You are on page 1of 23

 

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

ANALISA PRODUK NITRASI PHENOL DENGAN KLT

Disusun Oleh :

Nama : Damara Tamisha Zarika

NIM/Kelompok : 22010322130024 / 4

Hari, Tanggal : Selasa, 28 Maret 2023


PROGRAM STUDI FARMASI DEPARTEMEN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2023

ABSTRAK

Kromatografi merupakan suatu proses dipisahkannya komponen-komponen di dalam


suatu campuran. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) suatu metode yang cepat dan mudah untuk
mengetahui derajat kemurnian suatu sampel maupun identifikasi sampel dengan
menggunakan standar baku. Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus
hidroksilnya (-OH) langsung melekat pada karbon cincin benzena. Nitrasi fenol adalah salah
satu reaksi substitusi elektrofilik dimana prinsip reaksinya terjadi reaksi substitusi atom
hidrogen pada benzena dengan gugus nitro. Tujuan praktikum yaitu mahasiswa dapat
mengaplikasikan pengaruh substituen terhadap substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik
serta mengimplementasikan teknik dan prinsip dasar KLT. Nilai Rf merupakan jarak noda
yang ditempuh noda sampel / jarak yang ditempuh pelarut. Dalam percobaan dilakukan 2
tahap, yaitu tahap nitrasi fenol dan analisis produk reaksi dengan KLT. Pada percobaan ini
diperoleh hasil berupa dua noda, yaitu noda A dengan nilai Rf 0,0875 dan 0,125; sedangkan
noda B memiliki nilai Rf sebesar 0,1375 dan 0,2. Hasil percobaan tersebut membuktikan
bahwa senyawa tidak murni, dikarenakan diperoleh 2 noda (>1 noda). Literatur menyebutkan
jika hasil KLT memperlihatkan pola noda tunggal, maka senyawa tersebut relatif murni secara
KLT.

Kata kunci : Kromatografi, nitrasi fenol, reaksi substitusi elektrofilik

I. TUJUAN
1.1 Mahasiswa dapat mengaplikasikan pengaruh substituen terhadap substitusi
elektrofilik pada senyawa aromatik.
1.2 Mahasiswa dapat mengimplementasikan teknik dan prinsip dasar KLT.
II. DASAR TEORI
2.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu proses dipisahkannya komponen-
komponen di dalam suatu campuran. Prinsip dasarnya didasarkan pada
kesetimbangan konsentrasi komponen-komponen yang dituju, antara 2 fase
yang tidak saling campur. Fase pertama disebut dengan fase diam karena tidak
bergerak di dalam suatu kolom atau diikatkan dalam suatu pendukung,
sedangkan fase yang kedua disebut dengan fase gerak karena fase gerak
didorong melalui fase diam. Fase-fase ini dipilih secara teliti sehingga
komponen-komponen sampel mempunyai kelarutan / afinitas yang berbeda
pada tiap fase.1
Perbedaan migrasi senyawa-senyawa berperan pada pemisahannya.
Prosedur kromatografi menjadi salah satu metode yang penggunaannya paling
luas di antara teknik-teknik analisis instrumental. Semua laboratorium yang
terlibat dalam analisis sediaan farmasetik dapat melakukan kromatografi.
Kromatografi merupakan metode analisis yang sangat andal (powerful) karena
kromatografi dapat memainkan 3 peran sekaligus dalam waktu yang sama,
yakni untuk (1) pemisahan dan dalam banyak kasus untuk pemurnian, (2)
analisis kualitatif (ada atau tidaknya suatu analit dalam sampel), serta (3) untuk
analisis kuantitatif (berapa konsentrasi analit dalam sampel).1

2.2 Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah yang metode kromatografi
paling sederhana yang banyak digunakan. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
suatu metode yang cepat dan mudah untuk mengetahui derajat kemurnian
suatu sampel maupun identifikasi sampel dengan menggunakan standar baku.
Prosedur kerja KLT berupa ditotolkan suatu senyawa pada plat KLT yang
berisi fase diam, dikeringkan, dicelupkan ke dalam eluen di chamber, akan
membentuk spot noda, kemudian dideteksi secara langsung (visual) atau di
bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi
penampak noda yang cocok dan dibandingkan dengan baku standar atau
jumlah puncak pada kromatogram KLT.2,3
Prinsip dari KLT adalah bergeraknya analit melintasi lapisan fase diam
di bawah pengaruh fase gerak melalui fase diam. Semakin polar suatu senyawa
fase gerak, semakin besar partisi ke dalam fase diam gel silika, sehingga
semakin sedikit waktu yang dibutuhkan fase gerak untuk bergerak menyusuri
plat. Lempengan terdiri dari bahan dasar padat, seperti gelas, plastik atau
alumunium yang dilapisi dengan suatu lapisan adsorbent atau biasa disebut
fase diam (stationary phase), yang khusus dipilih untuk memberikan efek pada
pemisahannya. Fase gerak adalah pelarut cair yang cocok atau campuran
pelarut. Kekuatan eluen dapat diartikan sebagai kemampuan suatu pelarut
dalam memindahkan solute (sampel) dari suatu adsorben secara efektif.4

2.3 Fenol
Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksilnya
(-OH) langsung melekat pada karbon cincin benzena. Aktivator kuat dalam
reaksi substitusi aromatik elektrofilik terletak pada gugus -OH -nya karena
ikatan karbon sp lebih kuat dari pada ikatan oleh karbon sp', maka ikatan C-O
dalam fenol tidak mudah diputuskan. Fenol sendiri tahan terhadap oksidasi
karena pembentukan suatu gugus karbonil mengakibatkan dikorbankannya
penstabilan aromatik. Fenol umumnya diberi nama menurut senyawa
induknya.5
Berlawanan dengan alkohol, fenol memiliki sifat lebih asam
dibandingkan alkohol dan air, karena ion fenoksida dimantapkan oleh
resonansi. Muatan negatif pada hidroksida atau alkoksida tetap tinggal pada
atom hidrogen sedangkan pada ion fenoksida muatan ini dapat didelokasikan
pada posisi-posisi orto dan pada pada cincin benzena melalui resonansi.6 Fenol
memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H dari
gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida
C.H.O yang dapat dilarutkan dalam air. Fenol atau asam karbolat atau
benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Fenol
memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram 100 ml.7

2.4 Reaksi Substitusi Elektrofilik Aromatik


Suatu elektrofilik biasa dilambangkan dengan E+, yang akan bereaksi
dengan cincin aromatik kemudian akan menggantikan satu atom hidrogen.
Benzena merupakan senyawa yang mudah mendapat serangan elektrofil karena
benzena kaya elektron π. Struktur benzena sangat menyerupai alkena yang juga
memiliki elektron π, akan tetapi sebenarnya keduanya berbeda. Perbedaan itu
terletak pada keenam elektron π pada benzena yang terkonjugasi dan
mempunyai jarak lebih dekat dibandingkan alkena. Oleh karena itulah,
benzena lebih stabil dibandingkan alkena. Benzena lebih mudah mengalami
reaksi substitusi dari pada adisi8.

Substitusi elektrofilik terjadi dalam beberapa tahapan9 :


2.4.1 Subtitusi pertama
Pada reaksi substitusi pertama digunakan asam lewis sebagai
katalis, asam lewis bereaksi dengan reagensia (HNO3) untuk
menghasilkan suatu elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang
sebenarnya. Elektrofil akan menyerang elektron π benzena sehingga
dihasilkan ion benzoinum (merupakan karbokation). Selanjutnya ion
H+ dibuang untuk menghasilkan produk substitusi. Berikut contoh
mekanisme reaksinya :

Gambar 2.4.1 Mekanisme Reaksi Subtitusi Pertama9

2.4.2 Subtitusi kedua


Gugus hidroksil merupakan gugus yang dapat mengaktivasi inti
benzena dan penunjuk orto para. Contohnya fenol dapat menyebabkan
kereaktifannya menjadi 1000 kali lebih reaktif daripada benzena.
Gugus OH (substituen) yang memiliki elektron bebas cenderung
memberikan elektron yang akan didelokalisasi pada cincin aromatis
menyebabkan kerapatan elektron fenol tinggi sehingga disukai oleh
elektrofil. Gugus OH merupakan pengarah orto para sehingga
dikelompokkan sebagai gugus aktivasi, semua pengarah orto para
kecuali gugus aril dan alkil memiliki elektron bebas pada atomnya,
sedangkan gugus pengarah meta dikelompokkan sebagai gugus
deaktivasi. Contoh NO2,Cl,dll tak satupun pengarah meta memiliki
pasangan elektron bebas pada atom yang terikat pada cincin.

2.4.3 Subtitusi Ketiga


Fenol juga mengalami substitusi ketiga, substitusi ini terjadi
jika sebuah cincin benzena mempunyai dua subtituen ada 3 kaidah
yang dipakai:
a. Jika pengaruh pengaruh kedua gugus saling memperkuat satu
dengan yang lainnya, tidak menjadi masalah.
b. Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarah mereka,
maka activator mempunyai pengaruh lebih dominan
c. Jika dua gugus deaktivasi berada pada cincin, dapat menyukarkan
subtitusi ketiga.

2.5 Reaksi Nitrasi Fenol


Nitrasi fenol adalah salah satu reaksi substitusi elektrofilik dimana
prinsip reaksinya terjadi reaksi substitusi atom hidrogen pada benzena dengan
gugus nitro. Pada fenol mengandung gugus -OH yang menjadi pengarah orto
para. Nitrasi fenol dapat terjadi ketika bereaksi dengan asam pekat panas
menggunakan katalis pekat kemudian dihasilkan o-nitrofenol dan p-nitrofenol.
Sebagai contoh, nitrasi fenol dengan asam nitrat pekat, dihasilkan campuran
yang terdiri dari o-nitrofenol sebagai hasil utama, p-nitrofenol terdiri dari o-
nitrofenol sebagai hasil utama,p-nitrofenol dalam jumlah yang lebih sedikit
dan sedikit 2.4-dinitrofenol setra 2,4,6-trinitrofenol. Campuran hasil nitrasi
yang masih kotor dapat dimasukkan ke dalam kolom yang berisi alumina
(ALO) dan dielusi dengan metilen klorida jika masih kotor. Melalui cara ini,
fraksi-fraksi eluen dapat dikumpulkan, dimana masing-masing fraksi
mengandung satu komponen yang identitasnya ditentukan dengan
kromatografi lapis tipis.8

Gambar 2.5 Reaksi Nitrasi Fenol8

2.6 Nilai Rf
Nilai Rf merupakan jarak noda yang ditempuh noda sampel / jarak
yang ditempuh pelarut.7 Retention / Retardation Factor (Rf) adalah sebuah
nilai atau ukuran yang mana didapat berdasarkan posisi noda setiap zat terlarut
pada plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf didapatkan dengan cara membagi
nilai antara jarak dari awal penotolan suatu senyawa hingga noda senyawa
tersebut berhenti ketika proses eluasi selesai (a) dibagi dengan jarak eluasi (b).8
Untuk senyawa yang tidak berwarna maka diuapkan dengan iod atau dengan
lampu UV agar noda lebih jelas terlihat. Nilai Rf memiliki rentang nilai dari
0.0 hingga 1.0, nilai ini dapat bervariasi karena disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti kualitas sorben, kelembaban, ketebalan plat, jarak eluasi, dan
suhu lingkungan.7,8

Gambar 2.6 Cara pengukuran nilai Rf9

2.7 Analisa bahan

2.7.1 Asam nitrat pekat11


Sifat Fisika Sifat Kimia
Bentuk: cair Korosif pada logam
Warna: tidak berwarna Toksisitas akut terutama jika
dihirup
Bau : pedih Korosi kulit
Titik lebur: kira-kira -28 °C Kerusakan mata serius
Titik didih: kira-kira 120 °C @1.013 Reaktifitas: zat pengoksidasi
hPa kuat
Densitas: 1,38 g/cm3 pada 20 °C
pH < 1 pada 20 °C

2.7.2 Kloroform12
Sifat Fisika Sifat Kimia
Titik didih : 61 °C (1013 hPa) Berbahaya jika tertelan.
Densitas : 1.49 g/cm3 (25 °C) Menyebabkan iritasi kulit dan mata
Titih leleh : -64 ° C Toksik jika terhirup.
Tekanan uap : 210 hPa (20 Dapat menyebabkan mengantuk dan
°C) pusing.
Solubilitas : 8.7 g/l Menyebabkan kerusakan pada organ
melalui paparan yang lama atau
berulang jika tertelan.
Bentuk : Cair Diduga karsinogenik, merusak janin.
Warna : Jernih

2.7.3 Na2SO4 anhidrat12,13


Sifat Fisika Sifat Kimia
Bentuk: solid, kristalin Tidak mudah terbakar
Warna: putih Toksisitas terhadap kehidupan
bawah laut
Bau : tidak berbau Beresiko meledak dengan: melebur,
dengan, Aluminium
Massa molekuler : 142.04 g/mol Toksisitas oral akut
Solubility : Soluble in water. LD50 Tikus: > 2.000 mg/kg
Water: 20 g/100ml Pedoman Tes OECD 423 (ECHA)
Tanda-tanda: Kerusakan yang
mungkin : Mual, Muntah
Titik didih: 884°C pH : 5.2 - 9.2 5% solution
Kelarutan dalam : 445,5 g/l pada Stabil pada suhu kamar
20 °C - Pedoman Tes OECD Reaktifitas: zat pengoksidasi kuat
105- larut sepenuhnya
Densitas : 2,70 g/cm3 pada 20 °C Sensitisasi saluran pernafasan atau
pada kulit

2.7.4 Fenol14
Sifat Fisika Sifat Kimia
Keadaan fisik : Padatan, kristalin Toksisitas akut, dengan tanda-
tanda: Iritasi, Edema paru
Warna tidak berwarna sampai Korosi/iritasi kulit kulit - Hasil:
merah jambu muda mengakibatkan luka bakar.
Bau pedih Menyebabkan kerusakan mata
yang serius. Resiko kebutaan.
Titik lebur/titik beku : 38-43°C Diduga menyebabkan kerusakan
genetik.
Titik didih awal/rentang didih Sensitisasi saluran pernafasan
181,8 °C pada 1.013 hPa atau pada kulit
Suhu dapat membakar sendiri : 715 Stabil secara kimiawi di bawah
°C pada 1.013 hPa kondisi ruangan standar (suhu
kamar)
2.7.5 Benzena15
Sifat Fisika Sifat Kimia
Keadaan fisik : Liquid Toksisitas akut
Warna: tidak berwarna Korosi/iritasi kulit kulit - Hasil:
mengakibatkan kulita kasar, pecah-
pecah
Bau pedih Sensitisasi saluran pernafasan atau
pada kulit
Titik lebur/titik beku : > 5.5 °C Diduga menyebabkan kerusakan
genetik.
Titik didih awal/rentang didih > Kerusakan pada organ akibat
80°C paparan lama
Densitas Relatif: 0,874 g/cm3 at Stabil secara kimiawi di bawah
25 °C kondisi ruangan standar (suhu
kamar)
Kelarutan dalam air: ca.1,88 g/l at
23,5 °C - larut

III. METODE

3.1 Alat

1. Termometer 6. penangas air


2. Erlenmeyer 50 mL, 100 mL 7. pipet tetes
3. Plat KLT 8. Corong pisah 100 mL
4. Gelas ukur 10 mL 9. Chamber KLT
5. Gelas beker 250 mL 10. Spektrofotometri UV
3.2 Bahan
1. Asam nitrat pekat
2. Kloroform
3. Na2SO4 anhidrat
4. Fenol
5. Benzena

3.3 Gambar Rangkaian Alat

Klem
buret

Statif Corong pisah

3.4 Cara Kerja


Analisis produk nitrasi fenol dengan KLT dilakukan dengan mengukur
asam nitrat pekat sebanyak 3 mL dan air sebanyak 7 mL menggunakan gelas
ukur 10 mL. Dituangkan air dalam gelas beaker dan dimasukkan asam nitrat
pekat secara perlahan ke gelas beaker di lemari asam.  Selanjutnya, larutan
asam nitrat dan air diaduk hingga homogen menggunakan batang pengaduk.
Setelah homogen, larutan didinginkan dengan memasukkannya ke gelas
beaker berisi air es hingga suhunya menjadi 50OoC. Selanjutnya, fenol
ditimbang sebanyak 3 gram pada neraca analitik digital menggunakan gelas
arloji. Setelahnya, dimasukkan fenol dan larutan asam nitrat ke erlenmeyer,
diaduk hingga homogen, dan diatur suhunya 20O – 250O000C selama 15
menit dan 30O – 350O0C selama 15 menit. Selanjutnya, air es diukur 7 mL
dan ditambahkan ke larutan kemudian diaduk hingga homogen. Corong pisah,
klem, statif, dan erlenmeyer disusun membentuk suatu set corong pisah.
Kemudian larutan dimasukkan ke corong pisah dan ditambahkan kloroform ke
corong pisah. Pada corong pisah, terbentuk dua lapisan. Larutan diekstrak
dengan corong pisah menggunakan kloroform sebanyak dua kali. Hasil
ekstraksi kemudian dipindahkan ke gelas beaker. Na2SO4 Anhidrat sebanyak
5 gram ditimbang dan ditambahkan ke larutan, diaduk, dan disaring dengan
corong kaca yang dilapisi kertas saring. Selanjutnya, larutan diuapkan dengan
penangas hingga mengental. Setelah mengental, larutan yang telah diuapkan
ditotolkan ke plat KLT menggunakan pipa kapiler. Setelah terbentuk titik pada
plat KLT, plat KLT kemudian dipindahkan ke chamber KLT menggunakan
pinset dan dielusi dengan eluen benzena hingga pergerakan eluen benzena
mencapai batas atas. Setelahnya, diambil plat KLT dengan pinset kemudian
diamati plat KLT pada spektrofotometri UV – vis untuk mengamati noda dan
jarak yang dihasilkan tiap – tiap noda pada plat KLT. Didapatkan 2 noda pada
kedua plat KLT bewarna oranye dan kuning. 
3.5 Mekanisme Reaksi

Gambar 3.5 Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik10

Cincin benzena dengan awan elektron pi, sangat kaya elektron,


sehingga mudah membentuk ikatan baru dengan elektrofil. Reaksi substitusi
elektrofilik terhadap benzena berlangsung dalam tiga tahap, yaitu 1)
pembentukan elektrofil, 2) serangan elektrofil pada inti benzena membentuk
zat antara kation benzenium, dan 3) pelepasan proton menghasilkan produk
benzena tersubstitusi.8 Berikut ini merupakan penjelasannya :

Tahap 1, Pembentukan E secara spontan atau dengan bantuan asam


Lewis
E - Nu ↔ E + Nu:

E - Nu + A ↔ E + ANu:

Tahap 2 Pembentukan kompleks л (ion benzenonium) antara elektrofil


dengan cincin benzena. Elektrofil tak langsung terikat pada salah satu posisi
pada cincin kompleks л karena terjadi penataan. Dimana kompleks distabilkan
oleh resonansi. Tahap 3 : H+ dieliminasi dari kompleks oleh basa (:B-)
menghasilkan benzena tersubstitusi
IV. PERLAKUAN
4.1 Perlakuan
No. Perlakuan Hasil Percobaan
1. Dimasukkan 7 mL air ke dalam gelas beker Campuran berwarna bening
lalu ditambahkan 3 mL HNO3 pekat dengan suhu awal 330C
dilakukan di lemari asam
2. Campuran dimasukkan ke wadah berisi es Suhu 50C
3. Fenol 3 gram ditimbang, dimasukkan ke Larutan berwarna hitam
dalam campuran pada gelas beaker, diatur
suhu 20O – 250C selama 15 menit dan 30O
– 350C selama 15 menit
4. Campuran larutan ditambahkan 7 mL air es Larutan berwarna hitam, 
suhu turun
5. Campuran diekstraksi dengan corong pisah Terbentuk 2 lapisan pada
dengan kloroform 35 mL 2 kali, diambil corong pisah dengan
bagian bawah kloroform di bagian bawah.
6. Na2SO4 Anhidrat sebanyak 5 gram Tidak terbentuk awan
ditimbang dan ditambahkan ke larutan, karena Na2SO4 Anhidrat
diaduk, dan disaring dengan corong kaca terlalu sedikit
yang dilapisi kertas saring.
7. Larutan diuapkan dengan penangas Larutan jenuh
8. Produk nitrasi ditotolkan ke plat KLT Terbentuk setitik noda pada
dengan bantuan pipa kapiler plat KLT
9. Plat KLT dimasukkan ke chamber KLT Terbentuk 2 titik noda
dengan eluen yang telah dijenuhkan dengan warna berbeda
menggunakan kertas saring

4.2 Nilai Rf
No Pertanyaan Pengamatan
1. Berapa noda yang tampak setelah Dua noda (A dan B)
diuapi iod?
2. Berapa harga Rf masing-masing? A= 0,0875 dan 0,125; B=0,1375 dan
0,2

Keterangan Jarak spot noda


Noda I II
A 0,7 cm 1 cm
B 1,1 cm 1,6 cm

V. PEMBAHASAN
Pada praktikum Kimia Organik berjudul Analisa Produk Nitrasi Phenol
Dengan KLT telah dilaksanakan pada Selasa, 21 Maret 2023 pukul 13.00 - 17.00 WIB
di Gedung H. Praktikum ini bertujuan setelah melakukan percobaan ini diharapkan
mahasiswa dapat mengaplikasikan pengaruh substituen terhadap substitusi elektrofilik
pada senyawa aromatik dan diharapkan dapat mengimplementasikan teknik serta
prinsip dasar KLT. Peralatan yang dibutuhkan yaitu termometer, erlenmeyer 50 mL,
100 mL, plat KLT, gelas ukur 10 ml, gelas beker 250 ml penangas air pipet tetes
corong pisah 100 ml, chamber, spektrofotometri UV, dan plat KLT. Bahan yang
diperlukan yaitu asam nitrat pekat, kloroform, Na2SO4 anhidrat, fenol, dan benzena.
Langkah kerja praktikum ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap nitrasi fenol
dan tahap analisa produk menggunakan KLT. Untuk tahap nitrasi fenol dimulai
dengan diukur 7 ml air menggunakan gelas ukur. Kemudian diambil 3 ml asam nitrat
pekat secara hati-hati dan cepat di dalam ruangan asam, karena uap pekat berbahaya
yang dihasilkan asam nitrat pekat dapat dihisap oleh lemari asam sehingga bahaya dari
menghirup uap tersebut dapat diminimalisir. Dalam suatu laboratorium sering
melakukan pengujian dengan bahan yang tergolong berbahaya yang tak jarang
menghasilkan uap atau gas berbahaya yang mengganggu kesehatan, sehingga
keberadaan lemari asam yang dapat menghisapnya sangat diperlukan.16 Setelah kedua
bahan diambil, dituangkan 7 ml air terlebih dahulu ke dalam gelar beker.
Berikutnya, ditambahkan 3 ml asam nitrat pekat ke dalam 7 ml air tersebut
dengan perlahan. Penuangan ini dilakukan secara perlahan karena sifat eksotermik dari
kedua reaksi yang jika dilakukan secara cepat dapat terjadi peningkatan suhu secara
mendadak yang bisa saja berisiko memecahkan peralatan atau muncul uap mendidih.
Urutan penuangan juga perlu diperhatikan karena jika menuangkan terbalik, yaitu air
ke dalam asam, akan membuat air mendidih karena asam bereaksi keras dengan air.
Sebab massa  jenis  air  lebih  rendah  dibandingkan asam nitrat dan air cenderung
mengapung di atasnya, akibatnya jika air ditambahkan ke dalam asam nitrat pekat, air
akan dapat mendidih dan bereaksi keras dengan air.18
Kemudian didinginkan suhu campuran sampai 50C selama 1-2 menit
menggunakan hotplate. Tujuan penurunan suhu dilakukan pada langkah ini adalah
menjaga tingkat keasaman dalam larutan dan menjaga agar asam sulfat tetap hanya
bertindak sebagai katalis. Diturunkannya suhu dalam proses nitrasi fenol bertujuan
menjaga keasaman tetap optimal.11 Ditimbang 3 gram fenol menggunakan cawan
arloji dengan hati-hati, dikarenakan sifatnya yang dapat menyebabkan luka bakar,
korosif, dan mudah meleleh. Fenol merupakan zat yang mudah meleleh dan terlarut
sempurna dalam air, dengan sifat kimia fenol bersifat korosi/iritasi kulit kulit dengan
hasil: mengakibatkan luka bakar.14
Dimasukkan 3 gram fenol ke dalam erlenmeyer 50 ml dilanjutkan dengan
dimasukkan campuran sebelumnya secara perlahan, karena reaksi keduanya berupa
eksotermik yang dapat menyebabkan peningkatan suhu. Fenol memiliki sifat
cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksinya yang
selanjutkan akan menghasilkan CO2 yang menjadikannya dapat larut dalam air dan
bersifat eksotermik.20 Campuran dalam erlenmeyer kemudian diaduk dengan batang
pengaduk sambil dipertahankan suhunya pada 20-250C selama 15 menit pertama dan
dinaikkan suhunya konstan pada 30-35oC selama 15 menit kedua. Suhu di dalam
erlenmeyer dijaga pada suhu uangan yaitu berkisar 20-250C, hal ini agar fenol larut
sempurna dalam larutan A. Fenol merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki sifat
kimia salah satunya stabil secara kimiawi di bawah kondisi ruangan standar (suhu
kamar).14
Setelah ditambahkan fenol, terjadi perubahan warna dari bening menjadi
coklat. Literatur menyatakan penambahan fenol mengubah warna larutan dari bening
menjadi coklat gelap.28 Setelah itu, suhu dinaikkan hingga 30-350C, hal ini bertujuan
untuk mempercepat reaksi dan diamkan 15 menit agar reaksi berlangsung sempurna.
Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi dimana molekul-molekul dalam suatu
larutan akan bergerak semakin cepat.21
Selanjutnya, ditambahkan air es yang betujuan untuk menurunkan suhu dalam
larutan dan menghentikan reaksi. Ketika suhu dalam larutan menurun, kecepatan
gerak molekul-molekul di dalamnya akan ikut menurun sehingga pada suatu titik,
reaksi berhenti.20 Berikutnya, dilakukan ekstraksi sebanyak dua kali dengan 35 ml
kloroform pada masing-masing tahap ekstraksi di corong pisah. Penggunaan corong
pisah bertujuan untuk memisahkan 2 jenis larutan yang tidak bercampur. Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase
pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase
pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat
terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk
dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut
sesuai dengan tingkat kepolarannya pada perbandingan konsentrasi yang tetap.23
Tujuan penambahan kloroform saat ekstraksi adalah memisahkan larutan asam
nitrat dengan air dan fenol dapat larut dalam kloroform. Fenol larut dalam 15 mL air,
larut dalam 12 mL benzena dan sangat larut dalam alkohol, kloroform, eter, gliserol,
dan karbon disulfida.30 Dilakukannya ekstraksi 2 kali dikarenakan hasil yang diperoleh
(ekstrak) lebih banyak, dibandingkan hanya diekstrak 1 kali dengan pelarut banyak.
Dalam ekstraksi, pelarut yang lebih banyak dapat menghasilkan rendemen yang lebih
rendah, dikarenakan lebih banyak terserap oleh pelarut sebelum sampai ke matriks
bahan.22 Hal ini dikarenakan pada ekstraksi kedua ditambahkan kloroform yang
meningkatkan koefisien distribusi. Menurut literatur, penambahan kloroform untuk
memisahkan senyawa dalam ekstrak dapat meningkatkan koefisien distribusi.29
Dalam ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan berbeda warna, yang berwarna
coklat berada di atas sedangkan lapisan coklat kehitaman berada di bawah. Hal ini
terjadi karena perbedaan massa jenis antara kedua senyawa.25 Pada lapisan bawah
adalah kloroform dan fenol, dikarenakan bobot jenisnya lebih berat daripada produk
hasil ekstraksi yang diambil untuk dianalisis hasil dari nitrasi fenol. Berat jenis
klorofom yang mengandung fenol lebih besar dari berat jenis air dan asam nitrat,
sehingga zat yang diambil adalah zat yang berada pada lapisan bawah. 28 Larutan hasil
nitrasi fenol dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat yang bertujuan untuk menarik air
agar ekstrak yang diperoleh bebas dari air sehingga hasil nitrasi fenol yang dihasilkan
lebih murni. Menurut literatur, penambahan Na2SO4 anhidrat untuk menarik air agar
ekstrak yang diperoleh bebas dari air sehingga hasil analisis yang didapatkan lebih
baik.30
Tahap kedua, tahap analisa produk menggunakan KLT diawali dengan plat
KLT diberi batas atas dan batas bawah. Diberikannya batas atas untuk memudahkan
pengamatan terhadap elusi dan memudahkan penotolan sampel. Menurut literatur, plat
diberi batas atas untuk memudahkan melihat elusi sedangkan batas bawah berfungsi
untuk memudahkan menotol sampel.29 Kemudian dijenuhkan eluen terlebih dahulu
supaya mencegah penguapan udara dari dalam chamber. Apabila chamber tidak jenuh,
pelarut naik ke atas plat KLT, dan dari permukaan plat pelarut akan menguap untuk
menjenuhkan udara dalam chamber.3 Selain itu, diuapkan pelarut di atas hotplate guna
memperoleh nitrasi fenol yang pekat. Hasil nitrasi fenol dapat diperoleh dengan
menguapkan hasil ekstrak sampai kadar tertentu.7 Semakin tinggi plat, akan semakin
banyak terjadi penguapan. Hal ini akan mengakibatkan keganjilan hasil kromatogram
yang diperoleh, hasilnya spot yang dihasilkan akan memiliki jarak tempuh tidak sama,
spot yang terletak dipinggit plat akan memiliki jarak tempuh paling panjang.3
Kemudian, ditotolkan produk nitrasi ke lempeng KLT tipis silika gel dengan
tepat, tidak terlalu tebal supaya tidak overlap / saling menumpuk. Jika diletakkan
sampel terlalu banyak dalam suatu spot, maka akan terjadi luber (overload) dan batas
antar komponen akan saling tumpang tindih (overlap) dengan hasil yang terpisahkan
dari spot dan akan saling terkontaminasi dengan komponen lainnya.3 Setelah itu,
dielusi campuran dengan eluen benzena pada chamber di dalam lemari asam.
Pergerakan spot dimulai dengan campuran senyawa yang awalnya dibuatkan spot
sebagai titik awal, dengan bantuan fase bergerak spot mengalami pemisahan dan
masing-masing komponen bergerak sendiri-sendiri.3
Selanjutnya, diamati hasil totolan pada plat KLT di bawah spetrometri UV λ
254 dan 366 nm. Penggunaan spektrometri UV ini ditujukan untuk mengenali dimana
spot-spot untuk masing-masing komponen yang terletak pada plat. Hal ini dikarenakan
spot terlihat di bawah penyinaran lampu UV karena senyawa berwarna akan menyerap
radiasi UV tersebut. Literatur menyebutkan beberapa senyawa berwarna menyerap
radiasi ultraviolet sehingga dapat dilihat spot KLT dengan penyinaran lampu UV pada
permukaan plat KLT.4
Terakhir, hasil jarak spot noda yang diperoleh dibandingkan dengan nilai baku
standar Rf dan diidentifikasi. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengecek kemurnian
dari suatu senyawa. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah yang metode
kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan. Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) suatu metode yang cepat dan mudah untuk mengetahui derajat kemurnian suatu
sampel maupun identifikasi sampel dengan menggunakan standar baku.2 Dari
identifikasi ini diperoleh bahwa terdapat 2 noda yang biasa disebut duplo. Senyawa
pada noda A merupakan 2,4-dinitrophenol (nilai Rf 0,125) dan 2,4,6-trinitrophenol
(nilai Rf 0,0875), sedangkan pada noda B hanya terdapat senyawa 2,4-dinitrophenol
dilihat dari nilai Rf 0,1375 dan 0,2.
Dari hasil percobaan tersebut jika dibandingkan antara 2,4,6-trinitrophenol dan
2,4-dinitrophenol manakah senyawa yang lebih polar, maka 2,4,6-trinitrophenol
merupakan senyawa paling polar. Hal ini disebabkan pada 2,4,6-trinitrophenol
berikatan dengan 3 nitro yang adalah gugus penarik elektron. Selain itu, nitro bersifat
polar sehingga akan membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya subtituen NO2
yang merupakan gugus penarik elektron akan mendispersikan (memancarkan) muatan
negative, sehingga menyebabkan cincin lebih stabil sehingga kekuatan asamnya juga
meningkat.2
Nilai Rf yang diperoleh pada praktikum ini kurang baik karena 3 dari 4 jarak
spot noda, nilai Rf bernilai di bawah 0,2. Nilai Rf telah memenuhi ketentuan nilai Rf
yang baik yaitu antara 0,2-0,8.²⁶ Dikarenakan hasil nilai Rf terlalu rendah, maka perlu
diganti ke fase gerak yang lebih polar/lebih besar kekuatannya. Jika nilai Rf terlalu
rendah, maka ambil fase gerak yang memiliki nilai kekuatan kepolaran lebih tinggi.²
Pada percobaan ini diperoleh data bahwa senyawa tidak murni, karena diperoleh 2
noda (>1 noda). Jika hasil KLT memperlihatkan pola noda tunggal, maka senyawa
tersebut relatif murni secara KLT.²⁸ Ketidakmurnian hasil pada percobaan ini dapat
disebabkan penggunaan jenis eluen yang kurang tepat. Pada percobaan ini digunakan
eluen Benzena yang bersifat non polar sedangkan fase diam (silika gel) dan senyawa
yang diuji (fenol) bersifat polar sehingga akan memberi dampak. Hal ini dikarenakan
senyawa uji yang bersifat polar tentu akan berikatan dengan nitro yang bersifat polar.
Analit yang bersifat polar akan memiliki afinitas tinggi terhadap pelarut polar dan
afinitasnya rendah terhadap pelarut non polar, begitu sebaliknya.²

VI. KESIMPULAN
6.1 Substituen berpengaruh pada substitusi elektrofilik yaitu dengan berbeda posisinya
akan membuat nilai Rf berbeda sehingga tingkat kepolaran berbeda. Pada umunya
gugus yang dapat menyumbangkan elektron untuk beresonansi dan menambah
kestabilan resonansi akan mengarahkan elektrofil masuk pada posisi orto dan para.
Selain itu, berdasarkan hasil praktikum, fenol dapat berikatan dengan nitro yang
merupakan gugus penarik elektron. Dimana semakin banyak nitro yang diikatnya,
maka akan semakin polar senyawa tersebut.
6.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah yang metode kromatografi paling
sederhana yang banyak digunakan. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) suatu metode
yang cepat dan mudah untuk mengetahui derajat kemurnian suatu sampel maupun
identifikasi sampel dengan menggunakan standar baku. Prinsip dari KLT adalah
bergeraknya analit melintasi lapisan fase diam di bawah pengaruh fase gerak melalui
fase diam. Semakin polar suatu senyawa fase gerak, semakin besar partisi ke dalam
fase diam gel silika, sehingga semakin sedikit waktu yang dibutuhkan fase gerak untuk
bergerak menyusuri plat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohman A. Analisis Farmasi dengan Kromatografi Cair. Yogyakarta: Gadjah Mada


Press; 2020.
2. Handayani, S., et al. Kromatografi Lapis Tipis untuk Penentuan Kadar Hesperidin
dalam Kulit Buah Jeruk. [Internet]. 2005. [cited 2023 March 20]. Available from:
Jurnal Penelitian Saintek, 10 (1): 37 – 52.
3. Wulandari, Lstyo. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus Presindo;
2011.
4. Rosamah E. Kromatografi Lapis Tipis. Malang: Maulawarman University Press;
2019.
5. Schmidt, Lanny D. The Engineering of Chemical Reaction. Oxford University Press
Inc., New York; 1998.
6. Achmadi, Suminar. Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB; 1992.
7. Wage JR. LG. Organic Chemistry Third Edition. Prentice-hall Inc., New Jersey; 1995.
8. Sanusi I & Marham S. Teknik Laboratorium Kimia Organik. Jakarta : Graha Ilmu;
2013.
9. Srivastava, M. High-Performance Thin-Layer Chromatography (HPTLC).
Heidelberg: Springer; 2011.
10. Prabawati dan Wijayanto. Penerapan Green Chemistry dalam Praktikum Kimia
Organik (Reaksi Nitrasi pada Benzena). [Internet]. 2015. [cited 2023 March 13].
Integrated Laboratory, 3(2): 1-8.
11. MSDS. [Internet]. 2006. Rev. 2023. [Cited 2023 March 21]. Diambil dari
https://www.merckmilipore.com/ID/id/product/msds/MDA_CHEM-100630
12. MSDS. [Internet]. 2006. Rev. 2023. [Cited 2023 March 21]. Diambil dari
https://www.merckmilipore.com/ID/id/product/msds/MDA_CHEM-107024
13. MSDS. [Internet]. 2019. [Cited 2023 March 21]. Diambil dari
https://www.smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_SODIUM_SULPHATE_ANHYDROU
S(INDO).pdf
14. MSDS. [Internet]. 2006. Rev. 2023. [Cited 2023 March 21]. Diambil dari
https://www.merckmilipore.com/ID/id/product/msds/MDA_CHEM-100201
15. MSDS. [Internet]. 2021. [Cited 2023 March 21]. Diambil dari
https://www.smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_BENZENE.pdf
16. Robert B. Fume Hood Air Flow Control System. Wilmington : Hannover Center.
1995.
17. Mohrle R. Effervescent in Pharamecestical Dosage From Table Marcel Dekker Inc.
New York; 1989.
18. Girolami GS, Rauchfuss TB, & Angelici RJ. Synthesis and technique in inorganic
chemistry: a laboratory manual. USA : University Science Books; 1999.
19. Bose K, Subhendu N, Maghar S, Sheetal R, Jeffrey S, Uri P, et al. Microwave
Promoted Rapid Nitration of Phenolic Compounds With Calcium Nitrate. USA :
Tetrahedron Letters Elsivier; 2006.
20. Wage JR. Organic Chemistry Third Edition. New Jersey : Prentice-hall Inc; 1995.
21. Mulyono. Kamus Kimia. Jakarta : PT Bumi Aksara; 2005.
22. Chang CR, Yusoff G, Ngoh, and Kung FW. Microwave-Assisted Extractions Of
Active Ingredients From Plants. [Internet]. 2011. [cited 2023 March 28]. Journal of
Chromatography A, 1218 : 6213– 6225.
23. Sudjadi. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press; 1988. .
24. Rudi L. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo;
2010.
25. Rohman A. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2009.
26. Amaliah N, Salempa P, dan Muharram. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder Fraksi Metanol Batang Belajang Susu (Scindapsus pictus Hassk.). [Internet].
2020. [Cited 2023 March 28]. Jurnal Chemica, 21(1): 78 – 85.
27. Sastrohamidjojo H. Kromatografi. Penerbit Liberty : Yogyakarta; 1985.
28. Nurjanah. Senyawa Bioaktif Rumput Laut dan Ampas Teh Sebagai Antibakteri Dalam
Formula Masker Wajah. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 2018. 21(2):
304-316. 
29. Koirewoa, Yohanes, Fatimawali, dan Wiyono, Weny. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Pharmacon. 2012. 1(1): 47 – 52.
30. Cichy dan Szymanowski. Recovery of Phenol from Aqueous Streams in Hollow Fiber
Modules. Environment Science Technology. 2002. 36(9): 2088-2093.
31. Naid, Tadjuddin,  Muflihunna, Andi dan Madi, Mas. Analisis Kadar β-Karoten Pada
Buah Pare (Momordica charantia L.) Asal Ternate Secara Spektrofotometri UV-vis. 
Tadjuddin Naid , Andi Muflihunna , dan Madi , Mas. Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 2012. 16 (3) : 127 – 130.

LAMPIRAN

1. Perhitungan nilai Rf :
a. Noda A
• 0,7/8 cm = 0,0875
• 1/8 cm = 0,125
b. Noda B
• 1,1/8 cm = 0,1375
• 1,6/8 cm = 0,2
2. Jawaban PP
a. Hitung harga Rf dari tiap-tiap noda yang terdapat pada KLT.
→ Perhitungan nilai Rf :
1) Noda A
• 0,7/8 cm = 0,0875
• 1/8 cm = 0,125
2) Noda B
• 1,1/8 cm = 0,1375
• 1,6/8 cm = 0,2

b. Jelaskan mengapa terjadi perbedaan nilai Rf pada senyawa campuran produk yang
didapatkan? Apa yang menyebabkan tingginya nilai Rf pada o-nitrophenol dibandingkan
dengan senyawa lainnya?
Jawaban :
Perbedaan nilai Rf yang pada senyawa campuran produk yang didapatkan disebabkan
karena tingkat kejenuhan chamber berbeda. Apabila nilai Rf hendak direpro, maka harus
dapat menjamin kejenuhan atmosfir di dalam tank dengan memperhatikan uap pelarut.²
Dengan demikian, perbedaan nilai Rf ini dapat diatasi dengan memastikan kejenuhan dari
chamber. Ataupun dapat meminimalisasi dengan menggunakan tank berlapis, dimana bagian
dalamnya hanya terdiri dari ½ mm gap udara, untuk memfasilitasi kecepatan penjenuhan
dengan uap.²
Selain itu, kualitas dan kuantitas fase gerak juga berpengaruh. Kemurnian pelarut
merupakan salah satu hal yang sangat terkait dengan kemampuan kromatogram (misalnya
nilai Rf) untuk dapat direproduksi kembali.² Dalam kuantitas fase gerak terdapat pelarut
tunggal dan campuran, terutama pelarut campuran perlu dipastikan kestabilannya dan harus
segera dipakai supaya ketika ada bagian yang menguap tidak terlalu mempengaruhi hasil.
Ketika banyak komponen pelarut yang menguap akan mempengaruhi komposisi pelarut untuk
fase gerak, sehingga menyebabkan bervariasinya nilai Rf yang diperoleh, apabila suatu
campuran pelarut (fase gerak) digunakan pada hari berikutnya.²
Kemudian, nilai Rf dipengaruhi oleh keaktifan atau kapasitas adsorben. Keaktifan atau
kapasitas adsorben tergantung kepada jumlah air dalam lapisan adsorben. Keaktifan silika gel
tergantung pada gugus silano (SiOH) akan menyebabkan kehilangan gugus ini, dan gugus ini
dikonversi menjadi gugus siloksan (Si-O-Si), sehingga resultan nilai Rf akan sangat
berbeda.2,3 Diperlukan pemanasan plat untuk mengaktifkannya, tetapi jika tidak dapat
menghandlenya dalam keadaan panas, sedangkan perlu membuat spot sampel di atasnya,
maka plat harus didinginkan dan diekspos ke udara yang dapat menyebabkan deaktivasi dan
mempengaruhi nilai Rf.²

c. Bila luas noda yang diperhatikan pada KLT sebanding dengan konsentrasi komponen,
bagaimana perbandingan komponen dalam campuran produk yang anda peroleh?
Jawaban : Jika luas noda yang diperhatikan pada KLT sebanding dengan konsentrasi
komponen, maka perbandingan komponen dalam campuran produk yang diperoleh dapat
dihitung dengan membandingkan luas noda dari masing-masing komponen pada
kromatogram. Semakin tebal/besar/luas noda, maka semakin besar konsentrasi komponen
pada campuran tersebut. Dalam praktikum ini, terdapat 2 noda dengan senyawa pada noda A
merupakan 2,4-dinitrophenol (nilai Rf 0,125) dan 2,4,6-trinitrophenol (nilai Rf 0,0875),
sedangkan pada noda B hanya terdapat senyawa 2,4-dinitrophenol dilihat dari nilai Rf 0,1375
dan 0,2. Berdasarkan hasil tersebut, maka komponen pada campuran dalam percobaan ini
tergolong sedikit, hanya 2 saja atau sering disebut duplo. Hal ini sebanding dengan campuran
kental pada KLT menandakan semakin sedikit komponen yang terpisah sehingga semakin
tidak murni senyawa yang diuji. Karena semakin tinggi nilai Rf suatu senyawa, maka akan
semakin encer konsentrasi tersebut. Menurut literatur, spot dengan nilai Rf yang rendah
terutama kurang dari 0,2 menunjukkan larutan kental sedangkan nilai Rf besar terutama lebih
dari 0,8 menunjukkan larutan encer.26

d. Jelaskan pengaruh eluen terhadap hasil dari analisa KLT yang anda lakukan?
Jawaban : Pada analisa KLT yang dilakukan dalam percobaan ini memperoleh hasil bahwa
jenis eluen polar atau non polar sangat berpengaruh dengan fase diam/adsorbent dan senyawa
yang diuji. Fase diam dan senyawa uji yang bersifat polar akan lebih maksimal dianalisa
dalam eluen yang jenisnya polar, begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan analit yang
bersifat polar akan memiliki afinitas tinggi terhadap pelarut polar dan afinitasnya rendah
terhadap pelarut non polar.2 Pada dasarnya, analisis dengan menggunakan KLT merupakan
pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh
fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga
komponen kimia dapat bergerak dengan jarak yang berbeda berdasarkan tingkat
kepolarannya.30 Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan komponen-komponen
kimia di dalam ekstrak. Dengan demikian dapat disimpulkan apabila penggunaan adsorbent
dan eluen berlainan jenis (polar-non polar atau sebaliknya), maka akan diperoleh hasil
pemisahan komponen-komponen kimia dalam senyawa uji kurang maksimal.

e. Jelaskan aplikasi penggunaan KLT dalam menguji kemurnian suatu senyawa hasil
sintesis!
Jawaban : KLT diaplikasikan dalam menguji kemurnian suatu senyawa hasil sintesis dapat
dilakukan dengan membandingkan dengan pembanding murni baku standar. Harga-harga Rf
untuk senyawa-senyawa yang murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standar.²⁷ Selain
itu, suatu zat dikatakan murni secara KLT jika didapatkan noda tunggal setelah dieluen pada
minimal 3 fase gerak yang berbeda. Jika hasil KLT memperlihatkan pola noda tunggal, maka
senyawa tersebut relatif murni secara KLT.²⁸

3. Dokumentasi

Gambar. 1 Campuran Asam Gambar. 2 Hasil spot noda Gambar 3. Hasil spot noda
Nitrat pekat dan air pada plat KLT dilihat di bawah sinar UV
didinginkan sampai 50C (Dok. Pribadi, 2023) no 254 (Dok. Pribadi,
(Dok. Pribadi, 2023) 2023)

Gambar 4. Hasil spot noda


dilihat di bawah sinar UV
No 366 (Dok. Pribadi, 2023)

LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 28 Maret 2023


Mengetahui
Asisten Praktikum, Praktikkan,

Shilvia Anggun Tiara Kaldella Damara Tamisha Zarika


22010320130026 22010322130024

You might also like