You are on page 1of 20

PEMERINTAH KABUPATEN BUTON

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


Jalan Balai Kota No ….. Email : butonrsud@gmail.com
PASARWAJO

KEPUTUSAN  DIREKTUR RUMAH SAKIT 


NOMOR :  TAHUN 2019
TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN MONITORING EFEK SAMPING OBAT


DI RSUD KABUPATEN BUTON

DIREKTUR RUMAH SAKIT 

Menimbang : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


RSUD Kabupaten Buton.

2. bahwa agar memenuhi kebutuhan tentang pentingnya


telaah interaksi obat di pelayanan Instalasi Farmasi
di RSUD Kabupaten Buton, perlu adanya kebijakan
Direktur Rumah Sakit sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan Farmasi di RSUD
Kabupaten Buton.

Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RSUD KABUPATEN BUTON TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN MONITORING EFEK SAMPING OBAT
RSUD KABUPATEN BUTON
KEDUA : Memberlakukan Panduan Monitoring Efek Samping Obat
RSUD K a b u p a t e n B u t o n sebagaimana terlampir dalam
peraturan ini.

KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila


terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.

KEEMPAT : Kebijakan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.


KELIMA : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat
keputusan ini maka akan diadakan perbaikan atau perubahan
seperlunya.
Ditetapkan di : Pasarwajo
Tanggal : 6 Maret 2019

Direktur RSUD Kabupaten Buton

dr. Ramli Code,M.Mkes


NIP. 19720116 200212 1 004

2
LAMPIRAN SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KAB.BUTON

NOMOR              : TAHUN 2019

TANGGAL          : 6 Maret 2019

I. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


1. Pemilihan
a. Instalasi farmasi rumah sakit berkoordinasi dengan Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) untuk menetapkan obat yang digunakan di RSUD Kabupaten
Buton dan menyusunnya dalam suatu formularium rumah sakit.
b. Masing–masing kelompok staf medis mengusulkan obat untuk masuk dalam
formularium melalui formulir yang telah diedarkan oleh KFT melalui
sekretaris KFT
c. Sekretaris KFT merekapitulasi dan mengelompokkan/ mentabulasi semua
obat yang diusulkan.
d. Ketua KFT mengadakan rapat untuk pembahasan usulan obat dan
ketentuan-ketentuan berkaitan formularium
e. Kriteria pemilihan obat yang masuk formularium rumah sakit:
1) Diutamakan obat yang masuk formularium nasional

2) Diutamakan obat yang ada dalam daftar E-Katalog

3) Diutamakan obat generik

4) Memiliki rasio manfaat dan resiko yang paling menguntungkan untuk


pasien

5) Mutu terjamin, termasuk dalam hal stabilitas dan bioavailabilitas

6) Praktis dalam penyimpanan dan distribusi

7) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan pemakaian obat pasien

8) Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya


langsung dan biaya tak langsung

9) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicine) yang dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau

f. Obat-obat yang otomatis dapat dimasukkan formularium :


- Obat-obatan yang masuk dalam Formularium Nasional

- Program pemerintah

- Pengganti obat yang sedang berjalan karena perubahan tekhnologi

- Pengganti obat bermasalah


g. Obat-obat yang otomatis keluar dari formularium :
- Ditarik dari peredaran

- Keputusan Komite Farmasi dan Terapi


2. Pengadaan Perbekalan Farmasi
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan adalah:

a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar atau
nomor registrasi.
b. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dipertanggung jawabkan.
c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi
d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi

 Perencanaan

a. Perencanaan yang terkait dengan Instalasi/unit lain


berkoordinasi dengan unit yang bersangkutan

b. Perencanaan obat dan Alkes BMHP berdasarkan formularium


RSUD Kabupaten Buton yang dicatat dalam Daftar Kebutuhan Obat
dalam satu tahun, mempertimbangkan pola konsumsi dan perbekalan
farmasi yang masih tersedia serta dana yang disetujui (yang
tercantum dalam Daftar Anggaran Satuan Kerja /DASK).

c. Kepala Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Seksi Logistik


dan Diagnostik dalam rangka membuat usulan anggaran dan
perencanaan kebutuhan satu tahun.

 Pengadaan

a. Pengadaan dengan E-Purchasing


- Realisasi atas perencanaan kebutuhan Obat dan BMHP yang
termasuk dalam E-Katalog dilakukan dengan sistem E-Purchasing.
- Jika dalam proses E-Purchasing berjalan terdapat kendala maka
pengadaannya dengan cara pembelian langsung.

b. Pengadaan dengan cara pembelian langsung


- Pemesanan perbekalan farmasi ditulis pada surat pesanan (SP)
ditujukan langsung ke distributor/Pedagang Besar Farmasi (PBF)
- Jika terjadi kondisi dimana persediaan habis atau menipis atau
tidak ada, maka penanggung jawab pengelolaan perbekalan

2
farmasi melakukan permintaan yang bersifat cito (segera) kepada
distributor/rekanan yang ditunjuk oleh panitia pengadaan.
- Pengadaan obat golongan narkotika dan psikotropika mengikuti
Standar Prosedur Operasional Pengelolaan Narkotika dan
Psikotropika.
- Pengadaan yang terkait dengan Instalasi/unit lain berkoordinasi
dengan unit yang bersangkutan.
- Pengadaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

a. Pemesanan ke distributor resmi/Pedagang Besar Farmasi


(PBF)
b. Pesanan ditulis pada surat pesanan (SP)
c. Pengiriman B3 dari distributor/ PBF harus melampirkan
MSDS (Material Safety Data Sheet)
- Pengadaan Kerjasama Operasional

- Pengadaan barang-barang sebagai hasil kerjasama operasional


sesuai dengan kesepakatan.
c. Pengadaan yang berasal dari sumbangan/hibah:
1. Surat pemintaan perbekalan farmasi berdasarkan kebutuhan
sesuai program yang ada di RSUD Kabupaten Buton
2. Permintaan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten,
Provinsi, atau Kementrian Kesehatan, atau Institusi lain sebagai
pemilik perbekalan farmasi yang diminta.
3. Surat permintaan seijin/disetujui Kepala Instalasi Farmasi dan
atau Direktur.
4. Berkoordinasi dengan pihak yang terkait pada saat pengambilan
perbekalan farmasi ke Gudang Farmasi Dinkes Kabupaten,
Propinsi atau ke tempat dimana perbekalan farmasi berada.

Teknis Pengadaan :

a. Pembuatan usulan kebutuhan perbekalan farmasi sesuai


penggunaan dan permintaan perbekalan farmasi dari Depo, Ruang
Rawat, Poliklinik, dan unit lain dengan mempertimbangkan
formularium yang ada dan dicatat dalam buku permintaan
perbekalan farmasi/defekta

b. Usulan disusun menjadi prediksi kebutuhan bulanan, mingguan,


dan harian

3
c. Kepala Instalasi Farmasi mengajukan usulan kepada Direktur
RSUD Kabupaten Buton

d. Realisasi pengadaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan rumah


sakit dilakukan oleh panitia pengadaan berkoordinasi dengan
instalasi farmasi dan unit layanan pengadaan (ULP)

e. Panitia pengadaan melakukan pengadaan barang sesuai dengan


rencana atau permintaan
3. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan merupakan kegiatan verifikasi penerimaan/penolakan,
dokumentasi dan penyerahan yang dilakukan dengan menggunakan
"checklist" yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk yang
berisi antara lain :

- keabsahan faktur
- keabsahan barang
- keabsahan jumlah satuan dalam tiap kemasan
- kondisi barang: tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi
produk

- jangka waktu kadaluarsa yang memadai


- no batch
Perbekalan farmasi yang diterima/datang harus berasal dari
distributor/rekanan yang resmi.

Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh panitia


pemeriksa/penerima barang. Jika barang sesuai spesifikasi maka akan
disimpan di area penyimpanan

4. Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik
yang dapat merusak mutu obat.

Penyimpanan harus menjamin stabilitas dan keamanan sediaan farmasi


dan alat kesehatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip Firsf ln First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) disertai sistem informasi manajemen.

Untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat maka


penyimpanan berdasarkan :
4
 Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
 Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
 Mudah tidaknya meledak/terbakar
 Tahan/tidaknya terhadap cahaya
 Obat-obat yang harus disimpan secara khusus seperti : Narkotika,
psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu disimpan dalam
almari pendingin yang suhunya dipantau setiap hari berkisar antara 2-8C,
obat yang mudah terbakar digudang B3.
Dilakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin mutu, keamanan
dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pengawasan mutu
dilakukan dengan memantau suhu penyimpanan untuk suhu kamar tidak lebih
dari 25C dan untuk sediaan yang termolabil yang didimpan di lemari
pendingin suhu dijaga berkisar antara 2-8C.

Petugas Gudang farmasi menerima perbekalan farmasi dari panitia


pemeriksa/penerima barang. Jika barang sesuai spesifikasi maka akan
disimpan di area penyimpanan. Area/Gudang penyimpanan dibedakan terdiri
dari beberapa kelompok sesuai dengan jenis dan sifat stabilitas barang.

Penyimpanan khusus untuk obat yang memerlukan kewaspadaan


tinggi/ high alert medicine (HAM)

a. High alert medicine disimpan di pos perawat di dalam troli atau kit yang
selalu dalam kondisi dikunci.
b. Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan
dipisahkan dengan obat-obatan rutin lainnya. Jika high alert medicine
harus disimpan di area perawatan pasien, kuncilah tempat penyimpanan
dengan diberikan label ‘Peringatan : high alert medicine’ pada tutup luar
tempat penyimpanan
c. Infus intravena high alert medicine harus diberikan label yang jelas dengan
menggunakan stiker HAM.
Tatacara penyimpanan perbekalan farmasi :
1. Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing,
diantaranya narkotika dan psikotropika, serta B3.
2. Penyusunan letak perbekalan farmasi urut alphabetis dan mengatur
penyimpanan untuk memudahkan pengambilan dengan sistem First In
First Out (FIFO) dan/atau First Expired First Out (FEFO).

5
3. Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yg mirip (LASA – Look
alike, Sound alike) letaknya dipisah dan diberi stiker LASA.
4. Untuk high alertmedicinepenyimpanan terlokalisir dan diberi logo
penanda high alert medicine
5. Untuk obat-obat emergensi disimpan dalam emergency trolley atau kit di
setiap unit pelayanan yang membutuhkan dana dilakukan pemantauan
secara berkala
6. Pencatatan dilakukan setiap transaksi (pemasukan dan pengeluaran) pada
kartu stok dan dilakukan juga pada sistem komputer
7. Setiap terjadi mutasi dilakukan pencatatan di kartu stock
8. Peletakkan kartu stock yang masih berlaku di samping barang dan
dilakukan pengarsipan kartu stok yang sudah tidak terpakai.
9. Pelaksanakan stock opname setiap 6 bulan sekali
10. Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing,
diantaranya narkotika dan psikotropika, serta B3.
11. Pemantauan kondisi suhu dan kelembaban penyimpanan dilakukan secara
periodik
5. Distribusi Perbekalan Farmasi.
a. Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan dari gudang farmasi ke unit
pelayanan rawat jalan, unit pelayanan rawat inap, satelit IGD, Satelit IBSD,
Depo Radiologi, Depo Hemodialisa, dan unit-unit lain di rumah sakit.
b. Pelayanan resep, dibedakan berdasarkan kartu obat (rawat inap) dan
lembar resep (rawat jalan)
c. Perbekalan farmasi dari unit pelayanan, satelit, dan depo didistribusikan
untuk pelayanan /kebutuhan pasien.
d. Sistem distribusi yang berlaku diantaranya:
- Peresepan individu sesuai kebutuhan kondisi pasien (Individual
prescription)
- One daily dose dispensing (ODDD)
6. Pelayanan Perbekalan Farmasi
a. Pelayanan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan kondisi pasien
berdasarkan permintaan dokter yang ditulis dalam lembar resep untuk
pasien rawat jalan dan di tulis pada kartu obat untuk pasien rawat inap
b. Tatacara pelayanan perbekalan farmasi (obat dan alkes bahan habis
pakai) pasien mengacu pada Standar Prosedur Operasional pelayanan
pasien rawat jalan, rawat inap.

6
7. Penghapusan dan Pemusnahan
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar
yang ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan
sediaan farmasi yang tidak dapat/boleh digunakan dilaksanakan dengan
cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Prosedur pemusnahan obat dibuat yang mencakup pencegahan
pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di
kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan
dimusnahkan disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan
identitasproduk.

Penghapusan dan pemusnahan obat dilakukan pihak ketiga serta


didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

8. Pengendalian Perbekalan Farmasi


Pengendalian dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan serta
mutu perbekalan farmasi. Pengendalian persediaan juga ditujukan untuk
membantu pengelolaan perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat
kesehatan agar mempunyai persediaan dalam jenis dan jumlah yang cukup
sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan.
Pengendalian persediaan dilakukan dengan upaya mempertahankan tingkat
persediaan pada suatu tingkat tertentu dilakukan denganmengendalikan
arus barang yang masuk melalui pengaturan sistem pesanan/pengadaan
(scheduled inventory dan perpetual inventory), penyimpanan, dan pengeluaran
untuk memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/ kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa, dan
kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi.

9. Penarikan Obat, Pengelolaan Obat Kadaluarsa dan Obat Rusak


a. Petugas farmasi di semua depo dan unit dilakukan setiap 6
(enam) bulan sekali melakukan cek barang yang kemungkinan rusak atau
kadaluwarsa untuk dikembalikan ke gudang farmasi.
b. Petugas gudang farmasi melokalisir, menyimpan barang yang
tidak memenuhi standar tersebut terpisah dari perbekalan farmasi lain
dan diberi tanda “TIDAK UNTUK DIGUNAKAN”.
c. Petugas gudang farmasi membuat laporan perbekalan
farmasi yang tidak memenuhi standar (rusak dan melewati tanggal

7
kadaluarsa) dengan persetujuan kepala IFRS membuat usulan kepada
direktur rumah sakit untuk dilakukan penghapusan perbekalan farmasi
d. Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas
permintaan produsen atau instruksi instansi Pemerintah yang
berwenang. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah
diterima permintaan atau instruksi untuk penarikan kembali. Untuk
penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar
terhadap kesehatan, dilakukanpenarikan sampai tingkat konsumen.
e. Apabila ditemukan sediaan farmasi tidak memenuhi
persyaratan, maka disimpan terpisah dari sediaan farmasi lain dan
diberi penandaan tidak untuk digunakan untuk menghindari
kekeliruan. Pelaksanaan penarikan kembali didukung dengan sistem
dokumentasi.
10. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Secara manual dicatat pada buku,


kartu stock atau pada lembar/form-form tertentu
b. Secara komputer dengan
menggunakan aplikasi program /sistem informasi manajemen rumah sakit
(SIM-RS).
11. Monitoring dan Evaluasi
Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, diukur dengan indikator kepuasan dan keselamatan
pasien/pelanggan pemangku kepentingan (stakeholders), dimensi waktu
(time delivery), Standar Prosedur Operasional serta keberhasilan
pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi.

A. Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi Klinik adalah pelayanan farmasi yang tenaga kefarmasian
berinteraksi langsung dengan pasien yang menggunakan obat untuk tercapainya
tujuan terapi dan terjaminnya keamanan penggunaan obat berdasarkan penerapan
ilmu, teknologi dan fungsi dalam perawatan penderita dengan memperhatikan
preferensi pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi pelayanan resep (dispensing),
rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi,
pencatatan penggunaan obat, ldentifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD) dan efek samping obat, pemantauan terapi
obat, ronde/ visite, dan evaluasi penggunaan obat.
8
Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai penggunaan
obat yang rasional (pasien menerima obat yang tepat: indikasi, kondisi pasien,
bentuk sediaan, jumlah, dosis, frekuensi, lama dan cara penggunaan; terhindar dari
interaksi obat, efek samping dan reaksi obat yang tidak diharapkan; harga
terjangkau serta mendapat informasi yang tepat) dengan tujuan akhir
meningkatkan kualitas hidup pasien.
1. Skrining Resep / Telaah Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, telaah resep, penyiapan
perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan di
sertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) dengan
melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur operasional dan melakukan
dokumentasi aktivitas.
Tujuan :

Untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah


terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Kegiatan :

Telaah resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmaseutik dan


persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

a. Persyaratan administrasi meliputi :


 Narna, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien
 Nama, nomor ijin praktek, alamat dan paraf dokter
 Tanggal resep
 Ruangan/unit asal resep
b. Persyaratan farmasetik meliputi :
 Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
 Dosis dan Jumlah obat
 Stabilitas
 Aturan, dan cara penggunaan

c. Persyaratan klinis meliputi :


 Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
 Tidak dijumpai interaksi obat yang berisiko
 Tidak munculnya alergi, efek samping, dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD)
9
 Obat yang diberikan tidak kontraindikasi
 Tidak dijumpai interaksi obat yang berisiko
Untuk memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas maka dibuat checklist
dalam telaah resep sebagai berikut :

Telaah Ya Tidak Konfirm.

Administrasi

Farmasetik

Kejelasan Tulisan

Tepat Nama Obat

Tepat Dosis

Tepat Waktu

Tepat Rute

Duplikasi

Riwayat Alergi

Interaksi Obat

Berat Badan (anak)

Kontraindikasi

a. Telaah resep dilakukan ketika resep diterima difarmasi.


10
b. Telaah resep dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
yang memiliki kompetensi dan diberi kewenangan. Resep ditelaah
terhadap aspek administratif, aspek farmasetis dan aspek klinis sesuai
checklist.
c. Telaah resep tidak diperlukan pada saat keadaan darurat atau ketika
dokter hadir dalam pemberian obat dan monitoring pasien (Bedah dan
IGD) atau dalam tindakan radiologi
d. Penelaah resep memiliki kompetensi untuk melakukannya baik atas
dasar pendidikan dan latihan sesuai dengan kewenangan.
e. Telaah Interaksi Obat menggunakan sumber informasi primer
Medscape (online)
f. Jika timbul pertanyaan/ permasalahan terhadap resep maka petugas
penelaah menghubungi penulis resep untuk mengkonfirmasi
kebenarannya, bila mana mungkin juga dapat dikonsultasikan dengan
petugas pengendali jaminan BPJS

2. Penyerahan Obat
Penyerahan meliputi kegiatan pengecekan kesesuian nomor resep,
nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai, bentuk
sediaan farmasi yang akan diserahkan kepada pasien atau keluarga dengan
nomor resep, nama pasien, urmur, alamat serta nama. dosis. jumlah. aturan
pakai. bentuk sediaan farmasi yang tertuiis di lembar resep dan pemberian
konsultasi, informasi dan edukasi (KlE) obat kepada pasien.
Sebelum obat diserahkan harus dipastikan sesuai dengan resep/ pesanan
obat dengan checklist untuk pasien rawat inap, yaitu :
a. Tepat Pasien
b. Tepat Dosis dan jumlah
c. Tepat Cara Pemberian
d. Tepat Waktu Pemberian
e. Tepat Pasien
Untuk pasien rawat jalan dilakukan tahap koreksi akhir yang lebih sederhana
dengan checklist sebagai berikut :

TELAAH Ya Tidak
OBAT

Tepat Obat

Tepat Etiket

11
Tepat Pasien

Dalam penyerahan/ pemberian obat diikuti dengan pemberian informasi antara


lain:

a. Kegunaan obat
b. Cara pemakaian obat
c. Aturan pemakaian obat
d. Cara penyimpanan obat
e. Efek samping yang mungkin timbul dari pemakaian obat
f. Jangka waktu pengobatan

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di
luar Rumah Sakit.

PIO bertujuan untuk :

a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain diluar Rumah
Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis Habis
Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi :

a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;
d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO :

12
a. Sumber daya manusia
b. Tempat
c. Perlengkapan

4. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua
fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;


b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat;
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya;
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi;
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:

a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan Pasien


b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime Questions
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat;
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat;
13
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien;
dan
f. dokumentasi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat :

1. Kriteria Pasien:
a. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dan lain-lain);
b. pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui);
c. pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);
d. pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin);
e. pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan
f. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
g. Sarana dan Peralatan:
2. Sarana dan Peralatan:
a. alat bantu konseling (catatan konseling
b. ruangan atau tempat konseling

5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak diharapakn (ROTD)
Kegiatan :

a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,


reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan Pemantauan Terapi Obat :

a. Pengumpulan data pasien


b. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan
d. Tindak lanjut

14
Faktor yang harus :

a. Informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan terpercaya


b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

6. Monitoring Efek Samping Obat(MESO)


a. Dokter, perawat, bidan serta farmasis di bangsal melaporkan kepada
farmasis (tim MESO RS) bila ada kelainan kondisi pasien atau keluhan dari
pasien yang kemungkinan terkait dengan pengobatan pasien/kejadian yang
tidak diharapkan (KTD).
b. Informasi adanya efek obat/kejadian yang tidak diharapkan yang berkaitan
dengan obat dapat berasal dari pasien / dokter / farmasis / paramedis.
Informasi dapat berupa :Riwayat minum obat, Hasil pemeriksaan
laboratorium serta Keluhan pasien.
c. Farmasis (tim MESO RS) merespon laporan dengan melengkapi data yang
berkaitan dengan efek obat yang tidak diharapkan tersebut.
d. Membandingkan keluhan pasien dengan deskripsi di literatur untuk
memastikan hubungan obat dengan respon obat/kejadian yang tidak
diharapkan dari obat tersebut dan mempertimbangkan kemungkinan adanya
penyebab lain selain obat.
d. Mencatat efek samping obat yang terjadi ke dalam form yang sudah
disediakan.
e. Melaporkan hasil MESO kepada Pusat MESO Nasional

7. Evaluasi Penggunaan Obat(EPO)


a. Pengkajian terhadap indikator peresepan
b. Pencatatan terhadap peresepan yang diluar formularium
c. Rekapitulasi pada tiap bulan terhadap indikator peresepan tersebut

8. Ronde/ Visite Pasien


Ronde/Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat, memantau kemungkinan munculnya
efek samping obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi
obat yang rasional, dan menyajikan informasi obatkepada dokter, pasien, serta
profesional kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa pengobatan

15
berlangsung sesuai dengan perencanaan terapi dan menjaminkeselamatan
pasien
Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan
diri denganmengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
Pelaksanaan :
a. Asuhan kefarmasian dilakukan dengan cara
- Memantau kondisi klinis pasien dan memperhatikan keluhan pasien yang
disebabkan obat.
- Menganalisis pengobatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan
adanya DRP
- Mencegah terjadinya DRP dengan berbagai cara, berkoordinasi dengan
dokter penulis resep/tenaga medis, paramedis dan pihak lain yang
terkait, bila ada masalah yang disebabkan obat dan mengupayakan
tindakan penanganannya
- Memonitor dan mengevaluasi kondisi pasien berdasarkan pengobatan
yang diterima
- Melakukan koordinasi kepada tenaga kesehatan terkait untuk mencegah
dan mengatasi DRP
b. Kegiatan didokumentasikan (merekapitulasi,
menganalisis, mengevaluasi) dan dilaporkan kepada atasan langsung.

9. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan dengan teknik aseptik untuk
menjaminsterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan :

a. Menjamin agar pasien menerima


obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas
produk
c. Melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat.
16
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat suntik yaitu
melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan
dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
b. melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang
sesuai
c. mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan :

a. Ruangan Khusus
b. Tekhnik aseptic

Ditetapkan di : Pasarwajo
Tanggal : 6 Maret 2019

Direktur RSUD Kabupaten Buton

dr. Ramli Code,M.Mkes


NIP. 19720116 200212 1 004

17
18

You might also like