You are on page 1of 8

Pengantar PTUN Dalam Ranah Hukum Administrasi

Negara

Anggota Kelompok :
-Nabil Herianto (010002100487)
-Raja Benhard Parlindungan Siahaan (010002100490)
-Jihan Syafira (010002100479)
-Ridwan Azari Pasaribu (010002100509)
-Troy Adiputra (010002100545)

Dosen :
Dr. Metty Soletri, S.H, M.Kn.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
2022
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara yang berkembang, saat ini sedang membangun diberbagai
sektor. Misalnya disektor perekenomian, sejalan dengan isu globalisasi yang tidak dapat
dilelakkan lagi, Negara kita tidak dapat menutup mata begitu saja terhadap dampak
perkembangan ekonomi dunia. Berdasarkan pandangan ekonomi politik, globalisasi merupakan
proses perubahan organisasi dari fungsi kapitalisme yang ditandai dengan munculnya integrasi
pasar dan perusahaan – perusahaan transnasional dan tertinggalnya institusi supranasional.
Dengan adanya hal ini, dimungkinkan akan mempengaruhi pola kerja masyarakat
Indonesia. Untuk itu dibutuhkan suatu upaya hukum lagi bila pihak yang merasa dirugikan
belum merasa puas akan hasil penyelesaian sengketa yang timbul akibat perkembangan
globalisasi ini. Upaya hukum yang dimaksud yaitu upaya administratif sebagaimana dimaksud
dalam pasal 48 undang – undang nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas undang – undang
nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara (PTUN). Sehingga dapat menjamin
kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Adanya upaya administratif ini adalah merupakan bagian dari suatu sistem peradilan
administrasi, karena upaya administratif merupakan kombinasi atau komponen khusus yang
berkenaan dengan PTUN, yang sama – sama berfungsi untuk mencapai tujuan memelihara
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
masyarakat atau kepentingan umum, sehingga tercipta hubungan rukun antara pemerintah dan
rakyat dalam merealisasikan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945
(1).
Sebagai penganut paham Negara kesejahteraan (walfare state) tentunya pemerintahan
Negara Indonesia tampil aktif untuk ikut campur dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Tugas administrasi Negara dalam walfare state ini menurut Lemaire adalah bestuurszorg yaitu
menyelenggarakan kesejahteraan umum. Dalam hal ini salah satunya adalah sarana hukum,
khususnya Hukum Administrasi Negara.
Sarana Hukum Admnistrasi Negara diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum
kepada masyarakat dari segala perbuatan administrasi Negara, dan disamping itu pada dasarnya
juga memberikan perlindungan hukum bagi administrasi Negara dalam menjalankan tugas,
fungsi, dan wewenangnya. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara memberikan batasan –
batasan keabsahan bagi perbuatan yang dilakukan oleh adminsitrasi Negara dan menjamin
keadilan bagi masyarakat yang haknya dirugikan oleh perbuatan administrasi Negara tersebut.
Mekanisme perlindungan hukum ini penting karena didalam kehidupan masyarakat sering
ditemui permasalahan atau sengketa antara individu, baik perorangan maupun kelompok, dengan
pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan – kebijakan dan keputusan tata usaha Negara
(KTUN) yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi Negara dalam menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan. Undang – undang nomor 9 tahun 2004 (selanjutnya disingkat
UU PTUN 2004) juncto undang – undang nomor 5 tahun 1986 Tentang peradilan tata usaha
Negara (selanjutnya disingkat UU PTUN 1986) menyebut sengketa tersebut sebagai sengketa
TUN. Sengaketa TUN muncul jikalau seseorsang atau badan hukum perdata merasa dirugikan,
sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan. Sebagaimana diketahui bahwa Pejabat TUN
dalam fungsi menyelenggarakan kepentingan dan kesejahteraan umum tidak terlepas dari
tindakan mengeluarkan keputusan, sehingga tidak menutup kemungkinan pula keputusan tadi
memnimbulkan kerugian, sehingga tidak menutup kemungkinan pula keputusan tadi
menimbulkan kerugian. UU PTUN 1986 dikenal ada dua jalur penyelesaian sengketa TUN
yaitu :
1. Melalui upaya administratif
2. Melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Apabila didalam ketentuan perundang – undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk
menyelesaikan sengketa TUN tersebut melalui upaya administratif, maka seseorang atau badan
hukum perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke PTUN atau dengan kata lain Pengadilan
baru wewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN jika seluruh upaya
administrative yang bersangkutan telah digunakan. Subjek atau pihak – pihak yang berperkara di
PTUN menurut UU PTUN ada 2 Pihak, yaitu;
1. Pihak Penggugat, yaitu seseoranag atau Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya KTUN oleh Badan atau Pejabat TUN
baik dipusat atau di daerah.
2. Pihak tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ORGANISASI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Dalam negara modern makin dirasakan, bahwa peranan dan campur tanga langsung oleh
administrasi terhadap kehidupan masyarakat makin lama makin bertambah. Sejalan dengan
itu, maka negara memberikan kekuasaan yang sangat bear kepada pejabat administrasi
negara. Untuk membatasi kekuatan daripada pejabat administrasi negara dan untuk
melindungi masyarakat dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat
administras negara, ada beberapa cara, antara lain ditempuh dengan pengembangan Peradilan
Administrasi Negara. Pengertian Peradilan Administrasi Negara dapat dibedakan :

1. Dalam arti luas : Peradilan Administrasi Negara adalah peradilan yang menyangkut
pejabat-pejabat dan instansi-instansi administrasi negara, baik yang bersifat "perkara-perkara
pidana atau perdata" dan "perkara administrasi negara murni."

2. Dalam arti sempit : Peradilan Administrasi Negara adalah peradilan yang menyelesaikan "
perkara-perkara administrasi negara murni" semata-mata. Suatu "perkara administrasi negara
murni" adalah suatu perkara yang tidak mengandung pelanggaran hukum (pidana atau
perdata), melainkan suatu sengketa (konflik) yang berpangkal pada tau mengenal
interprestasi daripada suatu pasal atau ketentuan undang-undang (dalam arti luas).

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004,


Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri atas Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai
pengadilan tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Struktur
yang demikian mirip dengan struktur peradilan umum. Meskipun dengan struktur yang sama,
namun alur perkara dalam

lingkungan peradilan umum berbeda dengan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Perbedaan itu disebabkan karena dalam jalur Peradilan Tata Usaha Negara terdapat saluran
upaya administrasi. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk dengan Keputusan Presiden
(Pasal 9 UU Nomor 5 Tahun 1986), sedangkan PT TUN dibentuk dengan undang-undang.
Pada waktu pertama kali

diterapkan UU Nomor 5 Tahun 1986, melalui PP Nomor 7 Tahun 1991 yang menyatakan
bahwa PUN mulai diterapkan tanggal 14 Januari 1991, telah dibentuk lima PTUN melalui
Kepres Nomor 52 Tahun 1990, yaitu Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung
Pandang. Di samping itu juga dibentuk tiga Pengadilan Tinggi TUN melalui UU Nomor 10
Tahun 1990, yaitu Jakarta, Medan dan Ujung Pandang. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
PUN berpuncak pada Mahkamah Agung. Hal in ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (menggantikan undang-undang lama tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam UU Nomor 4 Tahun 2004, ditentukan rang
lingkup peradilan meliputi:
a. Peradilan Umum

b. Peradilan Militei

c. Peradilan Agama

d. Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara diatur dengan U Nomor 5 tahun 1986 tanggal 29 Desember 1986
vang sekarang telah diadakan perubahan dengan UU Nomor 9 Tahun 2004. Dengan adanya
perubahan ini UU Nomor 5 Tahun 1986 mash tetap berlaku sepanjang yang tidak diadakan
perubahan dengan U Nomor 9 Tahun 2004. Di samping itu saat ini, masih ada peradian Tata
Usaha yang bersifat semu ialah Majelis Perlembagaan Pajak.

B. UPAVA HUKUM DALAM PENVELES IAN SENGKETA TATA

USAHA NEGARA

Pemerintah/penguasa dapat campur tangan dalam menyelenggarakan kepentingan umum,


sehingga ada kalanya hak individu warga negara dilanggar. Dengan demikian pemerintah yang
mempunyai kedudukan yang lebih kuat terhadap rakyat yang diaturnya, dapat teriadi melanggar
hak-hak rakyat. Hal tersebut menimbulkan sengketa dan sengketa ini diselesaikan sebaik-baiknya
melalui aturan main yang telah diatur dalam Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004, bahwa
sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan Hukum Perdata dengan Badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN),
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KTUN berdasarkan Pasal 1 angka 3, dirumuskan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individu dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Tidak setiap KTUN
tersebut dapat langsung digugat melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Terhadap KTUN
yang mengenal adanya upaya administratif disyaratkan untuk

menogunakan saluran upaya administratit. Bagi yang tidak mengenal adanya upaya administratif
dapat langsung menggunakan saluran PTUN. Pasal 48 UU Nomor 6 Tahun 1986 jo UU Nomor 9
Tahun 2004 menentukan:

1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha
negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha
negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan
telah digunakan. Terhadap KTUN yang memungkinkan adanya upaya administratif, gugatan
langsung ditujukan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Pasal 51 ayat 3). Dengan
demikian ada dua jalur berperkara di muka PTUN, yaitu bagi KTUN yang tidak mengenal
adanya upaya administratif, gugatan ditujukan kepada PTUN (tingkat pertama), sedangkan bagi
KTUN yang mengenal adanya upaya administratif gugatan langsung ditujukan kepada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Ada dua macam upaya administratif, yaitu Banding
Administratif dan Prosedur Keberatan. Prosedur Keberatan ditempuh, apabila dalam hal
penyelesaiannya dilakukan oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara
yang mengeluarkan KTUN. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain, maka ditempuh banding administratif (misalnya, Maielis Pertimbangan Pajak,
Badan Pertimbangan Kepegawaian)

U Nomor 43 Tahun 1999, tentang Kepegawaian menentukan apabila terjadi sengketa


kepegawaian, untuk menyelesaikannya dapat melalui Peradilan Tata Usaha Negara (pasal 35) di
samping melalui upaya banding administratif

kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian

C. Masalah Kompetensi Absolut PTUN


Berdasarkan Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004, menyebutkan:
Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata
usaha Negara. Tentang sengketa Tata Usaha Negara (TUN) diatur dalam pasal 1 angka 4.
Sengketa TUN tersebut terjadi karena adanya keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Ruang lingkup yang menjadi KTUN diatur dalam pasal 1 angka 3 dan pasal 3, UU Nomor 5
Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004.
Tidak termasuk dalam pengertian KTUN diatur dalam
Pasal 2, setelah adanya perubahan, berbunyi:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang – undang
ini:
(1) Keputusan Tata Usaha Negara Merupakan Perbuatan Hukum perdata;
(2) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
(3) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
(4) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang – undangan lain yang bersifat hukum pidana;
(5) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan praturan perundang – undangan yang berlaku;
(6) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
(7) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Pasal 3, berbunyi :
(1) Apabila badan atau pejabat tata usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata
Usaha Negara;
(2) Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut
dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan dimaksud;
(3) Dalam hal peraturan perundang – undangan yang dimaksud tidak menentukan jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat
bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolaka.
Pembatasan kompetensi juga dapat dilihat dalam pasal 49, yang berbunyi:
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN
tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:
(1) Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa
yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlak;
(2) Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.

D. TIDAK SEMUA TINDAKAN PEMERINTAH MERUPAKAN TINDAKAN


TATA USAHA NEGARA
Tindakan hukum TUN tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau tindakan badan
TUN. Karena tidak setiap tindakan pejabat adalah merupakan tindakan hukum TUN. Pengertian
tindakan hukum TUN termasuk dalam kelompok tindakan hukum publik yang sifatnya sepihak
dan diarahkan kepada sasaran yang individual. Dalam Algemene Wet Bestuurecht (AWB)
KTUN dirumuskan sebagai “besluit” yang sifatnya individual, yaitu sebagai tindakan hukum
public tertulis.
Unsur – unsur KTUN dalam pasal 1 angka 3, adalah:
1. Penetapan tertulis;
2. (Oleh) badan atau pejabat tata usaha negara;
3. Tindakan hukum tata usaha negara;
4. Konkret, individual;
5. Final; dan
6. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
BAB III
KESIMPULAN
Seperti yang telah diuraikan diatas sebelumnya, bahwa kepastian hukum merupakan salah satu
tujuan untuk mewujudkan keadilan, dan juga sebagai jaminan bahwa hukum dijalankan, yang berhak
menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Berdasarkan uraian
di atas, bahwa regulasi yang mengatur mengenai eksekusi telah memberikan kepastian hukum, karena
telah ada aturannya yaitu dalam pasal 116 Undang – undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang mengalami perubahan sebanyak dua kali melalui Undang – undang Nomor 51
Tahun 2009. Pejabat yang berwenang meenerapkan ketentuan eksekusi misalnya seperti panitera
mengumumkan pada media massa cetak apabila tergugat tidak melaksanakan putusan. Masyarakat
menggunakan aturan – aturan tersebut sebagai pedoman dalam bersengketa. Hakim – hakim dalam
lingkup peradilan Tata Usaha Negara merupakan hakim yang mandiri.

Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai upaya mekanisme kontrol yuridis, sedangkan sanksi
administrasi secara maksimal yang dapat diterapkan berupa pemberhentian dan jabatan demi
konsistensi negara sebagai negara hukum. Akibat ketidakpatuhan Pejabat Tata Usaha Negara terhadap
praktek penegakan hukum Tata Usaha Negara, maka terjadilah eksekusi putusan pengadilan Tata Usaha
Negara melalui upaya paksa berupa pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administrasi maupun
pengumuman ketidakpatuhan tersebut di mass media.

Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa yang terjadi akibat adanya suatu Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang dianggap merugikan penggugat
setelah melalui proses pengajuan gugatan dan pemeriksaan. Maka proses yang paling penting dari
seluruh rangkaian proses beracara di peradilan TUN tersebut adalah pelaksanaan putusan (eksekusi)
terhadap putusan yang telah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap. Pelaksanaan
putusan dalam peradilan TUN merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputus oleh hakim dalam
proses pemeriksaan untuk mengembalikan hak – hak penggugat yang telah dilanggar oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara.

DAFTAR PUSTAKA
http://repo.unsrat.ac.id/242/1/
PERAN_P.TUN_DALAM_PENYELESAIAN_SENGKETA_TATA_USAHA_NEGARA%28NIKE_K._RUMOKOY
%29.pdf#

wiratno.2009.pengantar hukum administrasi negara.jakarta:universitas trisakti

https://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/11051/Bab5%20-%20Daftar%20Pustaka
%20-%202016027sc-p.pdf?sequence=3&isAllowed=y

You might also like