You are on page 1of 2

Akta Otentik Sebagai Alat Bukti yang Sempurna

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan


kepastian hukum yang dapat memberikan aturan dan juga keamanan bagi mereka. Dengan
memahami hal ini, maka dalam melakukan kegiatan sehari-hari, individu dapat mengetahui
hal apa yang boleh dan tidak diperbolehkan, dan juga keamanan yang mereka dapatkan.
Salah satu cara yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mencapai kepastian hukum
adalah dengan memiliki jaminan dan perlindungan hukum yang dapat ditunjukkan melalui
kepemilikan alat bukti yang sah dan diakui oleh hukum.
Menurut Pasal 1866 Burgerlijk Wetboek, macam alat bukti adalah bukti tulisan, bukti
dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan , pengakuan, dan sumpah. Dalam kasus
keperdataan, alat bukti yang diutamakan adalah alat bukti tulisan. Jenis bukti berupa tulisan
adalah akta otentik dan tulisan-tulisan bawah tangan. Bukti tertulis yang dianggap sebagai
alat bukti yang sempurna adalah akta otentik.
Akta otentik menurut pasal 1868 BW adalah suatu akta yang didalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Yang disebut dengan pegawai umum
tersebut ialah notaris. Pembuatan akta otentik tidak dapat sembarangan karena hal tersebut
telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2014 yang mengatur
tentang sifat dan bentuk akta sehingga dalam membuat sebuah akta, notaris harus mengikuti
aturan yang terdapat dalam peraturan undang-undang tersebut.
Dalam proses pembuatan akta otentik, para pihak harus menghadap ke pejabat yang
berwenang dan memberikan keterangan serta bukti atau data yang dapat membuktikan
keabsahan pernyataannya. Para pihak yang datang di hadapan notaris tersebut harus telah
menemui kesepakatan diantara para pihak tersebut, sehingga kesepakatan tersebut dapat
dituangkan ke dalam akta notaris dalam bentuk perjanjian atau perikatan. Setelah adanya
kesepakatan tersebut, para pihak memberikan keterangan tentang perikatan tersebut dan
melengkapi data yang dibutuhkan, seperti kartu tanda penduduk, kartu keluarga, buku nikah,
sertifikat, dan sebagainya. Untuk membuktikan kebenaran dari hal tersebut, pihak notaris
harus melihat apakah keterangan dari para pihak tersebut telah sesuai dengan data yang ada
secara formal.
Setelah melalui serangkaian proses tersebut dan akta telah dibuat, maka para pihak
dapat dipanggil kembali untuk melakukan tanda tangan. Sebelum tanda tangan dilakukan,
notaris wajib membacakan akta yang telah dibuatnya di hadapan para pihak dan juga saksi.
Setelah para pihak setuju, maka dilakukanlah proses tanda tangan oleh para pihak, saksi, dan
notaris sebagai bukti bahwa para pihak telah mengetahui dan menyetujui akta tersebut dan
disaksikan pula oleh para saksi. Sebagai bukti dari persetujuan tersebut, pada proses
penandatanganan didokumentasikan sehingga terlihat bahwa para pihak memang benar
menghadap di depan notaris dan melakukan penandatanganan di hadapan notaris tersebut
pula, beserta dua orang saksi. Dengan begitu, semua perbuatan yang terjadi dalam proses
pembuatan akta tersebut terjamin kepastian hukumnya.
Berdasarkan uraian tentang proses yang dilalui dalam pembuatan sebuah akta,
diketahui bahwa setiap hal yang dilakukan oleh notaris menggunakan prinsip kehati-hatian
karena semua perbuatan yang dilakukan oleh notaris harus dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, perlu diingat kembali bahwa tanggung jawab notaris terletak pada kebenaran formal,
yang mana dilihat dari alat bukti atau data yang diberikan oleh pihak-pihak penghadap adalah
asli. Semua proses yang dilakukan oleh seorang notaris juga harus sesuai dengan peraturan
yang ada, dengan tujuan mendapatkan perlindungan dan jaminan hukum agar tercapai
kepastian hukum. Dengan demikian, akta tersebut nantinya dapat menjadi sebuah alat bukti
yang sah dan memiliki jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi seluruh
pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum tersebut.
Pembuatan akta otentik oleh notaris sebagai alat bukti yang sah dan memiliki jaminan
kepastian hukum ini berkaitan dengan pasal 1870 BW yang menyatakan bahwa suatu akta
otentik memberikan pihak-pihak, ahli warisnya, atau juga orang-orang yang mendapat hak
dari mereka sebuah bukti yang sempurna tentang yang dimuat di dalamnya. Dengan ini,
dikatakan bahwa apabila seseorang memiliki sebuah akta otentik, maka seseorang tersebut,
memiliki alat bukti yang sempurna. Tentunya, dengan melihat dari keseluruhan proses yang
terjadi dalam pembuatan sebuah akta otentik yang dilakukan oleh seorang notaris dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian, dan sesuai dengan peraturan yang ada, maka dapat
dengan jelas dikatakan bahwa seluruh proses tersebut bertujuan untuk menghasilkan sebuah
akta otentik yang sah di mata hukum dan memiliki jaminan kepastian hukum sehingga
menjadikannya sebagai sebuah alat bukti yang sempurna.

You might also like