You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai telah kita maklumi bahwa al-Qur'anul karim adalah wahyu Allah yang
sarat dengan petunjuk, dimana merupakan suatu kewajiban bagi kita sehingga kita
untuk membacanya (mempelajarinya) dengan seksama, sehingga kita bisa memahami
pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
Untuk memahaminya secara benar, dibutuhkan ketelitian dengan
memperhatikan kepada Asbab Nuzul, penguasaan bahasa dan keyakinan yang lurus.
Hal ini sangatlah penting. Karena memang tujuan utama dari kesemuanya itu adalah
agar kita mendapat petunjuk.
Qiro'at sebagaimana penjelasan pada bahasan sebelumnya berfungsi sebagai
penjelasan kepada ayat yang mujmal (bersifat global) menurut Qiro'at yang lain, atau
penafsiran dan penjelasan kepada maknanya. Bahkan tidak jarang, perbedaan Qiro'at
menimbulkan perbedaan penetapan hukum dikalangan ulama.
Pada makalah ini akan dijelaskan secara sederhana hal-hal yang terkait dengan
Qiro'at yaitu perbedaan antara satu Qiro'at dengan Qiro'at lainnya, akibat-akibat yang
ditimubulkannya dan pengaruhnya kepada hukum yang di istinbath dari padanya.
BAB II
PENGARUH QIRO'AT TERHADAP ISTINBATH HUKUM

A. Perbedaan Qiro'at yang Berpengaruh Terhadap Istinbath Hukum
Perbedaan antara satu Qiro'at dan Qiro'at lainya bisa terjadi pada
perbedaan huruf, bentuk kata susunan kalimat, Ialah'rab, penambahan dan
pengurangan kata.
1
Perbedaan-perbedaan ini sudah barang tentu membawa sedikit
atau banyak perbedaan kepada makna yang selanjutnya berpengaruh kepada
Istinbath hukum.
Adapun perbedaan Qiro'at al-Qur'an yang menyangkut ayat-ayat hukum
dan berpengaruh terhadap Istinbath hukum contohnya sebagai berikut. Firman
Allah.
`

` , 222 ,
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah
suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri "
2


Ayat diatas merupakan larangan bagi seorang suami, dari melakukan
hubungan seksual (bersenggama) dengan istrinya yang sedang menjalani haid.
Para ulama bersepakat terhadap dua hal Pertama, terhadap haramnya
bersenggama dengan istri yang sedang menjalani haid. Yang Kedua, dibolehkan
melakukan Istimta' (bercumbu) dengan istri yang sedang mengalami haid.
3


Menurut Qira'at Nafi dan Abu 'amr dibaca dan menurut Qira'at
pertama Hamzah dan Kisai Qira'at pertama menunjukkan larangan

1
Abdul Wahid Ramli, Ulum Qur'an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 144
2
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI. Jakarta 1990
3
Al-Shabun, Muhammad Ali, Rawa'il Bayan, Jilid I, Mekkah, hal. 301-302
menggauli perempuan pada ketika haid. Ini berarti bahwa ia boleh dicampuri
setelah terputusnya haid sekalipun belum mandi. Inilah berpendapat Abu Hanifah,
sedangkan Qira'at kedua dengan tasydid Tha dan ha menunjukkan adanya usaha
manusia dalam usaha menjadikan dirinya bersih, perbuatan itu, adalah mandi
sehingga ditafsirkan dengan (mandi) berdasar pada bacaan Qira'at
Hamzah dan al-Kisai, jumhur menafsirkan bacaan yang tidak bertasydidi dengan
makna bacaan yang bertasydid.
Namun demikian para ulama berbeda pendapat tentang pengertian ( )
sebagian ulama menyatakan maksudnya adalah mandi ( ) sebagian yang
lain berpendapat wudhu' ( ) sebagian yang lain berpendapat membersihkan
farj ( ) sebagian yang lain berpenadapat membersihkan farj dan wudhui'
( ) sehubungan dengan ini, Imam Malik, Imam Syafi'i dan al-
Awzai berpendapat bahwa seorang suami haram hukumnya bersetubuh dengan
istrinya yang sedang dalam keadaan haid sampai istrinya berhenti dari haid dan
mandi.
4

` `
`
"Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun" (al-Nisa': 43)
5


Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa salah satu penyebab yang
mengharuskan seseoarang bertanyammum dalam kondisi ada air yaitu apabila
telah "menyentuh" wanit ( ) ibnu Kasir, Nafi', Asim, Abu 'amr membaca

4
Djalil, HA, Abdul, Ulumul Qur'an, Surabaya: Dunia Islam, hal. 344
5
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI. Jakarta, hal. 125
( ) sedangkan hamzah dan al-Kasai ( ) ada tiga fersi
6
pendapat
para ulama yaitu bersetubuh bersentuh.
dan bersentuh dan berstubuh ( ) sedang muhammad
ibnu Yazid berpendapat bahwa yang lebih tepat maka adalah bercium
dan sebangsanya.
Sehubungan dengan ini al-Rozi berkomentar kata al-Lums dalam Qira'at
makna haqiqinya adalah menyentuh dengan tangan
seadang kata dalam Qira'at makna haqiqinya adalah saling
menyentuh dan bukan berarti bersetubuh.

B. Perbedaan Qiraat yang tidak berpengaruh terhadap Istinbath Hukum
Adapun perbedaan Qiraat al-Qur'an, tetapi tidak berpengaruh terhadap
Istinbath hukum, adalah contohnya firman:
` `

`
) : 95 (
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan.
ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang
dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di
antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya)
membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa
seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu[, supaya dia merasakan akibat
buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya.
Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa "

6
Anwar Rohani, Ulum al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hal. 157
Salah satu alternatif denda orang yang membunuh binatang buruan pada
saat ihrom adalah memberi makan orang miskin ( ). seimbang
dengan binatang yang dibununya.
Sehubungan dengan ayat diatas Ibnu Kasir, Ashim, Abu'amr, Hamzah dan
al-Kisai membaca sementara Nafi dan ibnu 'amr memebaca
walaupun berbeda cara membacanya tetapi tidak menimbulkan
maksud.

C. Faidah Qiraah Sahih
Adanya beberapa Qiroah sahih yang dapat dipakai untuk membaca al-
Qur'an, mengandung faedah yang banyak diantaranya sebagai berikut:
7

1. Menunjukkan bahwa kitab al-Qur'an selalu terpelihara dari usaha-usaha tahrif,
perubahan pengertian, pengurangan dan penambahan
2. Memberi keringana umat agar mereka mudah membaca
3. Menunjukkan mukjizat al-Qur'an dapat menunjukkan ketentuan hukum yang
berlainan
4. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam al-Qur'an yang
mungkin sulit di pahami maknanya.

7
Djalil, HA, Abdul, Ulumul Qur'an, Surabaya: Dunia Islam, hal.343
BAB III
KESIMPULAN

Qiraat adalah suatu madzab cara pelafalan al-Qur'an ty dianut salah seoarang
Imam berdasarkan sanad-sanad yang berkembang kepad Rasulallah Saw..
Qiraat yang di nukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang seperti itu dan sanadnya bersambung
disebut hingga penghabisannya, yaitu Rasulallah yang disebut Qiraat mutawatir,
hukum mengamalkannya wajib baik di dalam sholat maupun diluar shalat.
Hal ini kiranyaperlu ketelitian, kejelian dengan merujuk sumber-sumber yang
mutawatir, dan tentunya pemahaman terhadap bahasa adalah satu kemutlakan. Sekian
Wallahu a'lam
DAFTAR PUSTAKA

Wahid Abdul Ramli, Ulum Qur'an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI. Jakarta 1990
Muhammad Al-Shabun, Ali, Rawa'il Bayan, Jilid I, Mekkah,
Abdul Djalil HA,, Ulumul Qur'an, Surabaya: Dunia Islam,
Rohani, Anwar. Ulum al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 2008

You might also like