You are on page 1of 8

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT PADA MASA

PEMERINTAHAN DONALD TRUMP SEBAGAI UPAYA COUNTER


TERRORISM

Nama : Sulastri Novi Mardiana


NIM : L1A020112
Dosen Pengampu : Kinanti Rizsa Sabilla, S.IP., MPM.

Maraknya kejahatan berbasis terorisme mulai menjadi kajian keamanan


dan pertahanan internasional tepatnya setelah terjadinya fenomenan 9/11.
Peristiwa ini telah menimbulksn serangan yang besar-besaran terhadap objek-
objek terpenting yang dimiliki oleh Amerika Serikat diantaranya Menara
kembar World Trade Center (WTC), Pentagon di New York dan Washington
DC secara bersamaan pada hari tersebut. Sedikit mengulas kembali terkait
dengan kejadian 11 September 2001 bahwa kejadian pada hari itu adalah
sebuah peristiwa penyerangan yang digolongkan sebagai serangan terorisme.
Pada hari itu empat pesawat komersil AS dibajak oleh sekelompok penyerang
penyerang bunuh diri dengan menabraknya ke objek-objek terpenting AS yang
tersebut. Dalam penyerangan ini, pelaku utama yang melancarkan aksi ini ialah
jaringan ekstrimis Islam yang disebut sebagai Al-Qaeda dengan merencanakan
serangan tersebut dari Afghanistan. Diketahui bahwa Al-Qaeda sendiri disebut
sebagai kelompok terorisme bentukan AS sendiri, namun pada akhirnya
berbalik menyerang AS atas dasar asumsi dan perkiraan yang menyalahkan AS
beserta sekutunya atas konflik dan peperangan yang terjadi di negara-negara
Islam atau di dunia muslim. Aksi pembajakan tersebut diketahui diketuai oleh
Osaman Bin Laden selaku pemimpin kelompok Al-Qaeda. Menanggapi apa
yang terjadi dan yang dilakukan oleh kelompok terorisme Al-Qaeda, tidak
cukup sebulan lamanya setelah aksi penyerangan, AS kemudian melakukan
invasi terhadap Afghanistan. Invasi terhadap Afghanistan merupakan sebuah
bentuk respon dan unjuk diri AS sebagai sebuah negara super power bahwa
dengan hal itu diartikan AS bukanlah sebuah negara yang dapat diremehkan.
Invasi terhadap Afghanistan yang dipimpin oleh Presiden saat itu yakni
Presiden George W Bush memiliki tujuan utama yakni menangkap dan
menghakimi Osaman Bin Laden atas apa yang telah dilakukan terhadap AS.
Selain untuk mengadili Osaman Bin Laden, AS juga bertujuan melakukan
invasi di Afghanistan untuk emnangkap Khalid Sheikh Mohammad yang
berperan sebagai perencana dalam aksi 9/11. Dan diduga Khalid Sheikh
Mohammad kemudian tertangkap pada tahun 2003 di Pakistan dan ditahan di
eluk Guantanamo untuk menunggu proses persidangan. Sedangkan Osaman Bin
Laden kemudian dihukum AS pada tahun 2011 kemarin.1
Tertangkapnya Osaman Bin Laden selaku pemimpin operasi terorisme
pada peristiwa 9/11 tidak cukup kemudian memberikan dan menjamin rasa
aman kepada masyarakat Amerika Serikat. Hingga pasca peristiwa tersebut,
keresahan masyarakat Amerika Serikat masih dihantui dengan hal yang sama.
Pasca kejadan tersebut iis terorisme juga menjaddi isu keamanan global yang
perlu dwaspadai secara serius setelah melhat besarnya dampak yang dapat
dakibatkan oleh terorisme. Teorisme bukanlah suatu ancaman yang bersifat
kejahatan kriminalitas pada umumnya, melainkan terorisme ialah sebuah
kejahatan extraordinary yang bersifat terorganisir. Dalam artian teorisme tidak
dapat diatasi dalam satu kali tindakan, jaringan terorisme ini seakan tiada
habisnya selama kehidupan di dunia ini masih berlangsung. Sehingga pasca
peristiwa pengeboman menara kembar atau World Trade Center kota New York
pada 11 September 2001 itu telah membuat Amerika Serikat merasa dihantui
dengan terorisme dan menjadikan terorisme sebagai suatu kejahatn yang
mengancam keamanan nasional. Dan Amerika Serikat menjadi salah satu
negara dari sekian banyak negara yang menganggap hal itu. Berangkat dari hal
inilah, Amerika Serikat yang pada saat itu berada di bawah kepemimpinan
George W. Bush mendeklarasikan sebuah bentuk aksi memerrangi terorisme
yakni “Global War on Teror” (GWOT) atau dikenal juga dengan istilah
Counter Terorism (CT). Amerika Serikat melalui Global War on Teror
mengajak dunia pada umumnya untuk bersama-sama melawan dan memerangi
terorisme. Dalam pidatonya Presiden George W. Bush pernah menyampaikan
bahwa serangan terorisme merupakan sebuah serangan terhadap peradaban.2
Berdasarkan pernyataan Presiden George W. Bush dalam pidatonya itu, telah
mengelompokkan ada dua pihak yang saling berperang. Dalam hal ini ialah
terorisme di klaim sebagai pihak jhat yang kemudian memerangi pihak yang
baik dalam hal ini adalah Amerika Serikat dari peradaban Barat disertai dengan
nilai-nilai yang dimilikinya. Pernyataan Presiden Bush tersebut kemudian
secara langsung merujuk pada teori Clash of Civilization oleh Samuel
Huntington. Bahwa apa yang terjadi semenjak peristiwa 9/11 hingga saat ini
tidak lagi berdasar pada konflik yang disebabkan peerbedaan ideologi maupun
ekonomi, melainkan apa yang terjadi hari ini adalah konflik yang disebabkan
oleh motif budaya dan agama. Merujuk pada pidato Presiden Bush tersebut.
Tulisan ini kemudian berdasarkan gambaran singkat pada rangkaian
paragraf di atas kemudian ingin sekali melihat dan menjabarkan secara spesifik
1
BBC News, Serangan 11 September: Apa Yang Terjadi Hari Itu Dan Setelahnya?, 2021
<https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58084150>.
2
Kurniawan Dwi Saputra, ‘Kekerasan Objektif Dalam Narasi Global War on Terror ( GWOT ) : Analisis
GWOT Dengan Teori Kekerasan Slavoj Zizek Objective Violence in the Narrative of Global with Violence
Theory Slavoj Zizek’, Millah: Jurnal Studi Agama, 18.1 (2018), 79–96
<https://journal.uii.ac.id/Millah/article/download/11090/8779/25804>.
terkait dengan bagaimana kebijakan luar negeri yang seperti apa yang kemudian
menjadi strategi Amerika Serikat untuk mewaspadai dan memerangi terorisme
khususnya Al-Qaeda yang menjadi bumerang ketakutan negara super power ini
di bawah kepemimpinan Donald Trump. Kemudian dalam mengkaji kasus ini
khususnya dengan pentingnya penelitian ini adalah bagaimana kebijakan luar
negeri pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump dalam melawan
terorisme Al-Qaeda?
Pemerintahan Donald Trump sebagai Presiden AS yang menjabat pada
tahun 2017-2020. Sekaligus Donald Trump ialah Presiden AS yang ke-45 dan
menjadi salah satu presiden AS yang hanya bertahan dalam satu periode. Pada
periode selanjutnya Donald Trump kemudian tidak dapat naik dalam tahta
kepemimpinan periode kedua, karena Donald Trump dikalahkan Joe Bidden-
Haris. Pada saat menjabat sebagai presiden hingga pada akhir kelengserannya
dari kursi kepemimpinan AS, kepribadian Donald Trump yang kontroversial
tidak juga berkurang atau sedikit merubah kepribadian yang dipandang tidak
etis mengingat peran dan profesi besarnya dibalik pemerintahan. 3 Bahkan
Donald Trump secara terang-terangan sudah dikenal sebagai sosok pemimpin
yang amat kontroversial baik di dunia maya ataukan di dunia nyata. 4 Tidaka ada
yang membedakan sifat kontroversial Presiden Donald Trump terlepas dari dua
dunia yang berbeda tersebut, keduanya tetap menampakkan sisi dari Presiden
Trump yang seperti itu adanya.
Berhubungan dengan tujuan penelitian yang ingin melihat kebijakan luar
negeri Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Donald Trump dalam
memerangi terrorisme, maka ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Dalam
hal ini yang pertama adalah kebijakan luar negeri setiap negara tergantung
kepada siapa yang memimpinnya, dan dalam penelitian ini memfokuskan
kepada kebijakan luar negeri AS pada masa Donald Trump. Kedua, kebijakan
luar negeri merujuk pada pernyataan pertama bahwa tergantung siapa yang
memimpinnya, maka perlu untuk melihat sisi dari karakteristik atau kepribadian
pemimpin tersebut yakni Donald Trump. Sehingga, utnuk menguhubungkan
semua itu perlu untuk terlebih dahulu melihat bagaimana karakteristik dan
kepribadian Donald Trump atau gaya kepemimpinannya yang akan dikaji
melalui kacamata teori idiosingkratik. Berdasarkan definisinya idiosingkratik
dapat diartikan sebagai karakter atau kepribadian atau gaya kepemimpinan
tersendiri yang dimiliki oleh seorang pemimpin.5 Idiosingkartik ini berasal dari
3
CNN Indonesia, Trump Dan Deretan Presiden AS Yang Hanya Jabat 1 Periode, 2021
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210113164407-134-593265/trump-dan-deretan-
presiden-as-yang-hanya-jabat-1-periode#:~:text=Trump merupakan Presiden AS ke,mengalahkan Hillary
Clinton pada 2016.>.
4
Dwi Ardiyanti, ‘Imprediktabilitas Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat: Tantangan Dan Ancaman
Rezim Donald Trump Terhadap ASEAN’, 105–17.
5
S T Batubara, ‘Pengaruh Idiosinkratik Justin Trudeau Dalam Kebijakan Luar Negeri Kanada: Studi Kasus
Penerimaan Pengungsi Suriah’, Intermestic: Journal of International Studies, 6.1 (2021), 172–96
<https://doi.org/10.24198/intermestic.v6n1.9>. Mengutip konsep idiosingkrtaik; definisi idiosingkratik.
psikologi yang artinya dapat mempengaruhi sikap dan tindakan sesorang pada
tindak lakunya sehari-hari, dan hal itu pula yang kemudian turut mempengaruhi
bagaimana arah dan sikap yang diambil dalam pengambilan kebijakan luar
negeri suatu negara. Merujuk pada kasus penelitian ini, maka secara khusus
membahas tentang idiosingkratik Donald Trump dalam pengambilan kebijakan
luar negeri AS untuk memerangi terorisme. Sehingga untuk melihat
idiosingkratik Donald Trump, terdapat beberapa indicator yang akan
menentukan hal tersebut, diantaranya adalah:
 Nasionalisme/Nationalism
Dalam hal memerangi terorisme, sebelum melihat pada kebijakan luar
negeri yang dibentuk, sikap zdonald Trump sudah menunjukkan bagaimana
Ia secara langsung mengklasifikasikan terorisme terhadap suatu kelompok.
Pada masa pemerintahan Donald Trump secara terang-terangan telah
menolak untuk menerima dan memasukkan kelompok pengungsi yang
berasal dari Iran, Iraq, Libya, Somalia, Sudan, Syria, dan Yaman. Melihat
hal tersebut, Donald Trump memang menunjukkan sikap nasionalismenya
yang kuat, dengan alasan bahwa untuk memfilterisasi dan mengantisipasi
masuknya terorisme ke AS atas dasar anggapan bahwa kelompok terorisme
ialah kelompok ekstrimis Islam seperti halnya Al-Qaeda.
 Beliefs in One’s Own Ability to Control Event
Sikap percaya diri yang kuat telah melekat pada diri seorang Presiden
Donald Trump dengan kepercayaannya terhadap kemampuan dirinya untuk
mengatasi permasalahan di negaranya. Dalam sebuah wawancara terkait
dengan masalah imigran dan terorisme, Donald Trump menegaskan pada
kalimat yang diucapnya “Believe Me”. Pernyataanya itu disoroti karena
menunjukkan kepercayaan diri seorang Donald Trump yang tertuang dalam
ucapnnya yang begitu yakin untuk mampu mengatasi masalah tersebut.
 Need for Power
Indikator ini mengatikulasikan tentang sebuah usaha untuk menunjukkan
dominasi atas orang lain atau kelompok lain. Dari sudut pandang Donald
Trump sendiri, indikator ini melihat dan memandang objek lain yang
dimaksudkan tersebut. Donald Trump sendiri menyuarakan bentuk
dominasinya dalam melarang untuk memasukkan pengungsi yang telah
disebutkan sebelumya. Narasi indicator ini kemudian menunjukkan
bagaimana sebenarnya Donald Trump ingin menunjukkan kekuatan dan
pengaruh dirinya selaku pemimpin di negara tersebut.
 Conceptual Complexity
Indikator ini merupakan manifestasi dari pandangan seseorang dalam
mengidentifikasi kelompok atau orang lain. Dari hal ini menunjukkan sikap
Donald Trump yang secara tegas dan langsung memandang apabila imigran
atau pengungsi tersebut masuk ke AS, maka AS akan terancam potensi
serangan terorisme. Bisa dikatakan bahwa indicator ini menempatkan
seorang pemimpin yang tidak memiliki ruang untuk berfikir positif tentang
orang atau kelompok lain bahkan hal-hal yang lainnya.
Dengan demikian berdasarkan indicator-indikator untuk melihat
idisingkratik seoreang Presiden Donald Trump, maka dapat disimpulkan
bahwa Seorang Donald Trump adalah pemimpin yang kontroversial dan
pemimpin yang agresif atau aggressive leader.6 Dari sifat kepemimpinan
yang kontroversial dan agresif tersebut kemudian berpengaruh kepada arah
kebijakan politik Luar negeri Amerika Serikat. Dalam memerangi
terorisme masa kepemimpinan Donald Trump, AS memiliki kebijakan luar
negeri “Protecting the Nation from Foreign Terorist Entry into United
States” dan Amerixcan First”:
 Protecting the Nation from Foreign Terorist Entry into United States
Kebijakan Luar Negeri AS terkait dengan “Protecting the Nation
from Foreign Terorist Entry into United States” atau dikenal juga dengan
istilah Travel Ban adalah sebuah kebijakan luar negeri yang bertujuan
untuk membatasi dan melarang masuknya imigran atau pengusngsi bahkan
yang bukan imigran tetapi dia muslim tetap dilarang masuk ke AS.
Diantaranya adalah pengungsi muslim yang berasal dari negara seperti Iran,
Iraq, Libya, Somalia, Sudan, Syria, dan Yaman. Alasan pemberlakuan
kebijakan luar negeri tersebut sebenarnya dilakukan atas beberapa alasan
seperti halnya: Pertama; untuk menjaga keamanan nasional. Donald Trump
beranggapan bahwa baik imigran atau bukan imigran selama dia berasal
dari kelompok muslim, maka dapat memberikan potensi ancaman terorisme
kepada AS. Kedua; alasannya adalah traumatis atas apa yang telah terjadi
pada tragedi 9/11 2001 lalu.7 Kebijakan kontroversial Donald Trump untuk
benar-benar memproteksi AS dari ancaman serangan terorisme merupakan
bentuk tindakan yang mensekuritisasi. Tindakan sekuritisasi AS untuk
memproteksi AS dari masuknya imigran muslim untuk menghindari
potensi ancaman terorisme, kemudian direalisasikan melalui speech acti
Donald Trump sendiri selaku presiden AS. Speech Act Donald Trump ini
dinyatakan dalam sebuah pidatonya dengan menekankan pada kalimat yang
dianggap cukup kontroversial tanpa mempertimbangkan apapun.
Pernyataan tersebut ialah “If elected the president of the United States- I

6
Ilham Fadil, ‘Analisis Karakteristik Personal Donald Trump Dalam Kebijakan “Protecting The Nation
From Foreign Terrorist Entry Into The United States”’, Journal of International Relations, 6.2 (2020),
257–66 <https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiq79CMpavvAhWMcn0KHaB-
C3cQFjACegQIAxAD&url=https%3A%2F%2Fejournal3.undip.ac.id%2Findex.php%2Fjihi%2Farticle
%2Fdownload%2F27207%2F23817&usg=AOvVaw3z7_ap3N2PnYOCCmoDhVM>.
7
Marsanda Aulia, Hermini Susiatiningsih, and Satwika Paramasatya, ‘Analisis Sekuritisasi Presiden
Donald Trump Dalam Kebijakan Protecting The Nation From Foreign Terrorist Entry Into The United
States (2016-2019)’, Journal of International Relations, 8 (2022), 133–49 <http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jihiWebsite:http://www.fisip.undip.ac.id>.
will stop radicalism Islamic terrorism in this country.” 8 Selain daripada itu,
persepsi-persepsi lain yang dibentuk oleh Donald Trump terhadap para
pengungsi seolah menjustifikasi bahwa pengungsi tresebut adalah bagian
dari kelompok terrorism. Ketika Donald Trump mendapati seorang
pengungsi di perbatasan Meksiko, pernyataan kontroversial kembali
dilontarkan olehnya melalui tulisannya di media sosial dengan mengatakan
“Eight Syrians we just caught on the Southern border trying to get into the
U.S. ISIS maybe? I told you so. We need a big and beatifull wall.” 9
Pernyataan ini seolah ingin memberikan informasi kepada dunia bahwa
para pengunsi tersebut mungkin bagian dari ISIS, tetapi AS tidak akan
membiarkan mereka bisa masuk ke AS. Sehingga AS memerlukan
kemanan yang kuat dan ketat.
 Adapaun isi dalam kebijakan Protecting the Nation from Foreign
Terorist Entry into United States yang teruang dalam Executive Order
13780 atau perintah eksekutif 13780. Executive Order 13780 atau perintah
eksekutif 13780 yang dikeluarkan oleh Donald Trump tepatnya pada Maret
2016 yang menghasilkan kebijakan Protecting the Nation from Foreign
Terorist Entry into United States bahwa dalam kebijakan tersebut bertujuan
untuk antara lain: meningkatkan dasar untuk pemeriksaan dan penyaringan
warga negara asing, meningkatkan kemampuan kami untuk mencegahnya
masuk aktor jahat, dan meningkatkan keamanan rakyat Amerika.10 Dalam
pelaksanaan dan pengimplementasian kebijakan dan surat perintah
eksekutif 13780 dilaksanakan oleh dua lembaga yang bertanggung jawab di
bidang keamanan dan kehakiman diantaranya adalah Departemen
Keamanan Dalam Negeri atau Department Homeland Security (DHS) dan
Departemen Kehakiman atau Department of Justice (DOJ). Kedua lembaga
ini saling bekerja sama secara kolaboratif untuk memberikan informasi
secara responsif.
Dengan demikian untuk mendukung kesuksesan kebijakan luar engeri
AS, Presiden Donald Trump kemudian mendorong isu imigran ini untuk
menjaga keamanan nasional AS dari ancaman terorisme dengan
menyuarakan sebuah slogan kampanye yakni “American First”.
 American First
Dalam kerangka kebijakan “American First” Trump secara jelas
membatasi imigran dari negara yang mayoritas muslim dengan cara
membangun sebuah tembok besar disepanjang perbatasan antara Meksiko-
AS dengan tujuan utamanya ialah mengamankan AS dari potensi serangan
terorisme. Dalam kebijakan “American First” sendiri terdapat beberapa
8
Aulia, Susiatiningsih, and Paramasatya.
9
Aulia, Susiatiningsih, and Paramasatya.
10
Executive Order 13780 : Protecting the Nation From Foreign Terrorist Entry Into the United States
Initial Section 11 Report, 2018 <https://www.dhs.gov/sites/default/files/publications/Executive Order
13780 Section 11 Report - Final.pdf>.
indikator yang menegaskan bagaimana kebijakan ini merujuk pada
pembatasan masuknya imigran ke AS, diantaranya adalah nasionalisme,
anti-imigran, dan anti-muslim.11 Tetapi dari ketiga indikator yang
dimasukkan dalam kebijkan American First yakni nasionalisme, anti-
imigran, dan anti-muslim, namun anti-muslim saja yang termasuk dalam
kebijakan counter terrorism. Sehingga dalam kebijakan tersebut, penelitian
ini akan melihat indikator anti-muslim sebagai bentuk Counter terrorism.
- Kebijakan American First; Anti-Muslim
Keberadaan masyarakat muslim di AS sendiri menjadi kelompok
minoritas, terlepas dari AS yang mempunyai nilai, budaya, dan agama
yang berbeda. Pertumbuhan masyarakat muslim yang signifikan
semaakin besar pertumbuhannya dan mengingat lagi tragedy 9/11
menjadi traumatis asi tersendiri bagi AS untuk meminimalisir muslim
di AS melalui kebijakan ini. implementasi kebijakan ini melalui
penolakan untuk menerima dan memasukkan kelompok pengungsi atau
imigran muslim yang berasal dari Iran, Iraq, Libya, Somalia, Sudan,
Syria, dan Yaman.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama periode pemerintahan
Presiden Donald Trump, beliau telah mentapkan sebuah kebijakan untuk
counter terrorism demi kesuksesan penegakan keamanan di Amerika
Serikat dari potensi ancaman terorisme. Dalam pembuatan kebijakan
tersebut, tidak dalam penelituan ini melihat juga bahwa kebijakan yang
diputuskan tersebut tidak terlepas dari sifat dan karakter atau idiosingkratik
dari seorang pemimpin yakni Donald Trump. Kebijakan tersebut
berdasarkan data idiosingkratik Donald Trump yang bersifat kontroversial
dan tergolong sebagai aggressive leader berdasarkan indikator-indikator
dalam analisis idisingkratik, sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak
terlepas dari dua hal etrsebut. Kebijakan untuk counter terrorism tersebut
memiliki dua kbijakan luar negeri AS diantaranya Protecting the Nation
from Foreign Terorist Entry into United States yang tertuang dalam
Executive Order 13780 dan American First.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanti, Dwi, ‘Imprediktabilitas Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat: Tantangan


Dan Ancaman Rezim Donald Trump Terhadap ASEAN’, 105–17
Aulia, Marsanda, Hermini Susiatiningsih, and Satwika Paramasatya, ‘Analisis
Sekuritisasi Presiden Donald Trump Dalam Kebijakan Protecting The Nation From
11
Taufik Taufik and Sundari Ayu Pratiwi, ‘American First : Kebijakan Donald Trump Dalam Pembatasan
Kaum Imigran Ke Amerika Serikat’, Intermestic: Journal of International Studies, 6.1 (2021), 221
<https://doi.org/10.24198/intermestic.v6n1.11>.
Foreign Terrorist Entry Into The United States (2016-2019)’, Journal of
International Relations, 8 (2022), 133–49
<http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihiWebsite:http://www.fisip.undip.ac.id>
Batubara, S T, ‘Pengaruh Idiosinkratik Justin Trudeau Dalam Kebijakan Luar Negeri
Kanada: Studi Kasus Penerimaan Pengungsi Suriah’, Intermestic: Journal of
International Studies, 6.1 (2021), 172–96
<https://doi.org/10.24198/intermestic.v6n1.9>
Executive Order 13780 : Protecting the Nation From Foreign Terrorist Entry Into the
United States Initial Section 11 Report, 2018
<https://www.dhs.gov/sites/default/files/publications/Executive Order 13780
Section 11 Report - Final.pdf>
Fadil, Ilham, ‘Analisis Karakteristik Personal Donald Trump Dalam Kebijakan
“Protecting The Nation From Foreign Terrorist Entry Into The United States”’,
Journal of International Relations, 6.2 (2020), 257–66
<https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiq7
9CMpavvAhWMcn0KHaB-C3cQFjACegQIAxAD&url=https%3A%2F
%2Fejournal3.undip.ac.id%2Findex.php%2Fjihi%2Farticle%2Fdownload
%2F27207%2F23817&usg=AOvVaw3z7_ap3N2PnYOCCmoDhVM>
Indonesia, CNN, Trump Dan Deretan Presiden AS Yang Hanya Jabat 1 Periode, 2021
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210113164407-134-593265/
trump-dan-deretan-presiden-as-yang-hanya-jabat-1-periode#:~:text=Trump
merupakan Presiden AS ke,mengalahkan Hillary Clinton pada 2016.>
News, BBC, Serangan 11 September: Apa Yang Terjadi Hari Itu Dan Setelahnya?,
2021 <https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58084150>
Saputra, Kurniawan Dwi, ‘Kekerasan Objektif Dalam Narasi Global War on Terror
( GWOT ) : Analisis GWOT Dengan Teori Kekerasan Slavoj Zizek Objective
Violence in the Narrative of Global with Violence Theory Slavoj Zizek’, Millah:
Jurnal Studi Agama, 18.1 (2018), 79–96
<https://journal.uii.ac.id/Millah/article/download/11090/8779/25804>
Taufik, Taufik, and Sundari Ayu Pratiwi, ‘American First : Kebijakan Donald Trump
Dalam Pembatasan Kaum Imigran Ke Amerika Serikat’, Intermestic: Journal of
International Studies, 6.1 (2021), 221
<https://doi.org/10.24198/intermestic.v6n1.11>

You might also like