You are on page 1of 10

Nama : Fikri Aulia Hidayat Nst

NIM : 200905043

SEMINAR PENYUSUNAN RENCANA PROPOSAL

RENCANA TOPIK

1. Kearifan Lokal Dalam Mengelola Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus Dalam
Pendekatan Ekologi Politik
Alasan saya mengambil topik ini karena penting untuk mengetahui bagaimana
masyarakat-masyarakat didunia menggunakan kearifan lokal mereka atau
pengetahuan lokal (Indigenous Knowledge) dalam mengolelola SDA mereka seperti
Hutan, Sungai, dll yang kita tau bahwa setiap masyakat memiliki pengetahuan dan
kondisi ekologi yang berbeda-beda. Contohnya sistem pengelolaan SDA adat yang
digunakan beberapa suku di Indonesia seperti, Hutan Adat Suku Baduy, Masyarakat
Desa Jaring Halus Secanggang Langkat, dll.
Bahan Bacaan :
- Lubis, Z. (2005). Pengetahuan Lokal Dalam Sistem Pengelolaan Sumber Daya
Alam Berkelanjutan : Warisan Budaya yang Terancam Hilang. Jurnal
Antropologi Budaya Sosial ETNOVISI, 1(1), 48-54.

Disini penulis membahas tentang Pengetahuan Lokal dalam Pengelolaan Hutan


Krui dan Sistem Watani Repong Damar, bagaimana sistem pengetahuan mereka
dapat berkontribusi besar bagi perekonomian petani Krui dan dapat melindungi
ekosistem hutan tersebut atau disebut Wanatani (Argoforestry). Penulis
menyimpulkan bahwa gampang atau mudah merekontruksi fisik cagar budaya
tetapi pelestarian pengetahuan yang sudah hilang akan sangat sulit.

- Zuska, F., & Aida, N. (2017). Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
di Desa Jaring Halus. Jurnal Antropologi Sumatera, 15(1), 270-279.

Disini penulis membahasa tentang interaksi masyarakat dengan lingkungan pesisir


laut. Terutama masyarakat Jaring Halus yang mempertahankan kearifan lokalnya
dalam pengelolaan sumberdaya alam ditengah arus globalisasi dan desakan
ekonomi. Terdapat ritual jamu laut yang memberikan seserahan ke “orang laut”
dan dilaksakannya “pantang laut”selama satu hari penuh yang melarang untuk
pergi melaut serta pantangan lain, hal ini agar adanya waktu berkembang biak
bagi ikan sehingga keesokan harinya nelayan dapat menangkap lebih banyak ikan.

Kebaharuan Penelitian :
Saya disini akan menggunakan menggunakan Politik Ekologi sebagai perspektif
dalam melihat kearifan lokal yang digunakan masyarakat tersebut dalam
mengelola sumber daya alam. Pendekatan ekologi politik sangat memperhatikan
berbagai relasi kekuasaan yang mempengaruhi pemanfaatan sumber-sumber alam,
yang berkontribusi pada degradasi lingkungan, yang mendorong terjadinya
ekploitasi atas alam, termasuk juga yang mempengaruhi pemulihan lingkungan.
Dengan kata lain, berbagai struktur sosial, politik, ekonomi yang melingkupi
kontrol atas alam dan tenaga kerja.
Latar Belakang

Letak geografis Indonesia yang strategis antara dua benua dan dua samudra
menjadikannya memiliki iklim tropis dan keanekaragaman hayati yang melimpah
terutama di daerah pesisir yang kaya akan sumber daya alam berupa flora dan fauna.
Potensi sumber daya perikanan di Indonesia sangat besar dan memiliki manfaat yang
signifikan bagi pembangunan ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri (Dahuri,
2003). Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, terutama nelayan, memanfaatkan
sumber daya laut tersebut. Nelayan di sini diartikan sebagai kelompok sosial kolektif
yang hidup di daerah pesisir dan memiliki sistem budaya yang berbeda dengan
masyarakat di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan
(Kusnadi, 2009).
Desa Jaring Halus merupakan sebuah yang bermukim di tepi pantai Kabupaten
Langkat. Langkat terletak di Dataran Tinggi Bukit Barisan bagian barat laut Sumatera
Utara, dengan ketinggian antara 4 hingga 105 meter di atas permukaan laut. Desa
Jaring Halus terletak di Kecamatan Secanggang dan sebagian besar penduduknya
adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional seperti jaring selapis,
ambai, dan cicang rebung. Desa ini mayoritas dihuni oleh orang Melayu, namun
terdapat juga minoritas etnis Aceh, Jawa, dan Minang. Rumah-rumah di Desa Jaring
Halus berbentuk panggung dan tersambung dengan jembatan-jembatan kayu yang
kuat. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara menginformasikan
bahwa Desa Jaring Halus merupakan pilihan lokasi penelitian karena masyarakatnya
yang tinggal di dekat Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut (SM LTL) terlibat
dalam pengelolaan suaka margasatwa tersebut. Sebagian besar tutupan lahan SM LTL
terdiri dari hutan mangrove. Pelibatan masyarakat Desa Jaring Halus didasarkan pada
kearifan lokal yang mereka miliki dalam mengelola hutan mangrove di desanya. Salah
satu aspek yang menjadi fokus dalam pengelolaan hutan mangrove oleh masyarakat
Desa Jaring Halus adalah aspek sosial-ekonomi, yang merupakan salah satu bentuk
kearifan lokal yang diterapkan untuk mengelola ekosistem mangrove (BBKSDA,
2006).
Kearifan lokal adalah sebuah sistem yang ada dalam kehidupan sosial, politik,
budaya, ekonomi, dan lingkungan masyarakat lokal. Kearifan tradisional memiliki
sifat yang terus berubah dan berkembang, namun tetap dapat diterima oleh
komunitasnya. Di dalam masyarakat lokal, kearifan tradisional ditentukan oleh
seperangkat aturan, pengetahuan, keterampilan, tata nilai, dan etika yang mengatur
kehidupan sosial komunitas, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Orang-orang dari masyarakat lokal inilah yang berurusan dengan masalah sosial,
politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan, dan belajar dari kegagalan hingga
menemukan solusi praktis untuk komunitas mereka. Ilmu yang mereka pelajari
menjadi milik bersama komunitasnya, tidak untuk diperjualbelikan.
Desa Jaring Halus memiliki keunikan dalam cara mereka mengelola sumber daya
lautnya, yang menghasilkan karakteristik khusus dalam masyarakat mereka yaitu
kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir laut. Kearifan lokal adalah
praktik pengelolaan sumber daya alam yang berkembang dari interaksi dan adaptasi
kelompok manusia dengan lingkungan alamnya. Masyarakat Desa Jaring Halus telah
lama melakukan pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka, sehingga menjadi bagian dari budaya mereka.
Masyarakat Desa Jaring Halus tidak menempatkan petugas khusus untuk menjaga
keamanan hutan mangrove mereka, namun mereka secara sukarela menjaga hutan
tersebut dengan cara menanam kembali pohon mangrove yang rusak menggunakan
biji buah mangrove yang mereka tanam sendiri. Selain itu, masyarakat Desa Jaring
Halus juga memiliki kearifan lokal yang lain yaitu tradisi Jamu Laut yang diadakan
setiap lima tahun sekali. Jamu Laut adalah upacara adat yang dianggap penting oleh
masyarakat Desa Jaring Halus, dimana setiap warga berkumpul di pantai untuk
melakukan zikir, berdoa dan makan-makan bersama. Setelah itu, anak-anak dan kaum
wanita harus pergi ke darat untuk beberapa waktu sebagai bentuk penghormatan
terhadap arwah leluhur yang dipercayai akan memasuki desa pada hari itu.
Masyarakat Desa Jaring Halus masih mematuhi peraturan yang tidak tertulis yang
telah berlaku sejak desa didirikan pada sekitar tahun 1917-an. Beberapa peraturan
tersebut antara lain hanya boleh mengambil ranting dan kayu yang sudah jatuh, boleh
menangkap ikan tanpa menggunakan pukat, dan harus meminta izin jika ingin
mengambil kayu di hutan mangrove. Namun, meskipun peraturan ini diikuti,
kelestarian hutan mangrove tetap terancam oleh tindakan pencurian kayu mangrove
yang dilakukan oleh orang-orang di luar desa yang menggunakan kayu tersebut untuk
membuat arang.
Beberapa praktik kearifan lokal yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan
warisan dari leluhur dan masih dijaga oleh masyarakat saat ini sebagai salah satu
upaya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan alam secara berkelanjutan.
Penting untuk menginternalisasikan nilai-nilai ekologi dari kearifan lokal dalam
pengelolaan lingkungan alam sebagai bentuk perlindungan dan pelestarian lingkungan
hidup. Nilai-nilai tersebut harus dipertahankan dan dirawat agar masyarakat memiliki
tanggung jawab dalam menjaga dan menghormati hak-hak alam. Strategi yang tepat
dalam pengelolaan lingkungan alam adalah dengan menginternalisasikan nilai-nilai
ekologi dari kearifan lokal, karena hal ini memberikan kontribusi positif dalam
mempertahankan pelestarian lingkungan alam.
Penting untuk menjaga dan merawat nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan alam serta menghormati hak-hak alam. Strategi yang tepat dalam
pengelolaan lingkungan alam adalah dengan menginternalisasikan nilai-nilai ekologi
dari kearifan lokal, karena hal ini memberikan kontribusi positif dalam
mempertahankan pelestarian lingkungan alam. Salah satu cara untuk melakukan hal
ini adalah dengan memperhatikan larangan, tabu, dan mitos yang ada dalam budaya
masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan alam. Hal ini merupakan bagian
penting dari kehidupan masyarakat dan dapat membantu dalam menjaga
keberlanjutan lingkungan alam.
Tulisan terakhir tentang Desa Jaring Halus dan kearifan lokalnya ialah sebuah
jurnal studi ekonomi berjudul Kearifan Lokal dalam Bidang Ekonomi Pada
Masyarakat Nelayan “(Studi Kasus: Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang,
Kabupaten Langkat)” yang diterbitkan pada tahun 2022. Tulisan ini membahas
bagaimana kearifan lokal masyrakat tersebut dapat meningkatkan taraf ekonomi
kehidupan mereka yang ditulisan tersebut dijelaskan bahwa upacara jamu laut dapat
meningkatkan tangkapan ikan.
Tulisan-tulisan mengenai Desa Jaring Halus sudah sangat banyak diterbitkan.
Dibeberapa tulisan disebutkan bahwa Desa Jaring Halus mengelola hutan mangrove
menggunakan kearifan lokal, dan banyak studi tentang ilmu biologi atau ilmu-ilmu
alam lainnya. Tulisan bagaimana kebijakan atau politik mengenai pengelolaan SDA
di Desa Jaring Halus masih belum sering ditemui.
Salah satu pendekatan antarilmu dalam melihat isu diatas ialah menggunakan
politik ekologi. Pendekatan ekologi politik sangat memperhatikan berbagai relasi
kekuasaan yang mempengaruhi pemanfaatan sumber-sumber alam, yang
berkontribusi pada degradasi lingkungan, yang mendorong terjadinya ekploitasi atas
alam, termasuk juga yang mempengaruhi pemulihan lingkungan. Dengan kata lain,
berbagai struktur sosial, politik, ekonomi yang melingkupi kontrol atas alam dan
tenaga kerja.
Ekologi politik merupakan bidang kajian yang mempelajari aspek-aspek sosial
politik terhadap pengelolaan lingkungan. Inti pemaknaan dalam ekologi politik adalah
bahwa perubahan lingkungan tidaklah bersifat netral, melainkan merupakan suatu
bentuk politisasi lingkungan di mana melibatkan banyak aktor yang memiliki
kepentingan terhadap lingkungan itu sendiri. Hal ini dapat terjadi baik pada tingkat
lokal, regional, maupun global. Pendekatan ekologi politik sangat memperhatikan
siapa yang mendapatkan keuntungan dari perubahan penguasaan atas sumber-sumber
alam dan siapa mendapatkan apa dari siapa terkait dengan perubahan ini. Salah satu
premis yang sering digunakan dalam perspektif ekologi politik adalah interaksi
ekonomi diantara orang-orang dan antara mereka dengan objek serta dengan berbagai
sistem dari entitas non-manusia (non-human) yang berpengaruh dalam membentuk
berbagai hubungan sosial dan kultural (Robbins, 2012).
Ekologi-politik tidak hanya untuk menjelaskan fenomena perubahan lingkungan,
tetapi juga penting untuk membentuk kebijakan pengelolaan lingkungan. Oleh karena
itu, ekologi-politik dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam memahami isu-isu
dan merumuskan kebijakan dalam bidang kelautan dan perikanan (Bryant, 2001).

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan bahwa yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan “Kearifan Lokal Dalam
Mengelola Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus Dalam Pendekatan Ekologi
Politik”. Masalah tersebut akan diuraikan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengetahuan Lokal Masyarakat Pesisir dalam mengelola Sumber
Daya Alam di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
2. Bagaimana Ekologi Politik Masyarakat Pesisir dalam mengelola Sumber Daya
Alam di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengetahuan Lokal Masyarakat Pesisir dalam mengelola
Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat.
2. Untuk mengetahui Ekologi Politik para Masyarakat Pesisir dalam mengelola
Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan tentang bagaimana Pengetahuan Lokal Masyarakat
Pesisir dalam mengelola Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus.
b. Menambah pengetahuan Ekologi Politik para Masyarakat Pesisir dalam
mengelola Sumber Daya Alam di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat.
c. Menjadi bahan kajian dan pertimbangan bagi penelitian yang sama.’

2. Manfaat Praktis
a. Memberikan kontribusi sebagai usaha pelestarian Kawasan pesisir dalam
ekosistem.
b. Mendorong berbagai pihak yang berkontribusi dalam pengelolaan sumber
daya alam di Desa Jaring Halus dengan berorientasi kepada kearifan lokal dan
pelestarian lingkungan.
c. Sebagai upaya dalam pelestarian pengetahuan lokal dalam mengelola sumber
daya alam.
Tinjauan Pustaka

I. Ekologi Politik

Kajian ekologi politik telah berkembang sejak akhir dekade 1990-an dan awal
1980-an. Meskipun istilah "ekologi-politik" pertama kali diperkenalkan oleh
Russet pada tahun 1967, Eric Wolf pada tahun 1972, Miller pada tahun 1978, dan
Cokburn dan Ridgewaiy pada tahun 1970, ini tidak berarti bahwa sebelumnya
belum ada penelitian tentang hubungan antara politik dan ekologi. Pada tahun
1960-an, penelitian ekologi telah mulai memasukkan aspek politik, terutama yang
berkaitan dengan dampak manusia pada lingkungan biologis. Konsep "ekologi"
sendiri menggambarkan hubungan antara manusia dan lingkungannya. Sebagai
bidang ilmu pengetahuan, ekologi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
hubungan antara manusia dan spesies lainnya, di mana perubahan lingkungan
dipandang sebagai hasil dari hubungan antara manusia dan spesies lainnya.
Sebelumnya, pengembangan ekologi bergantung pada pendekatan baru yang
menekankan agenda politik yang mempertanyakan kerusakan perilaku manusia,
sehingga penelitian ekologi secara inheren bersifat politis. Ekologi politik juga
merupakan kelanjutan dari kajian ekologi budaya (cultural ecology) (Forsyth,
2003).

Terdapat perbedaan mendasar antara ekologi politik dan politik lingkungan,


meskipun keduanya sering disamakan. Politik lingkungan adalah bidang kajian
dalam ilmu politik yang meneliti dampak isu lingkungan terhadap proses politik
formal serta peran negara dalam pengelolaan lingkungan. Perhatian utama kajian
ini tidak berfokus pada perspektif ekologi politik di dunia ketiga. Meskipun istilah
ekologi politik awalnya merupakan bagian dari kajian ekologi budaya, saat ini
bidang kajian ini lebih sering dikaitkan dengan geografi. Namun, jika dilihat dari
literatur ilmu politik dan ekonomi politik, tampaknya ekologi politik masih
merupakan bidang kajian mereka, bahkan perhatian besar pada perspektif kritis
dalam ekologi politik masih menggunakan istilah "politik" dalam mendefinisikan
ekologi politik (Bryant dan Bailey, 2001).

Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan


lingkungannya. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti habitat dan
ilmu. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai sistem yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Ekosistem, yang terdiri dari faktor abiotik dan biotik,
menjadi fokus utama dalam pembahasan ekologi. Faktor abiotik seperti suhu, air,
kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik meliputi manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba. Tingkatan organisasi makhluk hidup seperti
populasi, komunitas, dan ekosistem saling mempengaruhi dan membentuk suatu
sistem yang utuh. Ekologi juga berkaitan dengan ilmu kehidupan lain seperti
zoologi dan botani serta ekonomi energi dan rantai makanan manusia (Hasan,
2002).

Ekologi merupakan ilmu dasar yang tidak terfokus pada praktik, dan pelajaran
ekologi mencakup beberapa pertanyaan, seperti bagaimana sistem alam
beroperasi, bagaimana spesies beradaptasi dengan lingkungan mereka, dan
bagaimana organisme berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ernest
Haeckel merupakan tokoh penting dalam pengembangan ilmu ekologi, yang
membaginya menjadi dua kategori, yaitu Environmental Science dan
Environmental Biology. Ekologi dianggap sebagai dasar dari semua ilmu
lingkungan, meskipun sebenarnya memiliki cakupan yang lebih sempit daripada
ilmu lingkungan itu sendiri. (Sukemi, 2004).

II. Ekologi Politik Lingkungan

Politik lingkungan memiliki peran penting di berbagai negara di dunia, baik dalam
tingkatan yang berbeda maupun dalam bingkai kerja struktural yang berbeda pula.
Banyak lembaga antara pemerintahan yang memainkan peran penting dalam
aktivitas yang serupa, seperti membuat aturan lingkungan, kebijakan, penelitian,
pemantauan, pelatihan, dan proyek pembiayaan dalam pengawasan. Beberapa
lembaga khusus yang penting dalam konteks ini adalah Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam program lingkungan (UNEP) dan Bank Dunia dalam masyarakat
Eropa. Hal ini sesuai dengan kondisi kita yang hidup dalam rezim internasional di
dunia saat ini. Beberapa rezim internasional berhubungan dengan isu moneter atau
perdagangan internasional atas komoditas, sementara yang lain berkaitan dengan
penggunaan langsung sumber daya alam melalui perjanjian internasional.
Pemahaman tentang politik lingkungan menekankan pada tindakan yang
meningkat atas aspek khusus mengenai hubungan sosial dan struktur kekuasaan
dalam setiap negara. Ini terjadi ketika muncul kepentingan dan saling
ketergantungan atas isu utama lingkungan yang melintasi batas negara. Politik
lingkungan adalah kekuatan penting dalam hak-hak mereka baik sebagai suatu
jendela aspek politik ekonomi sosial politik di lain pihak (Hidayat, 2011).

Menurut Pateson politik lingkungan merupakan suatu pendekatan yang


menggabungkan isu lingkungan dan politik ekonomi untuk menggambarkan
interaksi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya, serta antara kelompok
masyarakat dalam berbagai skala, dari individu lokal hingga tingkat global
(Pateson, 2000). Definisi lain dari politik lingkungan oleh ilmuwan lain seperti
Blaike dan Brookfield (1987) adalah sebagai suatu kerangka pemahaman yang
dapat menjelaskan kompleksitas hubungan antara masyarakat lokal, nasional,
politik ekonomi global, dan ekosistem.

You might also like