You are on page 1of 12

PEMIKIRAN POLITIK SOEKARNO

Disusun oleh :
Muh. Arya Fadillah Sahabuddin
E041211035

Departemen Ilmu Politik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
2023/2024
A. Adapun yang akan dibahas, yaitu :
1. Lingkungan politik nasional menurut Soekarno.
2. Lingkungan social menurut Soekarno.
3. Lingkungan politik regional dan internasional menurut Soekarno.
B. Pembahasan :
1. Lingkungan politik nasional menurut Soekarno.
▪ Lingkungan Fisik
1) Geografi

Masa awal kemerdekaan berdasarkan hasil rapat PPKI


pada tanggal 19 aggustus 1945 wilayah Indonesia, terdiri
atas 8 propinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda
Kecil, dan Sumatra. Sedangkan papua masih dalam
penjajahan belanda

2) Pengelolaan Sumberdaya Alam

Presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno pernah


mengatakan bahwa kekayaan Indonesia tidak akan
diserahkan kepada pihak asing. Ia lebih memilih untuk
menunggu putra-putri terbaik republik ini untuk
mengelola sumber-sumber itu.

Pernyataan Soekarno itu dibuktikan dengan menolak


proposal perusahaan asing yang ingin mengeksploitasi
sumber alam Indonesia. Namun, ketika Soekarno
terguling dari tampuk kekuasaan penggantinya Soeharto
mulai membuka investasi asing seluas-luasnya. Tujuannya
untuk mempercepat proses pembangunan. Walhasil
banyak sumber alam dan aset negara diserahkan ke asing.

3) Demografi

Presiden soekarno adalah orang yang pro natalis dan


sangat anti program pembatasan kelahiran. Seperti yang
dialami oleh Louis Fischer, dimana ia mengkritik
kebijakan Soekarno yang tidak melakukan pengendalian
tingkat kelahiran. Hal tersebut ia ungkapkan ketika
mereka mengunjungi kompleks kumuh militer,
lingkungan miskin, dan desa-desa di Jawa, Bali, dan
Sulawesi. Setelah melihat realita tersebut Fischer
menemukan kemiskinan merupakan sesuatu ancaman
serius, karena tercermin dalam keletihan para ibu muda
dengan lima, delapan, atau bahkan tiga belas anak. Fischer
menyarankan agar Soekano mlakukan usaha pengendalian
penduduk, dan melengkapi rakyatnya dengan rumah serta
pendidikan yang lebih baik.
Namun saran dari Fischer itu malah ditolak oleh Soekarno.
Fischer tidak mampu meyakinkan Soekarno dengan
menggunakan argumen pada hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi,
tetapi justru Soekarno dapat menerima argumen untuk
jarak kelahiran, sebagai upaya untuk melindungi
kesehatan ibu dan mengurangi beban keluarga. “Tetapi”,
presiden juga mengatakan, “jangan menulis bahwa saya
mendukung pembatasan kelahiran”. Soekarno malah
memiliki pendapat sebaliknya, bahwa adanya
pengendalian penduduk merupakan indikasi adanya
penurunan moralitas yang ia temukan dalam masyarakat
barat. Soekano justru beranggapan kepada wanita yang
memiliki anak banya tersebut sebagai model kekuatan,
kecantikan, dan ketahanan.
Soekarno juga beranggapan bahwa Indonesia tidak perlu
kebijakan mengenai pembatasan kelahiran, hal tersebut
diungkapkannya berulang kali dalam pendapatnya
mengenai pengendalian populasi.
2. Lingkungan social menurut Soekarno
a) Sosial Budaya
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan
paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan
keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama
adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama
dalam sistem kenegaraan.
Di pemerintahan Soekarno malah terjadi pergantian sistem
pemerintahan berkali-kali. Liberal, terpimpin, dsb mewarnai
politik Orde Lama. Rakyat muak akan keadaan tersebut.
Pemberontakan PKI pun sebagian dikarenakan oleh kebijakan
Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut
Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi
faktor pemberontakan tersebut adalah ketidakadilan dari
pemerintah Orde Lama.

b) Pertahanan dan Keamanan


Kekuatan militer Indonesia mengecap masa-masa keemasannya
di era Orde Lama dan awal Orde Baru. Bahkan keunggulan
militer Indonesia diabadikan dalam sebuah buku yang berjudul
‘Kopassus’ yang ditulis oleh Ken Conboy. Pada masa itu
kekuatan militer Indonesia terkuat no.5 dunia setelah inggris,
AS, Uni Sovyet dan jerman.
Sejarah Indonesia yang sempat memiliki kekuatan militer
terbesar di Asia sekarang hanya tinggal kenangan. Bahkan negeri
ini telak dikalahkan Singapura. Sebuah negeri kecil yang dengan
segenap kemajuannya berhasil menggeser bahkan melempar
Indonesia dari posisinya sebagai macan Asia.
c) Hukum
Pada masa orde lama, Indonesia menganut sistem politik
demokrasi liberal. Demokrasi liberal adalah sistem politik yang
melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan
mayoritas haruslah tidak melanggar hak-hak individu seperti
yang tercantum dalam konstitusi. Demokrasi yang dianut pada
masa itu adalah demokrasi terpimpin yang cenderung otoriter.
Akibatnya, sistem hukum yang dianutpun cenderung hukum
yang konservatif, yakni suatu sistem hukum yang memberikan
kekuasaan yang cukup besar kepada pemimpin dalam membuat
produk-produk hukum.
3. Lingkungan politik regional dan internasional menurut Soekarno
▪ Ideologi
Selama bertahun-tahun pasca Indonesia merdeka, Indonesia
dikenal sebagai suatu negara bangsa berideologi Pancasila.
Indonesia dengan dipimpin oleh Ir. Soekarno terpengaruh oleh 3
ideologi besar pada masa itu, yakni ideologi nasionalisme,
islamisme, dan marxisme. Menurut Ir. Soekarno (1964), ketiga
ideologi tersebut saling berkaitan dan berkesinambungan,
sehingga tidak dapat dipisahkan. Ir. Soekarno merasa sangat
dipengaruhi oleh ketiga ideologi tersebut, yang kemudian secara
otomatis membawa Indonesia juga menuju pola pikir dan
perspektif ketiga ideologi tersebut.
Ir. Soekarno (1964) mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh
sama dengan negara-negara barat dalam menganut dan
mengaplikasikan nilai-nilai. Ir. Soekarno mengatakan bahwa
nasionalisme Timur tidak dapat disamakan dengan nasionalisme
Barat. Sebaliknya justru nasionalisme Timur, nasionalisme
Indonesia haruslah nasionalisme yang melawan penjajahan dan
imperialisme bangsa-bangsa Barat.
Ideologi yang juga memperngaruhi bangsa Indonesia adalah
ideologi islamisme. Islamisme mengajarkan bahwa orang Islam
tidak hanya bertanggung jawab atas negeri tempat ia dilahirkan
saja, melainkan juga bertanggung jawab terhadap negeri dimana
ia saat ini tinggal. Ideologi besar terakhir yang membawa
pengaruh besar dalam perkembang ideologis di Indonesia adalah
ideologi marxis dengan semboyan sama rata sama rasa nya.
▪ Politik
1) Politik Mercusuar
Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh
Presiden Soekarno pada masa demokrasi terpimpin yang
bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang
dapat menerangi jalan bagi New Emerging Forces
(kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-
proyek besar dan spektakuler pun diselenggarakan dengan
harapan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan
terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut
membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran
rupiah, di antaranya pembangunan jalan-jalan, hotel-hotel
mewah, toko serba ada "Sarinah", Jembatan Semanggi,
Tugu Monas, dan diselenggarakannya Ganefo (Games of
the New Emerging Forces) yang membutuhkan
pembangunan Gelanggang Olahraga (Gelora) Senayan
serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Politik Mercusuar ini mendapat kecaman dari berbagai
kalangan yang menganggapnya sebagai pemborosan uang
negara. Dalam biografinya “Bung Karno Penyambung
Lidah Rakjat Indonesia” yang ditulis oleh Cindy Adams,
Soekarno menjelaskan:
“Banyak orang memiliki wawasan picik dengan
mentalitas warung kelontong menghitung-hitung
pengeluaran itu dan menuduhku menghambur-hamburkan
uang rakyat. Ini semua bukan untuk keagunganku, tapi
agar bangsaku dihargai oleh seluruh dunia. Seluruh
negeriku membeku ketika mendengar Asian Games 1962
akan diselenggarakan di Ibukotanya. Kami lalu
mendirikan stadion dengan atap melingkar yang tak ada
duanya di dunia. Kota-kota di mancanegara memiliki
stadion yang lebih besar, tapi tak ada yang memiliki atap
melingkar. Ya, memberantas kelaparan memang penting,
tetapi memberi jiwa mereka yang tertindas dengan sesuatu
yang dapat membangkitkan kebanggaan – ini juga
penting.
Politik Mercusuar berakhir dengan meletusnya Peristiwa
G 30 S tahun 1965 yang memudarkan kepercayaan rakyat
terhadap Presiden Soekarno hingga lengsernya beliau
tahun 1967.
2) Politik luar negeri bebas aktif
Bebas aktif. Dua kata itu terdengar sempurna jika
digunakan untuk menggambarkan keadaan politik luar
negeri Indonesia. Bagaimana tidak, politik luar negeri
bebas aktif pada hakikatnya menunjukkan suatu sikap
tidak berpihak pada salah satu blok yang sedang
mengadakan pertentangan, namun juga tidak
menunjukkan suatu netralitas. Seperti yang dikatakan
Mohammad Hatta dalam pidatonya “Mendayung Antara
Dua Karang”, “aktif”. Maksud Bung Hatta adalah
Indonesia tidak memihak adidaya dunia namun bukan
berarti Indonesia mundur dari arena pertentangan
internasional, melainkan Indonesia akan terus berusaha
secara aktif untuk melakukan upaya-upaya demi
menciptakan perdamaian dunia.
Namun Pada era pemerintahan Soekarno, yaitu sejak
tahun 1945 sampai tahun 1965, pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia dapat dikatakan cenderung ke arah kiri.
Jakarta tampak lebih akrab dengan Moskow, Beijing
maupun Hanoi, dan tampak garang terhadap AS dan
sekutu Baratnya. Memang tidak dapat dipungkiri, antara
dekade 50-an hingga pertengahan 60-an, Bung Karno
merupakan sosok yang penuh dengan kontroversi, hal ini
dikarenakan karena visi politik luar negerinya yang
kelewat agresif. Keagresifan Bung Karno antara lain
ditandai dengan pembentukan NEFOS (New Emerging
Forces) yang beranggotakan negara-negara Dunia Ketiga,
serta gagasan pembentukan “Poros Jakarta-Beijing-
Pyongyang” yang kesemuanya menunjukkan kedekatan
Bung Karno dengan komunis. Kedekatan Indonesia
dengan komunis ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh
keinginan Indonesia, sebagai negara yang ketika itu baru
terbentuk, untuk mendapat pengakuan dari dunia
internasional, yang ternyata lebih banyak didapatkan
Indonesia dari negara-negara Blok Timur pada masa itu.
C. Esensi dari pembahasan :
1. Soekarno merupakan seseorang yang sangat mencintai tanah airnya. Ia
merupakan seseorang yang tidak akan membiarkan tanah air Indonesia
disentuh oleh pihak lain. Ia berharap bahwa penerus bangsa-lah yang
akan mengolahnya. Beliau sampai menolak berbagai investasi yang
ditawarkan. Beliau juga seseorang yang tidak membatasi jumlah
kelahiran seseorang. Ia beranggapan bahwa Indonesia tidak perlu
kebijakan mengenai pembatasan kelahiran.
2. Pada masa orde lama, Indonesia menganut sistem politik demokrasi
liberal. Demokrasi liberal adalah sistem politik yang melindungi secara
konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam
demokrasi liberal, keputusan mayoritas haruslah tidak melanggar hak-
hak individu seperti yang tercantum dalam konstitusi. Demokrasi yang
dianut pada masa itu adalah demokrasi terpimpin yang cenderung
otoriter. Akibatnya, sistem hukum yang dianutpun cenderung hukum
yang konservatif, yakni suatu sistem hukum yang memberikan
kekuasaan yang cukup besar kepada pemimpin dalam membuat
produk-produk hukum.
3. Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh Presiden
Soekarno pada masa demokrasi terpimpin yang bertujuan menjadikan
Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New
Emerging Forces (kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia.
Proyek-proyek besar dan spektakuler pun diselenggarakan dengan
harapan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan terkemuka di
kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang
sangat besar mencapai milyaran rupiah, di antaranya pembangunan
jalan-jalan, hotel-hotel mewah, toko serba ada "Sarinah", Jembatan
Semanggi, Tugu Monas, dan diselenggarakannya Ganefo (Games of the
New Emerging Forces) yang membutuhkan pembangunan Gelanggang
Olahraga (Gelora) Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Untuk politik luar negeri, Bebas aktif. Dua kata itu terdengar sempurna
jika digunakan untuk menggambarkan keadaan politik luar negeri
Indonesia. Bagaimana tidak, politik luar negeri bebas aktif pada
hakikatnya menunjukkan suatu sikap tidak berpihak pada salah satu
blok yang sedang mengadakan pertentangan, namun juga tidak
menunjukkan suatu netralitas.
DAFTAR PUSTAKA
Dham, Bernhard, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, terj. Hasan Basri, Jakarta:
LP3ES, 1987 Hatta, Mohammad, Memoir, Jakarta: 1982

Panders, C.L.M. The Life and Times of Soekarno, Kuala Lumpur: Oxford University
Press, 1974

Salam, Solichin, Bung Karno Putra Sang Fajar, Jakarta: Gunung Agung, 1982

You might also like