You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN

TYPHOID
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang
diampuh Ns. Gusti Pandi Liputo, M.Kep
Disusun Oleh:

Kelas A

Kelompok II

1. Ramdan Hunowu (841418015)


2. Ririn Hasan (841418003)
3. Parida Luawo (841418004)
4. Imelda S. Putri (841418006)
5. Sumiyati Moo (841418010)
6. Delfiyanti Hasan (841418012)
7. Merianti Tantalama (841418016)
8. Sutri Dj. Eksan (841418017)
9. Iin N. Uno (841418020)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini terwujud berkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena
itu, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Tak ada gading yang tak retak begitu juga kami menyadari bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun agar kami menjadi lebih baik lagi. Adapun harapan kami
semoga makalah ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat bagi kita
semua dan semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo , Februari 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
Bab I.........................................................................................................................1
Pembahsan...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
Bab II........................................................................................................................3
Konsep Medis..........................................................................................................3
2.1 Definisi...........................................................................................................3
2.2 Etiologi...........................................................................................................3
2.3 Patofisiologi....................................................................................................4
2.4 Manifestasi klinis...........................................................................................4
2.5 Komplikasi.....................................................................................................5
2.6 Pencegahan.....................................................................................................6
2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................6
Pathway Typhoid..................................................................................................9
Bab III....................................................................................................................12
Konsep Keperawatan.............................................................................................12
3.1 Pengkajian....................................................................................................12
3.2 Diagnosa.......................................................................................................16
3.3 Tabel Intervensi............................................................................................18
Bab IV....................................................................................................................28
Penutup...................................................................................................................28
4.1 kesimpulan....................................................................................................28
4.2 Saran.............................................................................................................28
Daftar Pustaka........................................................................................................29

iii
Bab I
Pembahsan

1.1 Latar Belakang


WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat sekitar 17
juta kematian terjadi tiap tahun akibat penyakit ini. Asia menempati urutan
tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus terjadi tiap tahunnya.
Di Indonesia diperkirakan antara 800-100.000 orang yang terkena penyakit
demam thypoid sepanjang tahun. Kasus thypoid di derita oleh anak – anak sebesar
91% berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 pertahunnya (WHO,
2010) dalam (La Rangki, Fitriani 2019).
Penyakit menular yang paling sering terjadi dinegara berkembang
adalah penyakit pada saluran pernafasan dan pencernaan. Salah satu
diantaranya adalah Penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang berada
pada usus halus dan dapat menimbulkan gejala terus menerus, ditimbulkan
oleh Salmonella thyposa. Pada tahun 2008 demam tifoid diperkirakan
216.000-600.000 kematian. Kematian tersebut, sebagian besar terjadi di
Negara-negara berkembang dan 80% kematian terjadi di Asia (La Rangki,
Fitriani 2019).
Kematian dirumah sakit berkisar antara 0-13,9%. Prevalensi pada
anak-anak kematian berkisar antara 0-14,8%. (WHO, 2013). Pada tahun
2014 diperkirakan 21 juta kasus demam tifoid 200.000diantaranya
meninggal dunia setiap tahun. (WHO, 2014). Di Indonesia penyakit demam
typhoid merupakan penyakit endemis dan menyebabkan kematian sebesar 3,3 %
dari seluruh kematian di Indonesia, dan keadaan ini ada hubungannya dengan
tingkat kesehatan dan sanitasi yang jelek. Insidensi demam typhoid di Indonesia
diperkirakan antara 350 – 810/ 100.000 ribu penduduk pertahun atau 600.000
sampai 1,5 juta kasus pertahun (Litbangkes, 2008) dalam (La Rangki, Fitriani
2019).
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana konsep medis typhoid?
2) Bagaimana konsep keperawatan typhoid?
1.3 Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis typhoid
2) Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan typhoid
Bab II
Konsep Medis

2.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi Namun
dapat pula disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella typhi B, dan
Salmonella paratyphi C. (Vani Rahmasari, Keri Lestari. 2018).

2.2 Etiologi
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram
negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah
berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada
feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan
secara tidak langsung melalui makanan atau minuman (Martha Ardiaria 2019)
Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat bakteri berkembang biak dan merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.
Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia) menyebabkan demam
makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai hubungan erat dengan lingkungan
terutama pada lingkungan yang penyediaan air minumnya tidak memenuhi syarat
kesehatan dan sanitasi yang buruk pada lingkungan (Martha Ardiaria 2019)
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar yaitu polusi
udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan penduduk, kemiskinan
dan lain-lain. beberapa penelitian di seluruh dunia menemukan bahwa laki-laki
lebih sering terkena demam tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan
di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya (Martha Ardiaria 2019).
Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh, wanita lebih berpeluang untuk
terkena dampak yang lebih berat atau mendapat komplikasi dari demam tifoid.
Salah satu teori yang menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi
masuk ke dalam sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja
lebih berat (Martha Ardiaria 2019).
2.3 Patofisiologi
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL
(Martha Ardiaria 2019)
Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan
keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.Demam merupakan bagian
dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma,
seperti halnya letargi, berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat
menyebabkan dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan
lain-lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu
tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi
untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi. Pirogen adalah suatu zat
yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen
(Martha Ardiaria 2019).
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap kenaikan
suhu 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar 10%). Pirogen adalah
suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen dan
endogen. Pada anak dan balita, demam tinggi dapat menyebabkan kejang (Martha
Ardiaria 2019).
Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat
menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme, walaupun
jumlah yang diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak
mungkin lebih kecil. Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang tertelan
semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek
masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul. (Martha Ardiaria 2019)

2.4 Manifestasi klinis


Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya dengan
tifus ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri Salmonella typhi yang
menyebar ke seluruh tubuh. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman
pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan
gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bacteremia disertai inflamasi
yang dapat merusak usus dan organ-organ hati (Martha Ardiaria 2019).
Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua minggu setelah
seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala umum yang terjadi pada
penyakit tifoid adalah Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu
demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare (Martha Ardiaria 2019).
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada
semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2
hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena
Streptococcus atau Pneumococcus dari pada S. typhi. Sakit kepala hebat yang
menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain S. Typhi
juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi
gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor,
psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.
Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
(Martha Ardiaria 2019)

2.5 Komplikasi
Pada minggu ke dua timbul komplikasi demam typhoid mulai yang ringan
sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi antara
lain:
1) Typhoid toksik (typhoid ensefalopati)
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala
delirium sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya
(Martha Ardiaria 2019)
2) Syok septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sitemik, karena bakteri
Salmonella. Disamping gejala-gejalatyphoid diatas, penderita jatuh kedalam
fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus,
berkeringat serta akral dingin. Akan berbahaya jika syok menjadi
irreversible (Martha Ardiaria 2019).
a. Pendarahan dan perforasi intestinal
Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke 2 demam atau
setelah itu. Perdarahan dengan gejala berak darah, atau dideteksi
dengan tes perdarahan tersembunyi (Martha Ardiaria 2019).
b. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi.
Ditemukan gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung
serta disertai penekanan (Martha Ardiaria 2019).
c. Hepatitis tifosa
Demam typhoid disertai dengan gejala ikterus, hepatomegali, dan
kelainan tes fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT,SGOT
dan birilubin dalam darah (Martha Ardiaria 2019).
d. Pankreatitis tifosa
Merupakan kompikasi yang jarang terjadi , gejalanya sama dengan
gejala pankreatitis (Martha Ardiaria 2019).
e. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil salmonella atau koinfeksi dengan mikroba
lainyang sering menyebabkan pneumonia. (keputusan mentri
kesehatan 2006) dalam (Martha Ardiaria 2019).

2.6 Pencegahan
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan
makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama
menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan
tersedianya air bersih seharihari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring
dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula
vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang
endemik demam tifoid. (Martha Ardiaria 2019)

2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar,
yaitu tatalaksana umum yang bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa
pemberian antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga
bukan hanya tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut,
namun juga ditujukan kepada penderita karier salmonella typhi, pencegahan
pada anak berupa pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi traveller dari
daerah non endemik ke daerah yang endemik demam tifoid (Martha Ardiaria
2019)
a. Tatalaksana umum
Tatalaksana umum (suportif) merupakan hal yang sangat penting
dalam menangani demam tifoid selain tatalaksana utama berupa
pemberian antibiotik. Pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral,
penggunaan antipiretik, pemberian nutrisi yang adekuat serta transfusi
darah bila ada indikasi, merupakan tatalaksana yang ikut memperbaiki
kualitas hidup seorang anak penderita demam tifoid (Martha Ardiaria
2019).
Gejala demam tifoid pada anak lebih ringan dibanding orang dewasa,
karena itu 90 % pasien demam tifoid anak tanpa komplikasi, tidak perlu
dirawat di rumah sakit dan dengan pengobatan oral serta istirahat baring
di rumah sudah cukup untuk mengembalikan kondisi anak menjadi sehat
dari penyakit tersebut (Martha Ardiaria 2019).
b. Tatalaksana antibiotik
Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada
anak di negara berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan
dan biaya. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, kloramfenikol masih
menjadi obat pilihan pertama pengobatan demam tifoid pada anak,
terutama di negara berkembang. Hal ini berbeda dengan dewasa, dimana
obat antibiotik lini pertamanya adalah pilihan terapi antibiotik untuk
demam tifoid golongan fluorokuinolon, seperti ofloksasin, siprofloksasin,
levofloksasin atau gatifloksasin (Martha Ardiaria 2019).
Persoalan pengobatan demam tifoid saat ini adalah timbulnya
resistensi terhadap beberapa obat antibiotik yang sering digunakan
dalam pengobatan demam tifoid atau yang disebut dengan Multi
Drug Resistance (MDR). S. Typhi yang resisten terhadap kloramfenikol,
yang pertama kali timbul pada tahun 1970, kini berkembang menjadi
resisten terhadap obat ampisilin, amoksisilin,
trimetoprimsulfametoksazol dan bahkan resisten terhadap
fluorokuinolon (Martha Ardiaria 2019)
PATHWAY TYPHOID

Bakteri salmonella thypi dan


salmonella parathypi

Terdapat dalam makanan,


minuman, atau apda vektor

Menyebar ke saluran Masuk ke dalam tubuh


pernapasan melalui mulut

Masuk ke saluran pencernaan Masuk ke lambung


Dilatasi pembuluh darah

Tidak mati oleh asam


lambung Di musnahkan oleh asam
Eksudat masuk ke alveoli lambung

Bakteri tembus sampai ke


usus halus
Bakteri mati
Gangguan difusi gas

Bakteri berkembang biak


Suplai O2 dalam darah
menurun

Sisitem imun individu dalam


Gangguan pertukaran gas keadaan tidak baik
Bakteri menembus sel epirel

Berkembang biak di lamina


propria

Ditelan sel fagosis

Plaquer peyeri

Kelenjar limfa mesontreia

Aliran darah

Bakterimia asimptomatik

Organ fetokaloendotelial
(hati dann limpa)
Tidak difagosit

Hepatomegali dan Infeksi hati dan limpa


splenomegali

inflamasi

Merangsang ujung saraf

Endotoksin Peningkatan suhu tubuh

Nyeri perabaan
Penuruna nafsu makan Hipertermi

Nyeri akut
Mual muntah

Proses metabolisme menurun

Energi yang dihasilkan


berkurang

Lemah dan lesu Intoleransi aktivitas


KONSEP KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status Perkawinan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : TB Paru
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur :Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Tidak terkaji
2) Riwayat kesehatan sekarang
Typhoid
P (Provokating) : Tidak terkaji
Q (Quality) : Tidak terkaji
R (Region) : Tidak terkaji
S (Severity/Skala) : Tidak terkaji
T (Time) : Tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : tidak terkaji
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat : Tidak terkaji
3)      Alergi : Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terkaji
d. Diagnosa Medis dan therapy : Thyphoid
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) Saat sakit : Tidak terkaji
c.   Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) BAK
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas : Tidak terkaji
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
e. Pola kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
f. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
1. Sebelum sakit : Tidak terkaji
2. Sebelum sakit : Tidak terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji
k. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : tidak terkaji
HR : tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
Suhu : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
b. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala : Tidak terkaji
b) Rambut : Tidak terkaji
c) Warna : Tidak terkaji
d) Tekstur : Tidak terkaji
e) Distribusi Rambut : Tidak terkaji
f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji
2) Mata
a) Sklera : Tidak terkaji
b) Konjungtiva : Tidak terkaji
c) Pupil : Tidak terkaji
3) Telinga : Tidak terkaji
4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji
a) Kebersihan : Tidak terkaji
b) Warna : Tidak terkaji
c) Kelembapan : Tidak terkaji
d) Lidah : Tidak terkaji
e) Gigi : Tidak terkaji
6) Leher :
7) Dada/pernapasan
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Paru-paru
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
10) Abdomen : Tidak terkaji
11) Punggung : Tidak terkaji
12) Ekstermitas : Tidak terkaji
13) Genitalia : Tidak terkaji
14) Integumen : Tidak terkaji
a) Warna : Tidak terkaji
b) Turgor : Tidak terkaji
c) Integrasi : Tidak terkaji
d) Elastisitas : Tidak terkaji
5. Pemeriksaan penunjang

Jenis Pemeriksaan

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Eritrosit

Diffferent count

MCV

MCH

MCHC

6. Penatalaksanaan
a. Terapi sss
- IVFD RL
- Oksigen
- Diazepam
- Paracetamol

DIAGNOSA
1. Hipertermi (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
2. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
3. Ganggaun Pertukaran Gas (D.0003)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
4. Intolerasi Aktivitas (D.0056)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
3.3 Tabel Intervensi
No. SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Hipertermi (D.0130) Termoregulasi Manajemen Hipertermia:  Mengetahui penyebab hipertermia,
Kategori : Lingkungan Kriteria Hasil: a. Observasi: suhu tubuh dan kadar elektrolit.
Subkategori : Keamanan dan Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penyebab
Proteksi keperawatan selama 3 x 24 jam hipertermia
Definisi pada masalah hipertermia dapat  Monitor suhu tubuh
Suhu tubuh meninggkat di atas tertasi dengan indikator:  Agar suhu tubuh tidak semakin
 Monitor kadar elektrolit
rentang normal tubuh  Kulit merah membaik dari skala tinggi
b. Terapeutik :
Penyebab 1(meningkat) menjadi 4 (cukup  Sediakan lingkungan yang
1. Dehidrasi menurun) dingin
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis, infeksi,  Kejang membaik dari skala  Longgarkan atau lepaskan
kamker) 2(cukup meningkat) menjadi pakaian
4. Ketidaksesuain pakain dengan  Untuk menghilangkan stress pada
suhu lingkungan skala 4 (cukup menurun) c. Edukasi : otot-otot punggung
5. Peningkatan laju metabolisme  Takikardi membaik dari skala 2  Anjurkan tirah baring
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebih (cukup meningkat ) menjadi d. Kolaborasi :  Untuk mengatasi
8. Penggunanaan inkubator skala 5 (menurun) Kolaborasi pemberian cairan dan kekurangan cairan
Gejala dan Tanda Mayor  Takipnea membaik dari skala 1 elektrolit intravena, (jika perlu).
Subjektif (meningkat) menjadi skala 4
(Tidak Tersedia)
Objektif (cukup menurun)
1. Suhu tubuh di atas normal  Suhu kulit membaik dari skala
2 (cukup memburuk) menjadi
Gejala dan Tanda Minor
skala 4 (cukup membaik)
Subjektif
(Tidak Tersedia)
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

2. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri


Kategori : Psikologis Kriteria Hasil Definisi Observasi
Subkategori : Nyeri dan Mengidentifikasi dan mengelola - Mengetahui lokasi nyeri,
Setelah dilakukan tindakan
Kenyamanan pemgalaman sensorik atau
karakteristik nyeri, berapa
Definisi keperawatan selama 3x24 jam emosional yang berkaitan dengan
Pengalaman sensorik atau kerusakan jaringan atau lama nyeri dirasakan serta
masalah Nyeri akut diharapakan
emosional yang berkaitan dengan fungsional dengan onset
kualitas dan intensitas nyeri
kerusakan jaringan aktual atau menurun dan teratasi dengan mendadak atau lambat dan
funsional, dengan onset mendadak berintensitas ringan hingga berat yang dirasakan pasien untuk
indikator:
atau lambat dan berintensitas dan konstan.
mengetahui penanganan apa
ringan hingga berat yang 1. Keluhan nyeri menurun Tindakan
berlangsung kurang dari 3 bulan. Observasi yang akan diberikan.
dari skala 1 (meningkat)
Penyebab - Identifikasi lokasi,
- Memastikan tingkat nyeri yang
1. Agen pencedera fisologis menjadi skala 4 (cukup karakteristik, durasi,
(mis. inflamasi, iskemia, frekuensi, kualitas, dirasakan pasien dan apakah
menurun).
neoplasma). intensitas nyeri. memerlukan penangan yang
2. Meringis menurun dari
2. Agen pencedera kimiawi - Identifikasi skala nyeri cepat.
(Mis. terbakar, bahan skala 1 (meningkat) - Identifikasi faktor yang
kimia iritan). memperberat dan - Mengetahui dan menghindari
menjadi skala 4 (cukup
3. Agen pencedera fisik (mis. memperingan nyeri faktor yang memperberat
menurun).
abses, amputasi, terbakar, - Identifikasi pengaruh nyeri.
terpotong, mengangkat 3. Sikap protektif menurun budaya terhadap respon
berat, prosedur operasi, - Dapat menyesuaikan
dimana yang awalnya nyeri
trauma, latihan fisik - Monitor keberhasilan pemberian manajemen nyeri
skala 1 (meningkat)
berlebihan). terapi komplementer yang sesuai dengan keyakinan
menjadi skala 4 (cukup sudah diberikan
Gejala dan tanda mayor pasien sehinnga manajemen
Subjektif menurun). - Monitor efek samping nyeri akan berjalan efektif.
1. Mengeluh nyeri penggunaan analgetik
4. Kesulitan Tidur berkurang - Memastikan terapi untuk
Objektif yang awalnya skala 1 Terapeutik mengatasi nyeri yang diberika
1. Tampak meringis - Berikan teknik non
(meningkat) menjadi skala efektif atau perlu ditambahkan.
2. Bersikap protektif (mis. farmakologi untuk
waspada, posisi 4 (cukup menurun). mengurangi rasa nyeri Terapeutik
menghindari nyeri). 5. TTV (Tekanan darah, (mis. TENS, hipnosis, - Mencegah agar tidak akan
3. Gelisah akupresure, terapi musik,
frekuensi nadi, pola nafas) timbul masalah lain yang akan
4. Frekuensi nadi meningkat biofeedback, terapi pijat,
5. Sulit tidur membaik dari awalnya aromaterapi, teknik di rasakan oleh pasien
skala 1 (memburuk) imajinasi terbimbing, sehinnga tindakan berfokus
Gejala dan tanda minor
Subjektif menjadi skala 4 (cukup kompres hangat atau pada manajemen nyeri.
(Tidak tersedia) dingin, terapi bermain).
membaik). - Agar pasien tidak akan
Objektif - Kontrol lingkungan yang
1. Tekanan darah meningkat 6. Fokus dan Nafsu makan memperberat rasa nyeri ketergantungan pada obat.
2. Pola napas berubah menjadi baik dari awalnya (mis. suhu ruangan, - Memastikan pasien merasakan
3. Nafsu makan berubah pencahayaan, kebisingan).
skala skala 1 (memburuk) nyaman sehingga nyeri yang
4. Proses berpikir terganggu - Fasilitasi istrahat dan
5. Menarik diri menjadi skala 4 (cukup tidur. pasien rasakan tidak semakin
6. Berfokus pada diri sendiri membaik). - Pertimbangkan jenis dan parah.
7. Diaforesis sumber nyeri dalam
- Memastikan kebutuhan istrahat
pemilihan strategi
Kondisi klinis terkait dan tidur pasien terpenuhi.
meredakan nyeri.
1. Kondisi pembedahan
Edukasi
2. Cedera traumatis Edukasi
3. Infeksi - Jelaskan penyebab, - Agar tindakan manajemen
4. Sindrom koroner akut periode, dan pemicu nyeri. nyeri yang diberikan tepat dan
- Jelaskan strategi
Glaukoma sesuai saran sehingga nyeri
meredakan nyeri.
- Jelaskan farmakologi yang di rasakan akan teratasi.
untuk mengurangi rasa - Dengan mengetahui penyebab,
nyeri. periode, dan pemicu nyeri
maka pasien dapat mengatasi
Kolaborasi nyerinya sendiri.
- Kolaborasi pemberian
- Agar pasein dapat memilih
analgetik jika perlu.
strategi untuk meredeakan
nyeri yang ia rasakan sendiri
sesuai keinginan dan
kenyamanannya.
Kolaborasi
- Agar pasein dapat mengetahui
terapi farmakologi (obat-
obatan) yang dapat digunakan
selain non farmakologi jika
terapi non farmakologi tidak
berhasil.
- Memastikan Terapi analgetik
yang diberikan efektif dengan
melakukan kolaborasi.

3. Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas (L.01003) Pemantauan respirasi (I.01014) Observasi
(D.0003) Definisi Tindakan 1. Untuk mengetahui jika adanya
Kategori : Fisiologis Oksigenasi dan/atau eliminasi observasi perubahan frekuensi, irama,
Subkategori : Respirasi karbondioksida pada membrane 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
Definisi alveolus-kalpiler dalam batas kedalaman, dan upaya napas 2. Memonitor adanya sumbatan jalan
Kelebihan atau kekurangan normal. 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas yaitu Untuk mengetahui
oksigenasi dan atau eliminasi Kriteria hasil. napas apakah terjadi obstruksi jalan napas
karbondioksida pada membrane Setelah dilakukan tindakan Terapeutik Terapeutik
alveolus kapiler. keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Atur interval pemantauan 1. Dengan Mengatur
Penyebab pada masalah Gangguan respirasi sesuai kondisi pasien Interval pemantauan respirasi sesuai
1. Ketidakseimbangan fentilas- pertukaran Gas dapat teratasi Edukasi kondisi pasien agar untuk
perfusi. dengan indicator : 1. Jelaskan tujuan dan hasil mendapatkan data yang lebih akurat
pemantauan
2. Perubahan membrane 1. Dipsnea meningkat dari skala dari hasil pemeriksaan.
alveolus-kapiler. 2 (cukup meningkat) menjadi Edukasi
Gejala dan tanda mayor skala 5 (menurun). 1. Menjelaskan tujuan dan hasil
Subjektif 2. Bunyi napas tambahan pemantauan untuk memberikan
1. Dipsnea meningkat dari skala 2 (cukup edukasi berupa informasi pada
Objektif meningkat) menjadi skala 5 pasien yang berhubungan dengan
1. PCO2 meningkat/menurun (menurun). penyakit pasien
2. PO2 menurun 3. Takikardia meningkat dari
3. Takikardia skala 2 (cukup meningkat)
4. pH arteri menjadi skala 5 (menurun).
meningkat/menurun. 4. Pusing meningkat dari skala 2
5. bunyi napas tambahan (cukup meningkat) menjadi
Gejala dan tanda minor skala 5 (menurun).
Subjektif 5. Penglihatan kabur meningkat
1. pusing dari skala 3 (sedang) menjadi
2. penglihatan kabur skala 5 (menurun).
Objektif 6. Diaforesis meningkat dari
skala 2 (cukup meningkat)
1. sianosis menjadi skala 4 (cukup
2. diaphoresis menurun).
3. gelisah 7. Gelisah meningkat dari skala 2
4. napas cuping hidung (cukup meningkat) menjadi
5. pola napas abnormal skala 4 (cukup menurun).
(cepat/lambat, 8. Napas cuping hidung
regular/ireguler, meningkat dari skala 2 (cukup
dalam/dangkal) meningkat) menjadi skala 5
6. warna kulit abnormal (mis. (menurun).
Pucat, kebiruan) 9. PCO2 meningkat dari skala 2
7. kesadaran menurun (cukup memburuk) menjadi
Kondisi klinis terkait skala 5 (membaik).
1. penyakit paru obstruktif 10. PO2 meningkat dari skala 2
kronis (PPOK) (cukup memburuk) menjadi
2. Gagal jantung congestive skala 5 (membaik).
3. Asma 11. pH arteri meningkat dari skala
4. Pneumonia 2 (cukup memburuk) menjadi
5. Tuberkulosis paru skala 5 (membaik).
6. Penyakit membranhialin 12. sianosis meningkat dari skala
7. Asfiksia 2 (cukup memburuk) menjadi
8. Persistent pulmonary skala 5 (membaik).
hypertension of newborn 13. pola napas PCO2 meningkat
(PPHN) dari skala 2 (cukup
memburuk) menjadi skala 4
9. Prematuritas (cukup membaik).
5. Infeksi saluran napas. Dan 14. warna kulit PCO2 meningkat
melegakkan tenggorokan dari skala 2 (cukup
memburuk) menjadi skala 4
(cukup membaik).

4. Intolerasi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas (L.05047) Manejemen Energi (I.05178)  mengetahui secara psikologis
Kategori : Fisiologis a. Observasi : permasalahan dengan
Hasil Kriteria:
 identifikasi gangguan keterbatasan gerak
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
Setelah dilakukan tindakan fungsi tubuh yang  sehat secara psikologis dapat
Definis mengakibatkan kelelahan meningkatkam semangat hidup
keperawatan selama 3 x 24 jam
Ketidakcukupan energi untuk dengan emosi tidak berlebihan
pada masalah intoleransi aktivitas  monitor kelelahan fisik
melakukan aktivitas sehari-hari. dan emosional
cukup teratasi dengan indikator :  menurunkan stimulasi yang
Penyebab berlebihan bisa mengurangi
 Dispnea saat aktivitas dengan b. Terapeutik:
pertimbangan
1. Ketidakseimbangan antara  sediakan lingkungkungan
ekspetasi meningkat dari skala
suplai dan kebutuhan nyaman dan rendah
 bertujuan untuk
oksigen 1 ( meningkat ) menjadi skala stimulus (mis. Cahaya,
mengembalikan kekuatan klien
2. Tirah baring suara, kunjungan)
3 (sedang) secara bertahap
3. Kelemahan  berikan aktifitas distraksi
4. Imobilitas  agar dapat melakukan
 Dispnea setelah aktivitas yang menenangkan
5. Gaya Hidup Monoton intervensi secara tepat dan
c. edukasi :
dengan ekspetasi meningkat efektif
 anjurkan melakukan
Gejala dan Tanda Mayor dari skala 1 ( meningkat aktifitas secara bertahap
Subjektif  bertujuan untuk
menjadi skala 3 (sedang)  ajarkan strategi koping mengembalikan kekuatan klien
1. Mengeluh lelah untuk mengurangi
Objektif secara bertahap
 Aritmia saat aktivitas dengan kelelahan
1. Frekuensi jantung meningkat d. kolaborasi :
>20% dari kondisi ekspetasi meningkat dari
 kolaborasi dengan ahli gizi
skala 2(cukup meningkat) tentang cara meningkatkan
Gejala dan Tanda Minor
menjadi skala 4 ( cukup asupan makanan  supaya tidak mudah lelah
Subjektif
Terapi Aktifitas  mengetahui aktifitas apa yang
1. Dispnea saat/setelah aktivitas menurun) a. Observasi: boleh dan belum boleh
2. Merasa tidak nyaman satelah  identifikasi defisit tingkat dilakukan
 Aritmia setelah aktivitas
aktivitas aktifitas
3. Merasa lemah dengan ekspetasi meningkat  identifikasi kemampuan
Objektif berpartisipasi dalam
dari skala 2(cukup meningkat)
1. Tekanan darah berubah .>20% aktifitas tertentu
dari kondisi istirahat menjadi skala 4(cukup b. Terapeutik :
2. Gambaran EKG menunjukkan  koordinasikan pemilihan
menurun)
aritmia saat/setelah aktivitas aktivitas sesuai usia
3. Gambaran EKG menunjukan  Sianosis dengan ekspetasi  fasilitasi makna aktifitas
iskemia yang dipilih
4. Sianosis meningkat dari skala 2 (cukup
c. Edukasi :
10. meningkat) menjadi skala 5  jelaskan metode aktifitas
(menurun) sehari-hari,jika perlu
ajarkan cara melakukan aktifitas
 Perasaan lemah dengan yang dipilih
ekspetasi meningkat dari
skala 1(meningkat) menjadi
skala 3 (sedang)
 Frekuensi nadi dengan
ekspetasi meningkat dari skala
1( memburuk) menjadi skala 4
( cukup membaik)
 Tekanan darah dengan
ekspetasi meningkat dari skala
1 (memburuk) menjadi skala 4
(cukup membaik)
EKG iskemia dengan ekspetasi
meningkat dari skala
1(memburuk) menjadi skala 4
(cukup membaik)
 
Bab IV
Penutup

4.1 kesimpulan
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi Namun
dapat pula disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella typhi B, dan
Salmonella paratyphi C. (Vani Rahmasari, Keri Lestari. 2018).
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram
negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah
berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan
lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada
feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan
secara tidak langsung melalui makanan atau minuman (Martha Ardiaria 2019)

4.2 Saran
Dengan adanya Makalah “Asuhan Keperawatan Typhoid” yang penulis
buat ini semoga para pemabaca atau masyarakat luas dapat menambah
pemahaman serta mengetahui penyebab dan pencegahan penyakit ini. Diharapkan
kepada para pembaca supaya dapat meningkatkan kebiasaan hidup bersih dan
sehat serta menjauhi kebiasaan-kebiasaan yang dapat menjadi penyebab penyakit
ini. Terutama pada Orang tua dalam memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh
anakp-anaknya agar lebih diperhatikan kebersihannya.
Daftar Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan Indonesia Definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

You might also like