You are on page 1of 18

STATUS KEDUDUKAN ANAK PASCA LAHIRNYA PUTUSAN

MAHKAMA KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU


DAR PRESFEKTIF HUKUM ISLAM
Muhammad Jamil

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Tugas Pasca Sarjana

Sosiologi Hukum Islam

1
Pendahuluan.

Indonesia adalah Negara Hukum yang memiliki Ideologi Pancasila, namun mayoritas
penduduk di Indonesia beragama islam, secara ketatanegaraan masyarakat Indonesia tunduk pada
aturan hukum positif yang ada di Indonesia secara agama mayoritas penduduk Indonesia yang
beragama islam tunduk pada ajaran hukum islam.

Dilihat dari sumber hukum yang membentuk hukum positif di Indonesia salah satunya
adalah norma agama, maka dalam pemahaman hukum dikenal yang namanya Ius Constitutum (
Hukum Positif yang berlaku sekarang ) dan ius Constituendum ( Hukum yang dicita-citakan dalam
Pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara)1.

Dalam bidang hukum perkawinan masyarakat Indonesia tunduk pada aturan hukum positif
yang bersumber dari undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mka defenisi
perkawinan yang sah menurut hukum adalah sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 2 ayat 2
undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi:

“ Pasal 2 ayat 1: Perkawinan adalah sah apabila dlakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya”

“ Pasal 2 ayat 2: tiap-tiap pekawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang


berlaku”2

Sah atau tidaknya satu penikahan yang terjadi berimbas pada status hukum keturunan (
anak ) yang dihasilkan dari suatu pernikahan, phenomena yang terjadi di indonesia banyak anak-
anak yang lahir diluar nikah.

Baik karna pernikahanya kedua orang tuanya yang tidak dicatatkan menurut hukum islam
atau memang ada tersebut lahir tampa orang tuanya menikah terlebih dahulu baik secara agama
maupun Negara.

Pasca lahirnya Putusan Mahkama Konstitusi NOMOR 46/PUU-VIII/2010 yang


menguji pasal Pasal 43 ayat UU Perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan di
luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga

1
. Soeparno, Hukum Tata Negara ( Jakarta : Sinargrafika, 2017 ) Hal. 14

2
Pasal 2 ayat 1 dan pasal 2 ayat 2 Undang-undang No 1 tahun 1974

2
ibunya".
Hasil dari pengujian tersebut Menurut Mahkamah Pasal 43 ayat (1) UU
Perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan
hubungan perdata anak dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain yang sah menurut hukum.
Selanjutnya Mahkamah menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi, "Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan
darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."3

Hal ini dtinjau dari presfektif hukum islam memiliki nilai yang plus dan minus
dimana niai Plusnya anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara agama namun tidak
dicatatkan pernikahan kedua orang tuanya memiliki hubungan hukum ayahnya dan
keuarga ayahnya, namum minusnya anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah
menurut agama dan juga tidak dicatatkan bisa memiliki hubungan nasab dengan ayah dan
keluarga ayahnya secara huum positif jelas hal ini bertentangan dengan ajaran hukum
islam.
Fakta hari ini dalam Tataran dunia Praktek anak yang lahir dari pernikahan yang
tidak sah baik secara agama maupun negara, dengan putusan mahkama konstitusi sudah
bisa mendalilkan hubungan hukum mereka dengan ayahnya dan keluarga ayahnya hal ini
bisa kita lihat dari beberapa perkara yang masuk dipengadilan agama dan dimenangkan
oleh pengadilan agama.
Jadi dari fenomena yang terjadi secara hukum merubah presfektif cara pandang
masyarakat indonesia baik dari kalangan Praktisi hukum, ( Hakim, Pengacara ) dalam
memahami status anak yang lahir diluar nikah yang sah baik secara agama maupun hukum
positif diindonesia, serta secara ketatanegaraan dinamana anak tersebut sudah bisa
mengurus identitasnya dalam bentuk kartu keluarga yang bisa dimasukkan kedalam Kartu
Keluarga ayah biologisnya serta akta kelahiranya bisa dicantumkan nama ayah biologisnya
3
. WWW Pertimbangan Mahkama Konstitusi Terhadap Status hukum anak lahir diluar Perkawinan, jam
16:45

3
dalam artian anaka tersebut mendapatkan hak keperdataanya, nasab bisa mewarisi dan
diwarisi, dimana masayarakat indonesia mayoritas beragama Islam.
Dari sudut pandang tersebut dibuktikan dengan banyaknya perkara yang masuk
kepengadilan agama menurut penulis memberikan pemahan bagi kita bahwa betul apa
yang diatan oleh teori bahwa “ hukum adalah alat untuk rekayasa sosial ( Law as a tool
social of engineering).

Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan hukum diatas Peneliti merumuskan Rumusan masalah
dalam penelitan ini dengan Rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan nasab anak yang lahir diluar perkawinan yang sah secara
agama pasca lahirnya Putusan Mahkama Konstitusi ditinjau dari Presfektif
hukum islam ?
2. Bagaimana sudut pandang dimensi hukum masyarakat indonesia yang
beragama islam dalam memahami Putusan Mahkama Konstitusi ?

Tujuan Penelitan.
1. Untuk mengetahui hubungan nasab anak yang lahir diluar perkawinan yang sah
secara agama pasca lahirnya Putusan Mahkama Konstitusi ditinjau dari
Presfektif hukum islam.
2. Untuk mengetahui sudut pandang dimensi hukum masyarakat indonesia yang
beragama islam dalam memahami Putusan Mahkama Konstitusi.
3. Sebagai Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum islam.

METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini berjudul “STATUS KEDUDUKAN ANAK PASCA LAHIRNYA
PUTUSAN MAHKAMA KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DAR
PRESFEKTIF HUKUM ISLAM” Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis
normative, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan yang merupakan
data primer dan sekunder atau yang disebut penelitian kepustakaan (library reaserch).Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah book survey yaitu dengan mengumpulkan data yang
4
bersifat kualitatif dengan jalan mencari dan mengumpulkan data perimer maupun sekunder. Data
primer berupa dokumen putusan yudicial review MK terhadap pasal 43 UU No 1 tahun 1974
tentang perkawinan, persoalan nasab anak luar nikah. Data sekunder UU No 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, KHI dan buku-buku yang terkait dengan pembahasan penelitian ini. Data yang
dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan interpretasi, metode ini di gunakan
dalam penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Hal ini akan
dilakukan dengan tiga tahapan analisis, yaitu: Tahap Reduksi Data, Tahap DisplayData, dan Tahap
Verifikasi/penarikan kesimpulan.

PEMBAHASAN.

Pada hari Jum’at, tanggal 17 Februari 2012 yang lalu Mahkamah Konstitusi (MK)
menetapkan keputusan yang penting dan revolusioner, yaitu mereview pasal 43 ayat (1)
UU No 1 tentang Perkawinan dalam perkara nasab anak di luar nikah. Keputusan ini
ditetapkan berdasarkan permohonan uji materi yang diajukan oleh Machica Mochtar, istri
sirri dari mantan Mensesneg (alm) Moerdiono.
Hasil perkawinan mereka menghasilkan seorang anak laki-laki, M Iqbal Ramadhan.
Akibat pernikahan siri tersebut, Iqbal tidak mendapat nafkah dari Moerdiono.
Berdasarkan permohonan tersebut MK yang di ketuai oleh Mahfud MD dalam
sidang putusan di gedung MK mengabulkan permohonan uji materiil atas UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat
(1) UU Perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya" bertentangan
dengan UUD 1945.
Menurut Mahkamah Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata anak dengan laki-
laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain
yang sah menurut hukum ternyata mempunyaihubungan darah sebagai ayahnya.
Selanjutnya Mahkamah menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi, "Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan

5
darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."
Ketua MK Mahfud MD menyatakan: bahwa “ putusan ini akan berlaku sejak MK
mengetok palu”. Artinya, sejak Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di
luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah mereka.
Yang dimaksud "di luar pernikahan resmi" itu termasuk kawin siri, perselingkuhan, dan
hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven4
a. Status anak diluar Nikah menurut hukum islam.

Nasab Dalam Hukum Islam.

Nasab merupakan nikmat yang paling besar yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada hamba-Nya, sebagaimana firman dalam surat al-Furqan ayat 54 yang berbunyi:

“Dan dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia itu
(punya) keturunan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan)
dan adalah tuhanmu yang maha kuasa

4
.WWW Perjuangan Macica Mukhtar dalam Nafka iqbal. 15: 23

6
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa nasab merupakan sesuatu nikmat
yang berasal dari Allah. Hal ini dipahami dari lafaz fa ja’alahu nasabaa. Dan
nasab juga merupakan salah satu dari lima maqasid al-syariah5

1. Pengertian nasab
Istilah nasab secara bahasa diartikan dengan kerabat, keturunan atau
menetapkan keturanan. Sedangkan menurut istilah ada beberpa definisi tentang
nasab, diantaranya yaitu :

Nasab adalah keturunan ahli waris atau keluarga yang berhak menerima
harta warisan karena adanya pertalian darah atau keturunan6.

Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu


sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan
berdasarkan kesatuan darah atau pertiMbangan bahwa yang satu adalah bagian
dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang
ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun
nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah

Sedangkan menurut Ibn Arabi nasab didefinisikan sebagai ibarat dari hasil
percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut
keturunan-keturunan syar’i

Dari beberapa definisi tentang nasab di atas dapat diambil kesimpulan


bahwa nasab adalah legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan tali darah,
sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau
senggama subhat. Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan

5
. Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, t.t),juz.II,
hal.12-23

6
M.Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi’I AM, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta : PustakaFirdaus,1994),
hal. 59

7
seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak tersebut
menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan demikian
anak itu berhak mendapatkan hak-hak sebagai akibat adanya hubungan nasab.
Dasar nasab menurut fiqh Islam para ulama sepakat bahwa nasab
seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan karena kehamilan disebabkan karena
adanya hubungan seksual yang dilakukan dengan seorang laki-laki, baik
hubungan itu dilakukan berdasarkanakad nikah maupun melalui perzinaan.
Adapun dasar-dasar tetapnya nasab dari seorang anak kepada bapaknya,
bisa terjadi dikarenakan melalui pernikahan yang sah ulama fiqh sepakat bahwa
para wanita yang bersuami dengan akad yang sah apabila melahirkan maka
anaknya itu dinasabkan kepada suaminya itu7.
Fenomena hari ini didalam dunia Praktisi dimana pengacara hari ini sudah
bisa mengjukan gugatan dengan dasar ada ikatan biologis salah satu contonya
adalah Perkara di pengadilan agama pekanbaru dengan Register perkara Nomor
45/ Pdt. G/ 2019/ PA. Pbr. Perkara Tertutup untuk umum dengan dasar gugatan
hasil tes DNA yang diajukan yang bisa dibuktikan dengan ilmu kedokteran, serta
hakim pengadilan agama yang mengadili perkara tersebut memenangkan
penggugat dengan alasan putusan Mahkama Kontitusi tersebut.
Hal ini seolah-olah menjelaskan kepada kita dimana masyarakat indonesia
yang mayoritas beragama islam yang seharusnya tunduk pad aturan agama islam
pasca putusan pengadilan memiliki presfektif bahwa anak yang lair dari luar
perkawinan memiliki hubungan nasab dengan ayahnya dan kelurga ayahnya.
Hal ini penulis dasarkan dari identitas Penggugat dalam perkara tersebut
adalah muslim, praktisi ( Pengacara ) Tersebut juga muslim, majelis hakim yang
mengadili perkara tersebut juga beragama islam, terlebih lagi pengadila yang
mengadili perkara tersebut adalah pengadilan agama.
Dilihat dari segi lahirnya pengadilan agama indonesia karna melihat
banyaknya masyarakat indonesia memeluk agama islam, agama islam memiliki
hukum sendiri yang bersumber dari Al-qur’an dan Hadis serta Ijma’ ulama, untuk

7
. Hanafi, Hukum Perkawinan Islam ( Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hal 45.

8
itu dipandang perlu negara kesatuan republik indonesia membetuk suatu peradilan
khusus bagi masyarakatnya yang memeluk agama islam yaitu pengadilan agama 8.
Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai pegangan bagi para hakim
Pengadilan Agama memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadikan
kewenangannya.
KHI juga sebagai pegangan bagi masyarakat mengenai hukum Islam yang
berlaku baginya yang sudah merupakan hasil rumusan yang diambil dari
berbagai kitab fiqh yang semula tidak dapat mereka baca secara langsung.
Berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991, dan Keputusan Mentri Agama
Republik Indonesia No. 154 Tahun 1991, dan surat edaran pembinaan badan
peradilan agam islam atas nama direktur jendral pembinaan kelembagaan agama
islam No. 3694/EV/HK.003/AZ/91 yang ditujukan kepada ketua pengadilan tinggi
agama dan ketua pengadilan agama diseluruh indonesia kompilasi hukum islam
berlaku sebagai hukum materiil di pengadilan agama yang merupakan pengadilan
bagi yang beragama Islam.
Perubahan sudut pandang masyarakat, yang didasari oleh Putusan
Mahkama Kontutusi NOMOR 46/PUU-VIII/2010, dengan dinamika hukum yang
hidup ditengah – tengah masyarakat itu sendiri dalam hal ini masyarakat yang
memeluk agama islam.

Secara teoritis, hukum Islam di rumuskan oleh perumusnya (Allah SWT),


bertujuan untuk meraih kemashlahatan dan menghindarkan kemudharatan umat
manusia.

Hasil penelitian para pakar telah membuktikan kebenaran kesimpulan


tersebut, di mana setiap rumusan hukum baik yang terdapat dalam ayat-ayat al-
Qur’an, maupun dalam Sunnah Rasulullah SAW dan hasil ijtihad para ulama
menyiratkan tujuan tersebut.

Pentingnya mengetahui tujuan penetapan hukum oleh perumusnya dalam

8
. Ali Mokhtar, Sistem Peradilan d Indonesia ( Jakarta : Citra aditya Bakti, 2012), Hal 56.

9
kaitannya dengan tugas hakim sebagai penegak hukum adalah, karena setiap
penerapan hukum atau keputusan hukum yang hendak dicapai oleh syari’at.

Apabila penerapan suatu rumusan hukum akan bertentangan hasilnya


dengan kemashlahatan manusia, maka penerpan hukum ini harus ditangguhkan,
dan harus dicarikan rumusan bentuk lain yang dari segi mashlahatnya lebih
menguntungkan bagi subjeknya.

Dalam hal-hal seperti inilah muncul pengecualian, atau lebih spesifik lagi.
Dalam istilah lain di kenal dengan metode istihsan. Metode istihsan merupakan
metode pengecualian dalam bentuk-bentuk hukum yang umumnya diberlakukan
pada kasus yang sama.

Metode ini diberlakukan ketika penerapan hukum yang berlaku umum


terhadap kasus tertentu ternyata berakibat negative bagi pihak yang seharusnya
justru akan meraih kemashlahatan. Demi pencapaian kamashlatan yang
merupakan tujuan utama dari penerapan hukum-hukum pengecualian secara sah
perlu diberlakukan.

Demikian pula dengan penerapan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia


disamping merupakan suatu upaya menyeragamkan persepsi tentang hukum
Islam, juga bertujuan untuk kemashlahatan umat. Baik laki-laki dan perempuan,
anak-anak maupun dewasa.

b. hubungan nasab anak yang lahir diluar perkawinan yang sah


secara agama pasca lahirnya Putusan Mahkama Konstitusi ditinjau
dari Presfektif hukum islam

Namun secara konsep jelas aturan atau dasar hukum yang paling tinggi
dalam hukum islam adala al-qur’an dan al-hadits jikalau alqur’an dan al-hadits
tidak menyebutkan secara spesifik tentang hukum sesuatu barulah dibolehkan
untuk melakukan ijtihad, dengan mendasarkan pada al-qur’an dan al-hadits9.

9
. Ali Muhammad, Dasar- Dasar Hukum Islam ( Jakarta : PT Majuguna, 2018 ) hal. 56

10
Bahwa jelas dari norma – norma hukum yang hidup ditengah-tengah
masyarakat indonesia yang memeluk agama islam serta dengan lahirnya.
Pengajuan uji materi oleh Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar
Ibrahim terhadap Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut bermula dari hubungan pernikahan siri
Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim dengan Moerdiono
pada tanggal 20 Desember 1993 dan dilahirkan seorang anak laki-laki bernama
Muhammad Iqbal Ramadhan.
Tujuan Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim
mengajukan hak uji materil ke Mahkamah Konstitusi, yakni agar Muhammad
Iqbal Ramadhan mendapat status hukum tetap dan diakui oleh keluarga
Moerdiono. Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim terpaksa
mencari keadilan setelah keberadaan Muhammad Iqbal Ramadhan tidak diakui
Moerdiono, juga mengabaikan hak-hak perdata Muhammad Iqbal Ramadhan,
seperti uang bulanan sebagai biaya hidup dan biaya sekolah10.
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
sebelum judicial review berbunyi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Tidak
adil ketika hukum menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan karena
hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan dengan
perempuan tersebut sebagai ibunya saja. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi
si anak.
Anak yang lahir di luar nikah itu posisinya rawan, tidak berdosa. Tapi
dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 anak
dan ibunya yang menanggung beban moral, yang seharusnya itu adalah tanggung
jawab ayah biologisnya juga.
Selain itu, tidak adil pula ketika Pasal 43 ayat (1) tersebut membebaskan
laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya
kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawabnya sebagai seorang

10
.WWW. Status anak dari Pernikahan siri, 14:15

11
bapak dan bersamaan dengan itu hukum meniadakan hak-hak anak terhadap lelaki
tersebut sebagai bapaknya. Pokok permasalahan hukum mengenai anak yang
dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai makna hukum (legal meaning)
frasa “yang dilahirkan di luar perkawinan”. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sebelum uji materi, memberikan pembedaan
hukum bagi anak di luar nikah dengan anak dari hasil pernikahan yang sah. Hal
tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 pasal 2 ayat (3) dan (4) tentang
Kesejahteraan Anak mendorong perlu adanya perlindungan anak dalam rangka
mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil terhadap
anak.Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang mengadakan kondisi
dimana setiap anak dapat malaksanakan hak dan kewajibannya. Perlindungan
anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian, maka perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sebelum
uji materi, memberikan pembedaan hukum bagi anak di luar nikah dengan anak
dari hasil pernikahan yang sah. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2), “
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengindikasikan adanya
diskriminasi antara anak yang lahir di luar nikah hanya mempunyai hubungan
keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sedangkan anak yang lahir atas
ikatan pernikahan, mempunyai hubungan keperdataan dari ayah dan ibunya. Anak
di luar nikah mendapatkan pembatasan hukum, khususnya dalam hal hubungan
keperdataan dengan ayah biologisnya, yang seharusnya setiap anak harus di
lindungi hak-haknya.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal
4 berbunyi, “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

12
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun dalam kondisi
riil kehidupan bermasyarakat, anak yang lahir di luar nikah lemah dimata hukum,
dan tidak ada lembaga yang melindungi anak-anak diluar nikah tersebut.
Mengenai permohonan pemohon mengenai pengujian Undang-Undang
Nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan pada Pasal 43 ayat (1) diterima dalam hal
ini Mahkamah Konstitusi dikabulkan dengan penasiran pada Pasal tersebut telah
menimbulkan diskriminasi pada perkembangan psikologis anak diluar nikah dan
kepastian hukum tentang identitas anak diluar nikah. Keputusan Mahkamah
Konstitusi tersebut membuat terobosan baik dalam hal hukum positif dan hukum

yang hidup dalam perkembangan masyarakat demi terciptanya keadilan bagi


perlakuan anak diluar nikah. Ini sejalan dengan konsep hukum Islam bahwa
hukum ditetapkan untuk kemashlahatan umat. Menolak kemudharatan dan meraih
manfaat. Dan hukum harus mampu menciptakan pertimbangan-pertimbangan
hukum diluar konteks hukum positif atau terobosan-terobosan guna mewujudkan
kemashlatan umat11.

Bahwa jelas menurut penulis allah SWT, jauh lebih mengetahui apa yang
terbaik untuk manusia, dari pada pertimbangan Mahkama konstitusi dalam
membuat aturan hukum, dalam artian mahkama konstitusi sebagai penjaga
konstitusi harus juga menjaga kepentingan hukum masayarakat indonesia yang
memeluk agama islam.

Karena putusan yang dikeluarkan oleh Mahkama konstitusi menjadi


hukum positif bagi masyarakat indonesia dalam artian laian masyarakat indonesia
yang beragama islam juga terikat dengan aturan hukum ini Ius Constitutum (
Hukum Positif yang berlaku sekarang ).

Maka jikalau kita lihat dari Presfektif hukum islam atau hukum yang
hidup dalam masyarakat indonesia yang memeluk agama islam menurut penulis
seharusnya Mahkama kontitusi harus memberikan pertimbangan hukum yang

11
. www. Dasar Ijtihat Mahkama Konstitusi tentan status anak yang lair diluar perkawinan. 13: 00

13
dalama pertimbanganya menyampaikan anaka yang lahir diluar nikah dalam artian
pernikahanya tidak dicatat secara ketatanegaraan, namun sah secara agama dan
dapat dibuktikan secara keilmuan bahwa anak tersebut mempunyai hubungan
biologis dengan ayahnya dan keluarga ayahnya berhak mendapatkan status
keperdataan ayah dan keluarga ayahnya ius Constituendum ( Hukum yang dicita-
citakan dalam Pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara).

c. sudut pandang dimensi hukum masyarakat indonesia yang


beragama islam dalam memahami Putusan Mahkama Konstitusi

Masyarakat indonesia yang beragama islam dihadapkan dengan dua dimensi


hukum, secara ketatanegaraan dihadapkan dengan hukum Positif dengan
berdasarkan ideologi Pancasila, serta sumber konstitusinya adalah Undang-
undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang memberikan kewenagan
kepada Mahkama Konstitusi sebagai penjaga/pengawal konstitusi termasuk
masalah keperdataan warganegaranya, dan bagi masayakat indonesia wajib
tunduk dan patuh atas aturan hukum tersebut, dan ketika aturan itu tidak ditaati
maka akan ada konsekwensi secara hukum.

Disisi lain masyarakat idonesia yang beragama islam memiliki hukum


yang hidup ditengah-tegah mereka yaitu berupa hukum agama yang sumber
hukumnya berpatokan kepada sang pencipta allah SWT dalam bentuk konkritnya
dasar dasar hukum adalah al-qur’a dan al-hadis yang dimensi hukumnya juga
mengatur hubungan keperdataan yang jikalau dilanggar juga memiliki
konsekwensi hukum.
Dan pasca lahirnya PUTUSAN MAHKAMA KONSTITUSI NOMOR
46/PUU-VIII/2010 yang dalam pertimbanganya telah menyampaikan "Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya."

Jelas telah memberikan problem bagi masyarakat indonesia yang memelu

14
agama islam dimana disatu sisi putusan mahkama kontitusi hanya menyebutkan
mempunyai hubungan darah dan dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi dilain sisi dalam al-qur’an allah sampaikan dalam surat al-Furqan ayat
54 yang artinya:

“Dan dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang
berasal dari perkawinan) dan adalah tuhanmu yang maha kuasa.

Konsep Perkawinan dalam islam haruslah sesuai dengan rukun dan


syaratnya dengan artian anak yang lahir dari hasil yang tidak sesuai dengan ajaran
hukum islam tidak mempunyai hubungan nasab atau keperdataan dengan ayah
dan keluarga ayahnya.

Akibat dari putusan mahkama konstitusi yang merupakan sumber hukum


positif terjadi pengeseran fenomena hukum dimana masyarakat muslim hari ini
sudah berpandangan bahwa anak yang lair diluar perkawinan yang sah secara
agama mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya dan keluarga ayahnya.

Hal ini penulis dasarkan dikarenakan fenomena hukum yang terjadi


dipengadilan agama, dimana penggugatnya beragama islam, kuasa hukumnya
beragama islam, serta hakimnya juga beragama islam, sebahagian dalil gugatanya
mendalilkan secara biologis seorang anak dalam register perkara nomor 45/ Pdt.
G/ 2019/ PA. Pbr. Dan beberapa putusan ainya yang masuk ke pengadilan agama
Gugatanya dikabulkan oleh Pengadilan agama dengan dasar salah satu
pertimbangannya adalah PUTUSAN MAHKAMA KONSTITUSI NOMOR
46/PUU-VIII/2010 yang dalam pertimbanganya telah menyampaikan "Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya."

15
Jadi dari hal ini dapat penulis simpulkan akibat putusan tersebut telah
merekayasa hukum keperdataan Indonesia sekaligus juga telah merekayasa cara
pandang masyarakat Indonesia yang memeluk agama islam tentang masalaha
nasab yang diuji dipengadilan agama.

KESIMPULAN

1. Karena putusan yang dikeluarkan oleh Mahkama konstitusi menjadi


hukum positif bagi masyarakat indonesia dalam artian laian masyarakat
indonesia yang beragama islam juga terikat dengan aturan hukum ini Ius
Constitutum ( Hukum Positif yang berlaku sekarang ).

Maka jikalau kita lihat dari Presfektif hukum islam atau hukum yang
hidup dalam masyarakat indonesia yang memeluk agama islam menurut
penulis seharusnya Mahkama kontitusi harus memberikan pertimbangan
hukum yang dalama pertimbanganya menyampaikan anaka yang lahir
diluar nikah dalam artian pernikahanya tidak dicatat secara ketatanegaraan,
namun sah secara agama dan dapat dibuktikan secara keilmuan bahwa
anak tersebut mempunyai hubungan biologis dengan ayahnya dan keluarga
ayahnya berhak mendapatkan status keperdataan ayah dan keluarga
ayahnya ius Constituendum ( Hukum yang dicita-citakan dalam Pergaulan
hidup bermasyarakat dan bernegara).

2. PUTUSAN MAHKAMA KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010


yang dalam pertimbanganya telah menyampaikan "Anak yang dilahirkan
di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat
bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk
hubungan perdata dengankeluarga ayahnya."

Jadi dari hal ini dapat penulis simpulkan akibat putusan tersebut telah
merekayasa hukum keperdataan Indonesia sekaligus juga telah merekayasa

16
cara pandang masyarakat Indonesia yang memeluk agama islam tentang
masalaha nasab yang diuji dipengadilan agama

17
Daftar Pustaka
Soeparno, Hukum Tata Negara ( Jakarta : Sinargrafika, 2017 )

Pasal 2 ayat 1 dan pasal 2 ayat 2 Undang-undang No 1 tahun 1974

WWW Pertimbangan Mahkama Konstitusi Terhadap Status hukum anak lahir


diluar Perkawinan, jam

WWW Perjuangan Macica Mukhtar dalam Nafka iqbal.

Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Kutub al-


Islamiyah, t.t), juz.II,

M.Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi’I AM, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta :


Pustaka Firdaus,1994),

Hanafi, Hukum Perkawinan Islam ( Jakarta: Sinar Grafika, 2018).

Ali Mokhtar, Sistem Peradilan d Indonesia ( Jakarta : Citra aditya Bakti, 2012).

Ali Muhammad, Dasar- Dasar Hukum Islam ( Jakarta : PT Majuguna, 2018 )

WWW. Status anak dari Pernikahan siri

www. Dasar Ijtihat Mahkama Konstitusi tentan status anak yang lair diluar
perkawinan.

18

You might also like