Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 11 - Peranan Kebijakan Fiskal Dan Moneter Internasional Dalam APBN - APBD
KELOMPOK 11 - Peranan Kebijakan Fiskal Dan Moneter Internasional Dalam APBN - APBD
Oleh:
Kelompok 11
Amandha Thahirasyawal Basri (2007511182)
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkah dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Peran Kebijakan Fiskal dan Moneter Internasional dalam
APBN/APBD” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Malakah ini susun bertujuan untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah
Kebijakan Fiskal dan Moneter Internasioanl. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai peran kebijakan fiskal dan
moneter internasional dalam APBN dan APBD.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
RUMUSAN MASALAH
2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konsep APBN
3.1.1 Pengertian APBN
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Pasal 1.APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah
sebuah rencana keuangan tahunan pemerintahaan negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana keuangan ini
ditetapkan setiap tahun yang dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat.Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau yang sering disebut APBN merupakan suatu
sistem akuntansi yang menggambarkan seluruh penerimaan yang
diharapkan dan pengeluaran yang di perkirakan oleh pemerintah
pusatselama satu tahun. APBN merupakan rencana anggaran yang
dilakukan
pemerintah di pusat.
Pengertian anggaran negara yang selanjutnya disebut APBN
dapat mengacu pada Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945, dimana dinyatakan
bahwa, “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian pasal tersebut
terdapat lima unsur dari APBN,yaitu:
1) APBN sebagai pengeloaan keuangan negara;
2) APBN ditetapkan setiap tahun, yang berarti APBN
berlaku untuk satutahun;
3) APBN ditetapkan dengan undang-undang;
4) APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab;
5) APBN ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat (Ini menunjukan peran ekonomi politik APBN).
3
3.1.2 Fungsi dan Tujuan APBN
a. Fungsi APBN:
1) Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi adalah salah satu fungsi yang bertujuan
untuk membagi proporsionalitas anggaran dalam
melakukan pengalokasianpembangunan dan pemerataan.
Dalam fungsi ini, anggaran negara harus terarah untuk
memangkas pengangguran dan inefisiensi dalam sumber
daya dan menambah daya guna perekonomian.
2) Fungsi Distribusi
Sesuai namanya, distribusi, fungsi ini bertujuan untuk
penyaluran dana kepada masyarakat berdasarkan alokasi
yang sudah ditetapkan. Diharapkan, kebijakan dalam
anggaran negara harus lebih teliti terhadap rasa pantas dan
keadilan. Fungsi ini berguna untuk mencapai sama rasa
dan sama rata antar wilayah dan daerah.
3) Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilitasi bermakna bahwa anggaran negara
berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara
masyarakat melalui intervensi guna mencegah inflasi.
4) Fungsi Otoritas
Fungsi otoritas mengandung artian bahwa anggaran
negara adalah tonggak atau pokok pelaksanaan
pendapatan dan belanja dalam setiaptahunnya.
5) Fungsi perencanaan
Perencanaan APBN berfungsi untuk mengalokasikan
sumber daya sesuai dengan apa yang sudah direncanakan
setiap tahunnya.
6) Fungsi regulasi
Fungsi regulasi APBN, digunakan untuk mendorong
kebutuhan ekonomi suatu negara, dan bertujuan jangka
panjang untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
4
b. Tujuan APBN:
Tujuan APBN sangat jelas terdapat dalam Undang-Undang
yang sudahditetapkan oleh pemerintah antara lain seperti:
5
perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan
pemerintah dari dalam negeri berasal dari minyak bumi,
gas alam (migas) dan nonmigas. Penerimaan dari sektor
tersebut digunakan pemerintah untuk menutup
pengeluaran rutin pemerintah. Penerimaan pemerintahan
dari sektor nonmigas terdiri atas pajak dan nonpajak.
b. Penerimaan perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua bentuk penerimaan
yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri, terdiri atas:
1. Pajak Penghasilan yang terdiri atas migas dan
nonmigas PajakPertambahan Nilai (PPN)
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
4. Cukai
5. Pajak Lainnya
Pajak perdagangan internasional, terdiri atas:
1. Bea masuk
2. Pajak/pungutan ekspor
6
2) Bagian Laba BUMN
3) Penerimaan bukan pajak Lainnya
d. Hibah
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang
berasal darisumbangan swasta dalam negeri, sumbangan
swasta dan pemerintah luar negeri.
7
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus
diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran
harusmemperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f. Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran
pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
3.2.3 Tujuan APBD
APBD disusun sebagai pedoman pemerintah daerah dalam
mengatur penerimaan serta belanja. Berikut beberapa tujuan APBD,
diantaranya:
a. Membantu pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal.
b. Meningkatkan pengaturan atau juga kordinasi tiap bagian
yang berada dilingkungan pemerintah daerah.
c. Menciptakan efisiesnsi terhadap penyediaan barang dan jasa.
d. Menciptakan prioritas belanja pemerintah daerah.
3.2.4 Struktur APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
8
tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan
uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang
menambah ekuitas dana. Pendapatan daerah meliputi:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah bagian dari pendapatan daerah
yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan daerah dalam memungut PAD
dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan
otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya
sendiri. PAD terdiri dari:
a) Pajak Daerah.
b) Retribusi Daerah.
c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan, yangmencakup:
1) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milikdaerah (BUMD);
2) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milikpemerintah (BUMN); dan
3) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milikswasta.
d) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:
1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan;
2) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan
kekayaan daerahyang tidak dipisahkan;
3) Jasa giro;
4) Pendapatan bunga;
5) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;
6) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing;
9
7) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh daerah;
8) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan;
9) Pendapatan denda pajak dan retribusi;
10) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;
11) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan;dan
12) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2. Dana Perimbangan, meliputi:
a) Dana Alokasi Umum;
b) Dana Alokasi Khusus; dan
c) Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan
bagi hasilbukan pajak.
10
urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi,
program kegiatan, serta jenis belanja.
Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal
31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja
daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau
klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan,
serta jenis belanja.
1. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut
urusan wajib mencakup:
a) Pendidikan;
b) Kesehatan;
c) Pekerjaan Umum;
d) Perumahan Rakyat;
e) Penataan Ruang;
f) Perencanaan Pembangunan;
g) Perhubungan;
h) Lingkungan Hidup;
i) Kependudukan dan Catatan Sipil;
j) Pemberdayaan Perempuan;
k) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;
l) Sosial;
m) Tenaga Kerja;
n) Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
o) Penanaman Modal;
p) Kebudayaan;
q) Pemuda dan Olah Raga;
r) Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
s) Pemerintahan Umum;
t) Kepegawaian;
u) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
11
v) Statistik;
w) Arsip; dan
x) Komunikasi dan Informatika.
2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan:
a) Pertanian;
b) Kehutanan;
c) Energi dan Sumber Daya Mineral;
d) Pariwisata;
e) Kelautan dan Perikanan;
f) Perdagangan;
g) Perindustrian; dan
h) Transmigrasi.
3. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan,
Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis
Belanja. Belanja daerah tersebut mencakup belanja
tidak langsung dan belanja langsung. Komponen
belanja tidak langsung dan belanjalangsung:
a) Belanja Tidak Langsung, meliputi:
1) Belanja Pegawai;
2) Bunga;
3) Subsidi;
4) Hibah;
5) Bantuan Sosial;
6) Belanja Bagi Hasil;
7) Bantuan Keuangan; dan
8) Belanja Tak Terduga.
b) Belanja Langsung, meliputi:
1) Belanja Pegawai;
2) Belanja Barang dan Jasa;
3) Belanja Modal.
c. Pembiayaan Daerah.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
12
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan
pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup
defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD.
Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan
dan Pengeluaran PembiayaanDaerah.
1. Penerimaan Pembiayaan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 60
menyebutkan bahwa Penerimaan Pembiayaan
Daerah, meliputi:
a) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Tahun Lalu;
b) Pencairan Dana Cadangan;
c) Penerimaan pinjaman daerah;
d) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
e) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
f) Penerimaan piutang daerah.
2. Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah, meliputi:
a) Pembentukan dan cadangan;
b) Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah;
c) Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; dan
d) Pemberian pinjaman daerah.
Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut
urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung
jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan.
3.3 Peranan Kebijakan Fiskal dan Moneter Internasional Didalamnya
3.3.1 Kebijakan Fiskal Terhadap APBN dan APBD
Kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah tercermin dalam
13
APBNmaupun APBD, merupakan pengelolaan terhadap pengeluaran
negara dan penerimaan negara guna mencapai pertumbuhan,
penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan stabilitas posisi
eksternal. APBN dikatakan sehat dan kuat apabila tidak sarat,
sehingga akan memberikan ruang gerak yang luas bagi kebijakan
pemerintah.
Dapat dilihat bahwa beberapa instrument dari kebijakan fiscal
terhadap APBN dan APBD;
1. Functional Finance (Pembiayaan Fungsional)
Fungsional Finance (Pembiayaan fungsional) adalah
kebijakan yang berfungsi untuk mengendalikan dan
mempertimbangkan anggaran pembelanjaan pemerinatah dari
berbagai macam akibat yang di timbulkan secara tidak
langsung terhadap pendapatan nasional suatu negara dan
bertujuan untuk meningkatkan volome kesempatan kerja bagi
masyarakat.
2. The Managed Budget Approach (Pengelolaan Anggaran)
The Managed Budget Approach (Pengelolaan Anggaran)
adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
berfungsi untuk mengatur jalannya anggaran pemerintah yang
meliputi hutang dan perpajakan hingga tercapainya
kesetabilan dalam ekonomi.
14
barang menurun atau tidak meningkat maka inflasi dapat di
cegah atau diatas. Oleh karena itu,kebijakan fiskal surplus ini
biasanya digunakan pemerintah untuk mencegah terjadinya
inflasi (kenaikan harga barang yang diakibatkanjumlah uang
beredar melebihi jumlah uang yang dibutuhkan masyarakat).
2. Kebijakan Fiskal Ekspansif.
Kebijakan ini adalah kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh
pemerintah dengan cara mengendalikan pembelanjaan
pemerintah (pengeluaran) lebih besar dari pada pendapatan
pemerintah (penerimaan). Peningkatan jumlahanggaran yang
di gunakan untuk pembelanjaan (pengerluaran) yang tidak
sebanding dengan pendapatan negara, akan menyebabkan
negara tersebut mengalami kekurangan (defisit). Kebijakan
anggaran defisit ini pada umumnya digunakan oleh
pemerintah untuk mensiasati peningkatan pertumbuhan
ekonomi negara. dengan kondisi anggaran dana negara yang
defisit, pemerintah akan mencari dana dari pihak lain untuk
memajukan usaha dan ekonomi negara. Terdapat banyak
pantangan dalam kebijakan ini seperti pelaku harus jujur, tidak
boros, tidak korupsi, dan mampu bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang akan terjadi (walaupun kemungkinan
buruk).
3. Kebijakan Fiskal Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang adalah kebijakan fiskal yang
dikeluarkan oleh pemerintah dengan cara mengendalikan
pembelanjaan dan pendapatan yang berimbang (sama-sama
besar). Pemerintah mengendalikan jumlah pembelanjaan tidak
boleh lebih besar dari pada jumlah pendapatan dan jumlah
pendapatan juga tidak lebih besar dari pada jumlah
penerimaan. Hal tersebut akan dapat menguntungkan bagi
negara karena pemerintah tidak perlu hutang kepada pihak
lain.
15
3.3.2 Kebijakan Moneter Didalamnya
Moneter dan fiskal mempunyai fokus dan tujuan yang berbeda.
Setiap shock pada kebijakan moneter dan fiskal akan ditransmisikan
pada variabel lain di dalam perekonomian. Jika pemerintah ingin
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satu kebijakan yang
dapat diambil adalah menaikkan porsi belanja pemerintah. Kenaikan
belanja pemerintah akan menyebabkan naiknyapermintaan agregat.
Dengan naiknya permintaan agregat akan menyebabkan harga barang
cenderung naik. Kenaikan permintaan yang melebihi penawaran akan
menyebabkan inflasi. Dalam menghadapi tekanan inflasi ini, bank
sentralakan mengambil kebijakan moneter yaitu dengan menaikkan
suku bunga acuan. Akibatnya, defisit fiskal akan semakin besar,
terutama jika pemerintah harus membayar bunga atas hutang-
hutangnya.
Pada saat bank sentral mengambil kebijakan menaikkan suku
bunga, maka terjadi penurunan permintaan uang, kemudian
pertumbuhan kredit konsumen menurun, biaya investasi semakin
tinggi dan tabungan menjadi instrumen yanglebih menarik sehingga
permintaan agregat kembali turun. Pada saat yang sama, kebijakan
moneter yang restriktif akan mengakibatkan turunnya inflasi dan
membatasi terjadinya kontraksi defisit anggaran terhadap APBN dan
APBD yang diketahui adalah pembelian SBN untuk melakukan
stabilisasi APBN dan APBG (menyehatkan APBN dan APBD).
Dengan pembelian SBN diharapkan kebijakan moneter ini mampu
menormalisasikan APBN dan APBD.
3.3.3 Studi Kasus
Kebijakan Ekspansi Moneter terhadap APBN. Bank Indonesia
melakukankomitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui
pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU
No.2 Tahun 2020, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun
secara langsung, sebagai bagian upaya mendukung percepatan
implementasi program PEN, dengan tetap menjaga stabilitas
16
makroekonomi. Sampai dengan 15 Desember 2020, Bank Indonesia
telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar
sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebesar Rp75,86 triliun,
termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO)
dan Private Placement. Sementara itu, realisasi pendanaan dan
pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN
tahun 2020 oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian
SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020,
berjumlah Rp397,56 triliun. Dengan demikian secara keseluruhan
Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan
dan pembagian beban dalam APBN 2020 guna program pemulihan
ekonomi nasional sebesar Rp473,42 triliun. Selain itu, Bank
Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan
Pemerintah atas penerbitan SBN untuk pendanaan Non Public
Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun dan Non Public Goods-
Korporasi sebesar Rp62,22 triliunsesuai dengan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli
2020. Dengan sinergi ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan
pada upaya akselerasi realisasi APBN tahun 2020 untuk mendorong
pemulihan perekonomian nasional.
1. Jurnal ini membahas mengenai peran BI dalam penerbitan
obligasi dan surat utang daerah dimana dalam rangka
memenuhi kebutuhan dana (APBD) pemerintah daerah
menerbitkan surat utang (obligasi).
Oleh karena penerbitan obligasi ini dapat mempengaruhi
keuangan negarasecara makro, maka pada setiap penerbitan
obligasi daerah tsb harus mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia walaupun Pemerintah daerah yang memegang
kewenangan dalam menerbitkan obligasi tsb.
17
kebijakan berimbang, defisit atau surplus. Menurut
Dornbusch ada 2 cara untuk menutup defisit anggaran
suatu negara yaitu dengan meminjam dana (utang) publik
dan utang bank sentral. Di Indonesia lebih banyak
menggunakan kebijakan anggaran defisit daripada
anggaran berimbang atau surplus. Kebijakan fiskal ini
memiliki sisi positif dansisi negatif dimana sisi positifnya
yaitu kebijakan ini dapat dipergunakan untuk membuka
lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan
memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan
keamanan.
• Obligasi yang diterbitkan oleh Negara dalam rangka
menutup defisit APBN memiliki beberapa kemungkinan
bentuk yaitu Surat Utang Negara (SUN), Obligasi Ritel
Indonesia (ORI), Surat Berharga Syariah Negara
(SUKUK). Dalam menerbitkan obligasi pemerintah
terikat dengan norma dan kaidah yang berlaku.
• Dari hukum yang berlaku tsb digambarkan peran
pemerintah dan BI dalam kerangka penerbitan SBN.
Dalam hal pemerintah akan menerbtkan SBN, BI
berperan sebagai pihak yang memberikan pertimbangan
dan evaluasi terhadap implikasi moneter dari penerbitan
SBN agar keselarasan antara kebijakan fiskal termasuk
manajemen utang dan kebijakan moneter dapat tercapai.
18
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Simpulan
Jadi dari penjelasan tentang peranan kebijkaan fiskal dan moneter
internasional dalam APBN/APBD diatas dapat disimpulkan beberapa hal
berikut:
1. APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah sebuah
rencana keuangan tahunan pemerintahaan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana keuangan ini ditetapkan setiap
tahun yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab demi
kemakmuran rakyat.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui oleh
pemerintah daerah dan DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan
daerah.
3. Kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah tercermin dalam APBN
maupun APBD, merupakan pengelolaan terhadap pengeluaran negara
dan penerimaan negara guna mencapai pertumbuhan, penciptaan
lapangan kerja, stabilitas harga, dan stabilitas posisi eksternal.
4. Moneter dan fiskal mempunyai fokus dan tujuan yang berbeda. Setiap
shock pada kebijakan moneter dan fiskal akan ditransmisikan pada
variabel lain di dalam perekonomian. Jika pemerintah ingin
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satu kebijakan yang
dapat diambil adalah menaikkan porsi belanja pemerintah.
19
DAFTAR RUJUKAN
20
LAMPIRAN
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33