You are on page 1of 21
BABI PENDAHULUAN 11. Latar belakang Kawasan pesisir (coastal zone) merupakan suatu ekosistem (ke arah darat dan laut) yang di dalamnya terjadi interaksi yang kompleks baik faktor fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya, sehingga timbul masalah yang kompleks dan memerlukan pemecahan secara holistik. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan menyediakan sumberdaya alam, serta memberikan nilai ekonomi dan jasa-jasa lingkungan yang memiliki nilai potensi yang cukup besar (Wahyurini 2017) Kawasan pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis serta produktif. Menurut Muliawan dkk (2016) pada umumnya potensi di wilayah pesisir sebagai sumber nutrien bagi biota yang hidup di dalamnya sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan dan pembesaran (nursery ground), serta tempat pemijahan (spawning ground) Organisme yang menjadi penghuni wilayah pesisir salah satunya adalah makroinvertebrata (Rosenberg dan Resh 1993). jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok makroinvertebrata relatif mudah diidentifikasi dan toleran terhadap perubahan lingkungan perairan. Makroinvertebrata terpapar langsung oleh perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan distribusinya. Kelompok Makroinvertebrata dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena Makroinvertebrata terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Menurut Asry dkk (2014) struktur komunitas makroinvertebrata dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perairan. Mann dan Bares (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan seperti substrat dasar dan kedalaman dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda. Adaptasi makroinvertebrata pada substrat yang keras berbeda dengan makroinyertebrata yang hidup pada substrat yang lunak, ABSTRAK Nendra Suhendra (Dibimbing oleh: Herman Hamdani, Zahidah Hasan dan Asep Sahidin) 2018 Struktur Komunitas Makroinvertebrata pada Musim Hujan di Wilayah Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran Kawasan pesisir merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi yang kompleks sehingga timbul masalah yang kompleks dan memerlukan pemecahan secara holistik. Organisme penghuni wilayah pesisir salah satunya adalah makroinvertebrata. Makroinvertebrata relatif mudah diidentifikas| dan toleran terhadap perubahan lingkungan perairan. Kondisi Jingkungan seperti substrat dasar dan kedalaman dapat menggambarkan variasi bagi keberadaan struktur komunitas makroinvertebrata, sehingga dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda. Riset ini bertujuan untuk menentukan struktur komunitas makroinvertebrata pada musim hujan di wilayah Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran. Riset ini dilaksanakan di Pantai Karapyak, Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran pada bulan Januari-Maret 2018. Metode yang digunakan adalah metode survey (non- eksperimental), dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif serta analisis spasial menggunakan Similarity. Hasil riset menunjukan komposisi makroinvertebrata terdin dari 59 spesies yang terdiri dari 6 filum dan 8 kelas. Kelimpahan makroinvertebrata paling tinggi didapatkan pada stasiun 3 dengan jumlah 2012 Ind/m?. nilai Indeks Keanekaragaman yakni stasiun 1 (3,86) termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan stasiun 2 (2,61) dan stasiun 3 (2,15) termasuk kategori sedang. Indeks keseragaman pada stasiun | (0,92) dan stasiun 2 (0,8) termasuk Kategori tinggi, sedangkan stasiun 3 (0,44) termasuk kategori rendah. Berdasarkan analisis similarity stasiun 2 dan 3 memiliki kemiripan atau membentuk satu kelompok yang sama berdasarkan parameter fisik dan kimiawi perairan dengan nilai similarity yakni 98,34. Kata kunci : makroinvertebrata, pantai karapyak, pesisir, struktur komunitas BABI DAHULUAN 11, Later belakang Kawasan pesisit (coastal zone) merupakan statu ekosistem (ke arah darat dan laut) yang di dalamnya terjadi interaksi yang kompleks baik faktor fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya, sehingga timbul masalah yang kompleks dan memerlukan pemecahan secara holistik. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan menyediakan sumberdaya alam, serta memberikan nilai ekonomi dan jasa-jasa lingkungan yang memiliki nilai potensi yang cukup besar (Wahyurini 2017). Kawasan pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis serta produktif. Menurut Muliawan dkk (2016) pada umumnya potensi di wilayah pesisir sebagai sumber nutrien bagi biota yang hidup di dalamnya sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan dan pembesaran (nursery ground), serta tempat pemijahan (spawning ground) Organisme yang menjadi penghuni wilayah pesisir salah satunya adalah makroinvertebrata (Rosenberg dan Resh 1993). jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok makroinvertebrata relatif mudah diidentifikasi dan toleran terhadap perubahan lingkungan perairan. Makroinvertebrata terpapar langsung oleh perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan distribusinya, Kelompok Makroinvertebrata dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena Makroinvertebrata terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubab-ubah, Menurut Asry dkk (2014) struktur komunitas makroinvertebrata dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perairan Mann dan Barnes (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan seperti substrat dasar dan kedalaman dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda. Adaptasi makroinvertebrata pada substrat yang keras berbeda dengan makroinvertebrata yang hidup pada substrat yang lunak. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk morfologi, cara makan, adaptasi tethadap fakton fisik, seperti perubahan suhu, arus dan kecerahan serta terhadap fakto, faktor kimiawi seperti DO, pH, dan_ salinitas. Perbedaan ini menyebabkan makroinvertebrata menempati substrat yang berbeda. Menurat Purba dkk (2015) Makroinvertebrata hidup pada substrat baik substrat keras ataupun lunak, Substrat keras ini dapat berupa batuan maupun kay dan lumpur, Makroinvertebrata yang bersifat 1g memungkinkannya bergerak di sepanjang gelombang, sesuai dengan apa yang ) bahwa makroinvertebrata merupakan dan substrat Iunak berupa pasir mobile memiliki organ pergerakan yan} permukaan dan harus tahan terhadap diungkapkan oleh Yunitawati, dkk (2012 organisme akuatik yang hidup di dasar perairan dengan pergerakan relatif lambat ‘a kualitas perairan yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar sert dalam ekosistem Makroinvertebrata memegang peranan penting di perairan, terutama dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun daratan. Kebanyakan makroinvertebrata bersifat sebagai pengurai dan di dalam jarin: mempunyai peranan penting dalam mengubah bahan organik yang berenergi g makanan_ makroinvertebrata rendah menjadi makanan berkualitas tinggi bagi tingkatan tropik yang lebih tinggi seperti ikan dan udang (Goldman dan Home 1983). Bahan organik yang terkandung dalam substrat dasar erat kaitannya dengan makroinvertebrata, karena merupakan sumber makanan bagi biota laut yang pada umumnya terdapat pada substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap bahan organik sangat besar (Hawari, dkk 2014). Perairan yang masih baik dapat menunjang keragaman jenis makroinvertebrata yang hidup pada perairan tersebut. Sebaliknya perairan dengan kualitas yang tidak baik keragaman makroinvertebratanya akan menurun atau sedikit. Patrick (1949) dalam Odum (1994) menyatakan bahwa suatu perairan yang baik akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari semua jenis makroinyertebrata yang ada, sebaliknya suatu perairan yang tercemar jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis yang mendominasi. Kelimpahan makroinvertebrata dapat dipengaruhi olch keadaan substrat yaitu tekstur, PH dan konsentrasi karbon (Onrizal dkk 2009). Pantai Karapyak merupakan bagian dari Pantai Pangandaran. Pantai Karapyak terletak di Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat atau sekitar 20 km dari pantai Pangandaran dengan koordinat 07°41'31.6"S_—108°45'11.9"E. Pantai_ Karapyak — memiliki keanckaragaman biota yang tinggi. Pantai Karapyak merupakan tipe pantai berkarang dan berpasir. Hampir sepanjang pantainya dipenuhi dengan karang- karang. hal ini dikarenakan letak geografis dari pantai yang berada di selatan Pulau Jawa, dan gelombang yang besar (Ibrahim dkk 2014). Riset pada berbagai tempat menunjukan terdapatnya perbedaan jenis pada daerah yang berbeda serta adaptasi makroinvertebrata pada substrat yang keras tidak sama dengan makroinvertebrata yang hidup pada substrat yang lunak. Untuk itu riset ini akan mengkaji struktur komunitas yang meliputi komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, dan keseragaman makroinvertebrata di Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran Selain memberikan informasi mengenai keberadaan struktur komunitas makroinvertebrata di Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran, hasil riset ini juga diharapkan memberikan gambaran mengenai kondisi kualitas perairan Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran melalui gambaran Kualitas biologis perairan. juga dalam pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan dan pelestarian pesisir dan juga sebagai ekowisata berbasis konservasi. 1.2. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi permasalahannya yakni bagaimana strukur komunitas makroinvertebrata pada musim hujan di beberapa lokasi Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran, 13. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang disebutkan diatas maka riset ini bertujuan untuk menentukan struktur komunitas makroinvertebrata Pada musim hujan di wilayah Pantai Berkarang Karapyak Pesisir Pangandaran, 1 Keeton Reto Kein Fist ini wiih seb informast mengena struktur komunjgg, tots amnsion Winn yang aianenramyn —yakni —Kkomposisi, Kelimpahgy Hemnlenrmunmim. din Kesernwaman dari makroinvertebrata yang nantinya dopa ‘Ain stump meu dom pembanding wntnk riset selanjumya Untuk stays Leinitine teri, jnpn diam pememnbitan kepmtnsan dalam ranzka pengelolagy fin eitectarinin preisir din jag sebvagan’ ekowisata berbasis konservasi. LS. Keraike Pemitiran Panta’ Keirapesik therupakan bagian dari Pantai Pangandaran. Pantaj Karapyak erlewk di Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Panwnndaran, Jawn Barat stam sekitar 20 km dari pantai Pangandaran dengan y08°45°11.9°E, Pantai. + Karapyak —memiliki keewrdinat —07°41'31.6"S keanekaragaman biota yang tinggi. Pantai Karapyak merupakan tipe pantai herkarainp dan berpasir. Hampir sepanjang pantainya dipenuhi dengan karang. karang, hal ini dikarenakan letak geografis dari pantai yang berada di selatan Pulaw Jawa, dan gelombang yang besar (Ibrahim dkk 2014), Sebapai suatu ckosistem, pesisir pantai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu hubungan fungsional ‘yang saling mempengaruhi (Yudasmara 2015). Faktor biotik yang mempengaruhi makroinvertebrata diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan. Adapun faktor abiotik yakni fisik dan kimiawi air yang diantaranya adalah subu, arus air, pH, salinitas, dan kekeruhan (Hawkes 1979) Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas salah satunya yaitu keanekaragaman spesies (Schowalter 1996). Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas (Nugroho 2006). Kondisi perairan pesisir sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota yang menghuninya. Beberapa sifat fisik dan kimiawi pesisir yang berpengaruh penting terhadap kehidupan organisme adalah salinitas, suhu, substrat, oksigen terlarut, dan juga pasang surut. Terdapat perbedaan biota pada substrat yang perbeda, Dalam riset sebelumnya dengan karakteristik pantai yang sama yakni ai berbatu (pantai Karang) di Pantai Sepanjang, Gunung Kidul, D1 yogyakarta oleh Saputra dkk (2015) jenis-jenis makrozoobenthos yang ditemukan yakni, Crustacea, Polychaeta, Ophiuroidea, Echinoidea, Gastropoda, Bivalvia, Nemertea, Turbellaria, Demospongiae, Calcarea, dan Cephalopoda. Untuk itu iset ini akan mengkaji distribusi dan struktur komunitas makroinvertebrata pada pantai berkarang yang dikaitkan dengan kajian karakteristik air dan substrat dasar skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 Pantai Karapyak Pessisir Pangandaran Faktor abiotik Faktor biotik ee Komunitas = Makroinvertebrata Kelimpahan Struktur Makroinvertebrata di Pantai Karapyak Pesisir Pangandaran Belum ada data Stuktur Makroinvertebrata Pantai Karapyak Pesisir Pangandaran Tersedia data dan informasi struktur makroinvertebrata di Pantai Karapyak Pesisir Pangandaran Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran penile picith bitin «wate disntaramya —yakni —komposisi, kelim teeanieicnrmgentrinn, dain keseragamnan dari makroinvertebrata yang Nantinya imnatienh sehen ncuwn dim pembanding untuk riset selanjutnya untuk, ‘Hrinlites persiran, jute dalam pengambilan keputusan dalam rangka Pengetoy don petestarinn pesisir dan juga sebagai ekowisata berbasis konservasi, 18 Kerunpks Pemikiran Pain Karapyak merupakan bagian dari Pantai Pangandaran, Pang Karapyak verletak di Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaes Penpondarmn. Jawa Barat atan sekitar 20 km dari pantai Pangandaran dengan Koordinat O741'31.6°S 108°4S'11.9°E,Pantai_ Karapyak — memit ‘Keanekaragaman biota yang tinggi. Pantai Karapyak merupakan tipe pantaj berkarane dan berpasir. Hampir sepanjang pantainya dipenubi dengan karang. Scrang, hal ini dikarenakan letak geografis dari pantai yang berada di selatan Pulau Jawa, dan gelombang yang besar (Ibrahim dk 2014). Sebagai suatu ckosistem, pesisir pantai mempunyai berbagai komponen iotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu hubungan fungsional yang saling mempengaruhi (Yudasmara 2015). Faktor biotik yang mempengaruhi makroinvertebrata diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan. Adapun faktor abiotik yakni fisik dan kimiawi air yang diantaranya adalah subu, arus air, pH, salinitas, dan kekeruhan (Hawkes 1979) Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum ada tige pendckatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur ‘komunitas salah satunya yaitu keanekaragaman spesies (Schowalter 1996). SetiaP komunitas memberikan respon tethadap perubahan kualitas habitat dengan caro penyesuaian diri pada struktur komunitas (Nugroho 2006). Kondisi perairan pesisir sangat berpengaruh terhadap kehidupan biol® yang menghuninya, Beberapa sifat fisik dan kimiawi pesisir yang berpengamu! penting terhadap kehidupan organisme adalah salinitas, suhu, substrat, oksige" ae - Shieeninvertatrents yang herviceeran © 6.2 mm, termasuk dalam kelompok jini t lite prrretrer7em Ehnenenyn cfftiata seta corn mmolcaininrya, ewan makroinvertebrata dapat dibagi atag ” tipe pematean deposit (Deposit Feeder) yang memiliki sifzy fun Yomi omit : pomgrremnnettesn estritirs vane telah mengendap di dasar perairan, misalnya : siput . won Feeder) yaita penyaring partikel-partike roinvertebrata pemakan deposit makan menyaring bahan organik tersebyt item tie premiienn ersten! (Sager detritus di perniran, mnissinya. kerang. Mak dengan carn mengesli substrat kemudian (iivhaktken 1992). Jenis ini termasuk didalamnya polychaeta dan bivalvia yang snemanifnatkan buhan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai snalamantwva, salah satu contohnya adalah Nereis sp. atau cacing lur (Munairi dan Abidin 2012) Orpanisme makromnvertebrata pemakan suspensi atau organisme pemakan bahan-baban tersaring memindahkan atau mengambil partikel makanan dari perairan, cara makannya yakni dengan menggerakkan cilianya, sehingga air beserta partikel-partikel makanan melewati suatu alat penyaring, termasuk didalamnya beberapa jenis kerang. Pada kelas pelecypoda dapat dijumpai di laut maupun di air tawar, termasuk filter feeder, pemakan plankton, dan. butiran- boutiran keoil lainnya (Fitriana 2006). Tipe pemakan suspensi pada sedimen ‘bempasir yang pergerakan airnya kuat untuk mengaduk partikel-partikel mineral yang halus. Webber dan Thurman (1991) menyatakan bahwa sumber makanan makromvertebrata umumnya berasal dari bahan organik yang terlarut dalam air, zooplankton, fitoplankton maupun diatom yang terdapat di permukaan sedimen. Kelompok Gastropoda memiki kemampuan_beradaptasi yang tinggi terhadap Nngkungan dan tipe pemakan deposit (deposit feeder) dari permukaan lumpur (Zulkifli dan Setiawan 201 1). 2.2. Habitat dan Distribusi Makroinvertebrata Makroinvertebrata merupakan organisme yang banyak ditemukan di perairan laut, — estuari, maupun —perairan — tawar. Menurut — habitatnya makroinvertebrata dapat di ‘clompokkan menjadi infauna dan epifauna. ve ik i inf i Infauna adalah makroinvertebrata yang hidupnya terpendam di dalam substrat_perail ul rao. carn menses Wibane sebavian Newan tereebnt bersifat sesil, Epifauna wasish makroinvertebrata vane hidep 4) permmkaan dasar perairan, gerakannya mitt i tt perinikssn sibetrat vane lenak atan menempel dengan kuat pada eahatrnt pacar yng terdapwt di dsar (Levinton 1982) Mennrut Lalli dan Parson (1993) kelompok infauna sering mendominasi jomunitas substrat yang Junak dan melimpah di daetah subtidal, sedangkan xelompok epifauna dapat ditemukan pada semua jenis substrat tetapi lebih yerkembang pada substrat yang keras dan melimpah di dacrah intertidal. Sumich (1992) menyatakan bahwa makroinvertebrata kelompok epifauna lebih sensitif dibandingkan dengan kelompok infauna. Perkembangan maksimum dari epifauna dijumpai di daerah pasang surut, akan tetapi perkembangannya dapat juga meluas 4 daerah yang lebih dalam. Perkembangan infauna mencapai maksimun di daerah yang lebih dalam dari kelompok epifauna (Odum 1994). Kondisi lingkungan seperti. substrat dasar dan kedalaman dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda (Mann dan Barnes 1991). Adaptasi makroinvertebrata pada substrat yang keras berbeda dengan makroinvertebrata yang hidup pada substrat yang lunak, menurut Nybakken (1992) menyatakan bahwa substrat dasar merupakan salah satu faktor ckologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makroinvertebrata. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak 2002). Perbedaan ini menyebabkan makroinvertebrata menempati substrat yang berbeda. Pada substrat yang keras, makroinvertebrata harus menempel. Substrat keras ini dapat berupa batuan maupun kay, Makroinvertebrata yang bersifat mobile memiliki organ pergerakan yang memungkinkannya bergerak di Sepanjang permukaan dan harus tahan terhadap gelombang. Famili Capitellidae, dan Nereis sp (Famili Nereidae) menjadi sangat dominan karena biota-biota ‘ersebut cenderung memiliki habitat pada daerah berlumpur dan berada pada 4aerah perairan yang terjadi percampuran massa air tawar dan air laut (Ulfah dkk 2012), Levinton (1982) menyatakan makroinvertebrata di perairan meni beberapa adaptasi untuk mempertahankan diri dari arus dan gelombang aMtaeg Jain 1 ; permanen pada substrat yang kokoh seperti baty dan batang pohon. 2. Melekat dengan alat pelekat. 4. Memiliki bentuk tubuh yang lentur untuk meminimalkan tekanan air tethaday permukaan tubuh 4. Berlindung di celah bebatuan 2.3. Kondisi Umum Pantai Karapyak Pangandaran Pantai Karapyak merupakan bagian dari Pantai Pangandaran Pangandaran ‘adalah sebuah kawasan yang berdekatan dengan Pantai Selatan Pulau Jawa, berada pada posisi 108° 40° BT dan 70° 43° LS termasuk wilayah Jawa Barat, dan dekat dengan perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bila dilihat dari laut, Pangandaran berupa garis pantai yang tidak terputus. Pantainya mempunyai tipe Pantai berkarang dengan jurang-jurang yang sempit, lereng utara landai dengan ‘eluk-teluk Pananjung di timur dan Parigi di dkk 2008). Pantai Karapyak sendiri terletak di Desa Bagolo, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat atau sekitar 20 km dari pantai Pangandaran dengan koordinat 07°41'31.6"S 108°45'11.9" barat yang berpasir (Noortiningsih E. Pantai Karapyak memiliki keanekaragaman biota yang Unggi. Pantai Karapyak merupakan tipe pantai berkarang dan berpasir. Hampir sepanjang Pantainya dipenuhi dengan karang- arang. hal ini dikarenakan letak geografis dari Pantai yang berada di selatan Pulau Jawa, dan gelombang yang besar (Ibrahim dkk 2014) 2.3.1. Makroinvertebrata Pantai Karapyak Pangandaran Suatu ckosistem aquatik baik air tawar maupun laut, makroinvertebrata ‘merupakan bagian dari rantai makanan dan keberadaannya bergantung_ pat populasi organisime yang tingkatnya lebih rendah sebagai sumber makanan dan Ningkat wofiknya lebih tinggi sebagai organisme predator. Makroinvertebrata ndash oneanicme vane biden pada dacar perairan Organieme ini dapat digunakan achagni indikstor pencemaran persica, karena keberadaan organisme fertentu dapat herasal dari pervesumian diri terhadap kondisi lingkungan (Noortiningsih dle 200%), Rerdnsarksin hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dkk (2014) diperoieh data jenis dan sebaran organisme baik yang terdapat di Pantai Karapyak Pangandaran, Diantara organisme yang ditemukan, persentase jumlah Mollusca songat mendominasi kelimpahannya dibandingkan filum-filum lainnya. Mollusca mencakup 87.7 %, sedangkan Echinodermata 11,8 %, Coelenterata 4,7% serta arthropoda 0,5 %, 2.4. Peranan Makroinvertebrata Makroinvertebrata. memegang peranan penting di dalam ekosistem perairan, terutama dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun daratan. Sebagian _besar makroinvertebrata bersifat sebagai pengurai dan di dalam jaring makanan makroinvertebrata mempunyai peranan penting dalam mengubah bahan organik yang berenergi rendah menjadi makanan berkualitas tinggi bagi tingkatan tropik yang lebih tinggi seperti ikan dan udang (Goldman dan Home 1983) Makroinvertebrata juga memegang peranan penting dalam komunitas dasar, Karena fungsinya dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik yang terperangkap di dalam lingkungan perairan (Lind 1979 dalam Wijayanti 2007). Menurut Odum (1994) makroinvertebrata memegang peranan penting, dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan tropik pada rantai makanan yaitu: a Graser, merupakan hewan pemakan tumbuhan air dan perifiton, b. Sereder, merupakan hewan pemakan partikel organik kasar. ¢. Kolektor, merupakan hewan pemakan partikel organik halus. 4, Predator, merupakan hewan pemangsa bagi hewan lainnya, Menurut Rosenberg dan Resh (1993) makroinvertebrata bukan saja berperan sebagai penyusun komunitas, namun juga dapat digunakan dalam studi > an Kuantitatif untuk mengetahui kualitas perairan Makroinvertebrata ‘sangat peka terhadap petubahan lingkungan perairan yang ditemp, sering digunakan sebagai bioindikator kualitas suatu perairan dengan bg pertimbangan, antara lain . 1. Pergerakannya sangat terbatas schingga memudahkan untuk sampel Pada Umum, atinya, Shin, Pengambitay ‘Ukuran tubub relatif besar schingga memudahkan dalam identifikasi, Hidup di dasar perairan, relatif diam, sehingga secara terus m enerus terdedey, oleh air di sekitamya. Pendedahan yang terus menerus menyebabkan makroinvertel brata di Penganihj oleh kondisi lingkungan. Menurut Hawkes (1979) dan Sastrawijaya (1991) dengan mempelajr komposisi jenis makroinvertebrata di suatu Perairan dapat diketahui apakah Perairan tersebut sudah tercemar atau belum. Perairan dapat dikatakan masih baik dapat menunjang keragaman jenis yang hidup pada perairan tersebut. Sebalikaya Perairan dengan kualitas yang tidak baik keragaman makroinvertebrata akan menurun atau sedikit. Patrick (1949) dalam Odum (1994) menyatakan bahwa Swatu perairan yang baik akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari Sua Jenis makroinvertebrata yang ada, sebaliknya suatu perairan yang tercemar Jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis makroinvertebata yang mendominasi, Menurut Irmawan dkk (2010) pentingnya peran dari makroinvertebrata dalam suatu ekosistem Perairan sehingga apabila komunitas makroinvertebrata terganggu, maka akan menyebabkan terganggunya ekosistem 2.5. Tipe Perairan Intertidal Menurut Nybakken (1992) dilihat dari struktur tanah dan bahan Penyusunnya, pantai intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu: ® — Pantai Berbatu Pantai berbatu tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik Spesies hewan maupun tumbuban. Populasi yang padat, keragaman topografi, da" banyaknya spesies di pantai berbatu ini menjadi daya tarik para ahli biologi !aut dan abi ekologi. Organisme makroinvertebrata yang umum ditemukan di pantai perbatu yakni beberapa jenis tiram batu seperti Cellana testudinaria, Siphonaria exigna, dan Acmaea bombayana. Jenis tiram tersebut memiliki cangkang perbentuk kerucut tetapt sangat pipih, dan juga bentuk spiral pada cangkangnya tidak jelas dan berkaki lebar (Nontji 2002) Organisme yang lainnya adalah Gastropoda jenis Haliotis sp yang memiliki Tubang-lubang pada cangkangnya. Juga sering dijumpai dari kelas Amphineura yang dikenal sebagai “chiton”, Jenis ini memiliki tubuh yang pipih, pada bagian punggung terdapat delapan pelat yang bertumpang tindih seperti genteng. semua organisme tersebut dapat melekat kuat di batu-batu karang pantai (Nontji 2002), bd. Pantai Berpasir Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang, pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai atau berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu sendiri, Pantai pasir terlihat tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh di pantai ini membentuk kondisi seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Pantai berpasir cenderung didominasi oleh hewan jenis infauna (hewan bentik penggali Tubang), hewan yang paling banyak dijumpai biasanya adalah Kelas Polychaeta dan Mollusca (Hutabarat 2000) Faktor fisik yang paling Penting yang mengatur kehidupan di pantai berpasir adalah gerakan ombak dan pengaruh yang menyertainya pada ukuran Partikel. Ukuran partikel pasir merupakan fungsi dari gerakan ombak di pantai itu. Bila gerakan ombak kecil, maka partikel-partikel yang kecil akan terlempar jauh Schingpa hanya ukuran partikel yang besar yang akan berada di tempat tersebut, Mia eelombang bergerak tegak lurus pantai, maka paxtikel pasir hanya akan beruerak kedalam dan keluar pantai (Kusnida dkk 2004), Partikel-partikel pasir Mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaan yang kecil dibandingkan MAKsi debu dan liat, Oleh karena itu, tidak banyak becfungsi dalam means kimia tanah tetapi lebih sebagai penyokong tanah dimana sekitarnya terdapat partikel debu dan liat yang aktif (Nurhayati dkk 1986). Organisme yang sering dijumpai pada perairan tipe berpasir yakni Bivalyig seperti Macoma sp, beberapa hewan crustacean dan beberapa polychacta seperti Nereis sp dan beberapa cacing dari family Capitellidea (Sumich 1992). Bivaivig yang umum dijumpai di pantai berpasir adalah Pina bicolor, Anadara granosa Paphia luzonica, Solen delesser dan Latermula truncate. Organisme-organisme ini hidup dengan membenamkan diri di dalam pasir (Nontji 2002). © Pantai Berlumpur Pantai berlumpur merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, pantai berlumpur cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik. Pantai berlumpur hanya terbatas ada dacrah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut terbuka, Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber Partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Keberadaan sedimen lumpur dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang terbawa oleh air tawar, serta faktor-faktor yang mempengaruhi Penggumpalan dan pengendapan bahan tersuspensi tersebut, seperti adanya arus dari laut (Abroni dalam Subiyanto dkk 2013). Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasikan bahan organik, sehingga tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk organisme Penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat Permukaan lat permapasan. Ekosistem pantai berlumpur adalah tempat ‘erakumulasinya bahan organik sehingga kaya akan zat hara, semakin tertutup semakin kaya zat hara, Pada pantai berlumpur lama penyimpanan air tinggi karena memiliki topografi yang datar dan porositas sedimen yang sangat kecil. Ketersediaan makanan dalam jumlah yang berlimpah pada ekosistem ini ‘menyebabkan fenomena kompetisi (competition) dalam dan antar spesies dapat diamati dengan baik (Tanjung 2013), Sedimen berlumpur lebih mengikat bahan organik dengan teksturnya yang padat dan cenderung halus, dibandingkan dengan tekstur sedimen berpasir cenderung tidak mengikat begitu banyak bahan organik karena teksturnya yang kasar dan bersifat terpisah-pisah (Rafni 2004). Salah satu lokasi substrat dasar lumpur dapat ditemukan yakni pada pantai dengan vegetasi mangrove. Hutan mangrove merupakan hutan yang berada pada daerah yang selalu digenangi air bila sedang pasang naik dan kering bila saat surut. Vegetasi hutan mangrove yang dominan adalah pohon bakau (Rhizopora sp). Vegetasi lain yang menghuni hutan mangrove antara lain Bruguierra sp, Sonneratia sp, Avicennia dan Jain-lain. Lingkungan hutan mangrove menyediakan habitat yang baik berbagai fauna dengan adanya substrat dasar yang ternaung pohon sebagai tempat menempel dan yang terpenting melimpahnya detritus organik sebagai sumber makanan (Hamidy 2010). Menurut Nontji (2002) pada pantai berlumpur dengan kawasan mangrove biasanya dijumpai Mollusca Gastropoda jenis Telescopium telescopium dan Terebralia palustris dengan cangkang membentuk kerueut panjang, 2.6. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Makroinvertebrata Makroinvertebrata sebagai organisme dasar perairan memiliki habitat yang relatif tetap. Perubahan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keragaman dan distribusi makroinvertebrata. Nybakken (1992) menyatakan sifat fisik dan kimia perairan sangat penting di dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan faktor biotik, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor lingkungan dalam suatu__perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keragaman dan distribusi makroinvertebrata antara lain a Suhu Perairan Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses kehidupan dan penyebaran organisme termasuk makroinvertebrata, Suhu perairan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen dalam suatu perairan, Bila suhu dalam suatu perairan mengalami kenaikan, maka kelarutan oksigen dalam perairan akan naik dan menyebabkan hadimnya berbagai organisme perairan termasuk makroinvertebrata. Batas toleransi hewan ini tethadap suhu peraitan tergantung jenisnya. Umumnya temperatur dj ata ioe dapat menekan pertumbuhan populasi_ hewan —makroinvertebrata makrozoobenthos (James dan Evison 1979). Menurut Hawkes (1978) bahw nag yang baik untuk perkembangan makrozoobentos yaitu kisaran antara 28°¢ 3, dan suha yang krnitis bagi makrozoobentos berkisar 35°C-40°C, karena dap. menyebabkan kematian. Selain itu suhu memberikan pengaruh terhadap migra Jaju metabolisme dan mortalitas dari hewan tersebut (Pamuji dkk 2015). b. — Penetrasi Cahaya Sifat optis dari air akan dipengaruhi oleh faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air (Barus 2004). Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorsi dan sebagian lainnya dipantulkan keluar dari permukaan air. Seiring dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalamj perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitati Cahaya matahari yang mengenai permukaan air laut akan di serap dan diseleksi oleh air laut, sehingga cahaya merah, ungu dan kuning yang memiliki gelombang panjang akan hilang terlebih dahulu. Cahaya dengan panjang gelombang yang pendek mampu menembus permukaan yang lebih dalam. Banyaknya sinar matahari yang masuk pada kolom air akan berubah-ubah tergantung dengan intensitas cahaya, pemantulan di permukaan, sudut datang cahaya dan transparansi permukaan air. Intensitas cahaya pada permukaan laut dapat berubahan secara bervariasi berdasarkan musim. Intensitas cahaya dan absorbsi akan mengalami penurunan dan berkurang karena dipengaruhi oleh kedalaman. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempengaruhi keberadaan organisme makroinvertebrata, penetrasi cahaya untuk menembus dasar perairan terhalang sehingga proses fotosintesis tidak berjalan dengan sempurna yang mengakibatkan konsentras! oksigen semakin berkurang dan berpengaruh terhadap berkurangnya organisme akuatik, karena oksigen merupakan penunjang utama kehidupan organisme akuatik (Megawati dkk 2014), 16 e Kecepatan Aros Kementerian Linghkengan Hidip (011) menyatakan bahwa ants snempunyai Pengarth positif maaprin negatif terhadap kehidupan biota perairan Di perniran dengan dasar lumpur aras dapat mengaduk endapan Iumpur sehingga mengakibatkan kekeruhan ait vang dapat menyebabkan kematian basi beberapa biota perairan. Kekeruhan juga dapat mengakibatkan berkurangnva penetrasi simar matahan, schingga mengurangi aktivitas fotosintesis. Manfaat dari arus bagi biot perairan adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut Arus akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentast dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan (Maslukah 2013). frakst liat mempunyai ukuran butir yang lebih kecil dari fraksi pasir dan Jumpur schingga fraksi list dapat mengendap bila arus pada perairan mulat melemah seperti pada daerah muara sungai (Pamuji dkk 2015). Lingkungan perairan seperti kecepatan arus mempengaruhi penyebaran bahan organik dan kelimpahan makrozoobenthos (Hawari, dkk 2014). Arus merupakan faktor yang membatasi penyebaran makroinvertebrata, dimana kecepatan arus int akan mempengaruhi tipe atau ukuran substrat dasar perairan yang merupakan tempat hidup bagi hewan makroinvertebrata (Irmawan dkk 2010) a. Salinitas Salinitas adalah jumlah total garam-garam terlarut (dinyatakan dalam gram), yang terkandung dalam } kg air laut. Di daerah khatulisnwa, salimitas. mempunyai nilai yang rendah. Salinitas tertinggi terdapat dt daerah lintang 20° LU dan 20° LS, kemudian menurun kembali pada dacrah hntang yang lebih tinggi. Besar kecinya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan (presipitasi) dan adanya aliran sungat atau run off (Patty 2013), Salinitas merupakan faktor abiotik yang sangat menentukan penyebaran biota laut tenmasuk maksoinyertebrata. Salinitas juga berperan dalam mempengaruhi proses osmoregulas: biota perairan. Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan, walaupun terdapat sedikit perbedaan yang tidak mempengaruhi ckologis secara nyata, sedangkan pada kedalaman Om Hrinwom hanpir tencapni 1.000 m salinitas berkisar antara 35.5%» sampai 3% (Nytwicken 1992), Salinitas berpengarah terhadap kehidupan makroinvertebratg fntarn Inin mempengarahi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikomsums, niles konversi makanam dan daya kelangsungan hidup biota air (Yeanny 2997) Kisra salinitas vane dianggap layak bagi Kehidupan makroinvertebrata berks 15-45%. karena pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makroinvertebrata seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang. ‘kerangan (Izzah dan Roziaty 2016). e Oksigen Terlarat Okesipen terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan suatu faktor yang Sangat penting dalam perairan, terutama dalam proses respirasi sebagian besar ‘orgamisme air termasuk makroinvertebrata, Menurut Darmono (2001) kehidupan makbluk hidup di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk Kehidupannya, Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfir (udara) yang masuk ke dalam air. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan biota perairan yang membutuhkan oksigen akan mati. DO di dalam air merupakan indikator kualitas air karena kadar oksigen yang terdapat di dalam air sangat dibutuhkan oleh organisme sir dalam kelangsungan hidupnya. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengarubi oleh suhu dan mineral yang terlarut dalam air (Sinambela dan Sipayung 2015). Kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada temperatur 0°C adalah sebesar 14,16 my/l. Peningkatan temperatur air akan menyebabkan konsentrasi oksiven dalam perairan akan menurun, demikian pula sebaliknya. Kelarutat oksigen akan berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga oksigen di laut alaupun perairan estuari cenderung lebih rendah dari kadar oksigen di perait@? tawar (Effendi 2003). Kisaran toleransi makroinvertebrata terhadap oksige” ‘erlarut berbeda-beda, Menurut Sastrawijaya (1991), kehidupan air dapat bertala? ‘vka ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l serta selebihnya tergantu® a 18 eanhanan organise, deraist Keaktifan, Kehadiran pencemaran, femperatur een" iochemical Oxigen Demand (BOD) Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh paoorpiame aerobik dalam menguraikan senyawa organik yang diukur pada sana 20°C. Organisme hidup yang bersifat arobik membutuhkan oksigen untuk seberapa reaksi Biokimia, yaitu untuk mengoksidasikan bahan organik, sintesis sel gm oksidasi sel (Sugiharto 1987). Pengujian BOD penting dalam aktifitas eneendalian pencemaran perairan (Alaerts dan Santika 1987). Nilai BOD dan COD yang naik serta DO yang turun drastis tersebut akan mempengaruhi proses adaptasi makrozoobenthos (Setyono dan Soetarto 2008), . _ Derajat Keasaman (pH) Setiap spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda techadap pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7 - 8,5 (KepMen LH 2004). Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang bersifat sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan Mengancam kelangsungan hidup organisme perairan, sedangkan pH yang tinggi ‘kan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu, kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik bagi organisme perairan. pH merupakan faktor Pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang ‘erlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Asriani dkk 2013). h Substrat Dasar Susunan substrat dasar perairan penting bagi organisme yang hidup di %0a dasar seperti makroinvertebrata (Michael 1994). Substrat dasar merupakan Sal; . lh satu faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan eragaman makroinvertebrata (Hynes 1976). Substrat dasar berupa bebatua, merupakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, sedangka, substrat dasar yang halus seperti pasit dan lumpur menjadi tempat makanan doy tempat membenamkan diri bagi organisme yang hidup di dasar perairan (Lal; dan Parsons 1993), Klasifikasi partikel substrat digolongkan sebagai berikut Menurut Sistem Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dalam Rajamuddin dan Sanysj (2014) yakni diameter fraksi pasir sangat kasar berukuran 2,0 mm — 1,00 mm, pasir kasar 1,00 — 0,50 mm, pasir sedang 0,050 - 0,25 mm, pasir halus 0,25 — 0,19 mm, pasir sangat halus 0,10 - 0,05 mm, fraksi debu 0,05 mm — 0,002 mm dan fraksi liat < 0,002 mm. Sedimen dengan konsentrasi fraksi pasir lebih tinggi pada substrat berpengaruh pada distribusi makroinvertebrata. Menurut Puspasari, dk (2012), substrat pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Namun, konsentrasi nutrien di dalamnya sangat rendah. Keadaan ini sesuai menurut Setiadi, dkk (2016) yang menyatakan bahwa Sedimen yang mengandung fraksi sedimen lebih halus akan mengakumulasi bahan organik lebih jauh lebih besar daripada sedimen dari pada sedimen yang mengandung fraksi lebih kasar seperti pasir dan kerikil.

You might also like