You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR KRITIS


DIAGNOSA ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)
DI RUANG ICU RSUD PROVINSI NTB

Disusun oleh:

NI MADE WINI PUTRI FEBRINA SARI


P07120522076

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Ni Made Wini Putri Febrina Sari


NIM : P07120522076
Judul Laporan Kasus :

TELAH DISAHKAN

PADA TANGGAL ……………………… DI ………………………

OLEH

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN


VISI DAN MISI PRODI PROFESI NERS

VISI:
“Menjadi Program Studi yang Menghasilkan Tenaga Ners yang Expert, Inovatif,
Enterpreneur dan Berdaya Guna di Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana dalam Mewujudkan Masyarakat Sehat, Produktif dan Berkeadilan pada
Tahun 2022”

MISI:
a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang expert, inovatif dan
entrepreneur di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana.
b. Mengembangkan penelitian berbasis inovatif di bidang keperawatan gawat
darurat dan bencana.
c. Menyelenggarakan dan meningkatkan pengabdian masyarakat yang berdaya
guna di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana dalam mewujudkan
masyarakat sehat, produktif dan berkeadilan.
d. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan
lembaga pelayanan kesehatan dalam bidang keperawatan.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
VISI DAN MISI PRODI PROFESI NERS ...................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Konsep Penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) ........... 5
B. Konsep Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
LAPORAN KASUS ............................................................................................ 22
Lampiran
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

A. Konsep Penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


1. Pengertian Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom,
kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu
keadaan patologis. Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum
ada gold standard untuk mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru
non kardiogenik, inflamasi pada paru, hipoksemia, dan penurunan
komplians paru (Bakhtiar & Maranatha, 2015)
ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya
bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang
kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas yang umumnya
terjadi pada pasien dengan rentang usia 11 sampai dengan diatas 48 tahun
(Bakhtiar & Maranatha, 2015). Definisi ARDS pertama kali dikemukakan
oleh Asbaugh dkk 1967 sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut,
infiltrat bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan compliance
atau daya regang paru (Issa & Shapiro, 2016)
Acute Wespiratory Mistress Ryndrome (ARDS) atau sindrom
gangguan pernapasan akut sebelumnya memiliki banyak nama lain
seperti wet lung, shoca lung, leaay-capillary pulmonary edema dan
adult respiratory distress syndrome. ARDS sebagai salah satu
penyakit paru akut yang memerlukan perawatan Intensiνe Care Unit
(ICU) serta memiliki angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60 %,
oleh karena itu ARDS merupakan penyakit peradangan paru-paru yang
dapat mengancam jiwa. Pasien dengan ARDS biasanya dirawat
dengan dukungan ventilasi. Sindrom gangguan pernapasan akut dapat
didefinisikan sebagai bentuk kegagalan pernapasan hipoksemik berat
yang ditandai dengan cedera inflamasi pada penghalang kapiler alveolar
dengan ekstravasasi cairan edema kaya protein ke dalam paru (Han dan
Mallampalli, 2015).
2. Etiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Penyebab mekanis ARDS adalah kebocoran cairan dari pembuluh
darah terkecil di paru-paru ke dalam kantung udara kecil tempat darah
teroksigenasi. Penyebab ARDS dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kerusakan paru tidak langsung dan kerusakan paru langsung. Penyebab
kerusakan paru secara langsung diantaranya disebabkan oleh pneumonia,
trauma inhalasi, aspirasi cairan lambung, near drowning, serta kontusio
paru. Sedangkan, kerusakan paru tidak langsung dapat disebabkan karena
adanya pasca bypass kardiopulmonal, sepsis, transfusi, trauma (luka bakar,
flail chest, trauma kepala, multiple fracture), overdosis obat, pankreatitis
(Rumende, 2018). Penyebab utama ARDS meliputi sepsis, pneumonia
berat, menghirup zat berbahaya, episode hampir tenggelam. Kasus
pneumonia yang parah biasanya menyerang kelima lobus paru-paru,
kecelakaan (seperti jatuh atau tabrakan mobil, bisa langsung merusak
paru-paru atau bagian otak yang mengontrol pernapasan), Corona νirus
Disease 2019 (COVID-19), pankreatitis (radang pankreas), transfusi darah
masif dan luka bakar (Staff, 2020).
Ada beberapa faktor risiko terjadinya ARDS. Sebanyak 20% klien
ARDS tidak mempunyai faktor risiko yang teridentifikasi. Beberapa
faktor risiko ARDS meliputi usia lanjut, jenis kelamin wanita, merokok,
penggunaan alkohol, operasi vaskular aorta, operasi kardiovaskular,
cedera otak traumatis (Diamond dkk., 2020). Faktor risiko utama yang
terkait dengan perkembangan ARDS diantaranya yaitu bakteremia, sepsis,
trauma dengan memar atau tanpa memar paru, farktur (terutama fraktur
multipel dan fraktur tulang panjang), luka bakar, transfusi masif, radang
paru-paru, aspirasi, overdosis obat, hampir tenggelam, cedera perfusi
setelah bypass kardiopulmoner, pankreatitis, dan emboli lemak
(Harman, 2020).
3. Manifestasi Klinik Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Manifestasi ARDS bervariasi tergantung pada penyakit
predisposisi, derajat injuri paru, dan ada tidaknya disfungi organ lain
selain paru. Gejala yang dikeluhkan berupa sesak napas, membutuhkan
usaha lebih untuk menarik napas, dan hipoksemia. Infiltrat bilateral pada
foto polos toraks menggambarkan edema pulmonal. Multiple organ
dysfunction syndrome (MODS) dapat terjadi karena abnormalitas
biokimia sistemik. Adult respiratory distress syndrome terjadi dalam
hitungan jam-hari setelah onset kondisi predisposisi. Batasan waktu ARDS
ini adalah satu minggu dari munculnya onset baru atau dari memburuknya
suatu gejala pernafasan (Schreiber, 2018). Sedangkan menurut Staff
(2020) tanda dan gejala ARDS dapat bervariasi dalam intensitas,
tergantung pada penyebab dan tingkat keparahannya, serta keberadaan
penyakit jantung atau paru-paru yang mendasari. Berikut merupakan tanda
dan gejala ARDS:
a. Sesak napas yang parah
b. Sesak napas dan napas cepat yang tidak biasa
c. Tekanan darah rendah
d. Kebingungan dan kelelahan ekstrim
4. Patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal
nafas akut yang merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non
kardiak. Edema ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan
permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan alveolar
yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil,
dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus,
yang kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses
inflamasi, yang pada akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas
yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi) juga terbentuk
dalam alveoli. Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui
3 fase, yaitu fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik (Pranggono,
2014) :
a. Tahap Exudatif ditandai dengan pembentukan cairan yang berlebihan,
protein serta sel inflamatori dari kapiler yang kemudian akan
menumpuk kedalam alveoli. Fase eksudatif merupakan fase pertama
yang timbul pada pasien ARDS, muncul lebih kurang 12 hingga 36
jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama pasien dengan factor
risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler
alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan
sawar alveolar untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran
histologis berupa eosinofilik padat membrane hialin dan kolaps
alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular melebar dan
vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I
juga membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di
membrane basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan mengakibatkan
terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel
radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak,
menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut
kemudian akan diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan
menyebabkan penurunan dari kemampuan perfusi darah menuju ke
daerah ventilasi (Pranggono, 2014)
b. Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative
yang terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase
proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru
yang tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur
paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada
progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal
jelas dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah
luminal. Ruang interstisial menjadi nekrosis yang melebar, dan
mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah merah, fibrin, dan
puing- puing sel. (Pranggono, 2014)
c. Tahap Resolusi dan pemulihan Pada beberapa penderita yang dapat
melampaui fase akut akan mengalami resolusi dan pemulihan. Odem
paru ditanggulangi dengan transport aktif Na, transport pasif Cl dan
transport H2O melalui aquaporins pada sel tipe I , sementara protein
yang tidak larut dibuang dengan proses difusi, endositosis sel epitel
dan fagositosis oleh sel makrofag. Akhirnya re epitelialisasi terjadi
pada sel tipe II dari pneumosit.yang berproliferasi pada dasar
membarana basalis. Proses ini distimulasi oleh growth factors seperti
KGF. Neutrofil dibuang melalui proses apoptosis. (Pranggono, 2014)
5. Pathway Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6. Pemeriksaan Penunjang Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
a. Laboratorium AGDA: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena
hiperventilasi), hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut), bisa
terjadi alkalosis respiratorik pada proses awal dan kemudian
berkembang menjadi asidosis respiratorik.
b. Radiologi Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan
paru yang relatif jernih, namun pada foto serial berikutnya tampak
bayangan radioopak yang difus atau patchy bilateral dan diikuti pada
foto serial berikutnya tampak gambaran confluent tanpa gambaran
kongesti atau pembesaran jantung. (Issa & Shapiro, 2016).
c. USG Paru untuk mengetahui adanya kelainan serta adanya gambaran
lesi pada kedua lapang paru.
d. Foto Thoraks ditujukan untuk menegakan diagnosa apabila terdapat
gambaran lesi.
e. Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi
kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral.
sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental
dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan
cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA).
(Muna & Soleha, 2018)
7. Penatalaksanaan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Tatalaksana utama dari ARDS adalah mengatasi hipoksemia
diikuti dengan identifikasi dan terapi penyebab ARDS. Pendekatan terapi
terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif, bantuan ventilator
dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien
ARDS dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome (MODS)
meliputi (Issa & Shapiro, 2016):
a. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma,
infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen dan mencegah terjadinya
lesi di paru secara iatrogenik serta mengurangi adanya cairan di dalam
paru.
a. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ
dengan cara meminimalkan angka metabolik
b. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan
tubuh.
c. Dukungan nutrisi.
Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS
a. Terapi Umum
Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara misalnya drainase
pus, antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang. Sedasi dengan
kombinasi opiat benzodiasepin, oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan
dosis minimal yang masih memberikan efek sedasi yang adekuat.
Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan cairan, obat2 vasodilator/konstriktor, inotropik, atau
diuretikum. Keadaan ini dapat dicapai dengan cara meningkatkan
curah jantung bila saturasi darah vena rendah, atau dengan dengan
menurunkan curah jantung pada keadaan high out put state, sehingga
pulmonary transit time akan memanjang. Strategi harus dilaksanakan
dengan hati2 sehingga tidak mengganggu sirkulasi secara keseluruhan
(Pranggono, 2014)
b. Terapi Ventilasi
Respirasi Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif pada ARDS
Kegagalan ventilasi biasanya disertai penurunan Kapasitas residual
fungsional (KRF) yaitu adalah volume udara yang tetap berada di
dalam paru pada akhir ekspirasi tidal normal karena tidak ada otot
pernapasan yang berkontraksi pada saat ekspirasi. 14,15 Kapasitas
residu fungsional berisi 1/3 cadangan total O2 (1-2,3 liter) dan
merupakan penyangga ventilasi alveolar dalam pertukaran gas
sehingga memperkecil fluktuasi komposisi gas alveolar yang terjadi
selama pernapasan (Issa & Shapiro, 2016).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
1. Pengkajian Keperawatan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
a. Keadaan Umum: Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan
yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih
dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis
hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC (Dissemineted
Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah
Cardiobaypass yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension),
Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada,
rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan
dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi
f. Pemeriksaan fisik:
1) B1 (Breath) (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan nafas cepat dan
dangkal, batuk dangkal, batuk kering, ronkh kering, ronkhi basah,
krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing. eezing.
2) B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan lanjut),
tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa
terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
3) B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung atau agitasi),
tremor.
4) B4 (Bowel: -
5) B5 (Bladder): -
6) B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa
setelah beberapa hari dirawat
2. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan baik.
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Intoleransi aktivitas
c. Pola napas tidak efektif
d. Gangguan pertukaran gas
3. Standar Luaran dan Intervensi Keperawatan Indonesia CKD
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2019)

DIAGNOSA TUJUAN DAN


NO INTERVENSI (SIKI)
(SDKI) KRITERIA HASIL (SLKI)

1. Bersihan Jalan Napas Setelah dilakulakan intervensi Intervensi Utama : Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif selama 1x24 jam bersihan Observasi
Definisi: jalan napas Meningkat dengan a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ketidakmampuan kriteria hasil : b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
membersihkan secret a. Batuk efektif meningkat wheezing, ronchi kering)
atau obstruksi jalan b. Produksi sputum menurun c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
nafas untuk c. Wheezing menurun Terapeutik
mempertahankan jalan d. Dispnea menurun a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan
nafas tetap paten e. Gelisah menurun chin-lift (jawthrust jika curiga trauma servical)
f. Frekuensi napas membaik b. Posisikan semi-fowler atau fowler
g. Pola napas membaik c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
b. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
c. Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
Kontraindikasi
b. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakulakan intervensi Intervensi Utama : Manajemen Energy
Definisi: selama 1x24 jam Toleransi Observasi
Ketidakcukupan Aktivitas Meningkat dengan a. Dentifikasi gangguan fungsi tubuh yang kan
energi untuk kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
melakukan aktivitas a. Frekuensi nadi Meningkat b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
sehari hari b. Saturasi oksigen c. Monitor pola dan jam tidur
meningkat d. Monitor lokasi dari ketidaknyamanan selama melakukan
c. Kemudahan dalam aktivitas
b. melakukan aktivitas Terapeutik
sehari-hari Meningkat a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
a. Kecepatan berjalan (mis.cahaya, suara, kunjungan)
meningkat b. Lakukan latihan rentang gerak pasifdan/ atau aktif
c. Jarak berjalan c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
meningkat d. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
a. Kekuatan tubuh bagian berpindah atau berjalan
atas meningkat Edukasi
d. Kekuatan tubuh bagian a. Anjurkan tirah baring
bawah meningkat b. Anjurkan melaksanakan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3. Pola Napas Tidak Setelah diberikan intervensi Intervensi Utama : Manajemen Jalan Napas
Efektif selama 1x24 jam pola napas Observasi
Definisi : Inspirasi membaik dengan kriteria a. Monitor posisi selang endotrakheal (ETT), terutama setelah
dan/atau ekspirasi hasil: mengubah posisi
yang tidak a. Frekuensi napas membaik b. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
memberikan ventilasi b. Kedalaman napas b. Monitor kulit area stoma trakheostomi (Mis. Kemerahan,
adekuat membaik drainase, perdarahan)
c. Ekskursi dada membaik Terapeutik
a. Kurangi tekanan balon secara periodik setiap shift
b. Pasang orofaringheal airway (OPA) untuk mncegah ETT
tergigit 1
c. Cegah ETT terlipat (Kinking)
d. Berikan oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6kali
ventilasi) sebelum dan setelah Penghisapan
e. Berikan volume preoksigenasi (bagging atau ventilasi
mekanik) 1,5 kali volme tidal
f. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 1,5 detik jika
diperlukan (bukan secara berkala/rutin)
g. Ganti fiksasi ETT Setiap 24 jam
h. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) tutup
setiap 24 jam
i. Lakukan perawatan mulut (mis.dengan sikat gigi, kasa,
pelembab bibir)
j. Lakukan perawatan stoma trakeostomi
Edukasi
a. Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas bauatan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang
tidak dapat dilakukan penghisapan
4. Gangguan Pertukaran etelah deberikan intervensi Intervensi Utama : Pemantauan Respirasi
Gas selama 1x24 jam Observasi
Definisi: Kelebihan pertukaran pertukaran gas a. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas
atau kekurangan meningkat dengan kriteria b. Monitor pola napas (seperti bradipneu, takipneu,
oksigenasi dan atau hasil : hiperventilasi, kusmaul, cheynestokes, biot, ataksik)
eleminasi a. Tingkat kesadaran(5) c. Monitor kemampuan batuk efektif
karbondioksida pada b. Dispneu (1) d. Monitor adanya produksi sputum
membran alveolus- c. Bunyi napas tambahan (1) e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
kapiler d. Pusing (1) f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
e. Penglihatan kabur (1) g. Auskultasi bunyi napas
f. Diaforesis (1) h. Monitor saturasi oksigen
g. Gelisah (1) i. Monitor nilai AGD
h. Napas cuping hidung (1) j. Monitor hasil x/ray toraks
i. PCO2 (5) Terapeutik
j. PO2 (5) a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
k. Takikardia (5) b. Dokumentasikan hasil pemantauan
l. pH arteri (5) Edukasi
m. Sianosis (5) a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Informasikan
n. Pola napas (5) pemantauan, jika perlu
o. Warna kulit (5) Terapi Oksigen
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, analisa
gas darah), jika perlu
e. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan aktelektasi
h. Monitor timgkat kecemasan akibat terapi oksigen
i. Monitor integritas hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakhea, jika
perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan napas
c. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
d. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e. Tetap berikan oksigen saat pasein di transportasi
f. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan tidur
4. Implementasi Keperawatan CKD
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan CKD
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association)

NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction , Suddath, dkk . 2001. Bunner Keperawatan


Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC

PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Price, S. (2012) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Bronchopneumonia.


Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Kep Buku Saku Diagnosa
Keperawatan erawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Dianostik . Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia


Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Definisi Dan Tindakan Keperawatan Keperawatan. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP
PPNI).

You might also like