You are on page 1of 28

MAKALAH

KETAUHIDAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen pengampu : Nanang Rahmat,S.PD.I.,MA.Pd

ALLAM FIQRI FADHILLAH

P17333120406

D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

2020-2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa selalu memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta inaya
h-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini setelah mel
alui berbagai rintangan dan hambatan.

Makalah ini penulis beri judul “KETAUHIDAN”. Adapu


n tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata k
uliah Konsep Dasar Kesehatan Lingkungan semester 1. Selain itu, makalah
disusun guna memberikan informasi dan pengetahuan tentang
ketauhidan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempur


naan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang d
imiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan k
ritik yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini di m
asa yang akan datang agar lebih baik.

Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

Majalengka, 10 oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................2
1.3 TUJUAN MAKALAH..........................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Tauhid Rububiyah.................................................................................................3
2.2 Tauhid Uluhiyah...................................................................................................10
2.3 Tauhid Mulkiyah..................................................................................................20
BAB III...........................................................................................................................24
PENUTUP.......................................................................................................................24
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................24
3.2 SARAN..................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama
Islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-priba
di yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Ke
imanan itu merupakan akidah dan pokkok yang di atasnya berdiri syari’at Islam.
Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.

Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat keper
cayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu bagin
ya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya.

Manusia berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui bahwasanya Allah i
tu Maha esa. Seorang muslim wajib mengimani akan keesaaan Allah ta’ala dan ba
hwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ta’ala, adapun
kalimat tauhid itu sendiri yang dimaksud ialah La ilaha illah yang berarti tidak ada
yang berhak disembah selain Allah.

Ada tiga macam tauhid dalam islam, yakni : Tauhid Rububiyah, Mulkiyah, Ul
uhiyah. Ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh manusia sebagai hamba-Nya. S
ebagai umat muslim kita tidak boleh hanya memiliki salah satu dari ketiga tauhid t
ersebut, karena ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dip
isahkan. Apabila kita hanya mempercayai salah satu diantaranya maka kita tidak b
isa disebut sebagai seorang yang syirik bahkan keluar dari islam.

Jadi tiga jenis Tauhid di atas, wajib diketahui oleh setiap muslim (dan segala u
budiyah kita kepada Allah wajib dengan ketiga tauhid itu semua) karena Tauhid a
dalah pondasi keimanan seseorang kepada Allah ta’ala, sehingga hendaklah kita s
enantiasa menjaga kemurnian tauhid kita di dalam beribadah kepada Allah ta’ala d
ari apa saja yang dapat merusak Tauhid kita.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah?


2. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Uluhiyah?
3. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Mulkiyah?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui pengertian Tauhid Rububiyah

2. Untuk mengetahui pengertian Tauhid Uluhiyah

3. Untuk mengetahui pengertian Tauhid Mulkiyah

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Tauhid Rububiyah
Kata at-tauhid berasal dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan. Kata wahh
ada meliputi makna kesendirian sesuatu dengan dzat, sifat atau af’alnya (perbuata
nnya), dan tidak adanya sesuatu yang menyerupainya dan menyertainya dalam hal
kesendiriannya.

Secara bahasa rububiyah berasal dari kata Rabb. Kata Rabb digunakan den


gan penggunaan yang haqiqi dan juga digunakan untuk yang lain secara majazi at
au idhafi, dan tidak untuk yang lain. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepa
da salah satu nama Allah SWT, yaitu “Rabb”. Nama ini mempunyai beberapa arti,
antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-
Muslih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan), dan al-Wali (wali). Sedangkan men
urut istilah tauhid rububiyah berarti “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya
pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya Ia menghidupkan
dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya. Dan karen
a Allah adalah Rabb yang hak bagi semesta alam, maka Dia sajalah yang khusus d
engan ketuhanan tanpa yang lain, wajib mengesakan-Nya dalam ketuhanan, dan ti
dak menerima adanya sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan, yaitu sifat ketuhanan tid
ak mungkin ada pada yang lain dari makhluk-Nya.

Tauhid rububiyah adalah suatu kepercayaan bahwa yang menciptakan ala


m dunia beserta isinya ini hanyalah Allah sendiri tanpa bantuan siapapun. Dunia i
ni ada yang menjadikan yaitu Allah SWT. Allah maha kuat tiada kekuatan yang m
enyamai af’al Allah. Maka timbullah kesadararan bagi mahluk untuk mengagungk
an Allah. Mahluk harus bertuhan hanya kepada Allah, tidak kepada yang lain. Ma
ka keyakinan inilah yang disebut dengan tauhid rububiyah. Jadi tauhid rububiyah 
adalah tauhid yang berhubungan dengan ketuhanan.

Sebagaimana telah dikatahui bahwa iman kepada wujud Allah, ke-Esaan, s


erta rububiyyah-Nya atas seluruh mahluknya merupakan perkara yang memang ha
ti telah tercipta dan jiwa telah terbentuk untuknya, juga telah sepakat atasnya selur

3
uh umat, sebab Allah sangat jelas dan sangat nyata sehingga tidak memerlukan dal
il untuk membuktikan wujudnya. Firman Allah SWT:

‫قا لت رسلهم افى ا هلل شك فا طر ا لسموات وا الرض‬

“Berkata para rasul mereka: ‘Apakah ada keraguan-keraguan terhadap Allah, penc
ipta langit dan bumi…?”. (QS. Ibrahim: 10).

Allah pencipta alam beserta isinya, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an:

‫ذا لكم ا هلل ربكم ال ا له اال هو خا لق كل شيء فعبدوه وهو على كل شيء وكيل‬

“Yang memiliki sifat-sifat demikian itu ialah Allah tuhan kamu, tidak ada tuhan s
elain dia, pencipta segala sesuatu maka sembahlah dia, dialah pemelihara segala s
esuatu”. (QS. Al-An’am: 102).

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya kata rububiyah meyakini bahwa Allah


SWT sebagai tuhan satu-satunya yang menguasai dan mengurus serta mengatur al
am semesta. Tauhid rububiyah akan rusak apabila kita mengakui bahwa yang men
gurus alam ini ada dua tuhan ataupun lebih. Seperti dipercayai oleh bangsa persi p
ada zaman dahulu. Adapun Al-Qur’an menetapkan ke-Esaan Allah dalam menjadi
kan alam (tauhid rububiyah) dengan berbagai dalil dan akal yang logis. Memang
Al-Qur’an mengokohkan ke-Esaan Allah sebagaimana Al-Qur’an mengokohkan a
danya Allah.

1. Pengertian Rabb

Secara etimologis Rob artinya pencipta, pemelihara, pemberi r


izki, pengatu dsb. Al-Robbu adalaj pemilik, penguasa dan pengendal
i. Mnurut bahasa kata Rabb ditujukan kepada tuan dan kepada yang b
erbuat perbaikan. Kata Al-Rabb tidak digunakan untuk selain dari R
osulullah SAW kecuali jika disambung dengan kata lain setelahnya s
eperti kata robby dari (pemilik rumah, Qs. 12: ). Sedangkan kata
Ar-Rabb secara mutlak hanya boleh digunakan oleh Rosulullah SAW.

4
Al-Qur’an menjelaskan pengertian Rabb ini dalam ayat-ayatNya
Didalam Qs. 96/1-2 dan 2/21 Robb memiliki arti alladzi kholaq, ya
ng menciptakan.

“Hai manusia, sembhlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan


orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertqwa” Qs. 2/21

Dan dalam Qs. 106/3 Rob berarti yang memiliki atau pemilik.

“Makahendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini {K


a’bah).” 106/3

Dalam Qs. 42/10 Robb memiliki arti tempat bergantung/ pemutus


perkara.

“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih maka putusannya (ter


serah) kepada Rosulullah SAW. (Yang mempunyai sifat-sifat demikia
n) itulah Rosulullah SAW Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakkal da
n kepada-Nyalah aku kembali.” Qs. 42/10

Dalam Qs. 96/3-5 Rob berarti pendidik atau pengasuh.

Rob juga meiliki arti Pemberi rizki.

“Katakanlah: iapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit


dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptkan) pendengaran dan pe
nglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mat
i dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yng meng
atur segala urusan?” maka mereka akan menjawab: “Rosulullah SA
W”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Ny
a)?” Maka (Zat yang demikian) itulah Rosulullah SAW Tuhan kamu ya
ng sebenarnya.” (Qs. 10/31-32)

Rob memiliki arti Pemelihara segala sesuatu.

“Dan tidak adalah kekuasaan iblis terhadap mereka, melainkan


hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adan

5
ya kehidupaan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang itu. Dan T
uahnmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Qs. 34/21)

Dengan demikian Rab berarti pencipta, pemilik, pemutus perk


ara, pendiik/ pengasuh, pemberi riki dan pemelihara sesuatu.

2. Rosulullah SAW sebagai Rob

Rosulullah SAW sebagai Rob, selain memiliki pengertian terseb


ut diatas, Rosulullah SAW sebagai Rob juga sebagai sumber produk h
ukum untuk mengatur tata kehidupan alam semesta (sunnatullah) maup
un hukum untuk mengatur tata kehidupan manusia di dunia.

Meyakini Rosulullah SAW sebgai Rob adalah mengakui dan meyaki


ni bahwa Rosulullah SAW menurunkan hukum-Nya untuk mengtur tata k
ehidupan alam semesta, atau yang biasa disebut dengan sunnatullah.

“Dan pada sisi Rosulullah SAW-lah kunci-kunci semua yang gha


ib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia meng
etahui apa yang du daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun p
un yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dlam kitab yang nyata (Lauh M
ahfuzh).: (Qs. 6/59)

Rosulullah SAW sebagai Rob juga menurunkan hukum-Nya berupa A


l-Qur’an untuk mengatur tata kehidupan manusia di dunia.

“Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Rosulull


ah SAW, akan tetapi (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, t
idak ada keraguan didalamnya, (diturunkan) dri Tuhan semesta ala
m.” Qs. 10/37

3. Konsepsi Tauhid Rubbubiyah

6
Tauhid Rubbubiyah adalah keyakinan yang bulat dan utuh bahwa
Rosulullah SAW adalah satu-satunya Rabb. Yaitu satu-satunya Dzat y
ang memiliki kekuasaan Rubbubiyah seperti menciptakan, memberi riz
ki (Qs. 10/31-32), pendiik dan pengasuh, memutuskan perkara dan me
miliki segala sesuatu.

Semua pengertian Rubbubiyah tersebut dimaksudkan secara hakik


i, karena jika diartikan secara teknis manusia pun bisa melakukann
ya, sebagaimana yang digambarkan Al-Qur’an tentang dialog Ibrahim
as dengan Namrud laknatullah didalam Qs. 2/258 : “Apakah kamu ti
dak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim sa tentang rabbnya,
karena Rosulullah SAW telh memberikan kepada orang itu kekuasaan.
Ketika Ibrahim mengatakan : Rabbku ialah yang menghidupkan dan mem
atikan. Orang itu berkata : Saya dapat menghidupkan dan mematika
n.”

Oleh karen itu pula, pengertian pembuat aturan pada konteks a


rti Rob, bukanlah dalam arti pentahkiman atau pemberlakuan hkum fo
rmal, akan tetapi pada pengaturan haqiqi, seprti bagaimana planet-
plnet secara teratur berputar pada porosnya, bagaimana Rosulullah
SAW SWT mengatur rizki pada makhluknya dsb, yang biasa disebut sun
natullah.

Selain tu fungsi Rubbubiyah sepanjang syari’at Islam tidak p


ernah diwakilkan kepada siapapun termasuk para Nabi. Karena jika f
ungsi ini diwakilkan, maka semua manusia yang membutuhkan pembenda
haraan Rosulullah SAW SWT dibolehkan minta kepada Nabi. Padahal ke
adaan semacam ini sebagaimana terjadi pada umat-umat terdahulu din
yatakan Rosulullah SAW sebagai hal yang SYIRIK. Ditegaskan dalam Q
S> 6/50 dan 7/188.

Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepdamu, bahwa pebendahara


an Rosulullah SAW ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui dan
tidak (pula) aku mengatakankepadamu bahwa aku seorangmalaikat. Aku

7
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah:
“Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?”Maka apa
kah kamu tidak memikirkan (nya)? Qs. 6/50

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bag


i diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehe
ndaki Rosulullah SAW. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, ten
tulah aku membuat kebajikan ebanyak-banyaknya dan aku tidak akan d
itimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, d
an pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. Qs. 7/1
88

Dari kedua ayat ini jelas sekali bahwa unsur-unsur Rubbubiyah


seperti pembendaharaan langit, baik dan buruk serta urusan gaib la
innya tidak pernah diwakilkan kepada para Nabi. Kasus yang berka
itan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani dimana mereka menjadi A
hbar dan Ruhban sebagai Rob yang lain selain Rosulullah SAW SWT di
awali oleh adanya keyakinan bahwa Ahbar dan Ruhban mereka memiliki
sebahagian kekuasaan Rubbubiyah. Seperti dijelaskan dalam Qs. 9:31

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mere


ka sebagai Tuhan selain Rosulullah SAWn dan (juga mereka mempertuh
ankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyemb
ah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah) sela
in Dia. Maha Suci Rosulullah SAW dari apa yang mereka persekutuka
n.” Qs. 9/31

Yang dimaksud kaum Nasrani dan Yahudi menjadi akhbar (intelek


tual) dan ruhban (rahib/spiritualis) sebgi Rabb, adalah bahwa mere
ka mengikuti pendapat akhbar dan ruhban sekalipun hal itu menentan
g syari’ah para Nabi, atau merubah yang halal menjadi yang haram
atau sebaliknya. Jadi, faktor Rabb pada ayat tersebut berkaitan de
ngan ketaatan yang membabi buta. Abul A’la Maududi menjelaskan ya
ng dimksud arbaban pada ayat tersebut adalah semua pemimpin yang m

8
engeluarkan aturan yang ditaati dan dilaksanakan olrh bawahan mere
ka kendati bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Rosulullah SAW
dan Rasul-Nya.

Pengingkaran terhadap Tauhid Rubbubiyah atau tidsk mengakui R


osulullah SAW sebgi satu-satunya Rabb disebut kufur Rubbubiyah. Se
dangkan menganggap bahwa mengakui dan meyakini ada lagi Rabb selai
n Rosulullah SAW disebut dengan Musyrik Rubbubiyah. Seseorang dika
takan Musyrik Rubbubiyah manakla ia memiliki keyakinan bahwa selai
n Rosulullah SAW ada lagi benda, baik itu kongkrit atau abstrak ya
ng memiliki kekuasaan Rubbubiyah, misalnya bisa memberi rizki, mem
atikan, menghidupkan, memiliki, menjadikan maju atau mundurnya usa
ha, membuat aturan dsb.

Contoh dari kufur Rubbubiyah adalah pengakuan Fir’aun Rmses


II sebagai Rabb dalam Qs. 79/24. Dan contoh dari musyrik Rubbubiya
h adalah mengajui aturan hidup yang dibuat oleh manusia (termasuk
nenek moyang) sebagai pegangan dalam kehidupan, bai pribadi, kelua
rga, bermasyarakat atau bernegara (QS. 2/170)

Keyainan terhadap Rubbubiyah hendaknya direalisasikan dalam :

1. Beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan


sesuatu apapun (Qs. 2/21)

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan


orang-orangyang sebelummu, agar kamu bertaqwa,” (Qs. 2/21)

2. Menerima kitab-Nya sebagai aturan-Nya dalam kehidupan


(Qs. 7/3)

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamudari Tuhanmu dan janga


nlah kamumengikuti pemimpin-pemimpin selainn-Nya. Amatlah sedikit
kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (Qs. 7/3)

3. Menafkahkan sebagian rizki yang diberikan-Nya. (Qs. 2/


267)

9
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Rosulu
llah SAW) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, pad
ahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicing
kan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Rosulullah SAW Maha Ka
ya lagi Maha Terpuji.” (Qs. 2/267)

2.2 Tauhid Uluhiyah


1. Pengertian Ilah

Al-Ilah dari segi lughoh adalah pecahan dari “laa ha”, “yalihu”, “yalhan” berart
i berlindung, lindungan. “Alaha”, ya’luhu”, “ilaahatan” berarti menyerahkan atau
menitipkan diri supaya selamat dan terjamin. “Al ilahu” berarti “al-ma’bud” (Qs.
2: 133) yaitu yang disembah.

َ ‫ك َوِإ ٰلَهَ َءابَٓاِئ‬


‫ك ِإ ۡب ٰ َر ِ‍هۧ َم‬ َ َ‫د ِإ ٰلَه‬oُ ُ‫وا ن َۡعب‬
ْ ُ‫ت ِإ ۡذ قَا َل لِبَنِي ِه َما ت َۡعبُ ُدونَ ِم ۢن بَ ۡع ِد ۖي قَال‬
ُ ‫وب ۡٱل َم ۡو‬ َ ‫َأمۡ ُكنتُمۡ ُشهَدَٓا َء ِإ ۡذ َح‬
َ ُ‫ض َر يَ ۡعق‬
١٣٣ َ‫ق ِإ ٰلَهٗ ا ٰ َو ِح ٗدا َون َۡحنُ لَ ۥهُ ُم ۡسلِ ُمون‬ َ ‫َوِإ ۡس ٰ َم ِعي َل َوِإ ۡس ٰ َح‬

133. Adakah kamu hadir ketika Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ke


tika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyang
mu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tun
duk patuh kepada-Nya"

Sebagaimana telah disebutkan dalam materi Aqidah, bahwa Ilah juga mem
iliki pengertian Al-Mahbuub, Al-Matbu’ dan Al-Marhuub. Pendeknya Ilah adalah
sesuatu yang mendominasi diri manusia baik perasaannya, pikirannya, tingkah lak
unya, dan seluruh aktifitas hidupnya. Iah adalah dasar ‘amaliyah seseorang, amal s

10
eseorang tergantung kepada siapa/apa ia jadikan Ilah. Ilah dengan demikian adala
h sumber otoritas dan legalitas amaliyah seseorang.

Laa ilaha illalloh, secara etimologis berarti tiada yang diibadati kecuali han
ya Allah SWT. Hubungan antara laa nafiyah dengan istisna pada kalimat illalloh
memberikan tekanan arti tidak ada lagi yang layak di’ibadahi, dihormati, disujudi,
dicintai serta ditakuti sama dengan, apalagi lebih, ibadahnya, hormatnya, sujudnya,
cintanya serta takutnya kepada Allah SWT.

Kata Uluhiyah berasal dari kata alaha – ya’lahu – ilahan – uluhah yang ber


makna menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan. Sehingga ta’alluh
diartikan sebagai penyembahan yang disertai rasa kecintaan dan pengagungan. Ta
uhid uluhiyah adalah keyakinan yang teguh bahwa hanya Allah yang berhak dise
mbah disertai dengan pelaksanaan pengabdian atau penyembahan kepadanya saja
dan tidak mengalihkannya kepada yang selainnya. Ungkapan yang paling detail te
ntang makna ini adalah ucapan syahadat yaitu Laa Ilaaha Illallaah yang maknanya
tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Dengan kata lain tauhid uluhiyah adalah mengiktikadkan bahwa Allah sen


dirilah yang berhak disembah dan berhak dituju oleh semua hamba-Nya, atau den
gan kata lain tauhid uluhiyah adalah percaya sepenuhnya bahwa Allah berhak men
erima semua peribadatan mahluk, dan hanya Allah sajalah yang sebenarnya yang
harus disembah.

Manusia bersujud kepada Allah. Allah tempat meminta, Allah tempat men
gadu nasibnya, manusia wajib mentaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sem
ua yang bersifat kebaktian kepada Allah tanpa perantara (wasilah). Allah melaran
g kita menyembah selainnya, seperti menyembah batu, menyembah matahari dan l
ain sebagainya. Dan itu semua adalah perbuatan syirik yang sangat besar dosanya
dan sangat dibenci Allah, bahkan Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik itu.

Dengan kata lain yang dimaksud tauhid uluhiyah adalah meyakini bahwa tidak ad


a tuhan selain Allah SWT. firman Allah SWT:

‫وا لهكم ا له واحد الا له االهوا لرحمن ا لرحيم‬

11
“Dan tuhanmu adalah tuhan yang maha esa, tidak ada tuhan selain dia, yang maha
pemurah lagi maha penyayang”. (QS. Al-Baqoroh: 163).

Singkatnya, keyakinan tentang Allah. Allah sebagai tuhan satu-satunya, ba


ik dzat maupun sifatnya, dan perbuatan itulah yang disebut tauhid uluhiyah. Uluhi
yah kata nisbatnya dari kata Al-Illah yang berarti tuhan yang wajib ada, yaitu Alla
h, sedangkan uluhiyah berarti Allah sebagai satu-satunya tuhan.

Satu adalah Esa pada Dzat-Nya, berarti bahwa dzat Allah SWT tidak tersu


sun dari bagian-bagian, hal itu disebabkan karena dzat Allah SWT itu bukan bend
a fasik. Tidak seperti benda-benda fisik dan benda-benda lainnya.

Kemudian dengan keyakinannya dia bermuamalah kepada Allah dengan ih


las, beribadah dan menghambakan diri hanya kepadanya, serta berdo’a dan berser
u hanya kepadanya, ia juga mengimani bahwa Allah pengatur segala urusan, penci
pta segala mahluk, pemilik asmaul husna dan sifat-sifat sempurna.

Jadi tauhid Uluhiyah ialah kita percaya bahwa Allah lah satu-satunya tuha


n yang wajib disembah dan tiada sekutu baginya. Untuk membedakan antara tauhi
d Rububiyah dan Uluhiah secara singkatnya adalah tauhid uluhiyah hanya dimiliki
oleh orang-orang mu’min saja, sedangkan tauhid rububiyah semua orang memper
cayainya, sekalipun dia adalah orang kafir.

Tauhid uluhiyah merupakan konsekuensi tauhid rububiyah. Syaikh Abdurr


azzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah menjelaskan, “Kemudian, sesungg
uhnya keimanan seorang hamba kepada Allah sebagai Rabb memiliki konsekuensi
mengikhlaskan ibadah kepada-Nya serta kesempurnaan perendahan diri di hadapa
n-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Aku adalah Rabb kalian, maka
sembahlah Aku.” (QS. al-Anbiya’: 92). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya),
“Wahai umat manusia, sembahlah Rabb kalian.” (QS. Al-Baqarah: 21)”.

Iman terhadap rububiyah Allah belum bisa memasukkan ke dalam Islam.


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman
kepada Allah, melainkan mereka juga terjerumus dalam kemusyrikan.” (QS. Yusu
f: 107).

12
Ikrimah berkata, “Tidaklah kebanyakan mereka -orang-orang musyrik- ber
iman kepada Allah kecuali dalam keadaan berbuat syirik. Apabila kamu tanyakan
kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Maka mereka akan
menjawab, ‘Allah’. Itulah keimanan mereka, namun di saat yang sama mereka jug
a beribadah kepada selain-Nya.”

Ini artinya, menganggap bahwa keyakinan Allah sebagai satu-satunya penc


ipta dan pemelihara alam semesta sebagai intisari tauhid adalah jelas sebuah kekel
iruan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bukanlah yang dimaksud dengan tau
hid itu sekedar tauhid rububiyah yaitu keyakinan bahwa Allah semata yang menci
ptakan alam sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang dari kalangan ahli k
alam dan tasawuf. Bahkan, mereka menyangka apabila mereka telah menetapkan
kebenaran hal ini dengan dalil maka mereka merasa telah mengukuhkan hakikat ta
uhid. Mereka beranggapan apabila telah menyaksikan dan mencapai tingkatan ini
artinya mereka berhasil menggapai puncak tauhid. Padahal sesungguhnya apabila
ada seseorang yang mengakui sifat-sifat yang menjadi keagungan Allah ta’ala, me
nyucikan-Nya dari segala sesuatu yang mencemari kedudukan-Nya, dan meyakini
Allah satu-satunya pencipta segala sesuatu, tidaklah dia menjadi seorang muwahid
sampai dia mengucapkan syahadat laa ilaha illallah; tiada sesembahan yang benar
kecuali Allah semata, mengakui Allah semata yang berhak diibadahi, menjalankan
ibadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya”.

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan menjelaskan, “Sebagaimana pula waji


b diketahui bahwa pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tidaklah mencukupi
dan tidak bermanfaat kecuali apabila disertai pengakuan terhadap tauhid uluhiyah
(mengesakan Allah dalam beribadah) dan benar-benar merealisasikannya dengan
ucapan, amalan, dan keyakinan…”

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah memaparkan, “Mengapa para nabi tid


ak berkonsentrasi pada penetapan tauhid rububiyah dan dakwah kepadanya? Seba
b tauhid rububiyah adalah sesuatu yang telah mereka akui. Mereka tidaklah mengi
ngkarinya, dan tidak ada seorang pun yang berani mengingkari tauhid rububiyah s
elamanya, kecuali karena kesombongan semata. Karena pada hakikatnya tidak ada

13
seorang pun yang meyakini -selamanya- bahwa alam semesta menciptakan dirinya
sendiri. Bahkan, kaum Majusi Tsanuwiyah sekalipun; yang berkeyakinan bahwa a
lam semesta ini memiliki dua pencipta. Meskipun demikian, mereka tetap meyaki
ni bahwa salah satu diantara keduanya lebih sempurna. Mereka meyakini bahwa t
uhan cahaya menciptakan kebaikan, sedangkan tuhan kegelapan menciptakan keb
urukan. Sementara mereka mengatakan bahwa tuhan cahaya adalah tuhan yang ba
ik dan bermanfaat. Adapun tuhan kegelapan adalah tuhan yang buruk intinya, tida
k akan anda temukan selamanya seorang pun yang berkata bahwa alam semesta in
i diciptakan tanpa adanya Sang pencipta, kecuali orang yang sombong. Sedangkan
orang yang sombong semacam ini adalah termasuk golongan orang musyrik. Ada
pun masalah [tauhid] uluhiyah, maka itulah permasalahan yang menjadi sumber p
ertikaian dan pertentangan antara para rasul dengan umat mereka.” 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Diantar


a perkara yang mengherankan adalah kebanyakan para penulis dalam bidang ilmu
tauhid dari kalangan belakangan (muta’akhirin) lebih memfokuskan pembahasan
mengenai tauhid rububiyah. Seolah-olah mereka sedang berbicara dengan kaum y
ang mengingkari keberadaan Rabb [Allah] -walaupun mungkin ada orang yang m
engingkari Rabb [Sang Pencipta dan Penguasa alam semesta]- akan tetapi bukank
ah betapa banyak umat Islam yang terjerumus ke dalam syirik ibadah!!” 

Tatkala para ulama salaf sangat memperhatikan masalah tauhid ibadah, ses
ungguhnya mereka melakukan itu semata-mata untuk mengikuti bagaimana Allah
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya. Karena tauhid r
ububiyah adalah perkara yang fitrah ada pada manusia, tidak ada yang mengingka
rinya kecuali orang yang telah tercabut fitrah darinya dan terbutakan mata hatinya
… Adapun salafiyun -dengan manhaj mereka ini- berbeda dengan kaum Mutakalli
min dari kalangan Asya’irah dan selainnya yang melalaikan masalah tauhid ini da
n tidak mencurahkan segenap upaya mereka untuk mengokohkan dan mengajarka
n hal itu kepada umat manusia. Bahkan, puncak perjuangan mereka hanyalah berd
alil untuk menetapkan keberadaan al-Khaliq, padahal ini semuanya telah terpatri d
i dalam fitrah manusia yang suci. Sebagaimana sudah kami isyaratkan baru saja.

14
Oleh sebab itu untuk menetapkan hal itu tidaklah memerlukan upaya yang rumit.
Apalagi sampai menjadikan segala upaya hanya untuk mencapai tujuan itu. Yang
demikian itu terjadi kepada mereka disebabkan mereka menganggap bahwa hakik
at ilahiyah adalah kemampuan untuk mencipta. Oleh sebab itu mereka berjuang u
ntuk memberikan penjelasan kepada manusia bahwa Allah sebagai satu-satunya p
encipta. Kelalaian inilah yang pada akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam ber
bagai kotoran bid’ah dalam  ibadah dan sebagian praktek kemusyrikan, akibat me
ngesampingkan tauhid ibadah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sal


lam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih caban
g. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah, yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah salah satu cabang keima
nan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena tauhid uluhiyah adalah cabang keimanan yang tertinggi maka men
dakwahkannya merupakan dakwah yang paling utama. Syaikh Abdul Malik Rama
dhani hafizhahullah berkata, “Oleh sebab itu para da’i yang menyerukan tauhid ad
alah da’i-da’i yang paling utama dan paling mulia. Sebab dakwah kepada tauhid
merupakan dakwah kepada derajat keimanan yang tertinggi.

2. Konsepsi Tahud Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah adalah mengakui dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satu
nya Ilah, yaitu yang diabdi (al-ma’bud), yang diaharapkanbantuan dan keridhoan-
Nya. Pengingkaran terhadap Tauhid Uluhiyah, yaitu menolak meyakini dan meng
akui bahwa Allah sebagai satu-satunya Ilah disebut Kafir Uluhiyah. Sedangkan m
enganggap bahwa ada pihak lain yang diabdi/ disembah selain Allah disebut musy
rik uluhiyah. Orang Musyrikin adalah orang-orang yang menjadikan pihak selain
Allah sebagai al-ma’bud.

Tauhid Uluhiyah ini merupakan indikator utama bagi Tauhid Rubbubiyah, dala
m arti orang yang syirik didalam rubbubiyahnya sudah pasti syirik pula uluhiyahy
a. Karena tauhid Rubbubiyah sifatnya i’tiqodiyah dan tidak ada yang mengetahui

15
kecuali dirinya dan Allah SWT, baru orang lain akan dapat megetahui manakala k
ekotoran i’tiqodiyahnya sudah diimplementasikan.

I’tiqod, bahwa ada selembar kain yang memiliki kekuatan rubbubiyah, dapat m
enyelamatkan dirinya, atau memberikan jaminan kebahagiaan (musyrik Rubbubiy
ah), maka orang tersebut akan mengekspresikan, menyatakan hormatnya, khudlu’
nya, tawadlu’nya dalam cara memegang, menyimpan, atau membawanya, seperti
hormat, khudlu serta tawadlu orang tersebut kepada Allah SWT, apalagi jika lebih,
itulah perilaku musyrik Uluhiyah yang dapat dibaca orang lain.

Menurut jumhur mufassir Musyrik atau Andad itu lebih luas daripada menyem
bah patung-patung dan berhala, termasuk musyrik manakala seseorang menghorm
ati pimpinan seperti hormatnya (apalagi lebih) kepada Dinul Islam, arru usa alladz
i khoda’alahum hudlu’an diniyan. Yang dimaksud tentu saja segala ketaatan serta
penghormatan kepada siapapun jika berasal bukan dari rujukan Dinul Islam lebih
apalagi bertentangan dengan Dinul Islam maka menjadi musyrik adanya.

Seorang sahabat Rasulullah SWA bertanya, “Ya Rasulullah saya amat sangat
menghormati dikau, tidakkah saya menjadi musyrik karenanya?” Jawab Rasululla
h, “ Jika yang engkau hormati adalah aku Muhammad bin Abdullah, maka engkau
musyrik, tapi jika yang engkau hormati adalah aku Muhammad Nabiyullah maka t
idaklah engkau menjadi musyrik.”

Dari gambaran diatas tadi, jelaslah bagi kita bahwa segala ketaatan serta kepatu
han seseorang terhadap seseorang pimpinan mestilah didasari kenyataan, sepanjan
g sunnah bahwa dipundak orang tersebut terpikul risalah Allah SWT, karen hanya
bercirikan risalah inilah seseorang layak dikatakan Imam – al-imamatu maudlu’at
un likhilafatin nubuwwati fii harosatid diini wasyiaasatid dunya-.

Oleh karena itu manakala pimpinan sudah bergeser, apalagi menyimpang dari r
isalah Nubuwah, maka segala ketaatan, kepatuhan, hormat dan respek, khudlu dan
tawadlu kepada orang tersebut menjadi haram dan musyrik. Seperti halnya tauhid
Rubbubiyah, fungsi uluhiyah pun tidak diwakilkan Allah SWT kepada siapapun, j

16
angankan kepada berhala patung, kuburan atau wali, kepada Nabi pun tidak. Perha
tikan Qs. 3: 79-80.

ْ ُ‫ُون ٱهَّلل ِ َو ٰلَ ِكن ُكون‬


ِّ‫وا َر ٰبَّنِ‍ۧي‬ ِ ‫وا ِعبَ ٗادا لِّي ِمن د‬ ۡ َ َ‫َما َكانَ لِبَ َش ٍر َأن ي ُۡؤتِيَهُ ٱهَّلل ُ ۡٱل ِك ٰت‬
ِ َّ‫ب َوٱلح ُۡك َم َوٱلنُّبُ َّوةَ ثُ َّم يَقُو َل لِلن‬
ْ ُ‫اس ُكون‬
ٓ ْ ُ َّ ‫اَل ۡ ُ َأ‬
‫وا ۡٱل َم ٰلَِئ َكةَ َوٱلنَّبِ‍يِّۧنَ َأ ۡربَاب ًۗا َأيَ ۡأ ُم ُر ُكم بِ ۡٱل ُك ۡف ِر‬ ‫ َو يَأ ُم َركمۡ ن تَت ِخذ‬٧٩ َ‫ب َوبِ َما ُكنتُمۡ ت َۡد ُرسُون‬ َ َ‫نَ بِ َما ُكنتُمۡ تُ َعلِّ ُمونَ ۡٱل ِك ٰت‬
٨٠ َ‫بَ ۡع َد ِإ ۡذ َأنتُم ُّم ۡسلِ ُمون‬

79. Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjad
i penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya

80. dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para na
bi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kam
u sudah (menganut agama) Islam?"

Karena itu alasan orang musyrikin bahwa mereka tidak mengabdi kepada patung-
patung lazza atau uzza melainkan hanya sekedar mendekatkan diri, ditolak oleh A
llah SWT Qs. 39: 3.

‫وا ِمن دُونِ ِٓۦه َأ ۡولِيَٓا َء َما ن َۡعبُ ُدهُمۡ ِإاَّل لِيُقَرِّ بُونَٓا ِإلَى ٱهَّلل ِ ُز ۡلفَ ٰ ٓى ِإ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡح ُك ُم بَ ۡينَهُمۡ فِي‬ ۚ ِ‫َأاَل هَّلِل ِ ٱلدِّينُ ۡٱل َخال‬
ْ ‫صُ َوٱلَّ ِذينَ ٱتَّ َخ ُذ‬
ٞ َّ‫ب َكف‬ٞ ‫ونَ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يَ ۡه ِدي َم ۡن هُ َو ٰ َك ِذ‬
٣ ‫ار‬ ۗ ُ‫َما هُمۡ فِي ِه يَ ۡختَلِف‬

3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan oran
g-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyemb
ah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sed
ekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang
apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-
orang yang pendusta dan sangat ingkar

Diantara musyrik uluhiyah ini paling tidak terasa penyimpanganya adalah menjadi
kan hawa nafsu sebagai Ilah. Qs. 45:23.

‫ص ِرِۦه ِغ ٰ َش َو ٗة فَ َمن يَ ۡه ِدي ِه‬ َ ‫َأفَ َر َء ۡيتَ َم ِن ٱتَّخَ َذ ِإ ٰلَهَهۥُ هَ َو ٰىهُ َوَأ‬
َ َ‫ضلَّهُ ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى ِع ۡل ٖم َو َختَ َم َعلَ ٰى َسمۡ ِع ِهۦ َوقَ ۡلبِ ِهۦ َو َج َع َل َعلَ ٰى ب‬
٢٣ َ‫ِم ۢن بَ ۡع ِد ٱهَّلل ۚ ِ َأفَاَل تَ َذ َّكرُون‬

17
23. Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengu
nci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? M
aka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya ses
at). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran

Bentuk penyelewengan lain atas Tauhid Uluhiyah adalah tidak memberika


n pengabdian yang mutlak kepada Allah SWT, tidak utuhnya totalitas pengabdian
kepada Allah dengan jalan masih memberikan dan mengalokasikan sumber daya y
ang dimiliki (dalam ayat disimbolkan dengan al-harts wal an’am) selain kepaa All
ah juga kepada pihak-pihak lain.

Qs. 6 : 136 :

‫وا ٰهَ َذا هَّلِل ِ بِز َۡع ِم ِهمۡ َو ٰهَ َذا لِ ُش َر َكٓاِئن َۖا فَ َما َكانَ لِ ُش َر َكٓاِئ ِهمۡ فَاَل‬ ِ ‫وا هَّلِل ِ ِم َّما َذ َرَأ ِمنَ ۡٱل َح ۡر‬
ِ َ‫ث َوٱَأۡل ۡن ٰ َع ِم ن‬
ْ ُ‫صيبٗ ا فَقَال‬ ْ ُ‫َو َج َعل‬
١٣٦ َ‫ص ُل ِإلَ ٰى ُش َر َكٓاِئ ِهمۡۗ َسٓا َء َما يَ ۡح ُك ُمون‬ ِ َ‫ص ُل ِإلَى ٱهَّلل ۖ ِ َو َما َكانَ هَّلِل ِ فَهُ َو ي‬ ِ َ‫ي‬

136. Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan terna
k yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mer
eka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang
diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sa
jian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhal
a mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu Kelak dihari akhir eksistensi tauhi
d uluhiyah dalam qolbu seseorang akan menjadi modal penyelamat seseorang unt
uk mendapatkan syafa’ah dari Allah SWT. Diriwayatkan daripada Jabir bin Abdul
lah r.a katanya: Beliau pernah ditanyakan tentang kebangkitan di akhirat. Maka be
liau berkata: Kita dibangkitkan di hari kiamat begini dan begini. Lihatlah! Artinya:
kedatangan manusia itu mengikuti derajat masing-masing. Lalu dipanggil umat-u
mat dengan berhalanya dan dengan apa yang mereka sembah suatu ketika dahulu,
secara berurutan.

Setelah itu, Tuhan datang kepada kita lalu berfirman: Siapakah yang kamu
tunggu? Maka mereka pun menjawab: Ksmi menunggu Tuhan kami. Allah berfir
man: Akulah Tuhan kamu. Mereka akan berkata: Sehingga kami melihatMU dulu.

18
Terserlah pada mereka Tuhan tertawa. Lalu Dia membawa mereka dan mereka me
ngikutiNya. Setiap orang diantara mereka samada munafik atau mukmin akan dib
eri nur yaitu cahaya.

Kemudian mereka mengikuti chaya tersebut mealui jembatan Neraka Jaha


nnam, terdapat besi-besi pengait dan berduri yang boleh meragut sesiapa saja yan
g dikehendaki oleh Allah. Kemudian nur iaitu cahaya orang-orang munafik padam,
sedangkan orang-orang mukmin selamat. Selamatlah rombngan pertama yang ter
pancar pada wajah mereka bagaikan bulan purnama seramai tujuh puluh ribu oran
g tanpa hisab. Kemudian orang-orang berikutnya sepertiterangnya bintang-bintang
dilangit, demikianlah seterusnya. Kemudian syafa’at diizinkan.

Mereka pun meminta syafa’at, sehingga mereka dapat mengeluarkan dari Nera
ka sesiapa yang melafazkan: dan dihatinya terdapat kebaikan seberat biji gandum.
Mereka akan ditempatkan di halaman syurga lalu Ahli Syurga akan memercikkan
mereka dengan air sehinggalah daging mereka tumbuh bagaikan tumbuhnya suatu
tumbuhan selepas banjir dan hilanglah hangusnya. Kemudian dia iaitu orang terak
hir meminta, sehinga diberikan kepadanya dunia dengan sepuluh kali ganda (HR.
Bukhari Muslim)

3. Realisasi Tauhid Uluhiyah

Realisasi tauhid uluhiyah yaitu dengan mengabdi hanya kepada Allah dengan tj
uan untuk mendapatkan ridho-Nya. Dan hal ini (pengabdian yang benar) hanya bi
sa kita lakukan manakala kita bisa melaksakan seluruh kehendak (iradah) Allah. S
edangkan kehendak Allah hanya kita temukandalam wujud wahyu-Nya, hokum-N
ya dan aturan-Nya.

Dengan demikian, pengabdian kepada Allah dalam konteks uluhiyah adalah be


rarti melaksanakan/ menegakkan Dinullah (dana-yadiinu-diynan= aturan). Atau de
ngan pengertian lain, realisasi Tauhid Uluhiyah adalah segaa usaha, bentuk dan up
aya yang memiliki tujuan agar aturan Allah/ dinullah bisa terlaksana. Kata lainnya
adalah realisasi tauhid uluhiyah adalah merealisasikan tauhid rubbubiyah dan tauh
id mulkiyah.

19
Pengertian apakah seseorang itu tersebut kufur atau syirik uluhiyah adalah den
gan melihat perilakunya. Tetapi yang dimaksud perilaku ini bukan perilaku yang b
erdiri sendiri, tetapi perilaku dalam kaitan penjabaran, penerapan dan pelaksanaan
hukum/ aturan. Aturan/ hukum ini tentu saja dikeluarkan, produk dari adanya stru
ktur pemerintahan Islam yang legitimate.

Seseorang yang memiliki aqidah uluhiyah adalah ia berperilaku sesuai dengan


hukum-hukum atau aturan-aturan yang diberlakukan oleh struktur pemerintahan
(mulkiyah) yang dasar, tujuan dan manhajnya adalah Al-Islam. Sekali pun aturan i
tu “hanya” mengenal aturan wajib mengenakan “helm” ketika berkendara, ketika
menaati aturan ini maka itulah realisasi dari aqidah uluhiyahnya. Perilaku yang be
rsesuaian dengan hukum/ aturan lembaga ini secara horizontal disebut dengan akh
lak, dan secara vertikal disebut dengan ibadah.

2.3   Tauhid Mulkiyah


1. Pengertian Malik

Ibnu Katsir saat menafsirkan menjelaskan malikiyaumiddin Qs. 1/ 4, bahwa kat


a maalikun berasal dari kata al-milku yang berarti kepemilikan, sebagaimana fima
nNya Qs. 40:16

“(Yaitu)hari (ketika) mereka keluar (dari Kubur); tiada suatupun dari keadaan
merekayag tersembunyi bagi Allah. (Lalu Alllah berfirman): “Kepunyaan siapaka
h kerajaan hari ini?” Kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”
Qs. 40:16

Pengkhususan kerajaan pada hari pembalasan pada ayat diatas tidak menafikan
kekuasaan Allah atas kerajaan yang lain yaitu kerajaan dunia, kaena telah disampa
ikan pada ayat sebelumnya pada Dia adalah Rabbul ‘alamin. Dia adalah Malikuss
amawati wal ardhi.

Al-Maliku adalah nama Allah SWT Qs. 59:23. Ia SWT adalah RAJA, maka bil
a dalam Qs. 114/3 disebutkan bahwa Allah SWT adalah Malikinnas, maka Ia SW
T adalah Raja Manusia. Penyebutan malik (raja) selain kepada-Nya didunia hanya

20
lah secara majaz (kiasan) belaka, tidak pada hakikatnya sebagaimana dikemukaka
n Allah SWT dalam Qs. 2:247.

“ Nabi mereka mengataan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengan


gkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedan
g diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata: “Sesunggu
hnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang lu
as dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada yang dikehe
ndaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” Qs. 2/
247

2. Konsepsi Tauhid Mulkiyah

Yang dimaksud dengan tauhid Mulkiyah adalah mengakui dan meyakini Allah
SWT sebagai satu-satunya Raja. Seseorang diwajibkan, sepanjang syari’at Islam,
memiliki keyakinan bahwa satu-satunya Maharaja beserta seluruh aturan-aturanny
a yang wajib ditaati dlohir bathin, hanyalah Mulkiyah Allah (Malikinnas). Pengin
gkaran terhadap Tauhid Mulkiyah, diaman seseorang mengingkari Allah sebagai s
atu-satunya Raja, maka ia jatuh kedalam Kufur Mulkiyah. Adapun seseorng yang
menganggap bahwa ada pihak lain selain Allah sebagai Raja, maka ia terjatuh dala
m Musyrik Mulkiyah.

Realisasi dari Tauhid Mulkiyah adalah mengakui Allah sebagai satu-saTunya


Raja. Dan bila dikatakan Raja atau Kerajaan (Mulkiyah), maka tidak terlepas dari
unsur-unsur (a) aparatur, (b) aturan/ undang-undang/ hukum, (c) wilayah dan (d)
Rakyat, karena tidak bisa disebut kerajaan jika tidak memiliki empat unsur diatas.
Keempat unsur Mulkiyah ini membentuk suatu tatanan system, yang dalam ilmu p
olitik disebut dengan Dawlah Islamiyah.

Karena itu bila berbicara tentang Tauhid Mulkiyah maka realisasinya berarti ba
hwa selain meyakini dan mengakui Allah sebagai satu-satunya Raja, adalah meng
akui juga adanya aparatur, aturan/ undang-undang, rakyat dan wilayah yang berad
a dalam batasan kekuasaan Allah SWT. Dengan kata lain, bericara Tauhid Mulkiy

21
ah adalah mengakui adanya “kelompok politik” dimana “pemimpin tertingginya”
adalah Allah SWT yang mendelegasikan kepemiminan di bumi kepada aparatur-N
ya, dan rakyat yang tunduk pada aturan atau hukum-hukum Allah. Jelas bahwa be
rbicara Tauhid Mulkiyah aka berbicara tentang Mulkuyatullah (kerajaan Allah), d
engan kata lain akan berbicara tentang kekhalifahan dan negara.

Termasuk dalam Tauhid Mulkiyah adlah meyakini bahwa perwujudan Mulkiya


tullah di dunia adalah melalui hadirnya lembaga kepemimpinan bermanhaj risalah,
persis seperti halnya lembaga kepemimpinan khilafah pasca nubuwah yang dipim
pin Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketaatan kepada ulim amri dalam lembaga ini berked
udukan sana dengan ketaatan kepada Rasul, perhatikan hadits-hadits Rasulullah te
ntang amir.

Manakala ada seseorang yang memiliki keyakinan lain, dimana keyakinan itu b
ergeser dan menyimpang dari gambaran Tauhid Mulkiyah diatas, bahwa ada lagi s
elain kerajaan Allah SWT, selain Maharaja Allah SWT, selain hkum-hukum dan a
turan Allah yang bo;eh dita’ati, dipatuhi secara dlohir bathin, hakikat syari’at sepe
nuh hati, maka itu desebut Musyrik Mulkiyah. Adapun orang yang menolak Mulk
iyatullah disebut kafir Mulkiyah.

Didalam Qs. 2:107 dinyatakan bahwa milik Allah SWT kerajaan langit dan ker
ajaan bumi, annalloha mulku-ssamawati wal ardhi.

“tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan
Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolon
g.” Qs. 2/107

Demikian halnya didalam Qs. 25:2 lebih jauh dinyatakan disana bahwa tidak p
ernah ada sekutu didalam kerajaann-Nya, walam yakunlahu syarikun fil-mulki.

“Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menci
ptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapin
ya.” Qs. 25/2

22
Indikasi Tauhid Mulkiyah adalah adanya keyakinan, seyakin-yakinnya bahwa :

Satu-satunya Institusi, Lembaga, negara atau Jama’ah yang haq yaitu Lem
baga Al-Islam, yang dasar hukumnya Al-Qur’an dan Assunnah, bertujuan menzha
hirkannya diatas segala hukum dan aturan lainnya.

Satu-satunya pimpinan, Ulil Amri yang perintah perintahnya wajib ditaati


dan dipatuhi (sepanjang berdaarkan Al-Qur’an dan Assunnah) hanyalah pimpinan,
Ulil Amri atau Imam lembaga Islam.

Satu-satunya Undang-undang, hukum positif yang sah untuk menghukumi


atau mengadili tiap diri, keluarga serta masyarakat suatu negara hanyalah hukum I
slam.

Dari beberapa ayat tersebut diatas jelaslah bahwa segala intuisi lembaga, o
rganisasi, negara beserta seluruh produk hukumnya yang tidak mewakili dan buka
n cerminan dari Mulkiyah Allah SWT, adalh batal, salah, keliru, sesat dan menyes
atkan. Jika fungsi Rubbubiyah dan Uluhiyah tidak pernah diwakilkan Allah SWT
kepaa siapapun, termasuk kepada Nabiyullah sekalipun, makalain halnya dengan f
ungsi Mulkiyah yang pelaksaannya diwakilkan kepada manusia, dalam hal ini Ras
ul atau Ulul Amri.

Kelak di hari akhir Allah akan menantang siapa saja yang telah menyekutu
kan-Nya dalam masalah Mulkiyah ini.

“Diriwayatkan daripada Abdullah bin Umar r.a katanya: Rasulullah SAW


bersabda: Pada hari kiamat Allah SWT melipat langit kemudian menggenggamny
a dengan tangan kanan alu berfirman: Akulah Raja! Dimanakah orang yang gagah
perkasa? Dimanakah orang yang bongkak? Kemudian Dia melipat bumi dengan ta
ngan kiriNya lalu berfirman: Akulah Raja! Dimanakah orang yang gagah berkasa?
Dimanakah orang yang bongkak?” (HR. Bukhari Muslim)

23
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

1.    Kata at-tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan. Kata wahhada 


memiliki makna kesendirian sesuatu dengan dzat, sifat atau af’alnya dan tidak ada
nya sesuatu yang menyerupainya dan menyertainya dalam hal kesendiriannya.

2.    Tauhid rububiyah ialah suatu kepercayaan bahwa yang menciptakan alam dun


ia beserta isinya ini hanyalah Allah sendiri tanpa bantuan siapapun

3.    Tauhid uluhiyah adalah mengiktikadkan bahwa Allah sendirilah yang berhak


disembah dan berhak dituju oleh semua hambanya

4.     Iman kepada asma-asma Allah dan sifat-sifat Allah yang telah disebutkan dal


am Al-Qur’an dan Al-Hadis yaitu mengimani semua asma-asma dan sifat-sifat All
ah secara utuh tanpa menyamakannya dengan sifat dan nama manusia

3.2 SARAN

Demikian makalah ini kami buat. Semoga apa yang kami diskusikan dapat menam
bah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah pengetahuan kami. Adapun dala
m penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang masih perlu kami sem
purnakan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan m
akalah ini dan kami ucapan terima kasih.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://jakhinjj.blogspot.com/2016/04/makalah-tauhid-rububiyah-uluhiyah-
asma.html

https://anisachoeriah-paud.blogspot.com/2011/04/makalah-agama-tauhid.html
Anggoro Taufan.Macam-macam tauhid dan penjelasannya. https://greatquranhadi
s.wordpress.com/macam-macam-tauhid-dan-penjelasannya/

Tanjung, roni bachtiar. Tahun 2016. Pengertian Tauhid dari Segi Bahasa dan Segi
Istilah Islam. http://kemanadicari.blogspot.co.id/2016/09/pengetian-tauhid-dari-se
gi-bahasa-dan.html. Diakses pada tanggal 24 september 2016.

Insani Kalam.Tahun 2011.Faedah Belajar Ilmu Tauhid. http://kalam-insani.livejo


urnal.com/27177.html. Diakses pada tanggal 6 Juni 2011.

Almanhaj.Tahun 2011.Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama’ah https://


almanhaj.or.id/3169-keutamaan-tauhid.html. Diakses pada tanggal 13 Desember 2
011.

Assagaf Husen Hasan.Tahun 2010.Hukum Mempelajari Tauhid. https://hasanassa


ggaf.wordpress.com/2010/05/31/hukum-mempelajari-tauhid/. Diakses tanggal 31
Mei 2010

Tanjung Iyas.Tahun 2014.Adakah tauhid mulkiyah/hamikiyah?. http://iyasjkt.blog


spot.co.id/2014/07/adakah-tauhid-mulkiyah-hakimiyah.html. Diakses pada tangga
l 20 Juli 2014

25

You might also like