You are on page 1of 45

USULAN PENELITIAN

“PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP RISIKO GANGGUAN MAKAN

PADA KOMUNITAS MODEL DI KOTA KUPANG”

OLEH:

MARIE CHRISTINE NARI DEMU

1807020051

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

perlindungan-Nya peneliti dapat menyelesaikan penulisan proposal ini dengan judul

“Pengaruh citra tubuh terhadap risiko gangguan makan pada komunitas model di

Kota Kupang” dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa tersusunnya usulan penelitian ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Juliana Marlin Y. Benu, M.

Psi, Psikolog selaku Pembimbing I dan Marleny Purnamasary Panis, S.Psi, M.Si

selaku pembimbing II serta Bapak Indra Yohanes Killing, PhD selaku penguji yang

telah dengan ikhlas meluangkan waktu, memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan

saran sehingga penulisan proposal ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada

kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Apris A Adu, S.Pt., M.Kes, selaku Dekan beserta seluruh civitas

akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.

2. Ibu Yeni Damayanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku Ketua Program Studi

Psikologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.

3. Bapak R. Pasifikus Ch. Wijaya, S.Psi., M.A selaku Dosen Penasehat Akademik

yang telah membimbing peneliti selama perkuliahan.

4. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana Kupang

yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan dukungan demi kelancaran studi

penulis.

2
5. Keluarga tercinta, khususnya Bapak Yohanis Demu, Ibu Benedicta Dei Flora A

Kudu, dan adik tercinta Christian Alexandro Kudu Demu yang selalu membantu

dalam memberikan dukungan selama proses pembuatan tugas akhir ini.

6. Terima kasih untuk sahabat terkasih Nadia Riwu Kaho, Aprilia Benggu,

Annastasia Usfinit, Agnes Tamur, Tasya Lotu, Diana Natalia yang selalu yang

membantu memberikan semangat dan motivasi bagi peneliti dalam mengerjakan

tugas akhir ini.

7. Teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama proses

pembuatan tugas akhir ini Fenny Ratu, Maria Karlenci, Nirma F, Regina F, Perez

Djo, Zumba club, Anak asrama atlit PPLD.

8. Teman-teman seperjuangan Psikologi angkatan 2018 yang telah bersama-sama

menempuh pendidikan dan berbagi banyak suka dan duka selama proses

pendidikan.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil ini.

Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat

peneliti harapkan demi mendapatkan kesempurnaan dalam hasil penelitian ini.

Kupang, 24 Februari 2023

Peneliti

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................4

DAFTAR TABEL......................................................................................................6

BAB 1........................................................................................................................7

PENDAHULUAN.....................................................................................................7

1.1 Latar Belakang.................................................................................................7

1.2 Keaslian..........................................................................................................10

I.3 Rumusan Masalah...........................................................................................12

1.4 Tujuan Penelitian............................................................................................12

1.5 Manfaat Penelitian..........................................................................................13

BAB II......................................................................................................................15

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................15

2.1 Tinjauan Teori Citra Tubuh............................................................................15

4
2.2 Gangguan Makan..........................................................................................20

2.3 Temuan yang Relevan....................................................................................30

2.4 Kerangka Berpikir..........................................................................................33

2.5 Hipotesis.........................................................................................................36

BAB III....................................................................................................................37

METODE PENELITIAN.........................................................................................37

3.1 Variabel..........................................................................................................37

3.2 Partisipan........................................................................................................38

3.3 Jenis Data.......................................................................................................38

3.4 Instrumen Penelitian......................................................................................39

3.5 Uji Asumsi......................................................................................................42

3.6 Uji Statistik.....................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................44

5
DAFTAR TABEL

3.1 Tabel I Definisi Operasional………………………………………………. 30

3.4 Tabel I Distribusi Item Skala Citra Tubuh ………………………………... 35

3.4 Tabel II EAT (Eating Attitude Test) ………………………………………. 36

6
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini untuk menjadi peragawati atau peragawan tidak hanya cukup

bermodalkan wajah dan tubuh yang indah, namun diharuskan mampu mengingat

bermacam-macam koreografi (tata gerak). Apabila memperagakan busana

dihadapan penonton, peragawati atau peragawan harus mampu menjawab

pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan. Seorang peragawati/peragawan harus

mengetahui bahan yang ia pakai serta menguasai detail-detail busana tersebut

(Sanggarwati, 2013).

Dunia model juga dapat menjadi pekerjaan yang menghasilkan uang atau

menjadi profesi pekerjaan yang menjanjikan dalam hal financial. Menurut

Setiawan, (2007) ada sepuluh keuntungan menjadi model yaitu; menjadi karier

mandiri dan produktif, terkenal, pergaulan lebih luas, dan punya penghasilan

tambahan. Selain itu, menjadi model juga dapat dikenal banyak orang, sering

dilibatkan dalam beragam kegiatan kemasyarakatan, proses regenerasi yang cepat,

peluang yang terbuka lebar, dapat memiliki pendapatan sendiri, serta

mendapatkan pelayanan yang lebih dari masyarakat.

Sesuai dengan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tiga

orang subjek berinisial NRK(23), EY(37), dan RT(27) sebagai anggota salah satu

7
komunitas model Kota Kupang, mereka menyebutkan bahwa ada beberapa

tuntutan spesifik yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang model yaitu,

memiliki tinggi minimal 165 cm untuk perempuan dan 175 cm untuk laki-laki.

Selain itu, mereka dituntut untuk memiliki wajah yang berkarakter, bentuk badan

yang ideal, kulit dan rambut serta wajah yang terawat bagi perempuan dan secara

spesifik. Persoalan terkait hubungan dunia permodelan dengan masyarakat sekitar

ialah bagaimana pandangan masyarakat mempengaruhi cara individu

mengekspresepsikan atau memandang mengenai fungsi penampilan, ukuran,

bentuk, dan kemampuan atau potensi tubuh saat ini dan masa sebelumnya yang

saling berkesinambungan inilah yang disebut dengan citra tubuh (Keliat, 1994).

Citra tubuh merupakan hal pokok dalam konsep diri. Citra tubuh harus

realistis karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia

akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya`akan

meningkat (Yusuf, 2015). Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap

individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur, dan

fungsinya.

Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap diri sendiri yang disadari ataupun

yang tidak disadari terhadap tubuhnya, serta perasaan tentang struktur, bentuk dan

fungsi tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

pertumbuhan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan

penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek

konsep diri lainnya (Struart, 2016). Citra tubuh sendiri terbagi menjadi dua

8
bagian, yaitu individu yang merasa puas terhadap penampilan, menerima bentuk

tubuh, dan menerima kekurangan-kekurangan yang ada pada tubuhnya

merupakan individu yang memiliki citra tubuh positif. Sedangkan individu yang

tidak puas dengan penampilan dan terdapat perbedaan antara citra tubuh yang

nyata dan citra tubuh ideal merupakan individu yang memiliki citra tubuh negatif

(Safitri & Rizal, 2020). Kondisi citra tubuh negatif mengakibatkan para model

tidak menerima kondisi fisiknya sehingga akan membentuk citra tubuh rendah

sehingga para model akan melakukan diet yang dapat meningkatkan risiko

gangguan makan (Hurst, Dittmar, Banerjee, & Bond 2017).

Gangguan makan adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan

perilaku makan berbahaya, pola makan tidak teratur, dan obsesi terhadap berat

badan atau bentuk tubuh. Gangguan makan termasuk gangguan kesehatan mental

yang sudah dijelaskan dalam panduan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan

Mental American Psychiatric Association, edisi kelima (DSM-5). Gangguan

makan dibagi menjadi 3 aspek, yaitu 1) Persepsi berkaitan dengan interprestasi

seseorang, 2) Perasaan berkaitan dengan emosi, dan 3) Penilaian berkaitan dengan

evaluasi individ u terhadap tubuh mereka.

Di antara para model sendiri sudah tidak asing dengan berpenampilan

sesuai dengan standard yang ditentukan dikalangan para model. Hal inilah yang

menyebabkan mereka berusaha untuk menyesuaikan diri dengan standard yang

ada namun terkadang hal tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan makan.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap 5 model di salah satu

9
Komunitas Model Kota Kupang. Menunjukan 4 dari 5 model berusaha sebisa

mungkin untuk menyesuaikan diri dengan standard yang sudah ditentukan, tiga

dari mereka menyebutkan melakukan diet secara ketat untuk mempertahankan

penampilan yang ideal bahkan ketika mereka makan dengan porsi kalori yang

lebih banyak dari biasanya akan menimbulkan rasa bersalah yang

berkepanjangan.

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah penelitian diatas, maka

peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Citra Tubuh

Terhadap Risiko Gangguan Makan pada Komunitas Model di Kota

Kupang”.

1.2 Keaslian

Penelitian mengenai gangguan makan mulai banyak dilakukan entah di

luar maupun dalam negeri. Adapun penelitian yang diusung oleh peneliti dengan

judul “Pengaruh Citra Tubuh terhadap Gangguan makan pada salah komunitas di

Kota Kupang” memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Salah satunya jurnal dengan judul “Exploring Changes In Body Image, Gangguan

Makan, and Excirse During Covid-19 Lockdown: UK Survei” (Robertson, 2022).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik

pengambilan data dalam penelitian ini adalah wawancara kepada beberapa remaja

akhir dengan usia 18-20 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya

peningkatan terhadap perubahan dalam perilaku makan, citra tubuh dan pada

10
tingkat yang lebih rendah secara signifikan assosiasi-ated dengan tekanan

psikologis yang meningkat.

Selain itu, jurnal dengan judul “Body Image and Depression in Emerging

Adulthood Women” (Lubalu, Lerik, & Benu, 2022). Penelitian ini menggunakan

teknik kuantitatif deskriptif. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah

cluster random sampling kepada wanita dewasa di Kota Kupang dengan usia 18-

25 tahun. Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukan bahwa variabel

body image memiliki kategori sangat tinggi dan variabel depresi berada pada

tingkat depresi. Sehingga memiliki hubungan positif antara body image dan

depresi.

“Pengaruh Citra Tubuh terhadap Gejala Body Dismorphic Disorder yang

Dimediasi Harga Diri pada Remaja Putri” (Mourina, 2016). Penelitian ini

dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data,

yaitu purposive sampling sehingga diperoleh 155 partisipan dengan usia 17-21

tahun. Hasil penelitian ini adanya pengaruh langsung dan signifikan antara

variabel citra tubuh dengan body dismorphic disorder. Para remaja akan

melakukan berbagai usaha untuk mendapatkan tampilan fisik yang ideal sehingga

terlihat menarik.

Judul penelitian “Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif pada Ketidak Puasan

terhadap Citra Tubuh (Body Image Dissatisfaction)”(Mukhlis, 2016). Data dalam

penelitian berupa data kuantitatif yang dilengkapi dengan data kualitatif untuk

menguatkan penjelasan proses terapi, khususnya dari sisi subjek. Subjek adalah

11
remaja perempuan sekolah menengah atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada kelompok eksperimen terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara skor

EDI-2 pada saat post test dibandingkan dengan saat pretest peningkatan skor

sebesar 17,62 dan p = 0,000 (p < 0,05), sedangkan pada kelompok kontrol tidak

ada perbedaan skor yang signifikan (p=0.824). Ketidakpuasan terhadap citra

tubuh kelompok eksperimen terbukti lebih rendah dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Signifikansi peningkatan skor ditunjukkan oleh nilai

signifikansi yang kurang dari taraf nyata (0,000 < 0,005).

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah citra tubuh mempengaruhi risiko gangguan makan

pada komunitas model di Kota Kupang ?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap risiko gangguan makan pada

Komunitas model di Kota Kupang.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengaruh citra tubuh pada komunitas model di Kota

Kupang.

12
b. Mendeskripsikan risiko gangguan makan pada komunitas model Kota

Kupang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelititan ini diharapkan dapat memberikan

kotribusi dan pendidikan tambahan mengenai pengaruh citra tubuh

terhadap risiko gangguan makan pada komunitas model di Kota Kupang

serta dapat memperkuat teori-teori yang sudah lebih dahulu ada.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi dan gambaran terkait adanya hubungan antara citra tubuh

dengan kecenderungan anorexia nervosa dan mengenai faktor yang

mempengaruhi kecenderungan bullimia nervosa, yaitu citra tubuh pada

wanita dan pria dewasa.

1. Bagi Partisipan

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi dalam

mengetahui masalah yang dihadapi sehingga mampu mengarahkan

partisipan dalam mengontrol emosi dan membantu dalam

penanganannya.

13
2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

psikologis, dapat membantu dalam mengontrol diri dan dapat

menghindari perbandingan sosial.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Citra Tubuh

2.1.1 Pengertian Citra Tubuh

Citra tubuh diartikan sebagai pandangan dari penampilan fisik

seseorang secara keseluruhan, ketidaksesuaian antara bentuk tubuh yang

dipersepsi oleh individu dengan bentuk tubuh yang menurutnya ideal akan

memunculkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya (Kusuma & Krianto,2018).

Citra tubuh adalah konsepsi dan sikap terhadap penampilan fisik seseorang

(Berk, 2012). Thompson dan Altabe (1990) mengatakan bahwa citra tubuh

sebagai penilaian mengenai fisiknya sendiri seperti ukuran tubuh, berat badan,

dan aspek tubuh lainnya yang berkaitan dengan penampilan.

Citra tubuh adalah gambaran mental, persepsi, dan penilaian orang lain

terhadap dirinya, Honigman dan Castle (Januar & Putori, 2007). Sejalan pula

dengan pendapat Arthur dan Emily (Supriadi, 2015) yang menyebutkan citra

tubuh adalah imajinasi subjektif seseorang terhadap fisiknya. Hoyt (Naimah,

2008) menyebutkan citra tubuh adalah sikap individu terhadap ukuran,

bentuk, dan estetika tubuhnya berdasarkan evaluasi incividual dan

pengalaman afektif terkait atribut fisiknya.

15
Citra tubuh itu sendiri didefinisikan sebagai gambaran seberapa jauh

individu merasa puas dan menerima bagian-bagian tubuhnya serta penampilan

fisik secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh persepsi individu itu sendiri,

perbandingan dengan orang lain, dan sosial budaya (Thompson, 1990).

Kesimpulan dari beberapa pengertian tersebut yakni citra tubuh merupakan

gambaran mental, persepsi, dan penilaian terhadap bagian-bagian tubuh dan

penampilan fisik secara menyeluruh seperti ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan

estetika tubuhnya berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman afektif

terkait atribut fisiknya.

2.1.2 Aspek – Apsek Citra Tubuh

Ada beberapa ahli yang mengemukakan komponen terkait citra

tubuh. Salah satunya adalah Suryanie (2005) yang menyatakan tiga

aspek pembentuk citra tubuh yaitu :

1) Orientasi penampilan

Mengungkapkan sejauh mana individu menilai dan

memperhatikan penampilan secara fisik berupa ukuran tubuh, bentuk

tubuh, dan berat badan. Serta usaha-usaha yang dilakukan individu

untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan fisiknya. Para wanita

yang merasa tidak sesuai dengan standar tubuh ideal masyarakat akan

menyamarkan bentuk tubuhnya dengan pakaian yang dikenakan,

merubah postur tubuh, menghindari melihat tubuh mereka dan menjadi

marah ketika memikirkan penampilannya (Cash, 2006).

16
2) Perbandingan ukuran tubuh

Sejauh mana individu membandingkan diri secara fisik dengan

orang lain, serta reaksi yang muncul saat orang lain menilai dirinya.

Individu yang merasa kurang nyaman terhadap penampilan fisiknya

akan cenderung marah ketika orang lain membahas tentang penampilan

fisiknya.

3) Kepuasan bentuk tubuh

Hal ini berkaitan dengan sejauh mana individu merasakan

kepuasan terhadap penampilan fisik yang dimiliki serta daya tarik fisik

seseorang mengenai menarik atau tidak pada penampilannya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa

aspek pembentuk citra tubuh adalah orientasi penampilan,

perbandingan ukuran tubuh, dan kepuasan bentuk tubuh.

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Citra Tubuh

Pandangan terhadap tubuh sangat dipengaruhi oleh perubahan

pertumbuhan fisik, tayangan dan tampilan media massa yang menampilkan

bentuk tubuh model ideal, sehingga individu cenderung membandingkan

bentuk tubuhnya dengan bentuk tubuh orang lain seusianya. Dalam

perkembangan individu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

pérkembangan citra tubuh, antara lain:

17
1) Usia

Usia mempengaruhi citra tubuh terutama terkait munculnya

ketidakpuasan terhadap tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perempuan dengan rentan usia 17 sampai 25 tahun memiliki

ketidakpuasan terhadap citra tubuhnya dibändingkan dengan

perempuan usia 40 tahun sampai 60 tahun (Cash & Pruzinsky, 2002).

2) Konsep diri

Thompson (Ridha, 2012) mengungkapkan bahwa salah satu faktor

pembentuk citra tubuh adalah konsep diri yang merupakan gambaran

individu terhadap dirinya, meliputi penilaian diri dan penilaian sosial.

3) Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin menjadi faktor penting dalam perkembangan citra

tubuh seseorang. Franzoi dan Koehler (Cash & Pruzinsky,2002)

menemukan bahwa perempuan memiliki citra tubuh negatif dari pada

pria. Moore & Franko (Cash & Pruzinsky, 2002) menjelaskan bahwa

perempuan lebih mempermasalahkan citra tubuh bila dibandingkan

dengan laki-laki. Selain itu, perempuan menyadari bahwa penampilan

fisik dianggap sangat penting, sehingga perempuan lebih

mempersoalkan kegemukan dibandingkan pria (Hurlock, 2002).

4) Media Massa

Media massa mempengaruhi citra tubuh seseorang terkait persepsi

perempuan yang merasa tubuhnya tidak ideal. Tiggemann (Cash &

18
Pruzinsky,2002), menyatakan bahwa media memberikan gambaran

ideal mengenai fitur perempuan yang mempengaruhi gambaran tubuh

seseorang.

Majalah perempun terutama majalah fashion, film dan televisi

(termasuk tayangan khusus anak-anak) menyajikan gambar model-

model yang kurus sebagai figur yang, ideal, sehingga menyebabkan

banyak perempuan merasa tidak puas dengan dirinya. Dari segi tingkah

laku, perempuan ingin memiliki tubuh yang kurus seperti para model di

media, mereka rela melakukan diet atau cara lain untuk mengurangi

berat tubuh.

5) Hubungan Interpersonal

Rosen dan koleganya (Cash & Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa

feedback terhadap penampilan dalam hubungan interpersonal

mempengaruhi pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menurut

Dunn dan Gokee (Cash & Pruzinsky, 2002) penerimaan feedback

mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi

tentang bagaimana orang lain memandang dirinya.

6) Kepribadian

Kepribadian individu juga mempengaruhi pembentukan terhadap citra

tubuh Cash (2002). Guiney dan Furlong (Rice & Dolgin,2002)

menyatakan bahwa pada remaja perempuan, ketidakpuasan terhadap

citra tubuh berdampak pada harga diri yang lebih rendah daripada

19
remaja perempuan yang lain. Penelitian dari Siegel (Rice &Dolgin,

2002) menemukan bahwa citra tubuh yang negatif merupakan

penyebab utama remaja perempuan menjadi depresif.

2.2 Gangguan Makan

2.2.1. Pengertian Gangguan Makan

Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis

dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN),bulimia

nervosa (BN),binge gangguan makan (BED), other specific feeding or gangguan

makan (OSFED) dan gangguan makan not otherwise specified(EDNOS)

merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai gangguan perilaku makan

atau perilaku dalam mengkontrol berat badan.

Menurut Permatasari (2012) meskipun etiologi (penyebab) terjadinya

gangguan makan ini masih bersifat kompleks yang artinya belum ada alasan yang

pasti, tapi gangguan makan ini bisa timbul dari kombinasi faktor psikologis,

lingkungan maupun biologis.

Gejala gangguan makan yang mudah dikenali khususnya perempuan ini

bisa dilihat dari faktor kebahagian mereka selain dari faktor kesehatan. Penderita

gangguan makan bisa dengan mudah tertolong bila gejala ini diketahui sedini

mungkin karena gangguan makan pada umumnya ditandai dengan diet yang

normal Selain itu, remaja perempuan adalah kelompok yang paling berisiko

tinggi yang menjalankan diet dan berakhir pada gangguan makan dibanding

kelompok yang lain (Maulana, 2008).

20
Gejala lain yang merupakan faktor dari timbulnya gangguan makan ini

adalah ejekan yang berhubungan dengan berat badan yang tidak lazim

dikalangan remaja. Beberapa ejekan dikalangan remaja ini memungkinkan

menjadi sebab kalangan remaja menjadi rawan mengidap gangguan makan.

Fakta berdasarkan Sistem Pengawasan Risiko Perilaku Remaja 2003 pelaporan

kasus bully yang terjadi dikalangan remaja ini mayoritas tentang frekuensi ejekan

mengenai berat badan mereka (Maulana, 2008).

Gangguan makan adalah suatu gejala gangguan pola makan yang tidak

normal.Gangguan makan diartikan sebagai kelainan yang terjadi pada kebiasaan

makan seseorang yang diakibatkan oleh kekhawatiran orang tersebut. Terdapat

tiga jenis gangguan makan menurut DSM–5 (Diagnostic and Statistical Manual

Of Mental Disorder, 2013) yaitu: Anorexia nervosa, Bulimia nervosa dan binge

gangguan makan.

Pada umumnya, penderita gangguan makan adalah orang-orang yang

memiliki kepercayaan diri yang rendah, perasaan tidak berdaya, dan perasaan

tidak sebanding dengan orang lain. Penderita gangguan makan menggunakan

makanan dan diet sebagai cara untuk mengatasi masalah- masalah dalam hidup.

Gangguan makan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti

gangguan pencer- naan, malnutrisi dan gangguan pertumbuhan. Perlu kerja sama

berbagai pihak yang terkait untuk mengatasi masalah tersebut.

21
2.2.2 Jenis – Jenis Gangguan Makan

Secara resmi, gangguan makan disebut sebagai feeding dan gangguan

makan dalam panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM-5). Bila mengacu pada DSM-5, ada lima jenis gangguan makan yang

utama. Berikut ini adalah kelima jenis gangguan makan tersebut, seperti

dilansir di Very Well Health, Kamis (14/1):

1) Anoreksia nervosa

Penderita anoreksia nervosa cenderung menghindari makanan, sangat

membatasi makanan, atau hanya menyantap makanan tertentu dalam porsi

yang sangat kecil. Tak jarang orang dengan anoreksia nervosa menimbang

berat badan mereka berulang kali. Beberapa tanda dan gejala lain dari

anoreksia nervosa adalah indeks massa tubuh (BMI) yang sangat rendah,

menyakini diri sendiri gemuk walaupun memiliki berat badan yang normal

atau kurus, dan ketakutan berlebih terhadap kenaikan berat badan. Tak jarang

pula orang-orang dengan anoreksia nervosa meminum obat penekan nasfu

makan dan memiliki masalah fisik seperti merasa pening, rontok, dan kulit

kering.

Anoreksia nervosa bisa mengenai siapa saja, laki-laki dan perempuan

atau anak-anak dan orang dewasa. Akan tetapi, kondisi ini kebanyakan

dialami oleh perempuan muda. Bila dibiarkan, anoreksia nervosa dapat

memunculkan komplikasi seperti masalah otot dan tulang, kerusakan jantung

22
dan pembuluh darah, masalah otak dan saraf, masalah ginjal atau usus, sistem

imun yang melemah, atau anemia.

2) Bullimia nervosa

Penderita bullimia nervosa cenderung makan dalam porsi besar

berulang kali. Mereka tak memiliki kemampuan untuk mengontrol diri ketika

keinginan ini muncul. Namun setelah makan dalam jumlah yang sangat besar,

mereka cenderung melakukan 'kompensasi'.

Kompensasi itu bisa berupa memaksakan diri untuk muntah,

menggunakan obat pencahar atau diuretik berlebih, puasa, olahraga

berlebihan, atau kombinasi dari perilaku-perilaku tersebut. Tanda atau gejala

lain dari bullimia nervosa adalah ketakuan akan penambahan berat badan,

terlalu bersikap kritis terhadap berat badan dan bentuk tubuh diri sendiri, dan

perubahan suasana hati. Gejala-gejala ini terkadang sulit diketahui karena

penderita bullimia nervosa kerap mlakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Penderita bullimia nervosa cenderung memiliki berat badan normal

atau gemuk. Bila dibiarkan, bullimia nervosa dapat menyebabkan komplikasi

seperti rasa lelah dan lemas, masalah gigi, kulit dan rambut kering, kuku

rapuh, pembengkakan kelenjar, kram otot, serta masalah jantung, ginjal, usus,

atau tulang.

23
3) Binge Eating Disorder (BED)

Orang-orang dengan BED tak bisa mengontrol apa yang mereka

makan. Mereka cendrung makan berlebih dan tak terkendali sehingga

berimbas pada kenaikan berat badan. Orang-orang dengan BED cenderung

kegemukan atau bahkan obesitas.

Beberapa tanda atau gejala yang mungkin dialami penderita BED

adalah makan dengan sangat cepat, makan sampai terlalu kenyang dan tidak

nyaman, makan meski tidak lapar, serta makan sendirian atau sembunyi-

sembunyi. Selain itu, mereka biasanya akan merasa depresi, bersalah, malu,

atau jijik setelah makan terlalu banyak.

Bila dibiarkan, kondisi BED dapat memunculkan beberapa

komplikasi. Komplikasi ini bisa berupa obesitas, peningkatan risiko fisik

seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes, penyakit kantong empedu,

dan penyakit jantung, serta peningkatan risiko penyakit psikiatri khususnya

depresi.

4) Other Specified Feeding or Eating Disorder (OSFED)

Meski tak banyak dikenal masyarakat awam, diagnosis OSFED

sebenarnya cukup umum.Sekitar 32-53 persen orang dengan gangguan makan

terdiagnosis dengan OSFED. Orang-orang dengan OSFED menunjukkan

gejala gangguan makan namun tidak memenuhi kriteria diagnosis penuh

untuk anoreksia nervosa atau bullimia nervosa.

24
Penderita OSFED biasanya menolak konsumsi makanan tertentu,

sering kali berkomentar merasa diri gemuk, mengabaikan perasaan lapar,

takut makan di dekat orang lain, makan berlebih, atau menunjukkan perilaku

purging. Beberapa gejala lainnya adalah mencuri atau menimbun makanan,

minum terlalu banyak air putih, menyembunyikan bentuk tubuh dengan baju

kebesaran, hingga olahraga terlalu berlebihan.

Penderita OSFED berisiko terhadap beberapa masalah

kesehatan.Sebagian di antaranya adalah masalah kardiovaskular dan

pencernaan, masalah gigi karena memaksakan muntah, kulit kering,

kehilangan siklus menstruasi, tulang menjadi rapuh, serta peningkatan risiko

infertilitas dan gagal ginjal.

5) Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS)

EDNOS merupakan kategori untuk orang-orang yang menunjukkan

gejala karakteristik gangguan makan hingga menyebabkan gangguan yang

signifikan secara klinis seperti gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau

hal penting lain. Akan tetapi, mereka tidak memenuhi kriteria lengkap untuk

gangguan makan apa pun dalam kelas diagnosis.

Kategori ini kerap digunakan pada situasi tertentu. Salah satu di

antaranya adalah situasi di mana tidak terdapat informasi yang cukup untuk

menegakkan diagnosis, seperti di ruang gawat darurat.

25
2.2.4 Faktor – Faktor Gangguan Makan

Seperti dalam berbagai psikopatologi lain, satu faktor tunggal tidak

mungkin menjadi penyebab gangguan makan. Beberapa bidang penelitian

dewasa ini-genetik, peran otak, tekanan sosiokultural untuk menjadi langsing

kepribadian, peran keluarga dan peran stress lingkungan-menunjukkan bahwa

gangguan makan terjadi bila beberapa faktor yang berpengaruh terjadi dalam

kehidupan seseorang (Davison, 2010). Beberapa para ahli menyatakan bahwa

gangguan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

1) Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan adanya kemungkinan

hubungan antara faktor genetik dengan terjadinya gangguan makan.

Penelitian dilakukan pada kelompok kembar identik dan kembar yang

tidak identik.Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa

kelompok kembar identik memiliki insiden mengalami gangguan

makan yang lebih tinggi daripada mereka yang kembar identik.

Diperkirakan hal ini terjadi karena kembar identik memiliki DNA

yang sama (Wardlaw, 2007).

2) Jenis Kelamin

Seiring semakin sadarnya masyarakat terhadap kesehatan dan

kegemukan, pengaturan makan untuk menurunkan berat badan

menjadi suatu hal umum, jumlah orang-orang yang menjalani

pengaturan makan meningkat dari 7% pada laki-laki dan 14% pada

26
perempuan (Davison, dkk, 2010). Berdasarkan hasil tersebut diperoleh

informasi bahwa gangguan makan seperti anorexia nervosa dan

bullimia nervosa lebih umum terjadi pada perempuan dibanding pada

laki-laki.

3) Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri berkaitan dengan citra tubuh. Rasa percaya

diri yang rendah berkontribusi pada terjadinya penyimpangan citra

tubuh dan tubuh yang kelinu tidak dapat sepenuhnya dikoreksi

sebelum masalah percaya diri dibereskan. Rasa percaya diri yang

rendah dapat menyebabkan pemasalahan dalam pesahabatan, stress,

kecemasan, depresi dan dapat berpengaruh terhadap perilaku makan

seseorang.

4) Faktor Sosio-Kultural

Tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai

standar kurus yang tidak realistis.

5) Faktor psikologis

1) Diet yang kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan

berkurangnya kontrol yang diikuti dengan pelanggaran diet dan

menghasilkan makan berlebihan yang bersifat bulimik.

2) Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang

tidak sehat untuk mencapai berat badan yang diinginkan.

27
3) Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan

selain diet.

4) Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas

individual.

5) Kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan kecenderungan

untuk berfikir secara dikotomis/hitam putih.

6) Faktor keluarga

1) Keluarga dari pasien gangguan makan seringkali memiliki

karakteristik yang sama yaitu adanya konflik, kurang kedekatan

dan pengasuhan, serta gagal dalam membangun kemandirian dan

otonomi pada diri anak mereka.

2) Dari perspektif sistim keluarga, gangguan makan pada anak

dapat memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional

dengan mengalihkan perhatian dari masalah keluarga ataupun

masalah pernikahan.

7) Faktor biologis

1) Ketidakseimbangan yang mungkin terjadi pada sistim

neurotransmitter di otak yang mengatur mood dan nafsu makan.

2) Kemungkinan pengaruh genetis.

28
8) Aspek – Aspek Gangguan Makan

Menurut Grogan (2008) aspek- aspek gangguan makan yakni :

1) Aspek Persepsi, yakni seorang individu mengorganisasikan dan

menginterpretasikan kondisi fisiknya melalui proses

membandingkan ukuran tubuhnya dengan tingkat pemahaman

terkait dirinya sendiri dan kemudian ditandai dengan adanya

keinginan atau harapan untuk memiliki tubuh dan berpenampilan

lebih baik.

2) Aspek Perasaan, yaitu emosi atau perasaan terhadap tubuh yang

dimiliki oleh individu. Perasaan yang muncul berüpa perasaan

negatif tubuh yang dimiliki.

3) Aspek Penilaian, yakni evaluasi terkait tubuh berupa pemikiran

mengenai perbandingan diri fisik dengan diri orang serta

bagaimana persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran

tubuhnya seperti: "saya terlalu besar atau saya terlalu

kecil”.Pengukuran terhadap ketiga aspek ini menghasilkan

ketidakpuasaan individu terkait tubuh dan penampilan fisik yang

dimiliki sehingga memicu terjadinya gangguan makan pada

individu.

29
2.3 Temuan yang Relevan

2.3.1 Temuan yang Relevan Terkait citra tubuh

Terdapat beberapa penelitian berkaitan dengan citra tubuh yang telah

diteliti sebelumnya, salah satunya adalah penelitian yang dengan judul

“Hubungan antara Citra Tubuh dan Kepercayaan Diri pada Remaja Perempuan”

(Dianningrum & Satwika , 2021). Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dan random sampling sebagai metode pengumpulan data.

Instrumen pengumpulan data menggunakan skala Likert dengan empat

pilihan jawaban. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan anlisa korelasi

product moment dengan bantuan SPSS 22.0 for windows, metode ini dipilih

karena bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dan

kepercayaan diri. Hasil analisis data menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.315

(r hitung > r tabel) dengan interval antara 0.21-0.40, hal tersebut berarti terdapat

hubungan yang rendah dengan arah positif antara citra tubuh dan kepercayaan

diri pada remaja perempuan.

Penelitian lainnya yang berkaitan dengan citra tubuh adalah penelitian

dengan judul ”Hubungan perilaku makan dan citra tubuh status gizi remaja

putri di SMA Negeri 1 Denpasar” (Agustini,Yani,Pratiwi, & Yulianti, 2021).

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan antara perilaku makan dan

citra tubuh dengan status gizi pada remaja putri. Penelitian dilakukan di SMAN

1 Denpasar dengan desain observasi crosssectional. Sampel penelitian

30
merupakan remaja putri berusia 14-18 tahun dengan total 119 orang yang

dipilih menggunakan metode simple random sampling.

Penilaian perilaku makan menggunakan the adolescent food habit

checklist, citra tubuh dengan kuesioner BSQ-34, dan status gizi berdasarkan

IMT/U. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Terdapat 5,8% yang

memiliki perilaku makan tidak baik dan 79,8% memiliki citra tubuh positif.

Sebagian besar subjek memiliki status nutrisi normal yaitu 75,6%, diikuti

dengan status gizi gemuk (15,1%), obesitas (5,9%), dan kurus (3,4%).

Ditemukan hubungan (p<0,05) antara perilaku makan dan citra tubuh

dengan status nutrisi remaja putri. Hasil penelitian menunjukan individu dengan

perilaku makan tidak baik dan dan citra tubuh negatif memiliki risiko lebih

besar mengalami gangguan gizi.

2.3.2 Temuan yang Relevan dengan Risiko Gangguan Makan

Beberapa penelitian yang terkait dengan Risiko Gangguan Makan yang

menjadi referensi dalam penelitian ini salah satunya “Persepsi tubuh dan

gangguan makan pada remaja perempuan” (Kurniawan & Briawan, 2014).

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan persepsi tubuh dengan

gangguan makan pada remaja perempuan. Desain penelitian adalah cross

sectional study pada mahasiswa baru Program Studi Sarjana Ilmu Gizi di

Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jumlah 103 remaja perempuan.

31
Hasil studi menunjukkan proporsi subjek dengan status gizi normal 84.5%,

kegemukan 11.7%, obes 1.9%, dan kurus 1.9%. Sebagian besar subjek

memiliki persepsi tubuh positif (48.5%), yang terdiri dari 44.7% subjek tidak

berisiko gangguan makan dan 3.9% subjek memiliki risiko lebih gangguan

makan. Hanya 3.9% subjek memiliki persepsi tubuh negatif dan 7.8% subjek

mengalami gangguan makan dengan risiko lebih karena merasa memiliki

keinginan untuk makan terus-menerus dan tidak dapat berhenti makan (2—3x

sebulan). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi tubuh

dengan gangguan makan (p>0.05).

Penelitian lainnya dengan judul “Hubungan Body Image dengan perilaku

makan pada remaja”(Eprilia, 2022). Penelitian ini merupakan literature

reviewdari beberapa jurnal yang dipublikasikan pada tahun 2010-2020, pada

beberapa database yaitu Semantic, Google Scholar, Garuda, ERIC, Doaj, dan

PubMed menggunakan MeSH. Dari beberapa database tersebut diperoleh enam

jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi. literature review rata-rata memiliki

responden remaja dengan rentang usia antara 14-16 tahun, dan perempuan

merupakan responden terbanyak.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku makan

menyimpang, diantaranya adalah pengetahuan gizi, kepercayaan diri, kritik

orangtua dan media massa. Namun, empat dari enam penelitian menyebutkan

bahwa body image merupakan faktor Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia

32
Vol 18 no 2 September 2022 468 paling berpengaruh terhadap perilaku makan

menyimpang. Kesimpulan : Ada hubungan signifikan antara body image

dengan perilaku makan menyimpang pada remaja.

2.4 Kerangka Berpikir

2.4.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Shilder (Gattario, 2013) mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran

tubuh diri sendiri yang dibentuk oleh pikiran. Dalam penelitian lain, Shilder juga

menjelaskan bahwa citra tubuh merupakan gambaran tubuh tersebut terbentuk

dalam pikiran menurut dirinya sendiri. Hoyt (Supriyadi, 2015) menyebutkan citra

tubuh adalah sikap individu terhadap ukuran, bentuk, dan estetika tubuhnya

berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman afektif terkait atribut fisiknya.

Citra tubuh sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu individu yang merasa

puas terhadap penampilan, menerima bentuk tubuh, dan menerima kekurangan-

kekurangan yang ada pada tubuhnya merupakan individu yang memiliki citra

tubuh positif. Sedangkan individu yang tidak puas dengan penampilan dan

terdapat perbedaan antara citra tubuh yang nyata dan citra tubuh ideal merupakan

individu yang memiliki citra tubuh negatif (Safitri & Rizal, 2020). Kondisi citra

tubuh negatif mengakibatkan para model tidak menerima kondisi fisiknya

sehingga akan membentuk citra tubuh rendah sehingga para model akan

melakukan diet yang dapat meningkatkan risiko gangguan makan (Hurst, Dittmar,

Banerjee, & Bond 2017).

33
Menururt Poerwandari (2000), gangguan makan adalah kondisi yang

termasuk kedalam psikologi abnormal dimana penderitanya memiliki citra diri

yang tidak rasional yang bisa membahayakan pengidapnya bahkan lebih parahnya

lagi menjerumuskan mereka pada kematian. Gangguan makan juga ditandai

dengan perilaku ekstrim penderitanya untuk mencapai tujuan yang mereka anggap

benar meski faktanya bisa membawa mereka pada kondisi kritis. Keyakinan itu

bisa menjadi salah satu penyebab gangguan makan mereka yang sulit untuk

diatasi bila hanya melarang penderitanya (Poerwandari, 2000).

Gangguan makan merupakan bentuk suatu gangguan yang dialami

seseorang dalam hal kebiasaan makan yang berupa kelebihan atau kekurangan

asupan makanan (Rikaniet, 2013). Gangguan makan didefinisikan sebagai

keadaan patologis seseorang yang dilihat dari berbagai macam sudut pandang

atau multidimensi, seperti distorsi hubungan antar individu, bentuk tubuh (body

image) dan kebiasaan makan atau pola makan (Cecon. 2017).

34
2.4.2 Kerangka Hubungan Antar Variabel yang Diteliti

Citra Tubuh:
Resiko Gangguan
1) orientasi Makan Positif
penampilan
Komunitas
Model 2) perbandangan
ukuran tubuh

3) Kepuasan
Bentuk Tubuh Resiko Gangguan
Makan Negatif

Keterangan :

: Variabel X

: Pengaruh antar variabel yang diteliti

: Variabel Y

35
2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis yang diajakukan

dalam penelitian ini, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari citra tubuh

terhadap risiko gangguan makan pada komunitas model di Kota Kupang.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel

3.1.1 Identifikasi Variabel

1) Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Citra Tubuh dan variabel

independen di dalam penelitian ini adalah risiko gangguan makan.

3.1.2 Definisi Operasional


a. Citra Tubuh

Thompson dan Altabe (1990) mengatakan bahwa citra tubuh sebagai

penilaian mengenai fisiknya sendiri seperti ukuran tubuh, berat badan, dan

aspek tubuh lainnya yang berkaitan dengan penampilan.

b. Gangguan Makan

Garner dan Garfinkel (1997) menjelaskan bawah Eating disorder

adalah kondisi pada seseorang terkait dengan perilaku makan yang tidak

normal sehingga dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan, emosi,

dan kemampuan untuk bekerja dalam kehidupan sehari-hari.

37
3.2 Partisipan

3.2.1 Populasi

Menurut Morissan (2012), Populasi ialah sebagai suatu kumpulan subjek,

variabel, konsep, atau fenomena. Kita dapat meneliti setiap anggota populasi

untuk mengetahui sifat populasi yang bersangkutan. Populasi dalam penelitian

ini anggota komunitas model dengan jumlah polulasi sebanyak 50 orang.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh anggota komunitas model yang berjumlah 50 orang, sehingga

peneliti menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, yaitu 50 orang

menggunakan total population sampling sebagai metode pengambilan sampling.

3.3 Jenis Data

Data primer menurut Sugiyono (2012) adalah sebuah data yang

langsung didapatkan dari sumber dan diberi kepada pengumpul data atau

peneliti. Ada pula pendapat menurut Sugiyono, sumber data primer adalah

wawancara dengan subjek penelitian baik secara observasi ataupun

pengamatan langsung.

38
3.4 Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa skala Likert. Skala

Likert terdiri dari empat tanggapan, antara lain: sangat setuju (SS), setuju (S),

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skala ini berisi beberapa

pertanyaan yang akan disebarkan peneliti melalui google form kepada salah

satu komunitas model di Kota Kupang. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan skala eating attitude test (EAT) dan skala citra tubuh.

1) Skala Citra Tubuh

Skala sikap citra tubuh mengikuti skala model Likert yang disajikan

pada subjek penelitian dengan empat alternatif jawaban untuk setiap

item.Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala citra

tubuh terdiri dari 33 aitem dibuat oleh Faza Maulida (2015) dengan

menggunakan teori Thompson (2000).

Melalui uji validitas dan reliabilitas maka mendapatkan 33 aitem yang

dapat digunakan dalam penelitian ini. Dimana pada penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Maulida (2020) R= 0,880 dan V= 0,3 sehingga dapat

dinyatakan valid dan reliabel. Aspek yang dibahas dalam skala ini adalah

Orientasi penampilan, Perbandingan ukuran, dan Kepuasan bentuk tubuh.

39
Tabel 1. Distribusi aitem skala citra tubuh

Aspek Favorable Unfavorable Total

Orientasi 1, 2, 3, 4, 23, dan 5, 6, 19, 20, 21, dan 12

penampilan 24 22

Perbandingan 9, 10, 11, 12, 25, 7, 8, 27, 28, 29, dan 12

ukuran tubuh dan 26 30

Kepuasan bentuk 17, 18, 31, 32, 33 13, 14, 15, 16 9

tubuh

TOTAL ITEM 17 16 33

2) EAT (eating attitude test)

Skala Eating Disorder diukur melalui adaptasi dari Eating

Attitudes Test yang dikembangkan oleh Garner dan Garfinkel (dalam

Zainab, 2013). Eating attitudes test pada awalnya berdasar kepada

deskripsi klinis mengenai fenomena dan gejala anorexia nervosa yang

dibuat oleh Feighner dkk., namun seiring perkembangan dari kriteria

anorexia nervosa menurut DSM maka EAT terbukti reliabel untuk

mengukur gejala gangguan makan (Rivas Teresa dkk, 2010). Eating

attitudes test original memiliki 40 aitem (EAT-40) yang lalu dilakukan

faktor analisis sehingga menghasilkan 26 aitem (EAT-26).

40
EAT-26 tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa Eating

Disorders secara spesifik tetapi studi telah menyatakan bahwa EAT-26

merupakan alat ukur yang efisien dalam menyaring dan mengidentifikasi

individu yang mengalami Eating Disorder sehingga mampu menjadi self-

report questionnaire yang paling banyak digunakan oleh para peneliti

untuk mengukur perilaku yang relevan dengan gejala gangguan makan

(Koenig & Wasserman dalam Zainab, 2013). Reliabilitas dari tes ini

adalah α =.79.

Tabel 2.EAT (eating attitude test)

Aspek Favorable Total

Perilaku diet 6, 7, 12, 14, 16, 22, 24, 1, 10, 13

11, 17, 23, 26

Bulimia dan arti makanan 3, 4, 9, 18, 21, 25 6

Kontrol oral 2, 5, 8, 13, 15, 19, 20 7

TOTAL ITEM 26

41
3.5 Uji Asumsi

Peneliti melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas, linearitas,

multikolinearitas dan uji hipotesis.

1. Uji normalitas

Menurut Ghozali (2016) uji normalitas dilakukan untuk menguji

apakah pada suatu model regresi, suatu variabel independen dan variabel

dependen ataupun keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal.

Apabila suatu variabel tidak berdistribusi secara normal, maka hasil uji

statistik akan mengalami penurunan.

2. Uji lineritas

Menurut Sugiyono dan Susanto (2015:323) uji linearitas dapat dipakai

untuk mengetahui apakah variabel terikat dengan variabel bebas memiliki

hubungan linear atau tidak secara signifikan.

3. Uji multikolinearitas

Menurut Umar (2011) uji multikolinieritas digunakan untuk

mengetahui jika pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

independen, jika terdapat korelasi maka terdapat masalah multi kolinearitas

yang harus diatasi.

42
3.6 Uji Statistik

a. Korelasi product moment

Untuk menerapkan koefisien korelasi antara dua variabel yang

masing-masing mempunyai skala pengukuran interval maka digunakan

korelasi product moment yang dikembangkan oleh Karl Pearson.Rumus

korelasi product moment ini ada dua macam, yaitu:

a. Korelasi product moment dengan rumus simpangan (deviasi).

b. Korelasi Product moment dengan rumus angka kasar.

c. Korelasi product moment dengan rumus simpangan (deviasi)

b. Teknik analisis regresi sederhana.

Peneliti akan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji

statistic analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk

memprediksikan seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen, bila

nilai variable independent dimanipulasi/dirubah-rubah atau dinaik-

turunkan (Sugiyono, 2011).

Analisis ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang mencari

jawaban mengenai pengaruh variable independen yaitu pada citra tubuh

dan variabel dependen yaitu risiko gangguan makan .Jenis analisis regresi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear

sederhana analisis uji hipotesis dalam penelitian ini akan menggunakan

bantuan aplikasi SPSS tipe 26.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf (2015).Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba

Medika.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder Edition (DSM-V).Washington : American Psychiatric
Publishing.

Berk. (2012). Development Through The Lifespan “Dari Dewasa Awal Sampai
Menjelang Ajal” Edisi Kelima, Jilid 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cash, Thomas. Pruzinky. (2006). Body Image a Hand Book of Theory, Research, and
Clinical Practic. London: The Guilford

Cash,T.F& Pruzinsky,T. (2002). Body Image : A Handbook of Theory, Research and


Clinical. New York: Guilford Publications.

Davison SN. (2010). Chronic Kidney Disease Psychosocial Impact of Chronic Pain
Journal of Geriatrics. 62(2) 17-23.

Gattario, KH (2013), Body Image Adolescence: Through the Lenses of Culture,


Gender, and Positive Psychology, University of Gothenburg, Gothenburg,
diakses 31 Januari 2016, https://gupea.ub.gu.se/handle/2077/34266

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS
23 (Edisi 8).Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Grogan, S. (2008). Body Image: Understanding Body Dissatisfaction in Men, Women


and Children. New York: Psychology Press.

Husein, Umar. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Edisi 11.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Ice, FP dan Dolgin, KG. (2002). The Adolescent Development, Relationship, and
Culture 12th Ed. Pearson Education, Inc. USA.

Kusuma, M.R.H. And Krianto, T., (2018). ‘Pengaruh Citra Tubuh, Perilaku Makan
Dan Aktivitas Fisik Terhadap Indeks Massa Tubuh (Imt) Pada Remaja: Studi

44
Kasus Pada Sma Negeri 12 Dki Jakarta’, Perilaku Dan Promosi Kesehatan:
Indonesian Journal Of Health Promotion And Behavior, 1(1), 23–31.

Maulana, Mirza. (2008). Mengenal Diabetes Melitus. Yogyakarta: Kata hati

Morissan.(2012). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Prenadamedia group

Sanggarwati, R. (2013). Kiat menjadi model professional. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Setiawan, A. (2007). Yuk jadi model udah beken, tajir, lagi!.Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Stuart, G.W, (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart Buku 2 : Edisi
Indonesia, Elseiver, Singapore

Suparyadi. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Ud. Andi Offset.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Thompson, Ronald R, Christoper A.higgins. Jane M howell. (1991). Personal


Computing Toward a Conceptual Model Of Utilization, MIS Quartely, march.
Journal of Mental Health. 15(1), 24-37

Wardlaw G & Hampl J., (2007). Perspective in Nutrition Seventh Edition. New York:
McGraw-Hill.

45

You might also like