Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus Frictional Hyperkeratosis
Laporan Kasus Frictional Hyperkeratosis
FRICTIONAL HYPERKERATOSIS
OLEH:
Ayu Anisah Reghina, S.KG
1813101020076
DOSEN PEMBIMBING:
drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si
drg. Sri Rezeki, Sp.PM
Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM
drg. Nurul Husna
drg. Sarinah Rambe
drg. Amanda Sawitri
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu syarat pengerjaan Requirement Kepaniteraan
Klinik Bagian Penyakit Mulut pada Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang sedang berjalan di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Universitas Syiah Kuala. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si selaku kepala bagian dan instruktur
klinik bagian Penyakit Mulut;
2. drg. Sri Rezeki, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
3. Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian
Penyakit Mulut;
4. drg. Nurul Husna selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
5. drg. Sarinah Rambe selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
6. drg. Amanda Sawitri selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
Kepada keenam instruktur klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam mengarahkan penulis sejak awal kunjungan pasien hingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang
Penyakit Mulut.
Penulis
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 3 PEMBAHASAN.................................................................................. 17
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 18
ii
1.2. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan adanya bercak berwarna putih pada pipi
bagian dalam sebelah kanan berjumlah 1 yang muncul sejak 4 hari yang lalu.
Bercak putih tersebut tidak menetap, tidak mengganggu kenyamanan, dan tidak
terasa sakit saat makan, mengunyah, berbicara, dan membuka mulut. Pasien
mengaku bercak tersebut pernah muncul sebelumnya diakibatkan oleh kawat
ortho yang berlebihan dan pernah dirawat menggunakan wax ortho. Pasien telah
memakai orthodontik sejak 3 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki kebiasaaan
menghisap pipi dan bercak tersebut tidak terdapat di bagian tubuh lain. Pasien
mengaku tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik, dan tidak ada alergi makanan dan obat-obatan. Pasien
pernah melakukan perawatan gigi yaitu pencabutan gigi geraham bawah sebelah
kanan dan kiri 2 tahun yang lalu, pencabutan gigi geraham atas sebelah kiri 8
bulan yang lalu, penambalan gigi geraham atas sebelah kiri 2 tahun yang lalu, dan
penambalan gigi geraham bawah sebelah kanan 1 tahun yang lalu. Pasien rutin
menyikat gigi 2 kali sehari pagi setelah makan dan malam sebelum tidur dengan
gerakan horizontal dan vertikal. Pasien menggunakan bulu sikat yang lembut dan
menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Pasien tidak menggunakan
obat kumur dan benang gigi. Pasien merupakan seorang mahasiswa Koas di
RSGM Unsyiah. Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Ayah pasien
seorang pensiunan dan ibunya seorang guru. Akses ke pelayanan kesehatan dari
tempat tinggalnya terjangkau.
1.9. Diagnosis
1) Mukosa Bukal : Frictional Hyperkeratosis e.c gigi tajam
Diagnosis Banding : Linea Alba, Lichen Planus, Leukoplakia
2) Mukosa Bukal : Linea Alba
Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) Palatum Durum : Torus Palatinus
Diagnosis Banding : Fibroma, Osteoma, Fibrous Dysplasia
4) Dorsum Lidah : Fissure Tongue
Diagnosis Banding : Geographic Tongue
5) RA/RB : Gingivitis kronis lokalisata
6) 11, 12, 16, 17, 18, 21, 25, 32, 38, 48 : Karies email (D3)
b. Masalah Klinis
1) Mukosa Bukal : Lesi plak healing
2) Mukosa Bukal : Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 8x2 mm (kanan), 7x2 mm (kiri), berbatas
jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan dan kiri
sepanjang bidang oklusal
3) Palatum Durum : Terdapat lesi tumor, berukuran 2x1 cm, berbatas jelas,
berbentuk oval, berjumlah satu
4) Dorsum Lidah : Terdapat celah berbentuk garis, berjumlah 1,
berukuran panjang 3 mm dengan kedalaman 1 mm,
sewarna lidah, berbatas jelas
5) RA/RB : Plak dan kalkulus, OHIS = 0,42 (baik)
6) 11, 12, 16, 17, 18, 21, 25, 32, 38, 48 : Karies email (D3)
c. Diagnosis
1) Mukosa Bukal : Frictional Hyperkeratosis healing
Diagnosis Banding : Linea Alba, Lichen Planus, Leukoplakia
2) Mukosa Bukal : Linea Alba
Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) Palatum Durum : Torus Palatinus
Diagnosis Banding : Fibroma, Osteoma, Fibrous Dysplasia
4) Dorsum Lidah : Fissure Tongue
Diagnosis Banding : Geographic Tongue
5) RA/RB : Gingivitis kronis lokalisata
6) 11, 12, 16, 17, 18, 21, 25, 32, 38, 48 : Karies email (D3)
d. Rencana Perawatan
1. K.I.E
Komunikasikan kepada pasien bahwa bercak putih tersebut sudah hilang
Instruksikan pada pasien agar berhati-hati saat mengunyah makanan
Edukasikan kepada pasien untuk tetap mempertahankan menyikat gigi 2
kali sehari, yaitu pagi setelah makan dan malam sebelum tidur serta
menyikat lidah. Sikat gigi yang digunakan yaitu sikat gigi yang lembut
2. RA/RB : pro scalling
3. 11, 12, 16, 17, 18, 21, 25, 32, 38, 48 : pro konservasi (GIC)
Gambar 2.1. Lesi frictional hyperkeratosis pada pasien yang menghisap pipi1
2.1.5. Perawatan
Aspek penting dalam manajemen frictional hyperkeratosis adalah
pemberian informasi kepada pasien karena lesi ini merupakan lesi jinak yang tidak
membutuhkan perawatan. Lesi frictional hyperkeratosis ini membutuhkan
observasi berkala. Eliminasi sumber iritasi dapat dilakukan dan reevaluasi lesi
10
pada 1 hingga 2 minggu.1
b. Gambaran Klinis
Lesi linea alba terlihat sebagai garis putih horizontal sepanjang bidang
oklusal pada mukosa bukal yang biasanya bilateral dengan lebar yang bervariasi
dan dapat terlihat scalloped (bergerigi) yang menyerupai konfigurasi gigi pada
area tersebut. Linea alba terlihat lebih jelas di sekitar gigi posterior.1
c. Gambaran Histopatologis
Biopsi jarang dilakukan, namun akan terlihat hyperorthokeratosis yang
melapisi mukosa oral yang normal apabila dilakukan biopsi. Terkadang terdapat
edema interseluler pada epitelium dan pada jaringan ikat yang melapisinya
terdapat inflamasi kronis ringan.1
11
d. Perawatan
2.2.2. Leukoplakia
a. Definisi
Leukoplakia adalah istilah klinis yang pengindikasi patch atau plak putih
dari mukosa oral yang tidak dapat diseka dan tidak bisa dikarakteristikkan secara
klinis sebagai penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi prekanker yang
frekuensi transformasinya menjadi ganas besar.3
b. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi dikaitkan dengan penggunaan
tembakau, penyalahgunaan alcohol, trauma, infeksi Candida albicans, nutrisi,
anemia defisiensi zat besi, dan Human Papiloma Virus (HPV).3
c. Gambaran Klinis
Tiga gambaran klinis yang dikenali, yaitu homogeneous (sering terjadi),
bintik-bintik (tidak terlalu sering), dan verrucous (jarang). Lesi verrucous dan
bintik-bintik memiliki resiko malignant menjadi homogeneous. Biasa terjadi pada
orang dengan usia lebih dari 40 tahun.3
Sering terjadi pada lidah, mukosa bukal, dasar mulut, gingiva, bibir bawah,
palatum, ridge maksila, dan retromolar jarang terjadi. Lesi putih samar pada dasar
yang terinflamasi. Penampilan jaringan normal hingga putih definitif. Lesi kasar
atau keras, bercelah atau pecah-pecah, dan lesi verrucous (seperti kutil).1,2,3
d. Gambaran Histopatologi
Pemeriksaan mikroskop, leukoplakia dikarakteristikkan sebagai lapisan
keratin tebal dari permukaan epitel (hyperkeratosis), dengan atau tanpa lapisan
spinosus yang menebal (acanthosis). Beberapa kasus leukoplakia menunjukkan
permukaan hyperkeratosis dengan menampilkan atrofi atau penipisan dari epitel
yang mendasarinya. Lapisan keratin dapat terdiri dari parakeratin
(hyperparakeratosis), orthokeratin (hyperorthokeratin), atau kombinasi keduanya.
Dengan parakeratin, tidak ada lapisan sel granular. Dengan orthokeratin, epitel
menunjukkan lapisan sel granular dan nuclei hilang di dalam lapisan keratin.3
e. Perawatan
Biopsi diindikasikan untuk mendiagnosis histopatologinya. Hilangkan
etiologi yang dapat menyebabkan leukoplakia. Pembuangan lesi sempurna dengan
eksisi bedah, electrocautery, cryosurgery, atau ablasi laser. Terapi retinoid telah
13
mengurangi atau mengeliminasi beberapa lesi leukoplakia.1
b. Etiologi
Walaupun penyebab lichen planus belum diketahui secara pasti, umumnya
dianggap sebagai proses yang dimediasi secara imunologis yang secara
mikroskopis menyerupai reaksi hipersensitivitas. Penyebabnya diinisiasi oleh
bahan dental, obat-obatan, stress, dan agen infeksi.1 Di beberapa negara, infeksi
hepatitis C dianggap berkontribusi.8
Mekanisme pemicu yang tepat masih belum jelas, tetapi lichen planus
tampaknya merupakan kelainan yang diperantarai T limfosit. Infiltrat T limfosit
yang dominan menunjukkan kerusakan imunologis yang dimediasi sel pada epitel
dan sejumlah besar kelainan imunologis telah dilaporkan. Meskipun tidak
mungkin untuk menunjukkan mekanisme humoral atau limfositotoksik, infiltrat
sebagian besar terdiri dari T limfosit. Jumlah sel CD8 dapat meningkat dengan
perkembangan penyakit.8 Induksi sitokin TH1 tampaknya menjadi peristiwa awal
dan penting dalam proses ini. Beberapa sitokin yang diyakini bertanggung jawab
atas molekul adhesi yang diregulasi adalah tumor necrosis factor-alpha (TNF-α),
interleukin-1, dan interferon α. Sumber dari sitokin ini diperkirakan adalah
kumpulan makrofag, faktor XIIIa-dendrosit positif, sel Langerhans atau limfosit.1
c. Gambaran Klinis
Lichen planus adalah penyakit yang lebih sering terkena pada wanita dan
jarang terkena pada anak-anak. Tingkat keparahan penyakit sering paralel dengan
tingkat stress pasien, walapun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hanya
stress yang menyebabkan kondisi ini tetapi dapat menjadi faktor pengubah dalam
beberapa kasus.1
Bentuk reticular merupakan jenis yang paling umum dalam rongga mulut
yang ditandai dengan banyak garis keratotik putih yang saling bertautan atau
disebut wickham striae yang menghasilkan pola berbentuk lingkaran atau berenda.
Area yang paling sering terlibat adalah mukosa bukal. Striae ini terjadi secara
khas dalam pola simetris pada mukosa bukal secara bilateral, kadang juga terdapat
pada lidah dan lebih jarang pada gingiva dan bibir.1
Gambar 2.6. Oral lichen planus dengan bentuk retikular pada mukosa bukal
Gambar 2.7. Oral lichen planus dengan bentuk plak pada dorsum lidah
Bentuk eritematosa atau atrofi lichen planus muncul sebagai bercak merah
dengan striae putih yang sangat halus. Dapat juga muncul bersamaan dengan jenis
reticular atau erosif. Area keratinisasi dengan area atrofi bervariasi. Pasien
biasanya mengeluh adanya sensasi terbakar, sensitivitas, dan ketidaknyamanan.
Bentuk erosi lichen planus biasanya ada area pusat lesi mengalami ulserasi. Plak
Gambar 2.8. Oral lichen planus dengan bentuk erosif pada labial dan mukosa bukal
16
e. Perawatan
Oral lichen planus umumnya tidak dapat disembuhkan, namun ada
beberapa obat yang dapat memberikan kontrol yang memuaskan. Kelompok obat
yang paling berguna dalam pengelolaan lichen planus adalah kortikosteroid
karena kemampuannya memodulasi peradangan dan respons imun. Aplikasi
topikal dan injeksi steroid lokal telah berhasil digunakan dalam mengendalikan,
tetapi tidak menyembuhkan penyakit ini. Dalam keadaan di mana gejalanya parah,
steroid sistemik dapat digunakan untuk manajemen awal.
Penambahan terapi antifungal ke rejimen kortikosteroid biasanya
meningkatkan hasil klinis. Ini kemungkinan merupakan hasil dari eliminasi
pertumbuhan C. albicans sekunder pada jaringan yang terlibat lichen planus.
Antijamur juga mencegah pertumbuhan berlebih C. albicans yang mungkin terkait
dengan penggunaan kortikosteroid topikal. Aplikasi inhibitor kalsineurin topikal
seperti tacrolimus dan pimecrolimus dapat digunakan dalam kasus-kasus yang
resisten terhadap steroid, walaupun responsnya cenderung kurang dibandingkan
dengan steroid topikal.1 Karena efek antikeratinizing dan imunomodulasi mereka,
analog vitamin A sistemik dan topikal (retinoid) telah digunakan dalam
pengelolaan lichen planus. Kombinasi steroid sistemik, steroid topikal, inhibitor
kalsineurin, dan retinoid dapat digunakan dengan beberapa keberhasilan.1
BAB 3
PEMBAHASAN
17
18
1. Regezi, JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology: clinical pathologic correlation. 6th
ed. p.82-3, 91-5.
2. Greenberg, Martin S, Michael Glick, Jonathan AS. Burket’s Oral Medicine. 11th ed.
Hamilton: BC Decker Inch. 2008. p.102.
3. Neville, BW, Douglas DD, Carl MA, Jerry EB. Oral Maxillofacial Pathology. 3rd ed.
USA: Saunders Elsevier. 2008.p.286-87, 388-96, 401-2.
4. Coleman, GC, Nelson JF. Ptinciples of Oral Diagnosis. 1st ed. Missori: Mosby. 1993.
p.64,280, 298-99.
5. Scully, Crispian. Oral & Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and Treatment.
3rd ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2013. p.189, 201, 286.
6. Cawson, RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 8th
ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2008. p.252.
7. Gandolfo, S, Crispian S, Marco C. Oral Medicine. Philadelpia: Elsevier. 2006. p.97.
8. Bruch, JM, Treister, NS. Clinical Oral Medicine and Pathology. London: Humana Press.
2010. p.43, 121.
19