You are on page 1of 19

STUDI KASUS FARMAKOTERAPI PENYAKIT INFEKSI

SEMESTER GANJIL 2021/2022


TUBERCULOSIS
Kasus:
Seorang ibu usia 28th dengan BB 55 kg dan TB 155 cm mengalami batuk-batuk berdahak lebih
dari tiga minggu yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, demam, berkeringat di malam
hari, anoreksia dan penurunan berat badan, rasa lemas, nyeri pada dada, dan kedinginan sejak 1
bulan yang lalu. Pasien didiagnosa TB Paru tidak resisten OAT oleh Dokter. Hasil pemeriksaan
pemeriksaan spesimen dahak menunjukkan BTA positif, hasil GenExpert menunjukan MTB
terdeteksi dan rifampisin resisten tidak terdeteksi, serta pemeriksaan radiologi menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif. Setelah 3 minggu mengonsumsi obat TB yang diresepkan, ibu
tersebut diketahui hamil padahal ibu tersebut rutin mengonsumsi pil KB.

Jelaskan:
1. Definisi penyakit
TB (tuberkulosis) menjadi penyakit mematikan di dunia. TB disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menghasilkan penyakit infeksi yang diam, progresif atau aktif. Penyakit
TB jika tidak diobati dengan benar maka akan merusak jaringan yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
(Dipiro, 2020)

2. Gejala
Gejala penyakit TBC tergantung di bagian tubuh mana bakteri TBC itu tumbuh. Bakteri TBC
biasanya tumbuh di paru-paru (TB paru). Penyakit TBC di paru-paru dapat menyebabkan gejala
seperti:
- batuk parah yang berlangsung 3 minggu atau lebih
- nyeri di dada
- batuk darah atau dahak (dahak dari dalam paru-paru)
Gejala lain dari penyakit TBC adalah:
- kelemahan atau kelelahan
- penurunan berat badan
- tidak nafsu makan
- panas dingin
- Demam
- Berkeringat di malam hari
(CDC,2021)
3. Etiologi
M. tuberculosis adalah basil ramping dengan lapisan luar berlilin. Memiliki panjang 1 sampai 4
µm ketika diamati di bawah mikroskop, berbentuk lurus atau sedikit melengkung. Tidak
terwarnai dengan baik dengan pewarnaan Gram, sehingga pewarnaan Ziehl-Neelsen atau
pewarnaan fluorochrome harus digunakan sebagai gantinya. Setelah pewarnaan Ziehl-Neelsen
dengan carbol-fuchsin, mycobacterium mempertahankan warna merah meskipun dicuci
asam-alkohol. Oleh karena itu, mereka disebut basil tahan asam (BTA). Pada kultur, M.
tuberculosis tumbuh perlahan, dua kali lipat setiap 20 jam. Ini lambat dibandingkan dengan gram
positif dan bakteri gram negatif, yang berlipat ganda setiap 30 menit.
(Dipiro, 2020)

4. Patogenesis atau patofisiologi (didahului dengan anfisman normal), lebih baik dalam bentuk
bagan atau gambar jelas
Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei yang mengandung mycobacterium
yang mencapai alveolus paru-paru. Basil Mycobacterium ini dicerna oleh makrofag alveolar;
mayoritas ini basil dihancurkan atau dihambat. Sejumlah kecil dapat bertahan berkembang biak
secara intraseluler dan dilepaskan ketika makrofag mati. Jika hidup, basil ini dapat menyebar
melalui saluran limfatik atau melalui aliran darah ke jaringan dan organ yang lebih jauh
(termasuk area tubuh di mana penyakit TB) kemungkinan besar berkembang: kelenjar getah
bening regional, puncak paru-paru, ginjal, otak, dan tulang).
Prosesnya tergambar seperti pada ilustrasi dibawah
1. Droplet yang mengandung Mycobacterium terhirup kemudian masuk ke saluran
pernafasan hingga sampai ke dalam alveolus

2. Di dalam paru bakteri Mycobacterium berkembang biak

3. Beberapa populasi kecil bakteri bahkan bisa travel hingga ke bagian tubuh lain selain
alveolus
4. Kemudian nantinya respon imun akan membentuk barier yang disebut granuloma sebagai
penghalang agar Mycobacterium tidak menginfeksi sel lain dan mengontrol
perkembangan bakteri

5. Ketika barier yang buat akan rusak oleh bakteri sehingga nantinya bakteri dapat
menyebar ke bagian paru-paru ataupun ke organ lainnya
(CDC,2021)
Kerusakan paru sendiri disebabkan oleh mekanisme imun untuk melawan bakteri
tuberkulosis. Berikut ini kerusakan yang disebabkan oleh Mycobacterium:
(Ravimohan et.al.,2018)

5. Diagnosis (termasuk interpretasi data pemeriksaan)


● Keluhan dan hasil anamnesis
Meliputi keluhan yang disampaikan dan wawancara pasien.
Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
a. Gejala utama → batuk berdahak selama 2 minggu /lebih
Dapat diikuti gejala lain : dahak campur darah, batuk darah, sesak, lemas, nafsu
makan turun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam, demam meriang
lebih dari 1 bulan.
b. Gejala di atas bisa sama dengan penyakit lainnya maka diperlukan pemerikasaan
dahak secara mikroskopis
c. Selain itu pertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan faktor resiko :
- Kontak erat dengan pasien
- Tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian
- Orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan
paparan paru
● Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak secara langsung
→ menegakkan diagnosis, menentukan potensi penularan, dan menilai
keberhasilan pengobatan
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekular
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan
untuk evaluasi hasil pengobatan.
(Kemenkes, 2016)
Tes tersebut merupakan pemeriksaan molekuler secara otomatis dan terintegrasi
semua langkah Polymerase Chain Reaction (PCR) berdasarkan uji
deoxyribonucleic acid (DNA) untuk mendeteksi bakteri tuberkolosis dan
sekaligus mendeteksi resistensi bakteri terhadap rifampisin (Blanca, 2014)

6. Guideline pengobatan yang global atau nasional (lebih baik dalam bentuk bagan atau tabel)
(Kemenkes, 2016)

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lini Pertama

Jenis Sifat

Isoniazid (H) Bakterisidal

Rifampisin (R) Bakterisidal

Pirazinamid (Z) Bakterisidal


Streptomisin (S) Bakterisidal

Etambutol (E) Bakteriostatik

Obat Anti TB Lini Kedua

Grup Golongan Jenis Obat

A Fluorokuinolon Levofloksasin (Lfx)


Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)*

B OAT suntik lini kedua Kanamisin (Km)


Amikasin (Am)*
Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)**

C OAT oral lini Kedua Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)*


Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)*
Clofazimin (Cfz) Linezolid (Lzd)

D D1 OAT lini pertama Pirazinamid (Z)


Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis
tinggi

D2 OAT baru Bedaquiline (Bdq)


Delamanid (Dlm)*
Pretonamid
(PA-824)*

D3 OAT tambahan Asam para


aminosalisilat (PAS)
Imipenemsilastatin
(Ipm)* Meropenem
(Mpm)* Amoksilin
clavulanat
(Amx-Clv)*
Thioasetazon (T)*

Panduan Regimen Obat TB

(Kemenkes, 2016)

Penjelasan:
2(..) = 2 bulan
(..)3 = 3 kali seminggu
(..)S = streptomisin (suntikan)
(..)E = etambutol (suntikan)
H = isoniazid
R = rifampicin
Z = pirazinamid
E = etambutol
Misal: 2(HRZE)/4(HR)3 → selama 2 bulan minum isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (1 kali sehari), kemudian dilanjutkan 4 bulan minum isoniazid dan
rifampicin 3 kali seminggu
7. Pilihan obatnya apa dan mengapa
Pengobatan yang dipakai adalah kategori lini pertama yaitu, isoniazid, rifampicin, pirazinamid,
dan etambutol
- Isoniazid : INH aman selama kehamilan bahkan pada trimester pertama, meskipun dapat
melewati plasenta. Namun, para wanita hamil harus dipantau karena adanya
kemungkinan hepatotoksisitas yang diinduksi INH. (Loto et.al., 2012)
- Ethambutol : relatif aman bagi ibu hamil (Dipiro,2020)
- Pirazinamid : walaupun belum diteliti secara dalam skala besar namun obat ini cenderung
aman untuk ibu hamil (Dipiro, 2020)
- Rifampicin : Ini juga diyakini aman pada kehamilan, meskipun dalam proporsi kasus
yang tidak diketahui, mungkin ada peningkatan risiko gangguan hemoragik pada bayi
baru lahir (beberapa pihak berwenang meresepkan suplemen vitamin K (10 mg/hari)
selama empat hingga delapan minggu terakhir. kehamilan.(Loto et.al., 2012)
Sesuai dengan panduan regimen pada PMK obat tersebut digunakan secara → selama 2 bulan
minum isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (1 kali sehari), kemudian
dilanjutkan 4 bulan minum isoniazid dan rifampicin 3 kali seminggu.
- Vitamin B6 : Isoniazid menunjukkan penghambatan kompetitif ko-enzim pyridoxal
phosphate dan pyridoxamine, yang terbentuk dari vitamin B6. Pyridoxine adalah
co-faktor penting dalam produksi amina yang bertindak sebagai neurotransmiter. Inhibisi
kompetitif ini menjelaskan toksisitas neurologis isoniazid yang meliputi neuropati perifer
sensorik, neuritis optik, mania, pusing dan kejang. Meskipun defisiensi piridoksin jarang
terjadi pada individu dengan gizi baik, hal itu dapat terjadi selama kehamilan (Bothamley,
2001)
Dosis
Dosis yang digunakan pada pasien tersebut adalah
- Jika harian:
Isoniazid : 5 𝑥 55 = 275 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Rifampisin : 10 𝑥 55 = 550 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Pirazinamid : 25 𝑥 55 = 1375 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Etambutol : 15 𝑥 55 = 825 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
- Jika 3 kali per minggu
Rifampisin : 10 𝑥 55 = 550 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Pirazinamid : 35 𝑥 55 = 1925 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Dosis suplemen Vitamin B6 = 50 mg/hari (Navalkele, 2020)
8. Terapi farmakologi: golongan obat dan mekanisme

Jenis Mekanisme Kerja

Isoniazid (H) Isoniazid (INH) merupakan salah satu anti tuberkulosis lini pertama
yang penting. Mycobacterium tuberculosis sangat peka terhadap
INH.Isoniazid masuk kedalam sel M. tuberculosis sebagai prodrug
dengan berdifusi secara pasif, INH kemudian diaktifkan oleh enzim
katalaseperoksidase yang diekspresikan oleh gen KatG M. tuberculosis
untuk menjadi bentuk aktifnya. INH aktif kemudian akan menghambat
biosintesis asam mikolat) dinding sel M. tuberculosis. (Siregar, 2015)

Rifampisin (R) Rifampisin menghasilkan aktivitas antimikroba bakterisida dengan


menghambat DNA-dependent RNA polimerase (RNAP) baik dengan
memblokir jalur RNA yang memanjang pada ujung 5′ secara sterik atau
dengan mengurangi afinitas RNAP untuk transkrip RNA pendek.
Sehingga secara khusus menghambat RNAP mikroba, menghentikan
sintesis RNA lebih lanjut (NCBI,2021)

Pirazinamid (Z) Pirazinamid adalah prodrug yang akan dikonversikan ke dalam bentuk
aktifnya yaitu pyrazinoic acid oleh enzim PZase. Ketika Pirazinamid
dikonsumsi, dia akan masuk dan berdifusi ke dalam Mycobacterium dan
diubah menjadi pyrazinoic acid (POA). Kemudian POA akan keluar lagi
dari sel bakteri, ketika pH ekstraseluler itu asam maka POA akan
membentuk protonates acid pyrazinoic (HPOA) yang siap
masuk/menembus bakteri. Mekanisme ini terulang dan hingga akhirnya
HPOA masuk membawa proton yang akan menyebabkan asidifikasi dari
sitoplasma bakteri dan menginhibisi enzim vital pada bakteri. (Zhang
et.al., 2014)
Etambutol (E) Etambutol mengganggu biosintesis arabinogalactan, polisakarida utama
pada dinding sel mikobakteri. Etambutol menghambat enzim
arabinosyltransferase dikodekan oleh gen embB, yang memediasi
polimerisasi arabinosa menjadi arabinogalaktan. Resistensi in vitro
terhadap etambutol berkembang perlahan dan mungkin karena mutasi
pada embB gen.(Arbex et.al., 2010)

9. Terapi non Farmakologi


→ Intervensi nonfarmakologis bertujuan untuk (a) mencegah penyebaran TB, (b) menemukan di
mana TB telah menyebar menggunakan pemeriksaan kontak, dan (c) mengembalikan pasien
yang lemah (konsumtif) ke keadaan berat badan normal dan sejahtera. Dua item pertama
dilakukan oleh departemen kesehatan masyarakat. Dokter yang terlibat dalam pengobatan TB
harus memverifikasi bahwa departemen kesehatan setempat telah diberitahu tentang semua kasus
baru TB.(Dipiro, 2020)
→ Salah satu masalah utama dalam pengendalian penyakit TB adalah ketidakpatuhan terhadap
pengobatan. Kurangnya kepatuhan juga berkontribusi terhadap munculnya multidrug-resistant
tuberculosis, yaitu resisten terhadap rifampisin dan isoniazid. Pada tahun 2016, 83% pasien yang
memulai pengobatan tuberkulosis berhasil menyelesaikannya. Untuk mencegah penyebaran
epidemi ini, beberapa strategi telah dilakukan, salah satunya adalah strategi DOT (Directly
Observed Therapy) yang diterapkan oleh WHO pada tahun 1991, yang digunakan terutama di
negara-negara berkembang.
Oleh karena itu sebuah systematic review yang dibuat oleh Riquelme-Miralles et al., melalui
skrining terhadap penelitian tentang terapi non-farmakologi yang telah dilakukan terhadap pasien
tuberculosis.
Terapi non-farmakologi tersebut mereka kelompokkan ke dalam beberapa kategori:
- pendidikan (pelatihan untuk petugas non-kesehatan atau sukarelawan tentang
tuberkulosis, program pendidikan tentang kepatuhan pasien, pelatihan profesional
kesehatan)
- dukungan psikologis (kelompok swadaya dan konseling harga diri),
- teknologi baru (pesan kepada ponsel pasien dan sistem pemantauan kejadian
pengobatan),
- insentif DOT (oleh anggota keluarga, sukarelawan, tenaga kesehatan dan guru) yang
berupa (uang tunai, voucher makanan dan transportasi),
- peningkatan akses ke layanan kesehatan layanan (mendesentralisasikan pusat perawatan
dan mengawasi pusat kesehatan), dengan kelompok kontrol dalam banyak kasus
menerima perawatan biasa sesuai dengan protokol negara.
Dari systematic review yang dipaparkan terlihat bahwa hal hal diatas membuah hasil
dimana pasien berhasil patuh terhadap penggunaan obat.
(Riquelme-Miralles et.al.,2019)
10. Asuhan kefarmasian (poin-poin konseling sesuai dengan kasus di atas)
a. Monitoring
- Perlunya penjelasan cara penggunaan obat dan lamanya penggunaan obat
- Perlunya penjelasan mengenai harapan setelah menggunakan obat (termasuk keberhasilan
pengobatan, agar kelahiran dapat berjalan dengan lancar, dan bayi terhindar dari infeksi
TB)
- Perlunya penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat, dan efeknya jika
tidak patuh
- Perlunya analisis faktor-faktor yang menyebabkan adanya ketidakpatuhan pasien dalam
mengonsumsi obat sehingga dapat diberikan strategi supaya pasien lebih patuh
- Monitoring kepatuhan dan ketepatan obat seperti dosis dan cara penggunaan obat
- Monitoring adanya efek samping pada ibu dan bayi
- Monitoring peningkatan kondisi setelah mengonsumsi obat-obatan (Depkes RI, 2005)

b. Konseling
1. Perkenalan
Apt : Selamat pagi/sore/malam ibu, perkenalkan saya ……… sebagai apoteker
dari apotek/rumah sakit…….... Ada yang dapat saya bantu bu?
2. Konfirmasi nama, umur alamat
Apt: Mohon maaf sebelumnya bu. Apa ini benar dengan ibu…? Untuk usianya
berapa? Dan alamat ibu dimana ya?
3. Izin minta waktu untuk konseling
Apt: Baik bu, kami ingin meminta waktunya untuk mengikuti konseling. Apakah
ibu bersedia? Kalau boleh mari kita lanjutkan, namun bila ibu sedang terburu buru
bagaimana jika konselingnya dilakukan melalui telepon?
4. Tanya keluhan pasien
Apt : Untuk keluhannya bagaimana ya bu? Apa yang ibu rasakan?
5. Tanyakan 3 pertanyaan utama
- Apt: apa yang dokter sampaikan tentang obat ibu?
- Apt : bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum obat
ini?
→ Pastikan pasien tahu : pengobatan TB merupakan pengobatan yang
lama (6-12 bulan), keluhan akan hilang setelah 2-4 minggu namun harus
tetap meminum obat hingga dokter menyuruh memberhentikan, akan ada
bahaya bila tidak patuh yaitu resisten (Depkes, 2005)
- Apt : Baik bu, untuk obat Isoniazid dan rifampisin sebaiknya diminum
pada saat perut kosong (sejam sebelum makan) akan tetapi bila ibu
merasakan gejala mual atau tidak enak perut boleh diminum 2 jam setelah
makan. Dan untuk etambutol dan pirazinamid minum saat perut ibu terisi.
Ingat bu jangan sampai lupa minum obat, dan apabila lupa minum
sesegera mungkin tetapi bila berdekatan dengan dosis obat berikutnya
sebaiknya tidak usah di dobel, namun ikuti jadwal saja. (Depkes, 2005)
6. Informasikan nama obat, indikasi obat, dan penyimpanan obat
Apt : Baik saya ulangi bu, jadi obat yang harus ibu konsumsi ada 4 obat, yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan ethambutol, keempat obat tersebut adalah
obat antituberkulosis dan disimpan dalam tempat kering dan terhindar dari sinar
matahari (Depkes, 2005)
7. Informasikan cara penggunaan obat dan terapi non farmakologi
Apt : Ibu untuk cara penggunaan obat sendiri mudah secara oral. Untuk
keempatnya ibu harus rajin minum selama 2 bulan pertama. Kemudian ibu cukup
minum rifampisin dan pirazinamid sebanyak tiga kali seminggu untuk 4 bulan
kemudian. (Kemenkes, 2016)
8. Tanyakan riwayat alergi?
Apt: Kalau boleh tahu apakah ibu punya alergi terhadap obat?
9. Jelaskan efek samping yang dapat terjadi
(Kemenkes, 2016)
10. Konfirmasi Ulang
Apt : Baik ibu/bapak jadi obat yang digunakan nya isoniazid, rifampisin,
etambutol, dan pirazinamid. Boleh tolong bapak/ibu mengulangi apa saja obat
yang digunakan dan cara menggunakannya?
11. Penutup
Apt: Baik ibu terimakasih atas waktunya, jangan lupa minum obatnya dan jika
ada keluhan segera hubungi dokter. Semoga lekas sembuh ibu,
DAFTAR PUSTAKA

Arbex, M.A., Varella, M.D.C.L., Siqueira, H.R.D., and De Mello, F.A.F. Antituberculosis drug :
Drug Interaction Effects, and Use In Special Situation, Part 1 : First-Line Drugs. J Bras
Pneumol. Vol 36 (5) : 626-640
Blanca I., R. (2014).Diabetes and Tuberculosis. Microbiology Spectrum, 2(3), pp. 1–16. doi:
https://doi.org/10.1128/microbiols
Bothamley. G. 2001. Drug Treatment for Tuberculosis during Pregnancy Safety Considerations.
Drug Safety. Vol 24 (7): 553-565
CDC. 2021. Signs and Symptoms. Tersedia online di
https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/signsandsymptoms.htm [Diakses pada 10 November
2021]
CDC. 2021. Chapter 2: Transmission and Pathogenesis Of Tuberculosis. Tersedia Online di
https://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/chapter2.pdf [Diakses pada 10 November
2021]
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkuolosis. Jakarta: Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
DiPiro, J. T., Yee, G. C., Haines., Nolin, T. D., Ellingrod, V. 2020. Pharmacotherapy a
Phatophysiologic Approach. New York : Mc Graw Hill.
Loto, O.M., Awowole, I. 2012. Tuberculosis in Pregnancy : A Review. Journal Of Pregnancy.
Vol 2012 (1) : 1-7
Navalkele, B.,Rios, M.X.B., Wofford,J.D.,Kumar, V.,and Webb,R.M. 2020. Seizures in an
Immunocompetent Adult From Treatment of Latent Tuberculosis Infection: Is Isoniazid
to Blame?.Open Forum Infectious Diseases.Vol 7(5) : 1-3
Permenkes RI. 2016. Peraturan Pemerintah no 67 tahun 2016 tentang Tuberkulosis. Jakarta :
Kemenkes RI
Siregar, M.I.T. 2015. Mekanisme Resistensi Isoniazid &Mutasi Gen KatG Ser315Thr (G944C)
Mycobacterium tuberculosis Sebagai Penyebab Tersering Resistensi Isoniazid. JMJ. Vol
3(2) : 119-131
Ravimohan, S., Kornfield, H., Weissman, D.,Bisson, G.P. 2018. Tuberculosis and Lung Damage
: From Epidemiology to Pathophysiology. European Respiratory Review. Vol 27 : 1-20
Riquelme-Miralles, D., Palazon-Bru, A., Sapehri, A.,and Gil-Guillen, V.F. 2019. A systematic
Review Of Non-Pharmacological Interventions To Improve Therapeutics Adhenrence in
Tuberculosis. Journal Heart and Lung.Vol 000 (2019) : 1-10
Zhang, Y.,Shi, W.,Zhang,W., Mitchison, D. Mechanism of Pyrazinamide Action and Resistance.
Microbial Spectr. Vol 2(4) : 1-12

You might also like