You are on page 1of 26

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

ILMU PENDIDIKAN PROF. DR. SYAIFUDDIN SABDA, M.AG

KEBIJAKAN DAN PELAKSAAN PENDIDIKAN NASIONAL

Disusun Oleh :

Hairunnisa : 220101010485
Norminawati : 220101010631
Fauzan Hakim : 180101010952

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2023
i

KATA PENGANTAR

‫الرحِ يْم‬
‫الر ْح َم ِن ه‬
‫َّللا ه‬
‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ب‬
Puji syukur selalu tercurah kehadirat Allah Swt., karena hanya kepada-Nyalah
kita persembahkan segala bentuk pujian. Dia telah memberikan kita beribu-ribu
nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Sehingga dengan iringan rahmat dan hidayah
Allah Swt., lah, pembuatan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad Saw. Karena dari beliaulah kita semua bisa mengetahui hukum-hukum
Allah Swt., sehingga kita bisa membedakan diantara perkara yang hak dan yang
batil dan perkara yang halal dan haram serta bisa mengetahui perkara yang diridhai
dan dimurkai Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini memang jauh dari kata
kesempurnaan, maka sudilah kiranya siapa saja yang membaca karya tulis ilmiah
ini dan saran bagi para pembaca sangat terbuka lebar demi kemajuan akan suatu
karya sastra ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Banjarmasin, Maret 2023

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan penulisan ..........................................................................................2

PEMBAHASAN .....................................................................................................3

A. Kebijakan pendidikan nasional ....................................................................3


1. Pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional .....................................3
2. Karakteristik Kebijakan Pendidikan Nasional ............................... 4
3. Landasan Yuridis Kebijakan Pendidikan Nasional ........................ 5
4. Perumusan Kebijakan Pendidikan Nasional .................................. 7
B. Pelakasanaan sistem pendidikan nasional ................................................. 11
1. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional ....................................... 11
2. Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional .................................... 12
3. Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional ..................................... 16

PENUTUP ............................................................................................................ 20

A. Kesimpulan .............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21


1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah dalam kondisi apa pun agar tujuan pendidikan nasional dapat
tercapai. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003
pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah: Berkembangnya
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Secara ideal
rumusan tujuan pendidikan nasional kita sudah mencerminkan tiga domain
yakni meliputi domain apektif, psikomotor, dan cognitive Manusia tidak bisa
lepas dari ilmu. Ilmu sendiri sulit didapatkan tanpa adanya pendidikan atau
pembelajaran. Dalam proses pendidikan, diperlukan suatu strategi atau metode
agar peserta didik dapat menggali dan mengembangkan suatu potensi dalam
dirinya yang disebut dengan sistem pendidikan. Sebagai warga bangsa tentu kita
semua merasa beruntung secara normatif pembangunan pendidikan telah
menyeimbangkan antara tiga domain tersebut. Tiap negara memiliki sistem
pendidikan yang berbeda-beda menyesuaikan tipe peserta didik dari negara
masing-masing. Seperti Jepang yang terkenal dengan menerapkan sistem
pendidikan berbasis teknologi. Finlandia yang dikatakan sebagai negara dengan
patokan sistem pendidikan untuk sarjana. Sedangkan Indonesia menggunakan
Sistem Pendidikan Nasional semenjak keluarnya UU No. 20 Tahun 2003,
sebagai perwujudan untuk mengembangkan masyarakat menjadi manusia
berkualitas seiring menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kebijakan Pendidikan Nasional ?
2. Apa Saja Karakteristik Dari Kebijakan Pendidikan Nasional ?
3. Bagaimana Landasan Yuridis Kebijakan Pendidikan Nasional ?
4. Bagaimana Perumusan Kebijakan Pendidikan Nasional ?
5. Bagaimana Sistem Pendidikan Nasional ?
6. Apa Saja Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional ?
7. Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Sistem Pendidikan Nasional.
2. Mengetahui Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional.
3. Mengetahui Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional.
4. Mengetahui Perumusan Kebijakan Pendidikan Nasional.
5. Mengetahui Sistem Pendidikan Nasional.
6. Mengetahui Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional.
7. Mengetahui Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional.
3

PEMBAHASAN

A. Kebijakan pendidikan nasional


1. Pengertian kebijakan pendidikan nasional
Pengertian Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata)
diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city).
Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi
dan merupakan pola formal yang samasama diterima pemerintah/lembaga
sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.1 Abidin
menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum
dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kebijakan adalah aturan
tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat
mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata
nilai baru dalam masyarakat.2 Kebijakan pendidikan didefinisikan sebagai
rumusan keputusan yang diambil terkait dengan kegiatan pendidikan baik
yang menyangkut metode pembelajaran, kurikulum, sarana prasarana
pendidikan dan strategi pembelajaran yang harus diterapkan di kelas dan di
luar kelas agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Menurut H.A.R Tilaar
kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, diwujudkan atau dicapai melalui
lembaga-lembaga sosial (social institutions) atau organisasi sosial dalam
bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informa.3
Menurut Munadi sebagaimana yang telah dikuti oleh Hermino, Kebijakan
Pendidikan adalah keputusan yang diambil beersama antara pemerintah dan
aktor di luar pemerintah yang mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dalam
bidang pendidikan, meliputi anggaran pendidikan, kurikulum, rekrutmen
tenaga kependidikan, pengembangan keprofesionalan staf, tanah dan

1
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 75.
2
Abidin, Kebijakan Publik, (Jakarta: Suara Bebas, 2006), 17.
3
Mujianto Solichin, “Implementasi Kebijakan pendidikan dan peran birokrasi”, Religi, Jurnal
Studi Islam. 6 (2), 2015, 148-178.
4

bangunan, pengelolaan sumber daya, dan kebijakan lainnya yang ada


kaitannya dengan bidang Pendidikan.4 Kebijakan pendidikan dibuat dengan
tujuan untuk mengatur mekanisme pendidikan yang ada, demi mencapai
tujuan yang diharapkan. Di negara Indonesia, tujuan dibuatnya kebijakan
pendidikan adalah untuk mengawal tujuan pendidikan nasional sebagaiman
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Karakteristik kebijakan pendidikan nasional


Menurut Subarsono kebijakan pendidikan memiliki beberapa
karakteristik yang khusus, diantaranya :
a. Memiliki tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan harus memiliki
tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan
yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
b. Memenuhi aspek legal-formal. Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus
dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku
untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi
syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di
sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di
wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan
pendidikan yang legitimat.
c. Memiliki konsep operasional. Kebijakan pendidikan sebagai sebuah
panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat
operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin

4
Agustinus Hermanto, Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2013), 137.
5

dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi


pendukung pengambilan keputusan.
d. Dibuat oleh yang berwenang. Kebijakan pendidikan itu harus dibuat
oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu,
sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan
lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola
lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
e. Dapat dievaluasi. Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari
keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung
kesalahan, maka harus bisa diperbaiki atau dievaluasi.
f. Memiliki sistematika.5

3. Landasan yuridis kebijakan Pendidikan nasional


Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah
seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak
sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945
meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan
lainnya. Berikut kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan:
a. Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Rahmat Tuhan
yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

5
Angelika Bule Tawa, KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA PADA
SEKOLAH DASAR, (2018), h. 111, e-journal.stp.ipi.ac.id
6

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang


berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
b. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa :
Setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan.
a) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
b) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
c) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
d) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana ntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional
pendidikan menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
7

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang


Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.6

4. Perumusan Kebijakan Pendidikan Nasional


Dalam kajian pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan, Arif
Rohman, membagi ke dalam dua pendekatan dalam perumusan kebijakan
pendidikan. Kedua pendekatan tersebut adalah: Social Demand Approach,
dan Manpower Approach.7
a. Social Demand Approach
Social demand approach merupakan suatu pendekatan dalam
perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan atas aspirasi atau
segala tuntutan dan kehendak masyarakat. Dalam pendekatan ini
menjelaskan bahwa segala tuntutan yang diserukan oleh masyarakat
menjadi agenda perumusan kebijakan pendidikan. Pada pendekatan ini,
para pengambil kebijakan terlebih dahulu melihat dan mendeteksi
terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat sebelum mereka
merumuskan kebijakan tersebut. Dalam social demand approach
partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting. Partisipasi
masyarakat dari seluruh lapisan terjadi baik dalam proses perumusan
maupun implementasi kebijakan pendidikan. Akan tetapi sebenarnya
dalam pendekatan ini tidak semata mata merespon aspirasi masyarakat
sebelum dirumuskan kebijakan pendidikan tetapi juga merespon
tuntutan masyarakat setelah kebijakan pendidikan diimplementasikan.
Model pendekatan ini lebih demokratis sesuai dengan aspirasi dan
tuntutan masyarakat dan pada saat kebijakan diimplementasikan untuk
mendapat dukungan dari masyarakat.

6
Angelika Bule Tawa, KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL. 112, e-journal.stp.ipi.ac.id
7
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: Laksbang Mediatama Yogyakarta,
2009), 114
8

b. Manpower Approach
Manpower approach terlihat sangat berbeda dengan social demand
approach. Pendekatan perumusan kebijakan ini menitik beratkan pada
pertimbangan rasional dan visioner dalam menciptakan ketersediaan
sumber daya manusia (human resources) yang memadai di masyarakat.
Keberhasilan manpower approach ini akan tergantung pada kemampuan
dari seorang pemimpin dari sudut pandang pengambil kebijakan. Hal
yang terpenting dalam manpower approach adalah factor dari seorang
pemimpin yang baik yang dapat menjalankan fungsi-fungsi
kepemimpinan dan memiliki visi-misi yang jelas. Seorang pemimpin
tidak hanya menjalankan rutinitas kepemimpinannya akan tetapi juga
harus memiliki pandangan dan cita-cita yang akan dicapai bersama
masyarakatnya serta cara-cara mencapainya. Man power approach lebih
bersifat otoriter. Pendekatan inikurang menghargai proses demokratis
dalam perumusan kebijakan pendidikan. Pendekatan lebih otoriter
terbukti dengan peran pemimpin yang dominan dalam perumusan suatu
kebijakan. Perumusan kebijakan tidak diawali dari adanya aspirasi dan
tuntutan masyarakat, tetapi langsung saja dirumuskan sesuai dengan
tuntutan masa depan sebagaimana dilihat oleh pemimpin yang visioner.
Kalaupun sangat terkesan otoriter, tetapi ada sisi positifnya, yaitu proses
perumusan kebijakan pendidikan lebih berlangsung efektif dan efisien.8

5. Kebijakan Pemerintah Untuk Pendidikan Nasional


a. Kebijakan Otonomi Pendidikan
Perkataan otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos
yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Dalam
konteks etimologis ini, beberapa penulis memberikan pengertian
tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai zelfwetgeving atau
“pengundangan sendiri”, “perundangan sendiri”, “mengatur atau

8
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan. 118.
9

memerintah sendiri” (Riant Nugroho, 2000 : 46). Koesoemahatmadja,


lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarahnya
di Indonesia, otonomi selain mengandung arti “perundangan”, juga
mengandung pengertian “pemerintahan” (bestuur).9 Dari konsep dan
batasan di atas, otonomi daerah jelas menunjuk pada kemandirian
daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri tanpa atau mengupayakan
seminimal mungkin adanya campur tangan atau intervensi pihak lain
atau pemerintah pusat dan pemerintah di atasnya. Dengan adanya
otonomi tersebut, daerah bebas untuk berimprovisasi, mengekspresikan
dan mengapresiasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki,
mempunyai kebebasan berpikir dan bertindak, sehingga bisa berkarya
sesuai dengan kebebasan yang dimilikinya. Menurut kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 mengenai
Otonomi Daerah dan sejalan dengan itu UU No. 25 tahun 1999
mengenai Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
merupakan konsekuensi dari keinginan era reformasi untuk
menghidupkan kehidupan demokrasi. Maka Di era otonomi daerah
kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah adalah :
a) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based
Management) yang memberi kewenangan pada sekolah untuk
merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara
keseluruhan.
b) Pendidikan yang berbasis pada partisipasi komunitas
(community based education) agar terjadi interaksi yang positif
antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community
learning centre.

9
Abdul Rozak, KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA, Journal of Islamic Educatioan ,3
(2), 2021. 203
10

c) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning


paradigma yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau learner
menjadi manusia yang diberdayakan.
d) Pemerintah juga mencanangkan pendidikan berpendekatan
Broad Base Education System (BBE) yang memberi
pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja membangun
keluarga sejahtera.

Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan


pembekalan life skills yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam
tentang lingkungan dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi
manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari
insan yang mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan
topangan hidup yang mengantarkan manusia yang mencintainya
menikmati kesejahteraan dunia akhirat.10

b. Kebijakan Pendidikan Masa Covid-19


Sejak pemerintah menerapkan sosial distance untuk mencegah
penyebaran wabah COVID19, maka terjadi pembatasan pertemuan
dengan jumlah banyak termasuk dalam dunia Pendidikan. Hal ini
berdampak pada kegiatan belajar-mengajar di lembaga Pendidikan yang
semula tatap muka di kelas, bergeser menjadi pendidikan jarak jauh
(PJJ) dalam jaringan (daring) dengan sistem online. Secara legal formal,
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomer
109/2013 Pasal 2, menyebutkan bahwa tujuan PJJ adalah untuk
memberikan layanan pendidikan tinggi kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka, dan
memperluas akses serta mempermudah layanan pendidikan tinggi
dalam pembelajaran. Dengan begitu dapat diartikan bahwa PJJ adalah
suatu sistem pendidikan yang memiliki karakteristik terbuka, belajar

10
Abdul Rozak, KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA. 204
11

mandiri, dan belajar tuntas dengan memanfaatkan Teknologi, Informasi


dan Komunikasi (TIK) dan/atau menggunakan teknologi lainnya,
dan/atau berbentuk pembelajaran terpadu perguruan tinggi.
Pembelajaran jarak jauh (distance learning) sebagai model dari
pendidikan jarak jauh (distance education) bukanlah model pendidikan
yang baru. Pada awalnya dimulai dengan kursus tertulis, kemudian
berkembang dalam bentuk pendidikan tinggi formal berbentuk
Universitas Terbuka (Open University). Diantaranya University of
Wisconsin di Amerika menjadi universitas pelopor di dunia pendidikan
jarak jauh sejak tahun 1891. Dalam perkembangannya hampir separuh
dari sekitar 3.900 lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat
menyelenggarakan sejenis pendidikan jarak jauh. Latar belakang
diadakannya pembelajaran jarak jauh adalah bagi orang yang setiap
harinya bekerja dengan memiliki waktu kerja yang padat, bertempat
tinggal dan bekerja jauh dari lembaga pendidikan akan sangat
merasakan berapa banyak opportunity cost yang hilang jika harus
mengikuti pembelajaran atau perkuliahan secara konvensional pada
lembaga pendidikan tersebut karena menyediakan waktu beberapa jam
setiap harinya untuk duduk di kelas, menyesuaikan jadwal belajar,
praktikum dan semua kegiatan lainnya dengan jam kerjanya. Untuk itu
dilakukan berbagai upaya yang mendukung terwujudnya pembelajaran
jarak jauh dengan mutu dan layanan yang lebih baik dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.11

B. Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional


1. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional adalah suatu sistem dalam suatu negara yang
mengatur pelaksanaan pendidikan di negaranya agar dapat mencerdaskan

11
Widya Sari , Andi Muhammad Rifki & M/ila Karmila, ANALISIS KEBIJAKAN
PENDIDIKAN TERKAIT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN JARAK JAUH PADA MASA
DARURAT COVID 19, Jurnal Mappesona, 3 (2), 2020, https://jurnal.iain-
bone.ac.id/index.php/mappesona/article/view/830.
12

kehidupan bangsa dan tercipta kesejahteraan umum dalam masyarakat.


penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedemikian rupa
meskipun secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan
bangsa-bangsa lain, sehingga sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan
dari bangsa itu sendiri yang secara geografis, demokratis, historis, dan
kultural.12 Indonesia menggunakan Sistem Pendidikan Nasional semenjak
keluarnya UU No. 20 Tahun 2003, sebagai perwujudan untuk
mengembangkan masyarakat menjadi manusia berkualitas seiring
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dalam pengelolaannya,
Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan dengan sentralistik, dimana
tujuan pendidikan, materi dan metode pembelajaran, tenaga kependidikan
hingga untuk persyaratan kenaikan pangkat diatur oleh pemerintah pusat
dan berlaku untuk nasional. Sistem Pendidikan Nasional dibuat dengan
anggapan serta harapan bahwa pendidikan Indonesia kedepannya memiliki
masa depan yang cerah. Kendati demikian, Indonesia justru masuk kedalam
daftar negara dengan mutu pendidikan yang rendah dibandingkan dengan
negara lainnya di ASEAN.13

2. Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional


Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai induk peratutan perundang-
undangan pendidikan mengatur pendidikan pada umumnya. Segala sesuatu
yang berkaitan dengan pendidikan mulai dari prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini. Pada pasal 1 ayat 2
UU Sisdiknas berbunyi: “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman.” Ini berarti bahwa teori-teori dan praktik-praktik
pendidikan yang diterapkan di Indonesia, haruslah berakar pada

12
Hazairin Habe, Ahiruddin, SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, 2017, hal. 44
13
Tabrani .ZA, Sistem pendidikan di indonesia-antara solusi dan ilusi, 2017,
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21465.62569
13

kebudayaan Indonesia dan agama. Karakteristik sistem Pendidikan nasional


Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Redja Mudyahardjo Sebagai
berikut:
a. Karkteristik Sosila Budaya
Sistem pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan
nasional Indonesia, kebudayaan yang berpangkal dari upaya membina
bangsa Indonesia dalam bentuk kebudayaan kuno dan unik,
dikembangkan kebudayaan baru untuk memajukan Adab. Budaya dan
solidaritas dengan tidak menolak budaya asing dapat mengembangkan
dan memperkaya budaya kita sendiri dan meningkatkan derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia. Sistem pendidikan nasional Indonesia
berakar pada keberagaman atau Binneka Tunggal Ika. Sistem
pendidikan Indonesia harus menyerap dan mengembangkan
karakteristik geografis, demografis, sosial budaya, sosial politik, dan
sosial ekonomi daerah di seluruh Indonesia dalam kerangka persatuan
dan kesatuan Indonesia.
b. Karakteristik Dasar
Landasan hukum secara formal sistem pendidikan nasional Indonesia
adalah Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, yang bersifat mengatur/mengatur, dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Pasal
31 ayat 2 UUD 1945 berbunyi: “Setiap warga negara wajib mengenyam
pendidikan dasar dan negara wajib membiayainya.” Sasaran yang
diinginkan adalah warga negara yang berpendidikan minimal SLTA.
Dalam ayat ini terdapat dua kata “wajib” yang mempengaruhi
pelaksanaan program wajib belajar lebih lanjut. Artinya, semua anak
usia sekolah dasar (usia 6 sampai 15 tahun) wajib mengikuti sekolah
dasar dan menengah. Karena itu kewajiban, maka diperlukan sanksi
hukum terhadap keluarganya dan anak-anaknya jika tidak
melaksanakan kewajiban itu. Harus jelas sanksi apa yang akan
dijatuhkan kepada mereka. Tidak ada lagi alasan untuk tidak bersekolah
14

karena anak Anda tidak mau sekolah, atau karena keluarga Anda tidak
mampu bersekolah karena negara wajib membiayai.
c. Karakteristik Tujuan
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan manusia dalam
kehidupannya. Kehidupan orang-orang cerdas adalah kehidupan
masyarakat dalam segala aspek, termasuk politik, ekonomi, keamanan,
dan kesehatan. Lebih kuat dan lebih berkembang dari sebelumnya,
untuk menghadirkan keadilan dan kemakmuran bagi semua warga
negara dan bangsa dan untuk bertahan dari semua kekacauan. Tujuan
kedua adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, manusia baik
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memiliki
pengetahuan dan keterampilan. Memiliki kesehatan dalam pikiran dan
tubuh. Kepribadian yang stabil dan mandiri, rasa tanggung jawab dan
kebanggaan dalam masyarakat. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah
mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa
yang baik, mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuhkembangkan
potensi anak didik, menumbuhkan keimanan dan keimanan. keyakinan.
Takut akan Tuhan Yang Maha Esa. Menjadi warga negara yang
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
manusia dalam kehidupannya. Kehidupan orang-orang cerdas adalah
kehidupan masyarakat dalam segala aspek, termasuk politik, ekonomi,
keamanan, dan kesehatan. Lebih kuat dan lebih berkembang dari
sebelumnya, untuk menghadirkan keadilan dan kemakmuran bagi
semua warga negara dan bangsa dan untuk bertahan dari semua
kekacauan. Tujuan kedua adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, manusia baik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Memiliki
kesehatan dalam pikiran dan tubuh. Kepribadian yang stabil dan
mandiri, rasa tanggung jawab dan kebanggaan dalam masyarakat. Pasal
15

3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa


pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan, membentuk
watak dan peradaban bangsa yang baik, mencerdaskan kehidupan
bangsa, menumbuhkembangkan potensi anak didik, menumbuhkan
keimanan dan keimanan. keyakinan. Takut akan Tuhan Yang Maha Esa.
Menjadi warga negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
d. Karakteristik Kesisteman.
Pendidikan nasional adalah satu kesatuan kegiatan dan pendidikan yang
dirancang untuk dilaksanakan dan dikembangkan untuk berpartisipasi
dalam pencapaian tujuan nasional. Pendidikan massal memiliki amanat
utama bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan
(Pasal 31 UUD 1945). Membuka kesempatan seluas-luasnya melalui
pendidikan sekolah dan ekstrakurikuler yang menganut prinsip belajar
sepanjang hayat. Diknas menetapkan jalur pendidikan sekolah terdiri
dari tiga jalur utama yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Kurikulum, siswa dan tenaga pengajar merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Manajemen pendidikan terpusat dan terdesentralisasi. Transformasi
administrasi berlangsung secara terpusat, sedangkan transformasi
pendidikan pada satuan pendidikan berlangsung secara desentralisasi.
Penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan menjadi tanggung
jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Satuan pendidikan dan
kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat diselenggarakan
secara bebas menurut ciri atau kekhasan masing-masing, asalkan
pembentukan bangsa tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar
negara, ideologi, dan pandangan hidup masyarakat. Pendidikan nasional
memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan
16

bakat, minat, dan tujuannya, serta memudahkan satuan dan kegiatan


pendidikan menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah.14

3. Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional


Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan dengan sentralistik,
dimana tujuan pendidikan, materi dan metode pembelajaran, tenaga
kependidikan hingga untuk persyaratan kenaikan pangkat diatur oleh
pemerintah pusat dan berlaku untuk nasional.15 Meskipun dikatakan
masyarakat berperan sebagai mitra pemerintah dalam menyelenggarakan
pendidikan, dalam praktiknya tetap ditentukan oleh pemerintah. Contohnya
ialah di perguruan tinggi, mahasiswa di Indonesia diberikan panduan ketat
per semesternya maupun mata kuliahnya. Hal ini berbanding terbalik
dengan perguruan tinggi di Jerman yang lebih menuntut mahasiswanya
untuk menentukan semua sendiri, dengan artian mahasiswa di Jerman
mendapatkan kebebasan yang sangat besar untuk menentukan masa
depannya.16 Usaha dalam memperbaiki kualitas pendidikan di sistem
pendidikan sangkut pautnya dengan pendidikan karakter sebagai prioritas
untuk mengembangkan sumber daya manusianya. Indonesia yang
sebelumya menggunakan kurikulum KTSP dirubah sejak tahun 2013
menggunakan kurikulum 2013 yang berorientasi dalam pengembangan
karakter peserta didik. Dalam pelaksanaan pendidikan, guru akan dijadikan
panutan oleh peserta didiknya. Oleh sebab itu kinerja guru yang memiliki
sifat positif, kecerdasaan emosional yang stabil, dan menguasai bahan
pelajaran serta disiplin dapat membuahkan keberhasilan Pendidikan.17
Sistem pendidikan ini juga menyebabkan kekeliruan paradigma pendidikan

14
Edi Elisa, Karakteristik Sistem Pendidkan Nasional Indonesia, 2021,
https://educhannel.id/blog/artikel/karakteristik-sistem-pendidkan-nasional-indonesia.html
15
Munirah, SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: antara keinginan dan realita. Sistem Pendidikan Di
Indonesia, 02 (36) . (2015), h. 233
16
Syaifullah, KONSEP PENDIDIKAN JERMAN DAN AUSTRALIA (Kajian Komparatif dan Aplikatif
terhadap Mutu Pendidikan Indonesia), Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2014, h. 260–286.
17
Riyan Arthur, Santoso Sri Handoyo, & Daryati, Pendampingan dalam pengembangan penilaian autentik
untuk meningkatkan kinerja guru di wilayah binaan tangerang, 2019, https://doi.org/10.21009/sarwahita.161.01
17

dimana pendidikan terlihat sebagai sekularisme, bahkan perlu diakui atau


tidak sistem pendidikan di Indonesia adalah sekuler-materialistik yang
dibuktikan dalam UU Sidiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 15. Dengan kata
lain, Indonesia masih mengalami degradasi makna pendidikan secara
empirik.18 Sistem pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara lain
lebih banyak diwarnai dengan persaingan dan beban pembelajaran yang
banyak karena peserta didik tidak dituntun untuk hanya memfokuskan
potensi dan skill dalam dirinya melainkan diwajibkan mengemban
pembelajaran yang sama rata dari satu peserta didik dengan yang lainnya.19
Pada sekolah kejuruan, sistem pendidikannya belum stabil. Karena belum
ratanya pembagian peran yang baik antara pemerintah dengan masyarakat
dalam partisipasi penyelenggaraan pendidikan kejuruan.20 Melihat
banyaknya kekurangan suatu sistem pendidikan membuat banyak negara
yang mengambil langkah untuk meningkatkan pendidikan dengan
mengadopsi atau memperbaiki sistem pendidikannya. Akan tetapi, masih
banyak tantangan disertai dilema dengan berkembangnya zaman, oleh
sebab itu pemerintah harus mengubah strategi belajar dan mengajar untuk
mencapai tujuan Pendidikan.21 Akan tetapi, karena Indonesia terlalu sering
mengalami perubahan sistem pendidikan mengakibatkan kebingungan bagi
peserta didik dan tenaga kependidikan. Seperti perubahan kurikulum dari
KTSP menjadi kurikulum 2013 pada sistem pendidikan membawa
kelebihan dan kekurangan pada masing-masing.22 Akan tetapi, karena

18
I.K. Sudarsana, PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING :
POLICIES , PRACTICES , AND PROGRAMS ( Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia ),
2016, h. 10, http://www.ejournal .ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/71.
19
Maulana Amirul Adha, dkk, Analisis Komparasi Sistem Pendidikan Indonesia dan Finlandia, Jurnal studi
manajemen Pendidikan, 3(2), (2019), h. 145–160,
http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/JSMPI/article/view/1102/pdf
20
Jamal Bake & Rola Pola Anto, Public Services Model in Vocational High School at, International Journal
of Science and Research, 4(12), (2015), h. 558–566, https://www.ijsr.net/archive/v4i12/NOV151907.pdf.
21
Abdullah M. Al-Ansi, Reforming Education System in Developing Countries, International Journal of
Education and Research 5(7), (2017), h. 349–366,
https://www.researchgate.net/publication/338257320_Reforming_Education_System_in_Developing_Countr
ies
22
Lukas Lui Uran, EVALUASI IMPLEMENTASI KTSP DAN KURIKULUM 2013 PADA SMK
SEKABUPATEN BELU, NUSA TENGGARA TIMUR, 22(1), (2018), h. 1–11,
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/13309.
18

Indonesia terlalu sering mengalami perubahan sistem pendidikan


mengakibatkan kebingungan bagi peserta didik dan tenaga kependidikan.
Hingga sekarang kurikulum kembali mengalami perubahan yaitu menjadi
kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka belajar adalah jawaban dari
sebuah kebutuhan sistem Pendidikan di era revolusi industri 4.0. Nadiem
Makarim sebagai Kemendikbud Ristek menyerukan kemerdekaan Belajar
adalah kebebasan berpikir tanpa atanya kekangan dalam berfikir ilmiah.23
Nadiem menjelaskan jika adanya pembelajaran berdasarkan merdeka
belajar mampu menjadi jawaban untuk mengaplikasikan teknologi dalam
Pendidikan Indonesia. Kebebasan berpikir harus dimulai dari guru.
Pendapat tersebut didukung oleh Bell Hooks yang mengartikan bahwa
mendidik merupakan sebuah praktik pengajaran dan pembelajaran yang di
dalamnya tercipta suasana menyenangkan bagi guru dan siswa. 24 Pada
kurikulum 2013 peserta didik ditekankan untuk belajar dengan sistem
student center dimana peserta didik akan membuat kelompok belajar dan
diharuskan untuk terus aktif di dalam kelas. Sistem ini memerlukan
kesiapan yang matang baik peserta didik maupun guru. Guru harus peka
dalam mengarahkan siswa dalam belajar berkelompok serta mampu
bertindak sebagai kolabolator, motivator, maupun model yang baik untuk
peserta didik.25 Pada kurikulum merdeka belajar guru sebagai fasilitator
tidak lagi sekedar mentransfer pengetahuan tetapi membantu siswa untuk
menumbuhkan kemampuan intelektual dan spiritualnya. Selain itu, siswa
bukan sekedar menjadi objek penerima materi, tetapi meraka juga mampu
untuk berpikir kritis, menganalisa, berpikir tajam dalam peneyelesaian
masalah dan merasa tidak terkekang saat belajar. Kurikulum merdeka
belajar Kurikulum lebih menitikberatkan pada kebebasan dan aksesibilitas

23
Dahlia Sibagariang, Hotmaulina Sihotang, and Erni Murniarti, “Peran Guru Penggerak Dalam
Pendidikan,” Dinamika Pendidikan 14 (2), (2021), h. 88–99,
https://ejournal.fkipuki.org/index.php/jdp/article/view/53.
24
Akello Specia and Ahmed A. Osman, “Education as a Practice of Freedom: Reflections on Bell
Hooks.,” Journal of Education and Practice, 6, (17), (2015), h. 195–99, www.iiste.org.
25
Yuna Mumpuni Rahayu, Pengaruh perubahan kurikulum 2013 terhadap perkembangan peserta
didik, XVIII(3), (2016), h. 222–242, https://jurnal.ugj.ac.id/index.php/logika/article/view/216.
19

yang diberikan kepada sekolah untuk menyelenggarakan Pendidikan proses


berdasarkan sumber daya yang dimiliki dan mengacu pada tujuan dan cita-
cita Pendidikan.26

26
Istaryatiningtias, Silviana, and Hidayat, “Management of the Independent Learning Curriculum during the
Covid-19 Pandemic,” Journal of Education Research and Evaluation 5 (2), (2021), h. 176,
https://doi.org/10.23887/jere.v5i2.32998.
20

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari
bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan
berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal
yang samasama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka
berusaha mengejar tujuannya. Menurut H.A.R Tilaar kebijakan pendidikan
merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, diwujudkan atau dicapai melalui lembaga-lembaga sosial (social
institutions) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan
formal, nonformal, dan informa. Sistem pendidikan nasional adalah suatu
sistem dalam suatu negara yang mengatur pelaksanaan pendidikan di negaranya
agar dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan tercipta kesejahteraan umum
dalam masyarakat. Dapat di simpulakan bahwa kebijakan merupakan tahap
awal sebelum terlaksananya sistem Pendidikan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. (2006). Kebijakan Publik, Jakarta: Suara Bebas.


Adha, Maulana Amirul dkk. (2019). Analisis Komparasi Sistem Pendidikan
Indonesia dan
Finlandia, Jurnal studi manajemen Pendidikan, 3 (2),
http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/JSMPI/article/view/1102/pdf.
Arthur, Riyan Santoso Sri Handoyo, & Daryati. (2019). Pendampingan dalam
pengembangan penilaian autentik untuk meningkatkan kinerja guru di
wilayah binaan tangerang, 2019,
https://doi.org/10.21009/sarwahita.161.01
Bake,Jamal & Rola Pola Anto. (2015). Public Services Model in Vocational High
School at, International Journal of Science and Research, 4 (12),
https://www.ijsr.net/archive/v4i12/NOV151907.pdf.
Elisa, Edi. (2021). Karakteristik Sistem Pendidkan Nasional Indonesia,
https://educhannel.id/blog/artikel/karakteristik-sistem-pendidkan-
nasional-indonesia.html
Habe, Hazairin, Ahiruddin. (2017). SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
Hermanto, Agustinus. (2013). Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Istaryatiningtias, Silviana, and Hidayat. (2021). “Management of the Independent
Learning
Curriculum during the Covid-19 Pandemic,” Journal of Education
Research and
Evaluation 5 (2), https://doi.org/10.23887/jere.v5i2.32998.
M. Al-Ansi, Abdullah. (2017). Reforming Education System in Developing
Countries,
International Journal of Education and Research 5 (7),
https://www.researchgate.net/publication/338257320_Reforming_Educati
on_System_in_Developing_Countries.
22

Munirah. (2015). SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: antara keinginan dan


realita.
Sistem Pendidikan Di Indonesia, 02 (36).
Rahayu, Yuna Mumpuni. (2016). Pengaruh perubahan kurikulum 2013 terhadap
perkembangan peserta didik, XVIII (3),
https://jurnal.ugj.ac.id/index.php/logika/article/view/216.
Rohman, Arif. (2009). Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: Laksbang
Mediatama Yogyakarta.
Rozak, Abdul. (2021). KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA, Journal of
Islamic Educatioan ,3 (2).
Sari, Widya, Andi Muhammad Rifki & Mila Karmila. (2020). ANALISIS
KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERKAIT IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN JARAK JAUH PADA MASA DARURAT COVID 19,
Jurnal Mappesona, 3 (2), https://jurnal.iain-
bone.ac.id/index.php/mappesona/article/view/830.
Sibagariang, Dahlia, Hotmaulina Sihotang, and Erni Murniarti. (2021). “Peran
Guru Penggerak Dalam Pendidikan,” Dinamika Pendidikan 14 (2),
https://ejournal.fkipuki.org/index.php/jdp/article/view/53.
Solichin, Mujianto. (2015). “Implementasi Kebijakan pendidikan dan peran
birokrasi”, Religi, Jurnal Studi Islam. 6 (2).
Specia, Akello and Ahmed A. Osman. (2015). “Education as a Practice of Freedom:
Reflections on Bell Hooks.,” Journal of Education and Practice, 6, (17),
www.iiste.org.
Sudarsana, I.K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU
LIFELONG LEARNING : POLICIES , PRACTICES , AND PROGRAMS (
Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia ),
http://www.ejournal .ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/71.
Syafaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Syaifullah. (2014). KONSEP PENDIDIKAN JERMAN DAN AUSTRALIA
(Kajian Komparatif dan Aplikatif terhadap Mutu Pendidikan Indonesia),
Jurnal Ilmiah Peuradeun.
23

Tawa, Angelika Bule. (2018). KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN


IMPLEMENTASINYA PADA SEKOLAH DASAR, e-journal.stp.ipi.ac.id.
Uran, Lukas Lui. (2018). EVALUASI IMPLEMENTASI KTSP DAN
KURIKULUM 2013 PADA SMK SEKABUPATEN BELU, NUSA
TENGGARA TIMUR, 22 (1)
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/13309.
ZA, Tabrani. (2017). Sistem pendidikan di indonesia-antara solusi dan ilusi,
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21465.62569.

You might also like