You are on page 1of 4

NILAI LUHUR SOSIAL BUDAYA SEBAGAI TUNTUTAN

Kelompok 3:

1. Ainun Jariah
2. Zulfirah Tiar Arifin
3. Mustabsyirah
4. Najmawati

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang sejalan
dengan pemikiran KHD?
a. Nilai-nilai leluhur yang dianut suku Bugis sebagian besar terutama di daerah saya yaitu
kabupaten sinjai, tertuang dalam pendidikan karakter sejalan dengan pemikiran KHD
adalah budaya sipakatau (memanusiakan manusia), sipaka lebbi’(saling memuji,
mengasihi dan membantu) dan sipakainge’(saling mengingatkan).
b. Siri na pacce merupakan falsafah hidup yang dipegang oleh masyarakat suku Bugis-
Makassar. Nilai-nilai dalam falsafah tersebut selalu dipertahankan masyarakat Bugis-
Makassar. Siri’ na Pacce berasal dari bahasa Makassar, yang secara geologi berada di
Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba serta
sebagian di Kabupaten Maros dan Pangkep di Provinsi Sulawesi Selatan.
c. Nilai-nilai leluhur yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu budaya
tabe’, yang menjadi tata krama adat masyarakat yang berkaitan dengan nilai sopan
santun dan saling menghargai.
d. Nilai-nilai leluhur yang sejalan dengan pemikiran KHD pada budaya Sidenreng
Rappang yaitu riolo na pattiroang, tengngai na paraga-raga, dan rimunri na pampiri
merupakan salah satu falsafah nenek mallomo yang artinya menjadi seorang pemimpin
harus memberi suri tauladan (Riolo na pattiorang), ditengah-tengah harus
membangkitkan atau menggugah semangat (Tengngai na paraga-raga), dan seseorang
harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang (rimunri na
pampiri).
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur
kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah
Anda?
a. Prinsip budaya lokal sebenarnya memiliki kaitan dengan pendidikan karakter. Hal ini
sejalan dengan pemikiran KHD yang menyebutkan bahwa menumbuhkan nilai-nilai
moral ke dalam jiwa seorang anak sangatlah penting. Pemikiran yang dituangkan oleh
Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan budi pekerti bahwa pedidikan harus diarahkan
pada pembentukan karakter bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya
bangsa. Berbicara mengenai budaya, budaya suku Bugis memiliki prinsip yang
bersentuhan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter. Prinsip
suku Bugis tersebut adalah Sipakatau, Sipakainge' dan Sipakalebbi. Sipakatau berasal
dari kata Bugis yang berarti memanusiakan manusia. Budaya sipakatau suku Bugis
memiliki hubungan dengan nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai religius,
toleransi, jujur, peduli sosial dan menghargai prestasi. Sipakainge' berasal dari kata
Bugis yang berarti saling mengingatkan. Budaya sipakainge' memiliki hubungan
dengan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu demokratis, peduli lingkungan, tanggung
jawab, rasa ingin tahu, kreatif dan komunikatif. Sipakalebbi dalam bahasa Bugis
memiliki arti saling memuji, mengasihi dan membantu. Budaya sipakalebbi juga
tertuang dalam pendidikan karakter yaitu cinta damai, cinta tanah air, toleransi, disiplin,
peduli lingkungan dan peduli sosial.
b. Siri na pacce merupakan falsafah hidup yang dipegang oleh masyarakat suku Bugis-
Makassar. Siri’ menurut istilahnya (Terminologi) adalah seseorang yang memiliki
harga diri dan martabat (kehormatan) akan jati dirinya sebagai manusia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pacce (Bahasa Makassar); Pesse (Bahasa
Bugis) arti katanya adalah pedih, perih, pedis, belas kasih dan solidaritas yang kuat.
Artinya, orang Bugis – Makassar itu memiliki rasa belas kasihan yang besar dan rasa
solidaritas kepada sesamanya sangatlah tinggi. Budaya siri’ na pacce sangat erat
kaitannya dengan pendidikan karakter saat ini. Seperti malu saat datang terlambat, malu
jika tidak mengerjakan tugas dari guru.
c. Tabe menurut orang bugis merupakan nilai budaya yang sudah menjadi sebuah karakter
yang sarat dengan muatan pendidikan yang memiliki makna anjuran untuk berbuat
baik, bertata krama melalui ucapan maupun gerak tubuh. Pola asuhan keluarga sangat
mempengaruhi keawetan budaya tabe’ dalam masyarakat. Didikan keluarga akan
mencetak generasi yang beradat, sopan, dan saling menghargai. Budaya tabe’
sesunggunya sangat tepat diterapkan dalam kehidupan sehari–hari, terutama dalam
mendidik anak dengan cara mengajarkan hal–hal yang berhubungan dengan akhlak
sesama, seperti mengucapkan tabe’ (permisi). mengucapkan iyé’ (dalam bahasa Jawa
nggih), jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan
menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda. Inilah di antaranya
ajaran–ajaran suku Bugis sesungguhnya yang termuat dalam Lontara‘ yang harus
direalisasikan dalam kehidupan sehari–hari oleh masyarakat Bugis.
d. Nilai-nilai budaya leluhur di Sidenreng Rappang relevan dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara sebagai penguatan karakter peserta didik yaitu Riolo na pattiroang,
Tengngai na paraga-raga, dan Rumunri na pampiri yang memiliki makna seperti
semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tolodo, Ing madyo mangun karsa,
Tut wuri handayani. Riolo na pattiorang memiliki arti yang sejalan dengan Ing ngarso
sung tolodo yaitu sebagai seorang pendidik (guru) berada didepan menjadi contoh bagi
anak didiknya, baik sikap maupun pola pikirnya. Tengngai na paraga-raga memiliki
arti yang sejalan dengan Ing madyo mangun karsa yaitu pendidik (guru) berada
ditengah-tengah anak pendidik yang mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi
anak didiknya agar lebih giat dan semangat dalam belajar serta mendapatkan pikiran-
pikiran positif dari gurunya. Terakhir adalah Rimunri na pampiri yang memiliki arti
sejalan dengan Tut wuri handayani yaitu pendidik (guru) berada dibelakang anak
didiknya memberikan kepercayaan dalam melaksanakan tugas dengan baik.
3. satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau sekolah
Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan.

Hasil diskusi yang telah dilakukan maka disepakati satu pemikiran bahwa dalam
implemenasi lokal sosial budaya yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu mulai dari
budaya siri na pacce dimana seseorang (peserta didik) memiliki harga diri dan martabat
(kehormatan) akan jati dirinya sebagai manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. Kemudian nilai-nilai Sipakatau, Sipakainge' dan Sipakalebbi. Sipakatau
berasal dari kata Bugis yang berarti memanusiakan manusia. sipakainge' memiliki
hubungan dengan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu demokratis, peduli lingkungan,
tanggung jawab, rasa ingin tahu, kreatif dan komunikatif. Sipakalebbi dalam bahasa Bugis
memiliki arti saling memuji, mengasihi dan membantu. Budaya tabe yang memiliki makna
anjuran untuk berbuat baik, bertata krama melalui ucapan maupun gerak tubuh. Serta
budaya Riolo na pattiroang, Tengngai na paraga-raga, dan Rumunri na pampiri yang
memiliki makna seperti semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tolodo, Ing
madyo mangun karsa, Tut wuri handayani. Semua nilai-nilai budaya leluhur ini merupakan
falsafah yang menjadi penguat pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembentukan
karakter peserta didik baik untuk dirinya sendiri, kelas atau sekolah dan bermasyarakat.

You might also like