You are on page 1of 21

A.

SISTEM PEMERINTAHAN

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA


1.     Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD
1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu
dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah republik.

        Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal
itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem
pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
2.    Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata
system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan,
jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari
kata perintah. kata-kata itu berarti:

a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau

b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.

c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri
atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi
dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.

Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan
menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan membentuk undang-
undang; Dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas
undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif,
legislative dan yudikatif.
Jadi, system pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan
antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan
negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara
bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya
dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan
eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang
menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri
maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet
ministrial.
3.    Perbandingan Antara Indische Staatsregeling Dengan UUD 1945
Secara umum telah diyakini bahwa sistem pemerintahan Indonesia menurut Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) itu adalah sistem presidensial. Keyakinan ini secara yuridis samasekali
tidak berdasar. Tidak ada dasar argumentasi yang jelas atas keyakinan ini.

Apabila diteliti kembali struktur dan sejarah penyusunan UUD 1945 maka tampaklah bahwa
sebenarnya sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 itu adalah sistem campuran.
Namun sistem campuran ini bukan campuran antara sistem presidensial model Amerika Serikat
dan sistem parlementer model Inggris. Sistem campuran yang dianut oleh UUD 1945 adalah
sistem pemerintahan campuran modelIndische Staatsregeling (‘konstitusi’ kolonial Hindia
Belanda) dengan sistem pemerintahan sosialis model Uni Sovyet.

Semua lembaga negara kecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), merupakan turunan
langsung dari lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda dahulu, yang berkembang melalui
pengalaman sejarahnya sendiri sejak zaman VOC. Sementara itu, sesuai dengan keterangan
Muhammad Yamin (1971) yang tidak lain adalah pengusulnya, MPR itu dibentuk dengan
mengikuti lembaga negara Uni Sovyet yang disebut Sovyet Tertinggi.

Secara ringkas, maka apabila lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda menurut Indische


Staatsregeling dan lembaga-lembaga negara Indonesia menurut UUD 1945 tersebut disejajarkan,
maka akan tampak sebagai berikut:

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sovyet Tertinggi


Gouverneur Generaal/ Luitenant Gouverneur
Presiden/Wakil Presiden
Generaal
Dewan Pertimbangan Agung Raad van Nederlandsch-Indie
Dewan Perwakilan Rakyat Volksraad
Badan Pemeriksa Keuangan Algemene Rekenkamer
Mahkamah Agung Hooggerechtshof van Nederlandsch-Indie
4.    Sistem Pemerintahan Indonesia
a.    Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
       Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum
diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).


2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya
pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung
dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga
ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.

Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan
antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di
Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan
negara daripada keuntungan yang didapatkanya.

         Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa
konstitusi negara itu berisi

1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,


2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau
amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang
bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen
itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.

b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen


         Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat
tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru.
Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu
2004.

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara
terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden  dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan
melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem
presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai
berikut;
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan
dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan
hak budget (anggaran)

Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut,
antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance,
dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan
fungsi anggaran.

Sebelum diadakan amandemen UUD 1945, sebagai konstitusi tertulis UUD 1945 menyediakan
satu pasal yang khusus mengatur tentang cara perubahan UUD, yaitu pasal 37, yang berbunyi :
a. Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota MPR harus hadir.
b. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir.
Amandemen UUD 1945 dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
1. Amandemen Pertama            (19 Oktober 1999)
2. Amandemen Kedua    (18 Agustus 2000)
3. Amandemen Ketiga    (10 November 2001)
4. Amandemen Keempat            (10 Agustus 2002)

 Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia


 Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
 Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis
kabinet.
 Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR.
 Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
 Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan
Presiden.
 Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
 Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
 Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

1. Sistem pemerintahan Indonesia dari masa ke masa

Secara garis besar sejarah Indonesia terbagi atas tiga masa, yaitu masa Orde lama, masa Orde
baru, dan masa reformasi.
a)    Sistem pemerintahan Indonesia masa orde lama
Masa pemerintahan orde lama berjalan dari tahun 1945 hingga tahun 1968 di bawah
kepemimpinan presiden Soekarno. Penyebutan masa “orde lama” merupakan istilah yang
diciptakan pada masa orde baru. Sebenarnya Soekarno tidak begitu menyukai  istilah “orde
lama” ini. Ia lebih suka menyebut masa kepemimpinannya dengan istilah “orde revolusi”. Pada
tanggal 18 agustus 1945, Indonesia mengesahkan UUD 1945 sebagai dasar Negara. Sebenarnya
di bawah UUD 1945 telah tercantum bahwa Indonesia menggunakan system pemerintahan
presidensial.namun setelah tiga bulan terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.
Penyimpangan itu adalah mengenai pembentukan cabinet parlementer dengan Sultan Syahrir
sebagai perdana menteri. Sehingga pada masa ini, dipengaruhi oleh Belanda, Indonesia
menggunakan system parlementer. Masa parlementer berakhir ketika dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
b)   System pemerintahan masa orde baru
Istilah “orde baru” di pakai untuk memisahkan kekuasaan era Soekrno (orde lama) dengan
masa kekuasaan era Soeharto. Era orde baru juga digunakan untuk menandai setelah masa baru
setelah ditumpasnya pemberontakan PKI tahun 1965. Pada masa orde baru, awalnya demokrasi
di Indonesia mengalami kemajuan. Namun, dalam perkembangannya kehidupan demokrasi era
orde baru tidak jauh berbeda dengan demokrasi terpimpin. System pemerintahan presidential
juga terlihat ditonjolkan.kemudian soeharto menetapkan demokrasi pancasila sebagai system
pemerintahan Indonesia.

c)    System pemeritahan masa reformasi


Era reformasi dimulai dari tumbangnya kekusaan soeharto pada tahun 1998 hingga sekarang.
Pada era reformasi, pelaksnaan system pemerintahan demokrasi pancasila diterapkan sesuai
dengan asa demokrasi yang berlandaskan pancasila. Pada era ini, pemerintahan memberikan
ruang gerak kepada partai politik dan DPR untuk turut serta mengawasi pemerintahan secara
kritis.
5.    Kesimpulan
          Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan
berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara.
Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu
eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain
seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.

Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan
pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislatif.
Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem
pemerintahannya adalah presidensial.Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-
lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem
pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.

         Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di
negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antar sistem pemerintahan negara itu.
Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama.Perubahan pemerintah di negara
terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara.
Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula
dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.

B..Tata kelola pemerintahan yang baik

Meskipun belum ada yang mendefiniskannya secara formal, namun tata kelola pemerintahan
dianggap penting untuk menjamin kesejahteraan nasional. Tata kelola pemerintahan yang baik,
atau dapat disebut good governance seturut kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
merupakan salah  satu fungsi dan tanggung jawab negara.

Beberapa definisi mengenai good governance dikemukakan oleh beberapa lembaga. Salah
satunya United Nation Development Program (UNDP) atau lembaga PBB untuk pengembangan
negara-negara di dunia mendefinisikan tata kelola pemerintahan yang baik sebagai suatu
tanggung jawab dari kewenangan ekonomi, kewenangan administrasi, dan kewenangan politik
untuk mengatur masalah-masalah sosial negara tersebut. Dari pengertian tersebut, terlihat tiga
sektor utama dari kewenangan pemerintah yang kemudian digunakan untuk sebesar-besar
kepenting
an rakyat.

Sementara itu, bank dunia lebih melihat tata kelola pemerintahan dari segi ekonomi. Dalam
definisinya, dikatakan bahwa suatu negara telah mencapai tata kelola yang baik apabila telah
berhasil menyelenggarakan sistem pengaturan pembangunan negara yang kuat, serta
bertanggung jawab, dengan tetap beriringan dengan prinsip demokrasi dan prinsip pasar yang
efisien. Di samping itu, dalam tata kelola pemerintah yang baik akan menghindari kesalahan
dalam alokasi dana pembangunan. Termasuk penanggulangan dini tindak pidana korupsi. Good
governance juga akan menjalankan anggaran secara disiplin sehingga aktivitas usaha rakyat
dapat tumbuh dengan baik.

Tindakan korupsi yang berpotensi memincangkan tata kelola pemerintahan menggerogoti


Indonesia sebagai masalah yang sangat serius. Kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
didirikan sebagai lembaga independen pada 2002. Pemerintah sebelumnaya juga menetapkan
UU nomor 28 tahun 1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi,
dan nepotisme.

Berdasarkan definisi di atas, setidaknya good governance memiliki beberapa indikator


pengukuran. Diantara indikator tersebut adalah:

1.Transparansi

Transparansi merupakan proses keterbukaan menyampaikan informasi atau aktivitas yang


dilakukan. Harapannya, agar pihak-pihak eksternal yag secara tidak langsung ikut bertanggung
jawab dapat ikut memberikan pengawasan. Memfasilitasi akses informasi menjadi faktor penting
terciptanya transparansi ini.

2.Partisipasi
Partisipasi merujuk pada keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan
kebijakan. Masukan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan dapat membantu
pembuat kebijakan mempertimbangkan berbagai persoalan, perspektif, dan opsi-opsi alternatif
dalam menyelesaikan suatu persoalan. Proses partisipasi membuka peluang bagi pembuat
kebijakan untuk mendapatkan pengetahuan baru, mengintegrasikan harapan publik kedalam
proses pengambilan kebijakan, sekaligus mengantisipasi terjadinya konflik sosial yang mungkin
muncul. Komponen yang menjamin akses partisipasi mencakup, tersedianya ruang formal
melalui forum-forum yang relevan, adanya mekanisme untuk memastikan partisipasi publik,
proses yang inklusif dan terbuka, dan adanya kepastian masukan dari publik akan diakomodir di
dalam penyusunan kebijakan.

3.Akuntabilitas

Akuntabilitas didefinisikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas peraturan yang telah dibuat.
Proses ini juga sekaligus menguji seberapa kredibel suatu kebijakan tidak berpihak pada
golongan tertentu. Akuntabilitas akan melewati beberapa proses pengujian tertentu. Proses yang
terstruktur ini diharapkan akan mampu membaca celah-celah kekeliruan, seperti penyimpangan
anggaran atau pelimpahan kekuasaan yang kurang tepat. Mekanisme akuntabilitas juga
memberikan kesempatan kepada para pemangku kebijakan untuk  untuk meminta penjelasan dan
pertanggungjawaban apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan konsesus dalam
pelaksanaan tata kelola di bidang tertentu.

4.Koordinasi

 
Koordinasi adalah sebuah mekanisme yang memastikan bahwa seluruh pemangku kebijakan
yang memiliki kepentingan bersama telah memiliki kesamaan pandangan. Kesamaan pandangan
ini dapat diwujudkan dengan
C.PRINSI PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Prinsip merupakan kunci yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tata kelola yang baik. Mengutip
dari buku bertajuk "Inovasi Tata Kelola Sekolah Menengah atas (SMA) dalam Implementasi
Kebijakan Merdeka Belajar" karya Dr. Idris HM Noor, M.Ed. dan Dr. Noris Rahmatllah, M.T,
prinsip-prinsip dari good governance yang dikemukakan oleh UN Development Program
(UNDP) adalah:

1. Partisipasi (participation), artinya setiap warga negara memiliki kesetaraan suara dalam
pembuatan kebijakan.

2. Ketanggapan atas kebutuhan stakeholder (responsiveness) dalam pengelolaan lembaga,


terhadap prinsip yang sehat dan peraturan perundangan yang berlaku.

3. Kemampuan untuk menjembatani perbedaan kepentingan diantara masyarakat, agar


terciptanya konsensus bersama.

4. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan mengenai fungsi, struktur, sistem, dan


pertanggungjawaban perangkat lembaga kepada stakeholder secara efektif.

5. Transparansi (transparency), yaitu adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi yang relevan dalam pengambilan
kebijakan.

6. Aktivitas didasarkan pada aturan atau kerangka hukum.

7. Memiliki visi yang luas dan berjangka panjang untuk memperbaiki dan menjamin
keberlanjutan pembangunan sosial dan ekonomi.

8. Kesetaraan dan kewajaran (fairness), yaitu perlakuan yang adil atas seluruh masyarakat dalam
memenuhi hak-hak untuk meningkatkan taraf hidupnya, berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.

Sementara mengutip pendapat dari Sofian Effendi, kunci untuk menciptakan good governance
adalah suatu kepemimpinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat.

D.    Good & Clean Governance dan kontrol sosial

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pokok good


governance, setidaknya harus melakukan lima aspek pelaksanaan prioritas program, yakni :

1.      Penguatan fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan

Penguatan peran lembaga perwakilan rakyat, MPR, DPR, DPRD, mutlak dilakukan dalam
rangka peningkatan fungsi mereka sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Selain melakukan
check and balances , lembaga legislatif juga harus mampu menyerap dan mengartikulasikan
aspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat kepada lembaga eksekitif.

2.      Kemandirian Lembaga Peradilan

Kesan yang paling buruk dari pemerintahan orde baru adalah ketidak mandirian lembaga
peradilan. Intervensi eksekutif terhadap yudikatif masih sangat kuat,sehingga peradilan tidak
mampu menjadi pilar terdepan dalam penegakan asas rule of law. Hakim, jaksa dan polisi tidak
bisa dengan leluasa menetapkan perkara. Era reformasi sebagai era pembaharuan juga masih
belum memberikan angin segar bagi independensi lembaga peradilan, karna mainstream
pembaharuan independensi lembaga peradilan sampai saat ini belum jelas. Untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good governance, peningkatan
profesionalitas aparat penegak hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan.
Akuntabilitas aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif merupakan pilar yang menentukan
dalam penegakan hukum dan keadilan.

3.      Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas


Birokrasi di Indonesia tidak hanya dikenal buruk dalam memberikan pelayanan publik, tapi juga
telah memberi peluang berkembangnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Dengan demikian pembaharuan konsep, mekanisme dan paradigma aparatur negara dari
birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayanan rakyat) harus dibarengi ddengan
peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintah. Akuntabilitas
jajaran birokrasi akan berdampak pada naiknya akuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri.
Aparatur birokrasi yang mempunyai karakter tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan
birokrasi secara cepat, efektif, dan berkualitas.

4.      Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif

Peningkatan partisipasi masyarakat adalah unsur penting dalam merealisasikan pemerintahan


yang bersih dan berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak
dilakukan dan difasilitasi oleh negara. Masyarakat mempunyai hak untuk menyampaikan usulan,
mendapat informasi, dan hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah.
Kritik dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga perwakilan, pers maupun dilakukan secara
langsung lewat dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik,
maupun organisasi sosial lainnya. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dalam Kerangka Otonomi
Daerah. 

Salah satu kelemahan dari pemerintahan masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada
pemerintah pusat, sehingga potensi-potensi daerah dikelola oleh pemerintah pusat. Kebijakan ini
menimbulkan akses yang amat parah, karena banyak daerah yang amat kaya dengan sumber daya
alamnya, justru menjadi kantong-kantong kemiskinan nasional. Untuk merealisasikan prinsip-
prinsip good governance, kebijaksanaan ekonomi daerah dapat dijadikan sebagai media
transformasi pewujudan model pemerintahan yang menopang tumbuhnya kultur demokrasi di
Indonesia. Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah memberikan
wewenang pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik,
ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan pelaksanaan
otonomi daerah pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat agar pada
akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.
Implementasi otonomi daerah di Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang memiliki
tujuan ganda. Pertama, diberlakukannya otonomi daerah merupakan strategi dalam merespons
tuntutan masyarakat di daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of powers,
distribution of incomes, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah
dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam memperkokoh
perekonomian nasional menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Demikian pula dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat, desentralisasi kemudian akan
mempengaruhi komponen pemerintahan lainnya, seperti bergesernya orientasi pemerintah dari
command and control menjadi berorientasi pada demand (tuntutan) and public needs (kebutuhan
public). Orientasi inilah kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagi
stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembagunan. Oleh
karenanya, otonomi daerah akan menjadi formulasi yang tepat apabila diikuti dengan
serangkaian perubahan di sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik tidak saja sekedar
perubahan format institusi, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-alat yang digunakan untuk
mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif,
transparan dan akuntabel sehingga cita-cita mewujudkan good governance benar-benar akan
tercapai. Cara untuk menggunakan khazanah kekayaan negara itu dengan sebaik-baiknya ialah:

a.       Melibatkan rakyat atau paling tidak orang miskin untuk memiliki saham dalam
mengusahakan pengeluaran khazanah itu. Dengan diberikan saham kepada mereka secara subsidi
dari pemerintah.

b.      Membuat perusahaan untuk mengusahakan pengeluaran kekayaan bumi tsb, supaya
hasilnya merata dan melimpah-ruah kepada negara dan rakyat, sekaligus menambah pendapatan
rakyat.

c.       Good Governance dan Gerakan Antikorupsi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan
umum dan Negara secara spesifik. Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi berbiaya tinggi,
politik yang tidak sehat, dan kemerosotan moral bangsa yang terus - menerus merosot.
1)      Gerakan Antikorupsi

CEREMY Pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan control
kepada dua unsur paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi; kedua,
keinginan korupsi. Menurutnya, korupsi terjadi jika peluang dan keinginan dalam waktu
bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara membalikkan siasat ”laba tinggi, risiko rendah”
menjadi “laba rendah, risiko tinggi”; dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara
efektif, dan menegakka mekanisme akuntabilitas.

Penanggulangan tindakan korupsi dapat dilakukan antara lain dengan: Pertama, adanya political
will dan political action dari pejabat Negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap
satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan
perilaku dan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan kuat pemerintah untuk memberantas korupsi
di segala lini pemerintahan, kampanye pemberantasan korupsi hanya slogan kosong belaka.

Kedua, penegakan hokum secara tegas dan berat. Proses eksekusi mati bagi koruptor di Cina,
misalnya, telah membuat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha di negeri itu menjadi jera untuk
melakukan tindak korupsi. Hal yang sama terjadi pula di Negara-negara maju di Asia, seperti
Korea Selatan, Singapura, dan Jepang termasuk Negara yang tidak kenal kompromi dengan
pelaku korupsi. Tindakan tersebut merupakan shock therapy untuk membuat tindakan korupsi
berhenti.

Ketiga, membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi, misalnya,


Komisi Ombudsman sebagai lembaga yang memeriksa pengaduan pelayanan administrasi publik
yang buruk. Pada beberapa Negara, mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan dan inspeksi
atas sistem administrasi pemerintah dalam hal kemampuannya mencegah tindakan korupsi aparat
birokrasi. Di Indonesia telah di bentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Tim Penuntasan
Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) dengan tugas melakukan investigasi individu dan
lembaga, khususnya aparatur di pemerintah yang melakukan korupsi. Selain lembaga bentukan
pemerintah, masyarakat juga membentuk lembaga yang mengemban misi tersebut, seperti
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga sejenis.
Keempat, membangun mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya
praktik good governance, baik di sektor pemerintah, swasta atau organisasi kemasyarakatan.

Kelima, memberikan pendidikan antikorupsi, baik melalui pendidikan formal maupun


pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi diajarkan bahwa nilai korupsi adalah bentuk lain dari kejahatan.

Keenam, gerakan agama antikorupsi, yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan
mengembangkan spiritualitas antikorupsi.

2)      Tata kelola kepemerintahan yang baik dan kinerja birokrasi pelayanan publik

Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak
swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa
pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang
bisa memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instasi pemerintah,
melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instasi pemerintah bermotif
sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta juga mencari dukungan suara.
Sedangkan, pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari
keuntungan. Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk
memulai pengembangan dan penerapan good governance di Indonesia :

a)      Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi area di mana Negara yang di wakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik
akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.

b)      Kedua, pelayanan publik adalah wilayah dimana berbagai aspek good and clean
governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.

c)      Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu
pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian, pelayanan publik menjadi
tidak pangkal efektifnya kinerja birokrasi.

3)      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi


Kinerja birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor ini:

Struktur biroksasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan
aktivitas birokrasi. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam
perencanaan strategis pada birokrasi.Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja
dan kapasitas diri untuk bekerja dan berkarya secara optimal.Sistem informasi manajemen, yang
berhubungan dengan pengelolaan data base dalam kerangka mempertinggi kinerja birokrasi.
Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi
penyelenggaraan birokrasi

MAKALAH PPKN

PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL


Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah PPKN

You might also like