – 69.
Zanzibar, M. 2017. Tipe dormansi dan perlakuan pendahuluan untuk pematahan
dormansi benih balsa (Ochroma bicolor Rowlee). J. Perbenihan Tanman
Hutan, 5 (1) : 51 – 60.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tanaman Budi
Daya. Bumi Aksara. Jakarta.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman dan Solusi Perbanyakan Tanaman
Budi Daya. Bumi Aksara, Jakarta.
58

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Bahan Kering Kecambah Normal

Lot Benih Ulangan Daya Bahan Bahan


Kedelai Berkecambah Kering Kering/kecambah
(%) Kecamah (g)
Normal (g)
Dena 1 56 % 0,358 g 0,025 g
2 72 % 0,209 g 0,011 g
3 28 % 0,373 g 0,021 g
Rata-rata 52 % 0,313 g 0,019 g
Gepak 1 32 % 0,144 g 0,018 g
Kuning
2 16 % 0,011 g 0,003 g
3 72 % 0,262 g 0,014 g
Rata-rata 40 % 0,139 g 0,012 g
Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Perhitungan Daya kecambah

Total benih berkecambah


Rumus = × 100%
Total benih yang dikecambahkan

14
Dena 1 = 25 × 100% = 56 %

18
Dena 2 = × 100% = 72 %
25
17
Dena 3 = × 100% = 28 %
25
8
Gepak Kuning 1 = × 100% = 32 %
25
4
Gepak Kuning 2 = 25 × 100% = 16 %

18
Gepak Kuning 3 = × 100% = 72 %
25
59

Lampiran 1. (Lanjutan)

Perhitungan Bahan Kering Kecambah normal

Rumus = Berat kecambah sesudah dioven (K1)-Berat amplop (K0)


Dena 1 = 2,527 – 2,169 = 0,358 g
Dena 2 = 2,378 – 2,169 = 0,209 g
Dena 3 = 2,542 – 2,169 = 0,373 g
Gepak Kuning 1 = 2,313 – 2,169 = 0,144 g
Gepak Kuning 2 = 2,180 – 2,169 = 0,011g
Gepak Kuning 3 = 2,431 – 2,169 = 0,262 g

Perhitungan Bahan kering Kecambah

bahan kering
Rumus =
jumlah berkecambah

0,358
Dena 1 = = 0,025
14

0, 209
Dena 2 = 18 = 0,011

0, 373
Dena 3 = = 0,021
7

0,144
Gepak Kuning 1 = = 0,018
8

0,11
Gepak Kuning 2 = = 0,003
4

0,262
Gepak Kuning 3 = = 0,01
18
60

Lampiran 1. (Lanjutan)

Perhitungan Kadar Air Benih

berat sebelum oven-berat amplop - (setelah oven-amplop)


Rumus = x 100%
sebelum oven-berat amplop

5,141-2,169 - (2,527-2,169)
Dena 1 = x 100% = 0,879 g
5,141 - 2,169

3,461-2,169 - (2,378-2,169)
Dena 2 = x 100% = 0,838 g
2,378 - 2,169

5,424-2,169 - (2,542-2,169)
Dena 3 = x 100% = 0,885 g
5,424 - 2,169

3,253-2,168 - (2,313-2,169)
Gepak Kuning 1 = x 100% = 0,867 g
3,253 - 2,169

2,422-2,169 - (2,180-2,169)
Gepak Kuning 2 = x 100% = 0,956 g
2,422 - 2,169
2,812-2,169 - (2,431-2,169)
Gepak Kuning 3 = x 100% = 0,592 g
2,422 - 2,169
61

Lampiran 2. Kadar Air Benih Jagung (Metode Langsung)

Ulangan Berat Berat cawan + Berat cawan + Kadar Air


Cawan benih sebelum benih setelah Benih (%)
(B1) dioven (B2) dioven (B3)
1 23,805 28,443 28,174 5,79%
2 21,370 25,970 25,696 5,95%
Rata-rata 22,587 27,206 26,935 5,87%
Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.
Perhitungan Kadar Air :
Ulangan 1
B2-B3
KA = x 100%
B2-B1

28,443-28,174
= x100%
28,443-23,805
0,269
= 4,638 x 100%

= 0,0579x 100%
KA = 5,79 %
Ulangan 2
B2-B3
KA = x 100%
B2-B1

25,970-25,696
= x100%
25,970 -21,370
0,274
= 4,6 x 100%

= 0,0595x 100%
KA = 5,95 %
Rata-rata Kadar Air = 5,87 %
62

Lampiran 3. Kadar Air Benih Jagung dan Benih Padi (Metode Tidak Langsung).

Ulangan Kadar Air Benih (%)


Benih Jagung 12,5%
Benih Padi 11,4%
Rata-rata 11,95%
Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Rata-rata Kadar Air = 11,95%


63

Lampiran 4. Pengamatan Dormansi Fisiologis Benih padi

Jumlah benih yang berkecambah pada perlakuan


Hari ke- Kontrol KNO3 Air
Normal Mati Normal Mati Normal Mati
1 25 0 50 0 50 0
2 24 1 50 0 50 0
3 21 3 50 0 50 0
4 18 3 50 0 50 0
5 12 6 50 0 50 0
6 12 0 50 0 50 0
7 12 0 50 0 50 0
8 12 0 50 0 50 0
9 12 0 50 0 50 0
10 12 0 50 0 50 0
11 12 0 50 0 50 0
12 12 0 50 0 50 0
13 12 0 50 0 50 0
14 12 0 50 0 50 0
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Perhitungan :
Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Kontrol= X 100%
Jumlah benih
12
= X 100%
25

= 48%

Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan KNO3 = X 100%
Jumlah benih
50
= X 100%
50

= 100%
64

Lampiran 4. (Lanjutan)

Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Air = X 100%
Jumlah benih
50
= X 100%
50

= 100%
65

Lampiran 5. Pengamatan Dormansi Fisik Benih Gamal

Hari Jumlah benih yang berkecambah pada perlakuan


ke- Kontrol Fisik Kimia Mekanik
Normal Mati Normal Mati Normal Mati Normal Mati
1 25 0 50 0 50 0 50 0
2 25 0 44 6 50 0 50 0
3 25 0 41 3 44 6 50 0
4 24 1 39 2 41 3 46 4
5 20 4 39 0 35 6 42 4
6 14 6 39 0 35 0 36 6
7 12 2 39 0 35 0 32 4
8 12 0 39 0 35 0 26 6
9 12 0 39 0 35 0 23 3
10 12 0 39 0 35 0 20 3
11 12 0 39 0 35 0 16 4
12 12 0 39 0 35 0 14 2
13 12 0 39 0 35 0 10 4
14 12 0 39 0 35 0 10 0
Sumber: Data Primer Praktikum Teknolgi Benih, 2019.

Perhitungan :
Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Kontrol = X 100%
Jumlah benih
12
= 25 X 100%

= 48%

Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Fisik = X 100%
Jumlah benih
39
= X 100%
50

= 78%
66

Lampiran 5. (Lanjutan)

Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Kimia = X 100%
Jumlah benih
35
= X 100%
50

= 70%

Jumlah kecambah
Persentase Perlakuan Mekanik = X 100%
Jumlah benih

10
= X 100%
50

= 20%
67

Lampiran 6. Perhitungan Uji Vigor Benih dengan NaCl

Tabel 8. Uji Vigor Benih Kedelai dengan NaCl


Σ Daya
Σ Kecambah
Perlakuan Kecambah ΣBenihmati Berkecambah
abnormal
normal (%)
Kontrol 9 5 22 56%
NaCl - 3 12 12%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Perhitungan Daya Kecambah Benih

Benih yang berkecambah


Daya kecambah kontrol =
Total kecambah
× 100%
14
= 25× 100%

= 56%

Benih yang berkecambah


Daya kecambah NaCl = Total kecambah
× 100%
3
= × 100%
25

= 12%

Hasil Ilustrusi Kecambah

Kecambah normal Kecambah abnormal Benih mati


Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.
68

Lampiran 7. Perhitungan Daya Kecambah Benih.

Benih Daya Berkecambah (%) Tipe Perkecambahan


Cabai 95% Epigeal
Mentimun 95% Hipogeal
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Perhitungan daya berkecambah benih :

1.) Daya berkecambah benih cabai (Capsicum frustescens L.)


Benih yang berkecambah normal
Daya Berkecambah = x 100%
Jumlah benih
19
= x 100 %
20
= 95%
2.) Daya berkecambah benih Mentimun (Cucumis sativus L.)
Benih yang berkecambah normal
DayaBerkecambah = x 100 %
Jumlah benih
19
= x 100 %
20
= 95 %

Hasil Pengamatan Daya Kecambah Benih

Benih Cabai (Capsicum frustescens L.) Benih Mentimun (Cucumis satifus


L.)
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019
69

Lampiran 7. (Lanjutan)

Dokumentasi Daya Kecambah


Alat Fungsi

Untuk mengikat ujung gulungan benih

Karet

Untuk wadah tissue yang digunakan


untuk media pertumbuhan benih

Cawan Petri

Sebagai media tumbuh benih

Tissue
70

Untuk membungkus gulungan benih

Plastik
71

Lampiran 8. Dokumentasi Praktikum Struktur Benih


Bahan danAlat Fungsi

Sebagai sampel benih monokotil.

Benih Jagung

Sebagai sampel benih dikotil.

Benih Kedelai

Untuk mengiris atau membelah


benih.

Cutter

Pengirisan atau pembelahan


benih secara vertikal hingga
menjadi dua bagian.

Pembelahan Benih
72

Lampiran 9. Perhitungan Uji Kemurnian Benih

Fraksi kemurnian benih Berat (g) Persentase (%)


Benih kedelai murni 41 gr 82%
Benih padi 4 gr 8%
Kotoran 5 gr 10%
Total 50 gr 100%
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.

Benih setelah dibersihkan


Persentase Kemurnian Benih = X 100 %
Benih sebelum dibersihkan
41
= ×100%
50
= 82 %
Benih setelah dibersihkan
Persentase benih padi = X 100 %
Benih sebelum dibersihkan
4
= ×100%
50
=8%
Benih setelah dibersihkan
Persentase kotoran = Benih sebelum dibersihkan X 100 %
5
= ×100%
50
= 10 %
73

Lampiran 9. (Lanjutan)

Dokumentasi Bahan Praktikum Proses Pembersihan Benih


Bahan Fungsi

Kerikil

Sebagai kotoran yang akan


dibersihkan

Daun

Sebagai kotoran yang akan


dibersihkan

Benih Kedelai

Sebagai bahan yang akan dibersihkan


74

Lampiran 10. Dokumentasi Praktikum Alat Pembagi Benih (Seed Divider)

Bahan dan Alat Fungsi

Sebagai sampel benih yang


akan dibagi menggunakan alat
pembagi benih seed divider.

Benih Kedelai Gepak Kuning

Penimbangan benih kedelai


gepak kuning seberat 100 g
sebanyak 3 kali ulangan.

Timbangan Analitik

Proses pembagian benih


menggunakan seed divider,
benih dimasukkan ke dalam
corong terbalik akan jatuh
setelah valve dibuka secara
perlahan lalu benih masuk ke
ruang dan meluncur melalui
saluran kemudian jatuh pada
masing-masing pintu yang ada
dibawahnya.
Alat Pembagi benih Seed Divider
75

Lampiran 11. Komposisi Media Kultur Jaringan

Stok Komposisi Konsentrasi Stok Volume


(gram/100 ml) Pengambilan
A NH4NO3 16,5 10 ml
B KNO3 19 10 ml
C CaCl2.2H2O 4,4 10 ml
D MgSO4. 7H2O 3,7 10 ml
KH2PO4 1,7 10 ml
E FeSO4. 7H2O 0,278 10 ml
F Unsur Mikro 10 ml
G Tiamin HCl 0,01 1 ml
Nicotinic Acid 0,05 1 ml
Pyrinoxidin HCl 0,05 1 ml
Glisin 0,2 1 ml
H Myo Inositol 1 1 ml
ZPT Auksin (2, 4-D) 0,1 1 ml
Agar 8.004 gram
Gula 30,012 gram
Sumber: Data Primer Praktikum Teknologi Benih, 2019.
76

Lampiran 11. (Lanjutan)

Dokemuntasi Kultur Jaringan


Alat Fungsi

Mensterilkan pinset dengan cara


dipanaskan.

Bunsen

Sebagai penutup botol kultur supaya


tidak terjadi kontaminasi oleh jamur
dan bakteri.

Plastik

Sebagai penutup tambahan botol


kultur.

Alumunium foil

Untuk mengolesi pada ujung botol


kultur yang sudah di beri plastik.

Betadine
77

Sebagai eksplan atau tanaman yang


dimanfaatkan bagiannya untuk di
jadikan subkultur.

Plantet Anggrek

Digunakan untuk memotong dan


memindahkan eksplan ke media.

Pinset

Digunakan sebagai tempat media


kultur dan juga tempat pertumbuhan
subkultur

Botol subkultur

Alat perantara yang digunakan untuk


memindahkan media kultur.

Labu erlenmeyer
78

Media kultur digunakan sebagai


tempat pertumbuhan dan
perkembangan dari subkultur.

Media Kultur

You might also like